Disusun oleh :
1. Sulistiyawati (P07220117073)
2. Susi Indrieni (P07220117075)
3. Tiara Rizki Fitriani (P07220117076)
4. Tika Herlia (P07220117077)
5. Widya Hartati (P07220117078)
6. Yunus Faturrohman (P07220117079)
7. Yustika Larasati (P07220117080)
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2018/2019
0
DAFTAR ISI
Contents
DAFTAR ISI...........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................................3
B. Tujuan.........................................................................................................................4
C. Sistematika Penulisan..................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI................................................................................................................5
A. PENGERTIAN TUBERKULOSIS..............................................................................5
B. ANATOMI FISIOLOGI..............................................................................................6
C. ETIOLOGI................................................................................................................10
D. PATOFISIOLOGI......................................................................................................11
E. PATOFLOWDIAGRAM (PATHWAY).....................................................................13
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG..............................................................................14
H. PENATALAKSANAAN MEDIS..............................................................................16
I. KOMPLIKASI..........................................................................................................20
BAB III.................................................................................................................................33
PENUTUP............................................................................................................................33
Daftar Pustaka.......................................................................................................................34
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Tuberculosis” . Dan kami berterimakasih kepada Bu
Ns.Asnah,S.Kep.,M.Pd selaku Dosen Mata Kuliah .
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengertahuan kita. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semenjak tahun 2000, tuberkulosis telah dinyatakan WHO sebagai
remerging desease, karena angka kejadian TB yang telah dinyatakan menurun
pada tahun 1990 kembali meningkat. Kasus TB di Indonesia tidak pernah
menurun dan cenderung meningkat. Laporan internasional menyatakan
bahwa Indonesia merupakan kasus terbesar ketiga setelah Cina dan India.
Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Komplikasi. Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan
benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis dan TB usus. Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda,
laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya,
Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar
140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan,
Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei
prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 –
0,65%.
Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.
Penyakit TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar karena TB
merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar di Indonesia. Pengobatan
TBC harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus walaupun pasien
telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan
dapat menyebabkan bakteri menjadi resistendan TBC akan sulit untuk
disembuhkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh
keterlibatan anggota keluarga untuk mengawasi dan jika perlu menyiapkan
obat. Dukungan keluarga penderita sangat dibutuhkan untuk menuntaskan
pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan
3
B. Tujuan
Tujuan umum
Menjelaskan tentang apa itu Tuberculosis dan bagaimana asuhan
keperawatan yang harus dilakukannya.
Tujuan kusus
1. Menjelaskan tentang Tuberculosis
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi pernafasan
2. Menjelaskan etiologi dari Tuberculosis
3. Menjelaskan patofisiologi dan pathway dari Tuberculosis
4. Menjelaskan tanda dan gejala pada pasien yang mengalami
Tuberculosis
5. Menjelaskan penatalaksanaan dan pencegahan pada pasien
Tuberculosis
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada pasien Tuberculosis
7. Menjelaskan komplikasi pada pasien Tuberculosis
8. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien Tuberculosis
C. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan serta
sistematika
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN TUBERKULOSIS
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang penyakit parenkim paru (Brunner dan Suddarth 2002).
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan . penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada oranglain (Santa, dkk, 2009).
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI,
2007 ).
Tuberculosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium Tuberculosis, bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia.
Sehingga selama ini kasus tuberculosis yang sering terjadi di Indonesia
adalah kasus tuberculosis paru/TB paru (Indriani et al., 2005).
Penyakit Tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar
dengan Mycobacterium Tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita
batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberculosis kepada manusia melalui kotoranya (Wiwid, 2005).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru
yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam
yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman
aerob yang dapat hidup terutama di paru atau berbagai organ tubuh lainnya
yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang
paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk
meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah virus masuk ke dalam tubuh.
5
B. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi fisiologi paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat.
Paru pada orang yang sehat berupa organ yang ringan, kenyal, dan seperti
spon (karena terisi oleh udara). Paru kanan dan paru kiri menempati cavum
thoraks (rongga dada) yang diantaranya dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum.
