Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulisan membahas tentang anatomi fisiologi saraf,

biomekanik, deskripsi kasus stroke, dan penatalaksanaan fisioterapi pada pasien

stroke infark fase rehabilitas akut.

2.1 Anatomi dan fisiologi saraf

Sistem saraf dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu susuan saraf

pusat dan susunan saraf perifer, susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula

spinalis (Syaifuddin, 2010:182). Susunan sistem saraf perifer terdiri dari saraf

somatik dan saraf otonom (Syaifuddin, 2010:182). Sedangkan serabut saraf yang

menghubungkan berbagai bagian susunan saraf pusat dan saraf tepi ada dua

bagian jenis saraf, serabut saraf yang membawa impuls sensorik ke otak disebut

saraf aferen, dan serabut saraf yang menghantarkan impuls motorik dari otak ke

bagian lain disebut saraf eferen (Lyndon, 2012:194).


2.1.1 Otak

Serebrum

Serebelum
Batang otak

Gambar 2.1 otak sisi kiri (Gilroy, 2009, hal. 593)

Otak adalah suatu alat tubuh yang penting karena merupakan pusat dari

semua alat gerak tubuh. Pada otak perempuan lebih kecil daripada otak laki-laki,

perkembangan otak terbesar dicapai usia 18 tahun (Lyndon, 2012, hal. 199).

Jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan tulang tengkorak, berat pada otak

orang dewasa kira-kira 1400 gram (Syaifuddin, 2010, hal. 184). Pada otak

memiliki beberapa bagian yang penting yaitu: batang otak (medulla oblongata,

ponds, mesensefalon), serebelum, diensefalon, serebrum (Price, 2006, hal. 1024-

1027).

Gambar 2.2 serebrum sisi kiri (Gilroy, 2009, hal. 595)


2.1.1.1 Serebrum

Serebrum merupakan bagian otak terbesar dan paling menonjol, dan saraf

pusat berfungsi untuk mengatur semua kegiatan motorik dan sensorik serta

mengatur ingatan, panalaran, dan intelegensia. Serebrum dibagi menjadi 2 yaitu

hemisfer kanan dan hemisfer kiri, pada tengah-tengahnya terdapat lekukan atau

celah yang membagi antara ke duanya yang disebut fisura longitudinalis. Pada

hemisfer kiri mengatur bagian tubuh kanan, sedangkan bagian tubuh kanan

mengatur bagian tubuh kiri. Konsep fungsional ini disebut pengendalian

kontralateral (Price, 2006, hal. 1027). Sedangkan pada bagian luar dari hemisfer

otak adalah korteks serebri yang dibagi menjadi 4 bagian yaitu: Lobus frontalis,

lobus parietalis, lobus temporalis, lobus occipitalis (Price, 2006, hal. 1027).

1) Lobus frontalis

Pada lobus frontalis terletak dianterior serebrum, bagian posterior dibatasi

oleh sulkus sentralis Rolando dan diatas sulkus lateralis (Syaifuddin, 2009:336).

Lobus frontalis bertanggung jawab terhadap tiga fungsi utama yaitu: aktivitas

motorik volunter adalah gerakan yang dihasilkan oleh otot kerangka seperti pada

pengolahan sensorik, korteks motorik ditiap-tiap sisi otak mengontrol otot disisi

tubuh yang berlawanan (Syaifuddin, 2009:175). Kerusakan korteks motorik disisi

kiri otak akan menimbulkan paralisis disisi kanan tubuh dan sebaliknya juga. Pada

kemampuan berbicara: kemampuan bahasa dijumpai disatu hemisfer dan sebagian

besar populasi terletak pada hemisfer kiri, kerusakan yang terjadi pada usia awal

belasan tahun akan membuat kemampuan bahasa terganggu secara permanen

karena mengontrol cara berbicara (Syaifuddin, 2009:175). Bahasa juga melibatkan

dua integrasi yang terpisah yaitu ekspresi (gerakan pada mulut) dan penyampaian
kata-kata yang berkaitan dengan daerah tertentu, pada daerah primer spesialisasi

kortikal bahasa disebut Broca (Syaifuddin, 2009, hal. 175). Broca bertanggung

jawab untuk kemampuan berbicara yang terletak pada lobus frontalis kiri dan

berkaitan erat dengan daerah motorik korteks yang berfungsi sebagai pengatur

suara, jika terjadi kerusakan pada Broca akan menyebabkan kesulitan berbicara,

walaupun dapat mengartikan perkataan dan tulisan tetapi tidak mampu

mengungkapkan (Syaifuddin, 2009, hal. 175-176). Dibagian frontalis juga

terdapat gyrus precentralis yang terletak dibagian anterior sulkus sentralis yang

terdiri dari area motorik primer kortek cerebri (Tortora, 2017, hal. 549). Sel-sel

saraf motorik besar yang ada di gyrus precentralis ini untuk mengatur gerakan

volunter sisi tubuh yang berlawanan (Snell, 2012, hal. 492).

a. Humanculus sensorik b. Humanculus motorik

Gambar 2.3 humanculus sensorik dan motorik(Sharewood, 2012, hal. 118)


2) Lobus parietalis

Lobus parietalis terletak pada permukaan bagian superior dan lateral

terdapat girus postcentralis (Syaifuddin, 2009, hal: 335). Lobus parietalis

bertanggung jawab menerima input sensorik untuk sentuhan dan nyeri. Lobus

parietalis juga mengirim informasi sensorik ke banyak area lain di otak (Corwin,

2009, hal. 220). Girus postcentralis terletak di posterior sulkus sentralis yang

berfungsu sebagai area sensorik seluruh tubuh yang mencakup rasa nyeri, suhu

tubuh, raba, tekanan, dan proprioseptik (Price, 2006, hal. 1029).

3) Lobus temporalis

Lobus temporalis terletak pada bagian lateral (Syaifuddin, 2009, hal. 337).

Pada lobus temporalis bertanggung jawab untuk informasi pendengaran dan

mencakup area Wernicke, tempat bahasa diinterpretasikan (Corwin, 2009, hal.

220). Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi bau dan penting untuk untuk

pembentukan dan penyimpanan memori (Corwin, 2009, hal. 220).

4) Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis merupakan lobus posterior korteks serebri, lobus

oksipitalis juga lobus yang memisahkan antara serebrum dan serebelum. Lobus ini

berisi korteks visual dan area asosiasi visual dan menerima informasi yang berasal

dari retina mata (Corwin, 2009, hal. 220).


2.1.1.2 Serebelum

Lobus flocculonodular
Cerebellar peduncles
Lobus anterior

Superior vermis

Lobus posterior

Gambar 2.4 Serebelum inferior view (Netter, 2002, hal. 6)

Serebelum terletak dibagian posterior medula oblongata dan pons serta

diinferior bagian posterior serebrum (Tortora, 2017, hal. 541). Serebelum

bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerak

otot dengan baik (Sloane, 2014, hal. 173). Pada serebelum juga terbagi menjadi

tiga lobus yaitu: (1) Lobus flocculonodularis yang terdiri atas flocculus dan

nodulus vermis yang berfungsi sebagai mengontrol postur dan gerakan pada mata.

(2) Lobus anterior yang terletak disebelah rostral dari fisura primer dan mencakup

sisa vermis yang berfungsi untuk menerima input proprioseptif dari otot dan

tendon melalui tractus spinocerebralis dorsal dan ventral serta mempengaruhi


postur, tonus otot, dan gaya berjalan. (3) Lobus posterior yang terdiri atas sisa

hemisfer serebelum yang berfungsi sebagai menerima input utama dari kortek

serebelum melalui nuclei pontis dan pedunculus cerebelaris medius serta penting

dalam koordinasi dan perencanaan gerakan terampil volunter yang dimulai dari

korteks serebrum (Ganong, 2012, hal. 167).

2.1.1.3 Batang Otak

Gambar 2.5 Batang otak (Gilroy, 2009, hal. 599)

Batang otak merupakan tempat berhubungan langsung dengan pusat-pusat

otak yang lebih tinggi. Pada bagian-bagian batang otak terdiri dari bawah ke atas

yaitu medula oblongata, pons, otak tengah atau mesensefalon (Price, 2006, hal.

1024).

1) Otak tengah (mesensefalon)

Otak tengah merupakan bagian pendek dari batang yang letaknya diatas

pons. Bagian ini terdiri dari (1) Bagian posterior, yaitu tektum yang terdiri dari
kolikulus superior yang berfungsi sebagai reflek pengelihatan dan koordinasi

gerakan pengelihatan dan kolikulus inferior yang berfungsi sebagai reflek

pendengaran seperti menggerakan kepala kearah dimana datangnya suara, dan

(2)Bagian anterior pedikulus cerebri yang terdiri dari serabut-serabut motorik

yang turun dari serebrum, di otak tengah terdapat 2 saraf kranialis yaitu saraf

kranialis ke III dan saraf kranialis ke IV (Price, 2006, hal. 1025).

2) Pons

Merupakan jembatan penghubung antara otak tengah dengan medula

oblongata. Pada pons terdiri dari 2 bagian yang memiliki fungsi tersendiri yaitu

pons bagian ventral terdiri dari nukleus pontis yang merupakan penyampaian

jaras kortiko ponto serebelaris dan pons bagian dorsal tersusun oleh formasio

retikularis, beberapa nukleus yang berhubungan dengan saraf kranial, jaras

sensorik asenden, dan beberapa serabut jaras motorik desenden. Didalam formasio

retikularis sendiri terdapat pusat pneumotosik dan apneustik yang membantu

dalam regulasi pernafasan (Satyanegara, 2010, hal. 26). Pons juga terdapat nuklei

saraf kranial V, VI, dan VII yang terletak dalam pons, yang juga menerima

informasi dari saraf kranial VIII (Sloane, 2014, hal. 172).

3) Medula oblongata

Medula oblongata terletak di superior edula spinalis yang juga membentuk

bagian inferior batang otak. Substansia alba medula mengandung semua tractus

sensorik (asenden) dan motorik (desenden) yang memanjang diantara medula

spinalis dan bagian otak-otak lainya, pada sebagian substansia alba medula

membentuk tonjolan pada aspek anterior medula yang pada tonjolannya sering

disebut pyramis (Tortora, 2017, hal. 536). Medula oblongata berfungsi sebagai
gerak volunter ekstremitas tubuh, medula oblongata juga memiliki beberapa

nukleus pada sel saraf didalam sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai

mengontrol fungsi tubuh vital seperti mengatur kecepatan dan kekuatan denyut

jantung, diameter pembuluh darah, dan irama pernapasan normal (Tortora, 2017,

hal. 536-537). Medula oblongata juag terdapat nuklei yang merupakan asal saraf

kranial IX, X, XI, dan XII (Sloane, 2014, hal. 173).

2.1.1.4 Diensefalon

Gambar 2.6 Diensefalon (Gilroy, 2009, hal. 596)

Diensefalon merupakan bagian dari serebrum yang menghubungkan otak

tengah dengan hemisfer serebrum, dan tersusun oleh talamus, hipotalamus,

epitalamus, subtalamus (Satyanegara, 2010, hal. 23).

1) Talamus

Talamus adalah stasiun relai utama untuk sebagian besar impuls sensorik

yang mencapai area sensorik primer kortek cerebri dari medula spinalis dan

batang otak. Selain itu talamus berperan pada fungsi motorik dengan

mengirimkan informasi dari serebelum dan nukleus baasalis ke area motorik


primer kortek serebri, talamus juga berperan dalam mempertahankan kesadaran

(Tortora, 2017, hal. 543).

2) Hipotalamus

Hipotalamus terletak tepat dibawah talamus dan dibatasi oleh sulkus

hipotalamus. Hipotalamus berlokasi didasar diensefalon dan sebagian dinding

lateral ventrikel III yang meluas ke bawah sebagai kelenjar hipofise yang terletak

didalam sela trusika os sfenoid, hipotalamus berfungsi sebagai pusat integrasi

susunan saraf otonom, regulasi temperatur, keseimbangan cairan dan elektrolit,

integrasi sirkuit siklus bangun-tidur, mengontrol asupan makanan, respon tingkah

laku terhadap emosi, pengatur atau pengontrol endokrin, respon seksual

(Satyanegara, 2010, hal. 24).

