DAFTAR ISI
Praktikum I : Konstanta Transformasi .................................................
PRAKTIKUM I
KONSTANTA TRANSFORMASI
I. TUJUAN
Menghitung perbandingan antara :
Belitan primer dan belitan sekunder.
Tegangan primer dan tegangan sekunder.
Arus primer dan arus sekunder.
Tegangan induksi primer dan tegangan induksi sekunder.
Yang disebut dengan konstanta transformasi ialah a
Menghitung parameter rangkaian transformator beban nol.
N primer N sekunder
b. Step up trafo
Transformator step-up adalah transformator yang memiliki lilitan sekunder
lebih banyak daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai penaik
tegangan. Transformator ini biasa ditemui pada pembangkit tenaga listrik
sebagai penaik tegangan yang dihasilkan generator menjadi tegangan
tinggi yang digunakan dalam transmisi jarak jauh.
N primer N sekunder
c. Trafo pembalik fasa
trafo ini mempunyai fungsi sebagai pembalik fasa, banyak digunakan pada
rangkaian penguat suara yaitu padadaerah penguat frekuensi rendah. Trafo
ini biasanya dinamai trafo input, trafo ini mempunyai ciri khas yaitu
mempunyai center tap CT.
d. Trafo saringan
Trafo ini mempunyai tugas sebagai penyaring atau pemblokir sinyal
frekuensi tinggi. Rangkaian ini banyak sekali digunakan pada pemancar
televisi.
e. Auto trafo
Tugasnya sama seperti trafo biasa yang terdiri dari gulungan primer dan
sekunder , hanya bedanya trafo ini bekerja secara langsung. Trafo ini
banyak sekali digunakan pada trafo frekuensi rendah, atau dapat juga kita
gunakan dalam frekuensi tinggi. Misalnya dapat kita jumpai pada
rangkaian sumber daya di mana trafo ini biasanya disebut kumparan
peredam.
f. Trafo resonansi
Trafo resonansi ialah gulungan kawat yang mempunyai fungsi sebagai
lingkaran getaran bersama-sama dengan rangkaian kondensator. Oleh
karena itu rangkaian ini sering disebut dengan rangkaian LC. Pada
lingkaran getaran banyak sekali kita jumpai rangkaian ini. Bila digunakan
untuk frekuensi tinggi, maka tidak diperkenankan menggunakan inti besi
dan sebagai gantinya digunakan inti ferit namanya.
Rangkaian LC biasa juga disebut spoel antenna atau osilator.
Harga Efektif :
N1 .2π.f.∅maks
E1 = √2
= 4,44 N2 f ∅maks
Pada rangkaian sekunder fluks bersama tadi menimbulkan :
d∅ d∅
e1 = −N1 dt = e2 = −N2 dt
e1 = −N2 ∅m cosωt
E2 = 4,44 N2 f ∅ maks
E1 N1
Sehingga = N2
E2
E1 E1 I2 V1
a= = = =
E2 E2 I1 V2
I1 = Im + I’2
Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan
oleh arus kemagnetan Im saja, berlaku hubungan :
N1 Im = N1 I1 – N1 I2
N1 Im = N1 (Im + I’2) – N2 I2
Sehingga :
N1 I’2 = N2 I2
Karena nilai Im dianggap kecil maka I’2 = I1
Jadi N1 I1 = N2 I2
N2 I1
Atau = I2 = a
N1
E2 = V2 + I1R1 + I2X2
𝐸1 𝑁1
= 𝑁2 = 𝑎
𝐸2
E1 = a E2
2. Beri tegangan sumber bolak – balik pada belitan primer dengan hubungan
kumparan primer seperti dalam table data.
V. DATA PERCOBAAN
Hub. Hub.