1. Paru kanan
memiliki 3 lobus (belahan paru) yaitu lobus superior (atas), lobus medius
(tengah), dan lobus inferior (bawah). Pada lobus inferior dipisahkan oleh
2 fissura yaitu fissure horizontal dan fissure oblique.
2. Paru kiri
Memiliki 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior yang dipisahkan
oleh 1 fissura yaitu fissure oblique.
Ukuran paru kanan lebih besar dan berat dibandingkan dengan paru kiri,
sedangkan paru kanan lebih pendek dan lebar dikarenakan kubah diafragma
sisi kanan yang lebih tinggi dibandingkan sisi kiri.
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura
viseralis dan pleura pariental dimana diantara kedua pleura ini terdapat rongga
yang disebut kavum pleura. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Pada keadaan normal kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga
paru-paru dapat berkembang kempis. Antara selaput luar dan selaput dalam
terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru
sehingga menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana
sewaktu bernafas bergerak.
6
7
PERNAPASAN
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, salah satu fungsi paru adalah
untuk memasukkan O2 ke dalam tubuh dan mengeluarkan CO2 keluar tubuh
maka tubuh membutuhkan proses meliputi inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi
adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah
pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan
lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas
jaringan paru. Otot-otot untuk proses pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Udara masuk ke paru-
paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus)
yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut
berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan
kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan
dari tempat dimana darah mengalir. Untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu:
7
Ventilasi yaitu proses masuk dan keluarnya udara/oksigen antara alveoli
dan atmosfer
Difusi yaitu proses perpindahan oksigen dari alveoli ke dalam pembuluh
darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida
Transport yaitu proses perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah
Pengaturan ventilasi
1. Hidung
Udara masuk ke dalam tubuh pertama – tama akan melalui
lubang hidung. Kecuali pada beberapa alternatif udara dapat melewati
mulut. Pada saat melewati hidung udara akan disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa
hidung yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan ber sel
goblet.
2. Pharing
Udara inspirasi dari hidung pada saat mencapai pharing hampir
bebas debu, suhu sama seperti suhu tubuh dan kelembaban mencapai
100 %. Pharing dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1) Naso Pharing
2) Oro Pharing
3) Laryngo Pharing
3. Larynx
Larynx terdiri dari satu seri tulang rawan. Terdapat pula Thyroid
Cartilago, Vocal Cords, Cricoid Cartilago dan Epiglotis. Pada waktu
menelan Larynx akan bergerak ke atas dan Glotis menutup jalan nafas
serta Epiglotis yang berbentuk seperti daun mempunyai gerakan seperti
pintu pada pintu masuk Larynx, sehingga makanan tidak dapat masuk
kedalam Oesophagus. Kalau ada benda asing masuk sampai luar glotis,
maka Larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membatukkan benda
asing tersebut hingga tidak masuk kedalam saluran nafas.
4. Trachea
9 cm, jumlahnya 16 – 20 buah dan bercabang dua menjadi
Bronkus kanan dan kiri. Lapisan terdalam dinding Trachea terdiri dari
8
lapis mucosa yang mengandung kelenjar – kelenjar mucosa yang
mengsekret mukus / lendir. Epitelnya bercilia. Merupakan bagian
saluran pernafasan yang bentuknya seperti tabung dan merupakan
lanjutan larynx, terdiri dari cincin Trachea yang berbentuk huruf C.
Panjangnya
5. Bronchus
Pada bagian akhir trachea, ia akan bercabang dua menjadi
Bronchus kiri dan kanan. Bronchus juga mempunyai cincin tulang
rawan, dan lapis mucosanya juga mengandung cilia. Bronchus kanan
lebih besar, lebih tegak dan lebih pendek.
Bronchus kemudian terlihat masuk masing – masing paru – paru. Pada
saat masuk ke dalam paru – paru, bronchus bercabang menjadi
Bronchiolus (bronchus kanan menjadi tiga cabang dan bronchus kiri
menjadi dua cabang) sesuai dengan lobus pada paru – paru.