3) Subtalamus

Subtalamus merupakan bagian dari diensefalon yang terletak antara talamus

dan hipotalamus (Satyanegara, 2010, hal. 24). Subtalamus fungsinya belum dapat

dimengerti sepenuhnya tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia

dramatis yang disebut hemibalimus (Price, 2006, hal. 1026). Hemibalimus

ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi

tubuh, gerakan involuntar biasanya lebih nyata pada tangan daripada kaki (Price,

2006, hal. 1026).

4) Epitalamus

Epitalamus ,erupakan bagian yang terletak di posterior ventrikel III dan

terdiri dari nukleus dan komisura habenulare, korpus pineal (kelenjar epifisi), dan

komisura posterior (Satyanegara, 2010, hal. 24). Nukleus dan komisura

habenulare berhubungan dengan fungsi sistem limbuk, sedangkan komisura


posterior berkaitan dengan reflek-reflek sistem optik, dan pada korpus pineal

menghasilkan hormon melatonin yang mempengaruhi modulasi pola bangun-tidur

(Satyanegara, 2010, hal. 24).

2.1.1.5 Basal Ganglia

Gambar 2.7 Basal ganglia (Gilroy, 2009, hal. 592)

Basal ganglia terdiri atas beberapa massa substansia grisea yang terletak

jauh didalam substansia alba serebrum. Basal ganglia juga terbagi menjadi 4 yaitu

nukleus kauda yang berfungsi sebagai penggerak otot rangka tak sadar, nukleus

amigdaloid yang berada pada bagian ekor nukleus kauda, nukleus lentikular yang

berfungsi sebagai mengatur tonus otot dan ketepatan gerakan otot, dan klaustrum

adalah lapisan tipis substansi abu-abu yang ditemukan diantara putamen (bagian

dalam nukleus lentikular) dan lobus insular serebrum yang terletak jauh didalam

sulkus lateral (Sloane, 2014, hal. 170). Pada basal ganglia memiliki fungsi sebagai

berikut: (1) Menghambat tonus otot diseluruh tubuh, tonus otot yang sesuai

biasanya dipertahankan oleh keseimbangan antara masukan inhibitorik dan

eksitatorik ke neuron-neuron yang mempersarafi otot rangka. (2) Memilih dan

mempertahankan aktivitas motorik bertujuan sementara serta menekan pola

gerakan yang tidak berguna atau tidak diinginkan. (3) Membantu memantau
menggoordinasi kontraksi-kontraksi menetap yang lambat, terutama yang

berkaitan dengan postur (Syaifuddin, 2009, hal. 182).

2.1.1.6 Saraf kranial

Saraf kranial merupakan saraf tepi yang berasal dari otak tengah, pons,

medula oblongata. yang memiliki 12 pasang saraf pada saraf kranial yang

sebagian memiliki serabut saraf motorik dan sebagian lagi memiliki serabut saraf

sensorik (Satyanegara, 2010:29). penjelasan pada 12 saraf kranial akan dijelaskan

dibawah ini:

Tabel: 2.1 Susunan saraf kranial

No Nama saraf Sensorik Motorik


1 Olfaktorius Penciuman -
2 Optikus Pengelihatan -
3 Okulomotorius - Mengangkat kelopak mata
atas, memutar bola mata ke
atas , ke bawah,dan ke
medial, serta konstriksi
pupil, akomodasi mata
4 Troklearis - Membantu memutar bola
mata ke bawah dan lateral
5 Trigeminus Penggerak otot temporalis dan Reflek mengedip
masseter
- Devisi Ophthalmicus Cornea, kulit dahi, kulit
kelapa, kelopak mata, dan
hidung: juga membrana
mucosa pada sinus
paranasalis.
- Devisi Maxillaris Kulit wajah diatas maxilla:
gigi-geligi rahang atas:
membrana mucosa hidung,
sinus maxillaris, dan palatum.
- Devisi mandibularis Kulit pipi, kulit diatas Otot-otot pengunyah,
mandibula dan sisi kepala, mylohyoideus, venter
gigi-geligi rahang bawah dan anterior M.digasticus, tensor
articulatio veli palatini, dan tensor
temporomandibularis: tympani
membrana mucosa mulut dan
bagian anterior lidah
6 Abdusen - M.rectus lateralis memutar
bola mata ke lateral
7 Fasialis Pengecapan rasa di 2/3 Sebagai otot-otot ekspresi
didepan lidah wajah
(manis,asin,asam)
8 Vestibulokoklearis Keseimbangan -
Vestibularis Dari utriculus, sacculus, dan
canalis semicircularis - posisi
gerak kepala
Cochlearis Organ corti - pendengaran
9 Glossofaringeus Menghantarkan pengecapan Terdapat di faring (reflek
pada pangkal lidah menelan dan muntah)
10 Vagus Faring, laring (refleks muntah) Faring, menelan fonasi;
visera leher, thoraks dan visera abdomen
abdomen
11 Asesorius - Otot sternokleidomastoideus
dan otot trapezius
(pergerakan kepala dan
bahu)
12 Hipoglosus - Menggerakkan lidah
(Snell, 2012, hal. 518-532)

2.1.2 Vaskularisasi sistem saraf pusat

SSP sangat bergantung pada aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan

pembuangan sisa-sisa metabolisme. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang

arteria, yaitu arteria vertebralis dan arteria carotis interna, yang cabang-cabangnya

beranastomosis membentuk sirkulasi arteriosus serebri willisi

2.1.2.1 Suplai arteria carotis

Arteria carotis interna dan eksterna bercabang dari arteria carotis komunis

kira-kira setinggi tulang rawan tiroid. Arteria carotis eksterna memperdarahi

wajah, tiroid, lidah, dan faring. Arteria carotis interna sedikit berdilatasi tepat

setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus

terdapat ujung-ujung saraf khusus yang berespon terhadap perubahan tekanan

darah arteria, yang secara reflek mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh

(Price, 2006, hal. 1019). Arteria carotis interna masuk kedalam tengkorak dan

bercabang kira-kira setinggi kasma optikum, menjadi arteria serebri anterior dan

media.

1) Arteria serebri anterior


Arteria serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti

nukleus kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan

korpus kalosum, dan bagian-bagian (terutama bagian medial) lobus frontalis dan

parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik (Price, 2006,

hal. 1019).

2) Arteria serebri media

Arteria serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,

parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada

permukaan lateral yang menyerupai kipas. Arteria ini merupakan sumber darah

utama girus prasentralis, korteks auditorius, somestetik, motorik, dan pramotorik,

serta korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi integrasi yang lebih tinggi

pada lobus sentralis (Price, 2006, hal. 1019).

2.1.2.2 Suplai arteria vertebralis

Arteri vertebralis dipercabangkan dari arteri subklavia, berjalan sepanjang

foramina tranvesalis dan masuk rongga kranial melalui foramen magnum. Arteri

vertebralis terletak dipermukaan anterolateral medula. Pada daerah batas medula

dan pons, arteri vertebralis bergabung membentuk dua arteri basilaris. Sistem

arteri vertebralis memberikan suplai pada batang otak, serebelum, bagian bawah

diensefalon dan daerah medial dan inferior lobus temporalis dan lobus oksipitalis

(Black, 2014).

2.1.2.3 Sirkulasi arterosius willisi


Gambar 2.8 Sirkulasi willisi (Netter, 2002, hal. 13)

Arteri carotis interna dan vertebrobasilaris merupakan dua sistem arteria

terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan oleh

pembuluh-pembuluh anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus willisi.

Arteria ini merupakan penyelamat bila terjadi perubahan tekanan darah arteria

yang dramatis. Percabangan sistem carotis interna dan vertebrobasilaris juga

mempunyai pembuluh darah anastomosis (Price, 2006, hal. 1019-1020).

2.1.3 Drainase vena otak

Aliran vena batang otak dan serebelum berjalan paralel dengan distribusi

pembuluh darah arterianya. Sebagian besar drainase vena dari serebrum terjadi

melalui vena-vena dalam, yang mengalirkan darah ke pleksus vena superfisialis

dan ke sinus-sinus dura. Sinus-sinus ini mengalirkan darah ke vena jugularis

interna pada dasar tengkorak dan bersatu dengan sirkulasi umum. Sinus-sinus

dura terdiri atas sinus sagitalis superior, dan inferior, sagimoideus transversus

(lateral), sinus rektus (Price, 2006, hal. 1021).

2.1.4 Motor kontrol


Motor kontrol merupakan ilmu yang mempelajari sifat gerakan dan

bagaimana gerakan dikendalikan. Motor kontrol didefinisikan sebagai suatu

kemampuan untuk mengatur mekanisme penting dalam gerakan. Motor kontrol

sendiri akan mengulas bagaimana sistem saraf pusat (SSP) mengatur tiap-tiap

otot, dan sendi, sehingga menjadi gerakan yang fungsional, bagaimana untuk

mendapatkan informasi sensorik terhadap lingkungan dan tubuh, sehingga dapat

mengontrol gerakan. Gerakan merupakan bentuk interaksi antara individu, tugas,

dan lingkungan. Gerakan ini juga dibutuhkan presepsi, kognisi, dan tindakan

(Shumway-cook, 2012, hal. 4). Proses motor kontrol dimulai dari sensori yang

diterima reseptor perifer, lalu akan diolah oleh sensori primer, kemudian

diintregasikan dari lobus parietal, occipital, temporal dan dijadikan satu. Lalu

diintrepetasikan menjadi satu presepsi, setelah terintrepetasi maka akan

dikonseptualkan di lobus prefrontal bersamaan dengan level tertinggi dari area

asosiasi, lalu rencana mulai terbentuk didalam korteks motorik, kemudian

diaktifkan ke otot dan sendi lalu dieksekusi. Proses ini disebabkan karena gerakan

bekerja secara hirarki dan paralel, yang dihasilkan dari dalam sistem saraf pusat

(SSP) dan interaksi dari berbagai struktur (Shumway-cook, 2012, hal. 48).

2.1.5 Plastisitas otak

Plastisitas adalah kemampuan berubah atau mengalami remodeling

fungsional sebagai respon terhadap kebutuhan yang berubah-ubah, ketika suatu

bagian otak yang berkaitan dengan aktivitas tertentu mengalami kerusakanmaka

bagian-bagian lain otak dapat secara bertahap mengambil alih sebagian atau

semua fungsi bagian yang rusak. Para ahli peneliti kini mulai dapat

mengungkapkan mekanisme molekular yang mendasari plastisitas otak, bukti-


bukti terakhir menunjukan bahwa pembentukan jalur saraf baru bukan neuron

baru, tetapi koneksi baru antara neuron-neuron yang sudah ada sebagai respon

terhadap perubahan dalam pengalaman sebagian diperantarai oleh perubahan

bentuk denrit akibat modifikasi elemen sitoskeleton tertentu. Karena itu koneksi

sinaps antara neuron-neuron tidak bersifat tetap tetapi dapat dimodifikasi oleh

pengalaman (Sherwood, 2012, hal. 162).

2.2 Biomekanik

Dalam sub bab ini akan menjelaskan tentang analisa biomekanik yang

berkaitan dengan stroke memiliki beberapa latihan yaitu tahapan tidur terlentang,

tidur ke duduk, duduk, duduk ke berdiri, berdiri, dan fase berjalan.

2.2.1 Tidur terlentang

Gambar 2.9 Posisi tidur terlentang (Edwards, 2002, hal. 49)

Posisi tidur terlentang adalah sebagai posisi istirahat bagi tubuh karena

tidak melawan gravitasi dengan posisi bahu pada saat posisi tidur adalah lebih

cenderung ke arah retraksi. Selain itu, posisi pelvic cenderung tilting ke arah

posterior bersama dengan hip yang ekstensi, sedangkan pada ekstrimitas bawah

pada tidur terlentang posisi tungkai adalah lateral rotasi karena ditentukan oleh
tonus, ketika tonus otot rendah maka semakin besar tungkai ke arah lateral rotasi

(Edwards, 2002, hal. 48).

2.2.2 Tidur miring

Gambar 2.10 Posisi tidur miring (Edwards, 2002, hal. 50)

Tidur miring adalah posisi dimana tingkat asimetris antara kedua sisi tubuh

yang tidak sama. Posisi tidur miring pada sisi bantalan beban tubuh lebih panjang

dan memanjang dibanding sisi yang bantalan tanpa beban yang posisi ditekuk.