Bronchiolus kemudian melanjutkan diri dengan bercabang lagi
hingga pada ujung Bronchiolus yang paling kecil berhubungan dengan
kantong – kantong udara atau alveoli. Dimana alveoli merupakan
tempat terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 melalui proses difusi antara
sel - sel gepeng alveoli dengann butir – butir darah dari kapiler – kapiler
paru–paru.
6. Alveolus
Dinding alveolus merupakan membran tempat pertukaran
oksigen dari luar dengan karbondioksida dari sistem sirkulasi sebagai
hasil metabolisme tubuh. Diantara alveolus terdapat cairan dan apabila
cairan ini berkurang maka dapat menimbulkan atelektasis.
7. Paru–paru (Pulmo/Lung)
Merupakan alat pernafasan utama pada respirasi.Mempunyai
struktur seperti karet busa, lunak dan kenyal, terletak didalam rongga
dada sebelah kiri dan sebelah kanan. Paru- paru kanan terdiri dari lobus,
atas, tengah dan bawah. Tiap lobus membentuk lobulus. Paru dibungkus
oleh pleura. Pleura terdiri dari dua lapis yaitu pleura vicerlalis yang
membungkus paru – paru secara keseluruhan dan pleura parietalis yang
menyelimuti thoraks. Diantara kedua pleura itu terdapat suatu rongga
yang dinamakan cavum pleura dan keadaannya hampa udara, sehingga
9
memudahkan paru – paru untuk bergerak bebas. Bila cavum ini berisi
udara atau cairan, maka dapat menghalangi berkembangnya paru –
paru, sehingga menyebabkan gangguan fungsi pernafasan.
8. Otot Pernafasan .
Otot utama pernafasan terdiri dari Musculus Intercostalis interna dan
externa serta diafragma, sedang otot tambahan pernafasan adalah otot
perut dan otot punggung.
C. ETIOLOGI
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobacterium tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet
(percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-
bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang
terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis :
1) Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan
diturunkan secara genetik.
2) Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka
kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
10
3) Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
4) Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang
cepat, kemungkinan infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak
adekuat.
5) Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit,
kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik).
6) Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi
inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.
7) Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi
lebih mudah.
8) Nutrisi ; status nutrisi kurang
9) Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis.
10) Tidak mematuhi aturan pengobatan.
D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi Tuberculosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama
jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontiminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya local,
Melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-
paru dinamakan focus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn. Respon lain yang
dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulakan kavitas. Materi tubercular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan
11
trakeobronkhial. Proses ini akan terulang kembali kebagian lain dari paru-
paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas, keadaan
ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil dapat menimbulakan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasnya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organism masuk kedalam system
vascular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
12
E. PATOFLOWDIAGRAM (PATHWAY)
13
d. Nyeri Dada Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
(menimbulkan pleuritis Pleuritis adalah radang pada pleura, yaitu
lapisan tipis yang membungkus paru-paru. Radang dapat disebabkan
oleh infeksi bakteri, tuberkulosis, kanker, atau kondisi lainnya
Pleuritis ditandai dengan rasa sakit di bagian dada, terutama saat
menarik napas panjang atau batuk), terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
e. Malaise Dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), berat
badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat pada
malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium : LED
Laju endap darah (LED) (bahasa Inggris: Erythrocyte
sedimentation rate (ESR)) adalah kecepatan sel - sel darah merah
mengendap di dalam tabung uji dengan satuan mm/jam. Uji LED
umumnya dilakukan menggunakan metode Westergren dan bertujuan
untuk memantau keberadaan radang atau infeksi di dalam tubuh. Dalam
metode tersebut, sampel darah yang telah diberi antikoagulan diletakkan
di dalam tabung vertikal 200 mm dan kemudian didiamkan selama 1 jam
untuk diamati seberapa jauh sel darah merah jatuh menuju dasar tabung
tersebut.
b. Mikrobiologis : BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M.