Posisi tersebut terpengarui oleh faktor anatomis dari individu sendiri. Posisi tidur

miring memberikan kontrol postur dan reintegrasi sensorik pada bantalan beban

sisi yang mendapat fasilitasi melalui gerakan fungsional sisi yang tanpa beban

(Edwards, 2002, hal. 50).

2.2.3 Tidur ke duduk

Dalam posisi ini gerakan akan berbeda secara signifikan antara duduk dari

berbaring di lantai dan duduk dan menempatkan kaki di sisi tempat tidur. Posisi

duduk di tepi tempat tidur ketinggian tempat tidur sedemikian rupa individu dapat

duduk dengan pinggul dan lutut membentuk sudut 90o saat menyelesaikan gerakan

sampai kedua telapak kaki menumpu penuh pada permukaan (Edwards, 2002, hal.
54). Sebagian besar klien saat bangun dari tidur terlentang ke duduk lebih dahulu

memutarkan kepala, kemudian bahu mengikuti oleh pergerakan ke arah rotasi

yang akan mereka gerakan. Diikuti gerakan kaki yang hampir bersamaan oleh

fleksi kepala dan batang tubuh (torso) (Edwards, 2002, hal. 54). Titik tumpu pada

pergerakan ini berada pada pelvis. saat bergerak pelvis cenderung tilt ke arah

posterior, namun gerakan tersebut bergantung pada kakuatan dan kontrol postur

dari otot perut. Setelah mencapai akhir gerakan, batang tubuh (torso) kemudian

mengarahkan gerak pelvic tilt ke arah anterior. Untuk gerakan dari posisi tidur

terlentang ke duduk membutuhkan pergerakan dari otot perut dan pertahanan

torso terhadap tarikan gravitasi dan serta mengendalikan kecepatan bergerak.

Seperti semua gerakan, kecepatan yang dipengaruhi oleh koordinasi dan tingkat

usaha yang diperlukan. Ketika usia mudah yang tangas akan bergerak lebih cepat

dan lancar dari pada mereka yang usia tua, semakin lambat kecepatan mereka saat

bergerak maka semakin besar upaya untuk menggerakan kemungkinan

ketergantungan pada lengan (Edwards, 2002, hal. 54).

2.2.4 Duduk

Analisa pada posisi postur duduk terdiri dari dua macam yaitu dengan

sandaran dan tanpa sandaran (Edwards, 2002, hal. 54).

1) Duduk tanpa sandaran


Gambar 2.11 Duduk tanpa sandaran (Edwards, 2002, hal. 51)

Posisi duduk tanpa sandaran terjadi peningkatan group otot ekstensor

lumbar, pelvic, dan tungkai. Posisi ini terjadi gerakan pelvic dan lumbar kearah

ekstensi. Bahu juga terjadi gerakan protaksi, internal rotasi, dan adduksi. Posisi

pelvis tergantung dari posisi duduk dan otot utama penggerak ekstensi lumbar.

Sudut dari pelvic tilt yang ke arah anterior dipengaruhi oleh ekstremitas bawah

dan pola keseharian individu. Posisi normal fleksi hip dan lutut membentuk sudut

90o, eksternal rotasi dan abduksi (Edwards, 2002, hal. 51).

2) Duduk dengan sandaran


Gambar 2.12 Duduk dengan sandaran (Edwards, 2002, hal. 52)

Duduk pada kursi yang memiliki sandaran berbeda dengan duduk di kursi

yang tidak ada sandarannya. Terdapat beberapa jenis duduk dengan menggunakan

sandaran, sebagai contoh kursi makan dan kursi panjang. Kursi makan tidak

terdapat pegangan tangan dan sandaran punggung yang tegak, sehingga postur

tubuh seseorang yang duduk di kursi makan akan hampir sama dengan seseorang

yang duduk dikursi tanpa sandaran. Kursi panjang mempunyai sandaran dan

pengangan tangan yang nyaman sehingga posisi tubuh menyesuaikan dengan

kursi. Posisi duduk dengan kursi panjang terjadi gerakan posterior pelvic tilt.

Bahu protaksi, lengan, dan tungkai kondisi istirahat tanpa pengaruh adanya

gravitasi. Terdapat juga penambahan titik tumpu pada kursi sandaran punggung

dan pegangan lengan (Edwards, 2002, hal. 51-52).

2.2.5 Duduk ke berdiri


Gambar 2.13 Duduk ke berdiri (Raine, 2009, hal. 89)

Duduk ke berdiri adalah aktifitas yang sering dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari setiap orang. Saat posisi duduk ke berdiri memerlukan keseimbangan

tubuh dan kekuatan otot untuk menumpu berat badan. Berdiri juga membutuhkan

aktivitas anti gravitasi untuk mempertahankan posisi tubuh tegak di atas base of

support. Posisi pelvic pada posterior tilt menghasilkan posisi yang lebih

seimbang, secara mekanis karena ligamen iliofemoral memberikan stabilitas yang

melengkapi aktivitas ekstensor pada hip dan pelvic (Edwards, 2002, hal. 54). Ada

empat fase duduk ke berdiri, yaitu flexion momentum, momentum transfer,

extension, dan stabilisation (Raine, 2009, hal. 86).

1) Flexion momentum

Posisi awal duduk rilek tanpa sandaran, pelvic dalam posisi posterior tilt.

Pada fase ini pelvic bergerak kearah anterior tilt ketik trunk mulai bergerak ke

arah fleksi. Fase ini membutuhkan koordinasi dari segmen tubuh untuk

memindahkan tubuh ke arah horizontal dan vertikal. Aktivitas otot ekstensor trunk

dan perut diperlukan untuk menciptakan kestabilan tubuh dengan ekstrimitas

bawah. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mendapat hasil yang

efisien pada fase tersebut yaitu: postur awal, besar kecilnya tingkat bantuan,

postur aligment dan aktivitas, tinggi dan jenis permukaan dari kursi. Dengan klien

pada kontrol postur yang buruk pada trunk akan sulit menciptakan keselarasan
pada fase ini sehingga diperlukan latihan pada fase flexion momentum (Raine,

2009, hal. 86-87).

2) Momentum transfer

Momentum transfer diawali dengan seat off dan berakhir pada dorsi fleksi

maksimal. Fase ini membutuhkan kekuatan maksimal dari ekstrimitas bawah,

biomekanik saat berjalan, dan menaiki tangga. Base of support pada fase ini relatif

rendah sehingga membutuhkan kestabilan pada ankle dan kaki, serta dibutuhkan

juga keselarasan yang tepat untuk ekstremitas bawah karena berhubungan dengan

waktu dan pola aktivitas otot pada tahap ini dan untuk tahap ekstensi yang akan

dilakukan selanjutnya (Raine, 2009, hal. 87).

3) Extension

Extension merupakan fase setelah akhir dari dorso flexi ankle hingga

ekstensi hip. Fase ini juga membutuhkan kontrol postur yang baik, apabila

aktivitas ekstensor hip, knee, dan ankle dapat terkoordinasi dengan baik maka

tubuh akan terangkat melawan gravitasi (Raine, 2009, hal. 88).

4) Stabilitation

Fase ini merupakan fase saat hip posisi ekstensi hingga tubuh berdiri tegak.

Fase ini yang paling sulit untuk dipelajari karena gerakan ini merupakan gerakan

pembentuk gerak fungsional selanjutnya yaitu berjalan (Raine, 2009, hal. 88).

2.2.6 Berdiri
Gambar 2.14 Berdiri (Edwards, 2002, hal. 53)

Berdiri membutuhkan aktivitas anti gravitasi untuk mempertahankan posisi

tegak diatas base of support (BoS) yang relatif kecil. Posisi pelvic atau pada posisi

posterior tilt menghasilkan posisi yang lebih seimbang, secara mekanis karena

ligamentum iliofemoral memberikan stabilitas yang melengkapi aktivitas

ekstensor pada hip dan pelvic (Edwards, 2002, hal. 53). Pada posisi berdiri

melangkah maka aktivitas otot yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan berdiri

dengan BoS yang kecil. Tungkai bawah dan kaki dapat menyesuaikan perubahan

berat dan trunk agar dapat mempertahankan CoGnya untuk tetap berada diatas.

Untuk membuatnya lebih efektif lagi diperlukan adanya kekuatan pada kaki

supaya mampu melakukan strategi ankle maupun tungkai (Edwards, 2002, hal.

53).

2.2.7 Berjalan
Gambar 2.15 Fase-fase berjalan (Whittle, 2007, hal. 52)

Berjalan adalah dimana setiap orang menggunakan kaki menyentuh tanah

bergerak maju untuk mengambil langkah yang dilakukan secara berulang pada

kaki kanan dan kaki kiri (Edwards, 2002, hal. 56). Berjalan juga memiliki fase

yang dibagi menjadi dua yaitu fase stance dan swing yang juga memiliki beberapa

tahap yaitu (1) Fase stance terdiri dari initial contact, loading response, mid-

stance, terminal stance, dan pre-swing. (2) Fase swing terdiri dari initial swing,

mid-swing, dan terminal swing (Whittle, 2007, hal. 52-53).

2.3 Deskripsi kasus

2.3.1 Definisi kasus

Stroke infark adalah gangguan neurologi yang terjadi akibat obstruksi atau

bekuan di arteri besar pada sirkulasi serebrum, sedangkan obstruksi disebabkan

oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh darah otak atau

organ distal (Price, 2006, hal. 1113). Stroke yang ada dirumah sakit dengan

kejadian dua minggu pertama setelah stroke dikategorikan sebagai fase

rehabilitasi akut dan masih berada di rumah sakit (rawat inap) (Wirawan, 2009,

hal. 65).
2.3.2 Etiologi

Aliran darah ke otak bisa menurun dengan beberapa cara, pada iskemia

terjadi ketika suplai darah ke bagian otak terganggu atau tersumbat total.

Kemampuan bertahan yang utama pada jaringan otak yang iskemik bergantung

pada lama waktu kerusakan ditambah dengan tingkatan gangguan dari metabolism

otak, iskemia biasanya terjadi karena trombosis atau emboli. Stroke yang sering

terjadi dikarenakan trombosis dari pada embolik (Black, 2014, hal. 615). Stoke

pada pembuluh darah besar disebabkan karena adanya sumbatan pada arteri

serebral utama, seperti pada arteri carotis interna, serebral anterior, serebral

media, serebral posterior, vertebral, basilasris. Stroke pada pembuluh darah kecil

terjadi karena cabang dari pembuluh darah besar yang masuk ke bagian lebih

dalam bagian otak (Black, 2014, hal. 615-616).

2.3.3 Trombosis

Gumpalan (trombus) terjadi karena adanya kerusakan pada bagian garis

endotelial dari pembuluh darah. Arteroklerosis juga merupakan penyebab utama

terjadinya stroke, pada arteroklerosis menyebabkan zat lemak tertumpuk dan

membentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini terus membesar dan

dapat menyebabkan penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis menghambat

aliran darah yang pada biasanya lancar pada arteri, kemudian darah akan berputar-

putar atau menetap pada bagian yang terdapat adanya plak pada dinding pembuluh

darah. Penyebabnya akan menjadi gumpalan yang melekat pada plak tersebut.

Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri carotis atau pada cabang-

cabangnya. Bagian yang biasanya terjadi penyumbatan adalah pada bagian yang
mengarah pada percabangan dari carotis utama ke bagian dalam dan luar dari

arteri carotis (Black, 2014, hal. 616).

2.3.4 Embolisme

Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan

stroke embolik. Embolus terbentuk dibagian luar otak, kemudian terlepas dan

mengalir melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat pada

pembuluh darah dan menyumbat arteri. Trombus dapat terlepas dari arteri carotis

bagian dalam pada bagian luka plak dan bergerak kedalam sirkulasi serebral.

Stroke embolik yaitu, gumpalan darah yang terkumpul didalam atrium yang

terbentuk sangat kecil terbentuk dalam atrium kiri dan bergerak menuju jantung

dan masuk kedalam sirkulasi serebral. Endokarditis yang disebabkan oleh bakteri

maupun yang nonbakteri dapat menjadi sumber terjadinya emboli. Emboli bisa

terjadi pada seluruh bagian pembuluh darah serebral karena kejadian emboli pada

serebral meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia (Black, 2014, hal. 616-

617).