tuberculosis
Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan
ke 2, 4 dan 6
Pada kategori 2 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,
5 dan 8
Kultur BTA sputum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir
terapi
c. Radiologis : foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir
terapi
d. Selama terapi : evaluasi foti setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan
Imuno-Serologis :
Uji kulit dengan tuberculin (mantoux): Tes Mantoux merupakan
tes yang dilakukan untuk mendiagnosa penyakit Tuberkulosis. Tes
14
ini harus dilakukan secara hati-hati oleh ahlinya. Cara tes ini
dilakukan adalah dengan menyuntikkan protein dari kuman
Mycobacterium tuberculosis ke bagian lengan bawah. Penyuntikan
harus dilakukan secara akurat hingga protein tersebut masuk tepat
ke dalam kulit, dan bukan di bawah kulit. Dosis protein yang
disuntikkan dalam tes inipun harus benar-benarakurat. Selain itu,
reaksi yang ditimbulkan dari penyuntikan protein dari kuman
Mycobacterium tuberculosis ini harus dibaca dengan tepat waktu
dan juga penuh ketelitian. Setelah proses penyuntikan, diberikan
waktu indurasi selama 48-72 jam untuk melihat reaksi tubuh
terhadap penyuntikan tersebut. Indurasi selama periode tersebut
ditandai dengan munculnya benjolan kemerahan di sekitar
suntikan. Dinyatakan tuberkulosis negatif apabila nilai indurasinya
0-4 mm. Disisi lain, dinyatakan negatif tuberkulosis apabila nilai
indurasinya diatas 10 mm. Jika nilai indurasi berkisar antara 5-9
mm, maka dinilai meragukan.
Tes PAP, ICT-TBC PCR-TB dari sputum: Salah satu teknologi
termutakhir saat ini adalah pemeriksaan antigen TB metode rapid
immunochromatography (ICT) yang mewujudkan suatu tes yang
cepat, mudah dan praktis.Tes ini mendeteksi antigen yang
disekresi Mycobacterium tuberculosis yaitu Early Secretory
Antigenic target 6 kDa protein (ESAT6), Culture Filtrate Protein
(CFP10), dan Mycobacterium Protein Tuberculosis (MPT64)
yang disandi oleh gen region of difference (RD)1, RD2, dan RD3.
Region genomik RD1‒RD3 ini terdeteksi pada strain M. Bovis
Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dan tidak terdapat di sebagian
besar Mycobacteria lingkungan atau Mycobacterium Other Than
Tuberculous (MOTT) sehingga adanya antigen ini pada spesimen
sputum penderita merupakan penanda terjadinya infeksi M.
Tuberculosis complex. Tes ini tidak bereaksi silang dan tidak
terpengaruh dengan vaksinasi BCG serta tetap efektif mendeteksi
pasien penderita ko –infeksi TB/HIV .
15
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang di berikan dapat berupa metode preventif dan kuratif
yaitu sebagai berikut:
1. Penyuluhan
Penyuluhan meliputi informasi lengkap mengenai TBC , bagaimana
penyebarannya, pencegahan infeksi dan pencegahan penularan virus TBC.
2. Pencegahan
Identifikasi dan pengobatan dini individu dengan tuberkulosis aktif(TB)
a. Pertahankan indeks kecurigaan TB yang tinggi untuk
mengidentifikasikan kasus dengan cepat.
b.Dengan cepat lakukan terapi efektif banyak obat anti TB berdasarkan
pada data klinis dan surveilense resistensi obat.
Pencegahan penyebaran doplet infeksius dengan metoda mengontrol
sumber dan dengan mengurangi kontaminasi mikroba di udara dalam
ruangan.
a. Lakukan tindakan pencegahan isolasi hasil tahan asam (BTA) dengan
segera bagi semua pasien yang diduga atau dinyatakan mempunyai TB
aktif dan mereka yang mungkin infeksius. Tindakan pencegahan isolasi
BTA termasuk penggunaan ruangan pribadi dengan tekanan negatif
dalam hubungannya dengan area disekitarnya dan pertukaran udara
minimum 6 kali per jam. Udara dalam ruangan harus dikeluarkan secara
langsung ke luar. Penggunaan lampu ultraviolet atau filter udara
efisiensi partikular yang tinggi untuk menambahkan ventilasi dapat
dipertimbangkan
b. Individu yang memasuki ruangan isolasi BTA harus menggunakan
respirator partikular disposibel yang menempel dengan tepat dan benar
di wajah
c. Lanjutkan tindakan pencegahan isolasi sampai terdapat bukti klinis
penurunan infeksius (yaitu batuk berkurang secara substansial, dan
jumlah organisme pada sputum berikutnya berkurang). jika diduga atau
dinyatakan adanya resistensi obat, lanjutkan tidak kewaspadaan isolasi
sampai sputum menunjukan negatif terhadap BTA.