2.3.5 Penyebab lain

Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi karena menurunnya

aliran darah ke otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami

penyempitan. Kondisi hiperkoagulasi adalah kondisi terjadi penggumpalan yang

berlebihan pada pembuluh darah yang bisa terjadi pada kondisi gangguan aliran

gumpalan darah yangdapat menyebabkan terjadinya stroke trombus dan stroke

iskemik. Tekanan pada pembuluh darah serebral bisa disebabkan oleh gumpalan

darah yang besar, pembengkakan pada jaringan otak (Black, 2014, hal. 617).

2.3.6 Faktor risik


Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah fibrilasi atrium, diabetes

melitus, hipertensi, kecanduan alkohol, dan merokok (Price, 2006, hal. 1107).

Kondisi diabetes melitus dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke, serta angka

kematian setelah terjadinya stroke. Mekanisme terjadinya pada kondisi tersebut

disebabkan oleh perubahan makrovaskuler pada penderita diabetes melitus

(Black, 2014, hal. 617). Hipertensi adalah faktor risiko yang bisa dimodifikasi

untuk stroke iskemik, pada pengontrolan tekanan darah yang adekuat bagi

penderita hipertensi dapat menurunkan 38% kejadian stroke (Black, 2014, hal.

617), sedangkan pada faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia,

jenis kelamin, ras, dan juga riwayat pada keluarga menjadi salah satu faktor risiko

pada stroke (Black, 2014, hal. 618).

2.3.7 Patologi

Stroke adalah dimana kondisi seseorang yang kekurangan oksigen dan

nutrie, pada dalam keadaan normal jika pembuluh arteri tersumbat, maka

mekanisme autoregulasi akan membantu mempertahankan peredaran darah

serebral sampai terbentuk sirkulasi kolateral untuk mengalirkan darah ke daerah

yang terkena. Mekanisme kompensasi ini bekerja terlalu berlebihan atau aliran

darah serebral tetap terganggu selama lebih dari beberapa menit, maka

kekurangan oksigen akan menimbulkan infark pada jaringan otak. Sel-sel otak

akan berhenti bekerja karena tidak mempunyai simpanan glukosa atau glikogen

yang dapat dipakai selama metabolism anaerob belangsung.

Stroke trombus atau emboli menyebabkan iskemia. Sebagai neuron yang

diperdarahi oleh pembuluh darah yang tersumbat akan mati karena kekurangan

oksigen dan nutrien. Keadaan ini mengakibatkan infark serebri: pada cedera
jaringan akan memicu respon inflamasi yang selanjutnya akan meningkatkan

tekanan intrakranial. Ceddera pada sel-sel disekitarnya akan mengganggu

metabolisme dan menyebabkan perubahan pada trannsportasi ion, asidosis, lokal,

serta pembentukan radikal bebas. Kalsium, natrium, dan air akan menumpuk

dalam sel-sel yang cedera sementara neurotransmiter eksitasi dilepas. Cedera dan

pembengkakan sel yang terus berlangsung akan menciptakan lingkaran setan

sehingga terjadi kerusakan lebih lanjut (Kowalak, 2014, hal. 334-335).

2.3.8 Tanda gejala

Stroke pada satu hemisfe otak akan menimbulkan tanda dan gejala pada sisi

tubuh yang berlawanan. Stroke yang menyerang nervus kranialis akan

mempengaruhi struktur pada sisi yang sama dengan infark:

(1) Kelemahan ekstrimitas unilateral,

(2) Kesulitan bicara,

(3) Patirasi pada satu sisi tubuh,

(4) Sakit kepala,

(5) Gangguan penglihatan atau diplopia, hemianopsia, ptosis,

(6) kecemasan atau ansietas (Kowalak, 2014, hal. 335-336).

Infark pada daerah pembuluh darah besar ( arteri serebral anterior, arteri serebral

media, arteri serebral posterior) memiliki tanda dan gejala yang khas atau

memiliki tanda gejala masing-masing pada tiap pembuluh darah.

1) Arteri serebral anterior

Tanda yang khas dari keadaan ini kelemahan pada tungkai kontralateral

dengan kemungkinan adanya kelemahan pada lengan yang ringan, apabila infark

menyerang lobus frontal maka akan terjadi ketiadaan motivasi, gangguan ingatan,
gangguan emosional, paratonia ( kecenderungan untuk menggerakan tungkainya

ke suatu gerakan) dan jenis afasia tertentu (motorik transkortikal). Beberapa kasus

jika arteri sereebral anterior teroklusi di lokasi yang sangat proksimal hal ini akan

menyebabkan infark pada bagian kapsula anterior interna sehingga menambah

kelemahan pada wajah dan lengan tanpa hilangnya sensorik (Always, 2009, hal.

12).

2) Arteri serebral media

Pasien stroke yang terkena pada arteri ini akan bahaya dan derajat

kerusakannya tergantun berapa luas bagian arteri serebri medial yang terokulasi.

Gambaran infark pada arteri serebral media termasuk hemiplegia kontralateral

(paling sering terkena adalah wajah, lengan jauh lebih lemah dari pada kaki),

hilangnya sensorik kontralateral. Dominan 99% hemiplegi terjadi pada sisi

sebelah kanan (Always, 2009, hal. 12-13).

3) Arteri serebral posterior

Pasien yang terkena oklusi pada arteri ini akan memiliki efek yang

bervariasi, tergantng bagian arteri mana yang terlibat, jika yang oklusi pada

segmen distal, dapat menyebabkan hilangnya pengelihatan pada ke dua mata, jika

terdapat infark pada talamus akan menyebabkan hilangnya sensori secara

kontralateral (Always, 2009, hal. 13).

2.3.9 komplikasi

Klien dengan beberapa komplikasi yang terjadi pada penderita stroke,

terdapat juga beberapa komplikasi ini akan timbul jika lama tidak di tangani akan

menimbulkan penyakit baru yang disebabkan oleh stroke. antara lain:


1) Pneumonia

Pneumonia adalah komplikasi paling umum untuk pasien usia lanjut

dikarenakan terlalu lama berbaring di bed yang mengakibatkan infeksi pada dada

setelah terkena stroke. Karena hilangnya reflek batuk dan menelan (disfagia) yang

menyebabkan pola nafas klien buruk dan terdapat emboli pada paru-paru

(Pendlebury, 2009, hal. 250). Gangguan menelan merupakan gejala klinis penting

karena menempatkan pasien pada resiko aspirasi dan pneumonia, selain dehidrasi

dan malnutrisi, sedangkan pada suara klien yang serak basah perlu dicurigai

adanya gangguan menelan (Wirawan, 2009, hal. 69).

2) Tromboemboli vena

Didapatkan hasil sekitar 50% penderita stroke yang mengalami kelemahan

di rumah sakit terdapat tromboemboli vena di kaki yang lemah dan mengalami

bengkak pada kaki mereka yang lumpuh, meskipun hal ini biasanya tidak dapat

dideteksi secara klinis. Namun, kaki yang bengkak dan menyakitkan mengganggu

rehabilitasi (Pendlebury, 2009, hal. 250-251).

3) Depresi

Klien dengan stroke fase aku sering didapatkan depresi yang mengakibatkan

terganggu pada kognitifnya, sehingga mempengaruhi mood klien yang

menyebabkan klien sulit untuk melakukan rehabilitasi (Pendlebury, 2009, hal.

252).

4) Permasalahan muskuloskeletal

Komplikasi pada permasalahan muskuloskeletal ini terjadi pada tiap-tiap

sendi karena klien jarang menggerakan anggota tubuhnya yang menyebabkan

kontraktur pada sendi, sedangkan pada otot klien akan mengalami atrofi
(mengecilnya otot) karena jarang mengkontraksikan ototnya (Pendlebury, 2009,

hal. 252).

2.4 Penatalaksanaan Fisioterapi

2.4.1 Pengkajian Fisioterapi

Pengkajian pelaksanaan fisioterapi pada klien dengan kasus stroke infark

dari pemeriksaan subyektif yaitu berisi tentang identitas klien, keluhan utama

klien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, dan

riwayat sosial (Muttaqin, 2008, hal. 133). Selain itu, didalam pengkajian terdapat

pemeriksaan obyektif dan pemeriksaan kemampuan fungsional pada pasien

stroke.

2.4.1.1 Pemeriksaan subyektif

1) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Riwayat penyakit sekarang yang dapat ditemukan dalam kasus ini adalah

ditemukan terjadi lemas yang secara mendadak bisa di wajah, lengan, atau tungkai

terutama pada salah satu sisi tubuh dan disertai gangguan pengelihatan, bingung,

pusing berjalan, dan hilangnya keseimbangan. Semua keluhan ini terjadi secara

mendadak, nyeri kepala yang mendadak tanpa sebab yang jelas (Price, 2006, hal.

1117).

2) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Ada riwayat penyakit dahulu bisa menyebabkan terjadinya stroke infark

yang diakibatkan karena adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,

deiabetum melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontraseps

oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator.

Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian


obat anti hipertensi, anti lipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat

merokok, pengguna alkohol, dan pengguna obat kontrasepsi oral. Pengkajian

riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan

selanjutnya (Muttaqin, 2008, hal. 133).

3) Riwayat Keluarga (RK)

Riwayat keluarga ini membahas tentang suatu penyakit yang ada di keluarga

klien tersebut. Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetus

melitus, bisa saja pernah terjadi riwayat stroke dari generasi sebelumnya

(Muttaqin, 2008, hal. 134).

4) Riwayat Sosial (RS)

Riwayat sosial adalah data yang menyangkut tentang suatu kepribadian

klien, seperti keseharian atau aktivitas sehari-hari klien, hobby klien, keagamaan

dan kepercayaan spiritual (Bickley, 2015, hal. 4).

2.4.1.2 Keterangan umum penderita

Keterangan umum penderita adalah data identifikasi yang meliputi usia,

jenis kelamin, status pernikahan klien, alamat, dan pekerjaan klien, serta

reliabilitas data yang mencerminkan kualitas informasi atau pernah mendapatkan

penanganan sebelumnya (Bickley, 2015, hal. 3).

2.4.1.3 Catatan medis


Gambar 2.16 MRI pada otak bagian superior (Pendlebury, 2009, hal. 349)

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI berfungsi untuk mendapatkan informasi substansial di otak tentang

lokasi bagian yang terkena stroke (Pary, 2007, hal. 16). Aliran darah dalam

pembuluh darah arteri yang ada di otak dapat dipelajari dengan MRI, sedangkan

jika aliran darah bergerak dengan kecepatan tinggi maka aliran darah akan

berwarna hitam pada gambar MRI, jika aliran darah pada arteri berjalan lambat

maka akan terlihat warna putih. Okulsi dapat disimpulkan ketika kekosongan

aliran darah tidak terlihat pada gambar yang menunjukan pandangan cross section

arteri. Pemindai MRI dengan resolusi tinggi juga dapat digunakan untuk

mengkaraktersasi plak arteri intrakranial (Caplan, 2009, hal. 107).

2.4.1.4 Pemeriksaan fisik

1) Tanda-tanda vital

2) inspeksi

3) Palpasi
2.4.1.5 Pemeriksaan kemampuan fungsional

1) Barthel index

2.4.1.6 Pemeriksaan spesifik

1) Ashwort

2) Pemeriksaan sensori

2.4.2 Diagnosa Fisiotrapi

1) Impairment

Impairment merupakan suatu kondisi gangguan langsung dari patologi yang

dikarenakan hilangnya atau mengalami gangguan struktur atau fungsi anatomis,

fisiologis, dan psikologis tubuh seperti terkena gangguan hemiparesis, afasia,

disartria, disfagia, depresi, dan lain sebagainya (Wirawan, 2009, hal. 64).

2) Functional limitation

Functional limitation adalah terganggunya kemampuan dasar dalam

melakukan suatu hal dalam keseharian seperti makan, minum, mandi berpakaian,

berhias, toileting, buang air besar, buang air kecil, berpindah tempat (transfer),

berjalan (Wirawan, 2009, hal. 63).

3) Participation restrition

Participation restrition adalah suatu keterbatasan atau hilangnya kemampuan

untuk melakukan suatu aktivitas keseharian klien seperti bekerja, melakukan

hobbynya, dan aktivitas ibadahnya (Wirawan, 2009, hal. 64).

2.4.3 Intervensi fisioterapi

2.4.3.1 Metode PNF

2.4.3.2 Metode Bobath

2.4.3.3 Metode MRP


2.4.3.4 Home progame

2.4.3.5 Edukasi

2.4.4 Evaluasi

1) Berhasil

2) Tidak berhasil

Anda mungkin juga menyukai