Surveilens untuk Transmisi TB
a. Pertahankan surveilens terhadap infeksi TB diantara petugas
kesehatan (HCW) dengan pemeriksaan kulit tuberkulin secara
16
periodik,rutin. Terapi preventif yang sesuai dengan kondisi bagi
HCW jika ada indikasi.
b. Pertahankan surveilens terhadap kasus TB diantara pasien dan HCW.
c. Dengan cepat lakukan prosedur penyelidikan kontak diantara HCW,
pasien, dan pengunjung yang terpajan dengan pasien TB infeksius
yang tidak diobati. Atau yang menjalani pengobatan secara tidak
efektif yang tidak dilakukan prosedur BTA yang
sesuai.Rekomendasikan terapi yang sesuai atau terapi preventif untuk
kontak dengan penyakit atau infeksi TB tanpa penyakit baru.Regimen
teraupetik harus dipilih berdasarkan pada riwayat klinis dan data
surveilen resisten obat lokal.
Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit,
Puskesmas, balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi
asrama
Vaksinasi BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah mikroorganisme
Mycobacterium bovis yang dilemahkan atau dimatikan yang diberikan
untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular
dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC. Dilakukan
secara intradermal pada bagian lengan atas bayi atau anak. Pada anak
dosis 0,1 ml dan bayi 0.05 ml.
Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di
tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM
(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia
PPTI).
3. Pengobatan
OBAT harus di berikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat
bakterisi dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OBAT adalah
untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OBAT.
1. Isoniazid (INH)
17
2. Rifampisin (R)
3. Pirazinamid (Z)
Prinsip pengobatan :
5. Pemeriksaan diagnostik
I. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberculosis stadium lanjut :
1. Hemoptosis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. Kolaps paru-paru /
pneumothoraks (Pneumothorax) adalah penimbunan udara atau gas di
dalam rongga pleura.
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Bronkiektasis adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi)
abnormal dari saluran pernafasan yang besar. Pada bronkiektasis,
19
daerah dinding bronkus rusak dan mengalami peradangan kronis,
dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir meningkat.
4. Pneumotorak ( adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan Karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal, dan
sebagainya.
6. Insufiensi Kardio Pulmuner ( Cardio Pulmonary Insufficiency)
penurunan fungsi jantung dan paru-paru sehingga kadar oksigen dalam
darah rendah.
20
J. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
Keluhan respiratoris, meliputi:
Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan jumlah darah
yang dikeluarkan:
Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24 jam.
Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.
Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24 jam.
Keluhan sistematis, meliputi:
Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timb
ul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas
serangan semakin pendek.
Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan
malaise.
21
b. Riwayat penyakit saat ini
22
perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang
kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat
perlunya pengkajian psiko-sosiospiritual yang seksama. Pada kondisi, klien
dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan keluhan
yang dialaminya.
f. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum
per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathi
ng), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan
B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh
system pernapasan.
24
B4 (Baldder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan
tanda awal dari syock. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang
berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal
sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan
BB.
B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga yang
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi, penyebaran/ aktivitas ulang berhubungan dengan
pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia/ status sekret,
kerusakan jaringan/ tambahan infeksi. Penurunan pertahanan/penekanan
proses inflamasi, malnutrisi, terpajan lingkungan ditandai dengan adanya
tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa aktual.
2. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk edema trakoal/ faringeal ditandai
dengan frekuensi pernapasan, irama, kedalaman tak normal, bunyi napas
tidak normal (ronki, mengi) stider, dispnea.
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar
-kapiler sekret kental, tetal, edema bronkial ditandai dengan adanya tanda-
tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea, anoreksia,
ketidakcukupan sumber keuangan, berat badan di bawah 10%-20% ideal unt
uk bentuk tubuh dan berat kurang tertarik pada makanan,
gangguan sensasi pengecap tonus otot buruk.
25
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1 :
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria Evaluasi :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah menurunkan resiko penyebaran
infeksi.
Menunjukkan tehnik / melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman..
Intervensi dan Rasionalisasi :
Kaji patologik potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk,
bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasionalisasi: Membantu pasien menyadari /menerima perlunya mematuhi
program pengobatan untuk mencegah penyakitnya berulang/ komplikasi.
Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh ; anggota rumah/keluarga terdekat.
Rasionalisasi: Orang-orang yang terpajan ini perlu pengobatan untuk pencegahan
infeksi / penyebaran infeksi.
Anjurkan klien untuk batuk, bersin dan mengeluakan pada tissue dan
menghindari meludah. Kaji pembuagan tissue sekali pakai dan tehnik mencuci
tangan yang tepat. Lakukan demonstrasi dan dorong asien untuk lakukan ulang,
Rasionalisasi: Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh : Masker atau isolasi pernafasan.
Rasionalisasi: Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuat
stigma sosial sesuai dengan penyakit menular.
Awasi suhu sesuai dengan indikasi.
Rasionalisasi: Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis,
misal adanya diabetes mellitus, status HIV.
Rasionalisasi : Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah
pola hidup dan menghindari / menurunkan insiden Resistensi.
Tekankan tentang pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.
Rasionalisasi : Menghindari kondisi kuman TBC menjadi kebal obat serta
mencegah penularan dengan kondisi kuman kebal obat.
26
Berikan informasi tentang efek samping selama pengobatan serta
penatalaksanaanya.
Rasionalisasi : Adanya efek samping yang ringan yang masih bisa diatasi selama
pengobatan sehingga pengobatan bisa terus belangsung, penderita menjadi paham
mengenai alur pengobatan yang harus dijalani.
Pengobatan harus sesuai standar program, untuk kasus TBC saat ini pengobatan
diberikan dengan Kombinasi Pengobatan Dosis Tetap (KDT).
Rasionalisasi : Kombinasi digunakan sesuai dengan type pasien dan dosis sesuai
dengan berat badan. Type pasien ditentukan berdasarkan apakah pasien baru
terdiagnosa TB Paru atau pasien adalah Kambuh. Jika pasien adalah penderita
baru maka KDT diberikan selama 6 Bulan dengan 2 tahap, dimana tahap pertama
adalah fase intensif dan tahap kedua dinamakan tahap lanjutan.
Awasi pemeriksaan laboratorium, yaitu hasil pemeriksaan dahak (BTA).
Rasionalisasi : Dengan pemeriksaan dahak dapat menetukan klasifikasi hasil
akhir pengobatan klien.
Diagnosa Keperawatan 2 :
Tujuan : Bersihan nafas kembali efektif.
Kriteria Evaluasi :
Mempertahankan jalan nafas pasien.
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersihan jalan nafas
Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam tingkat kemampuan/ situasi.
Mengidentifikasi potensi komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi dan Rasionalisasi
Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas/ kecepatan, irama dan kedalaman
dan penggunaan oto aksesori.
Rasionalisasi: Penurunan bunyi naas dapat menunjukkan aselektasis, ronkhi,
meng-i, menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan aksesori pernafasan dan
meningkatkan kerja pernafasan.
Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/ batuk efektif. Catat karateristik
jumlah sputum, adanya haemaptoe.
27
Rasionalisasi : Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah kental atau
darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kautasi) paru atau luka bronkhial dan
dapat memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
Berikan posisi Semo Fowler atau Fowler, banru pasien untuk batuk dan latihan
nafas dalan.
Rasionalisasi : Posisi dapat memaksimalkan fungsi paru dan menurunkan upaya
pernafasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasi dan meningkatkan
gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai dengan keperluan.
Rasionalisasi : Mencegh Obstruksi / Aspirasi, diperlukan jika pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.
Pertahankan masukan cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membuatnya mudah dikeluarkan.
Rasionalisasi :Pemasukan tinggi cairan untuk mengencerkan sekret sehinggan
mudah dikeluarkan.
Kolaborasi :
Beri obat-obatan sesuai indikasi. Agen Mukolitik, contoh Asestilsistem
(mucomysil), Bronkhodilator, contoh : Okstrifilin (choledyl), Teofillin,
Kartikosteroid, contoh : Prednison.
Rasionalisasi : Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret
paru untuk memudahkan pembersihan. Bronkhodilator meningkatkan ukuran
lumen percabangan trakeobronkhial, sehingga menurunkan tahanan terhadap
aliran udara. Berguna pada adanya keterlibatan luas
hipoksemia dan bila respons inflamasi mengancam hidup.
Bersiap untuk inhalasi darurat.
Rasionalisasi : Inhalasi diperlukan pada kasus bronkhogenik TB dengan edema
laring atau perdarahan paru akut.
Diagnosa Keperawatan 3:
Tujuan : Kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria Evaluasi :
Melaporkan tidak adanya/ penurunan dyspnea.
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
28
Bebas dari gejala distres pernafasan.
Intervensi dan Rasionalisasi
Kaji dispnea, tachipnea, tak normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasionalisasi : TB Paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronko pneumonin sampai inflamasi difus luas, nekrosis efusi pleura dan fibrosis
luas, efek pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sapai distres
pernafasan.
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis atau perubahan pada
warna kulit termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasionalisasi : Akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat mengganggu
oksigenisasi organ vital dan jaringan dan jaringan (rujuk ke fasilitas kesehatan :
bersihkan jalan nafas).
Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan.
Rasionalisasi : Menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode
penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Rasionalisasi : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder
terhadap penurunan ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.
Diagnosa Keperawatan 4 :
Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Evaluasi :
Menunjukkan berat badan meningkatkan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi.
Intervensi dan Rasionalisasi :
Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, BB dan derajat
kekurangan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/ ketidakmampuan
menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/ muntah atau diare.
Rasionalisasi : Berguna dalam mengidentifikasi derajat / luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang tepat.
Pastikan pola diet biasa pasien disukai atau tidak disukai.
29
Rasionalisasi : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus,
pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
Awasi masukan / pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasionalisasi : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.
Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan
obat. Awasi frekuensi, volume, konsistensi stres.
Rasionalisasi : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area
pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan/ penggunaan nutrisi.
Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
Rasionalisasi : Memberikan kebutuhan rasa nyaman karena sisa sputum atau
obat untuk perobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan TKTP.
Rasionalisasi : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak
perlu/ kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi
gaster.
Kolaborasi :
Rujuk ke ahli diet untuk menetukan komposisi diet.
Rasionalisasi : Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolik diet.
Konsul dengan terapi pernapasan untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/
setelah makan.
Rasionalisasi : Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah
sehubungan dengan obat atau efek pengobatan pernapasan pada perut yang
penuh.
Berikan antipiretik tepat.
Rasionalisasi : Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga konsumsi
kalori.
30
Diagnosa Keperawatan 5:
Tujuan : Proses penyakit/ prognosis dan program pengobatan dipahami.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan.Melakukan
perilaku/ perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan
menurunkan resiko pengaktifan ulang TB paru.
Mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi/intervensi .
Menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi dan rasionalisasi :
Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan,
tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar, seberapa
banyak isi, media terbaik, siapa yang terlibat.
Rasionalisasi : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahapan individu.
Identifikasi masalah/ gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh
hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran,
vertigo.
Rasionalisasi : Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit
atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh
jadwal obat.
Rasionalisasi : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk
mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan menguatkan belajar.
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama. Kaji potensial interaksi dengan obat/ substansi lain.
Rasionalisasi : Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan
mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.
Kaji potensial efek samping pengobatan (contoh mulut kering, konstipasi,
gangguan penglihatan, sakit kepala, hipertensi ortostatik) dan pemecahan
masalah.
Rasionalisasi : Mencegah/ menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan
terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.
31
Dorong untuk tidak merokok.
Rasionalisasi : Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB tetapi
meningkatkan disfungsi pernapasan/ eronkitis
32
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
33
Daftar Pustaka
http://kebidanano.blogspot.com/cara-deteksi-dini-komplikasi-pada-nifas.html.
http://waluyo-kesehatan.blogspot.co.id/2011/10/askep-tb-paru.html
34