No V1 I1 V2
Primer Sekunder
1 AB DE
2 AB FG
3 AB DG
4 BC DE
5 BC FG
6 BC DG
7 AC DE
8 AC FG
9 AC DG
PRAKTIKUM II
TRANSFORMATOR
DENGAN SEKUNDER TERHUBUNG SERI DAN PARALEL
I. TUJUAN
60 V 60 V 30Ω
120 V
60 V
Paralel connection
60 V 120 V
120 V
60 V
Seri connection
Transformator Ideal
Transformator ideal adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan
mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik
yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi
elektromagnetik. Dalam transformator ideal, tegangan induksi di gulungan
sekunder (V s) adalah sebanding dengan tegangan primer (V p)Jika kumparan
sekunder terpasang ke beban yang memungkinkan arus mengalir, daya semu
diinduksi dari rangkaian primer ke sirkuit sekunder. Mengabaikan kerugian, daya
input jelas harus sama dengan output daya jelas memberikan persamaan trafo
ideal
I1 Total
I2B Z2B
V1 V’2
A. HUBUNGAN SERI
1. Susun rangkaian seperti pada gambar 2.4!
2. Hubungkan sekunder transformator secara seri!
3. Buatlah rangkaian dari LU 178 ke TT 179 seperti gambar!
4. Hidupkan power supply dan naikkan tegangan PS 189!
5. Atur switch beban LU 178 sesuai dengan data!
6. Baca V1, I1, V2, I2 dan catat!
7. Matikan switch TT 179 dan PS 189!
B. HUBUNGAN PARALEL
1. Susun rangkaian seperti pada gambar 2.4!
2. Hubungkan sekunder transformator secara paralel!
3. Buatlah rangkaian dari LU 178 ke TT 179 seperti gambar!
4. Hidupkan power supply dan naikkan tegangan PS 189!
5. Atur switch beban LU 178 sesuai dengan data!
6. Baca V1, I1, V2, I2 dan catat!
7. Matikan switch TT 179 dan PS 189.
Hub. R/Beban
No V1 I1 V2 I2
Primer
1 AB No Load
2 AB
3 AB
4 BC
5 BC
6 BC
7 AC
8 AC
9 AC
PRAKTIKUM III
TRANSFORMATOR HUBUNGAN SINGKAT
I. TUJUAN
Menentukan konstanta hubung singkat : R1dan X1
Menggambarkan rangkaian ekivalen
X ek Z ek2 Rek2
V A
yang Disederhanakan
T1 T2
T1 T2
V I sc A
Gambar 3.3
Gambar 3.3.3
Hasilpengukuraninidiperoleh :
Wsc
Req1
I1sc 2
Vsc
Z ek1 sc
I1sc
Z eq1 R X
eq1
2
eq1
2
200
Dimana :
Tanda (+) untuk power factor lagging
Tanda (–) untuk power factor laeding
Wsc
% Isc2.Req1 = 100
KVA Rated
Vsc
% Isc.Zeq1 = 100
V primer rated
1. Transformasi Impedansi
Transformasi Delta (Δ) ke Bitang (Y) merupakan suatu perubahan
formasi dari susunan impedansi berbentuk Delta diubah menjadi berbentuk
Bintang, hal ini bertujuan agar memudahkan dalam menghitung impedansi
totalnya. formasi Delta (Δ ) ke bintang (Y), seperti ditunjukkan pada gambar
2.15 berikut ini
2. Gangguan Simetris
a. Gangguan hubung singkat tiga fasa (L-L-L)
b. Gangguan hubung singkat tiga fasa ke tanah (LL-L-Gnd)
Dikuti dari:
/download.portalgaruda.org/article.php?article=168834&val=5447&title=STUDI
%20ANALISA%20GANGGUAN%20HUBUNG%20SINGKAT%201%20FASA
%20KE%20TANAH%20PADA%20SUTT%20150%20KV%20UNTUK%20SET
TING%20RELAY%20OCR%20
permanen. Contoh gangguan ini yaitu adanya kawat yang putus, terjadinya
gangguan hubung singkat, belitan trafo, tembus isolasi.
2. Gangguan temporer Merupakan gangguan yang terjadi dalam waktu yang
singkat saja dimana kemudian sistem kembali dalam keadaan normal.
B. Dari kesimetrisan atau keseimbangan
1. Simetri atau seimbang Gangguan ini terdiri dari :
a. Tiga fasa (3ᴓ)
b. Tiga fasa ke tanah (3ᴓ-N)
2. Komponen Simetris
Menurut teorema Fortescue, tiga fasor tak seimbang dari sistem tiga fasa dapat
diuraikan menjadi tiga sistem fasor yang seimbang. Himpunan seimbang
komponen itu adalah (Stevenson, 1982: 260):
a. Komponen urutan positif, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan yang lainnya dalam fasa sebesar 1200, dan mempunyai
urutan fasa yang sama seperti fasor aslinya.
b. Komponen urutan negatif, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan yang lainnya dalam fasa sebesar 1200, dan mempunyai
urutan fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya.
c. Komponen urutan nol, yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya dan
dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lain. Tujuan lain
adalah untuk memperlihatkan bahwa setiap fasa dari sistem tiga fasa tak
seimbang dapat di pecah
menjadi tiga set komponen, sebagai berikut :
AB DG
AB DG
AB DG
BC DG
BC DG
BC DG
AC DG
AC DG
AC DG
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
PRAKTIKUM IV
TEKNIK PENGASUTAN STAR DELTA MOTOR INDUKSI 3 FASA
I. TUJUAN
Memahami teknik pengasutan Star Delta (Y – Δ) pada motor induksi
rotor sangkar
Mengetahui pengurangan arus yang masuk pada saat pengasutan
secara permanen. Lain halnya pada phase wound rotor yang ujung ujungnya
kumparan rotor akan terhubung langsung bila kecepatan putar rotor telah
sampai kecepatan putar normalnya dan secara otomatis melalui slip ring
yang tepasang pada bagian rotor.
Pada motor induksi terdapat koneksi dari suplay tiga phasa yaitu
berputarnya rotor pada motor induksi yang disebabkan oleh adanya medan
putar yang dihasilkan oleh arus yang melewatinya dari masing – masing
kumparan stator. Mean putar ini terjadi apabila kumparan stator pada motor
induksi dihubungkan dengan sumber tegangan jala – jala polyphase. Pada
umumnya sumber tegangan jala – jala adalah tiga phase baik untuk
penggunaan motor induksi pada hubungan bintang maupun pada hubungan
delta.
Ada pun beda phase yang terjadi pada masing – masing kumparan
stator untuk sumber jala – jala tiga phase adalah sebesar 120° dan secara
matematis dari masing – masing arus yang melewatinya dapat ditulis dengan
persamaan :
ic1 I m Sin
ic 2 I m Sin ( 120)
ic 3 I m Sin ( 120)
6. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya ( F ) pada rotor yang cukup
besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah dengan
medan putar stator.
7. Tegangan induksi timbul karena terpotong – potongnya batang
konduktor ( rotor ) oleh medan putar stator. Artinya agar tegangan
terinduksi diperlukannya adanya perbedaan relatif antara kecepatan
medan putar stator (ns) dengan kecepatan putar rotor (nr).
8. Perbedaan kecepatan antara ns dan nr disebut slip ( S ) dan dinyatakan
dengan persaman :
S (n s nr ) / n s x 100 %
dari ns .
10. Dan dilahat dari cara kerjanya, maka motor induksi tersebut disebut juga
sebagai motor tak serempak atau asinkron.
Berubah – ubahnya kecepatan motor induksi ( nr ) mengakibatkan
berubahnya harga slip dari 100% pada saat start sampai 0 % pada saat motor
diam ( nr ns ) Dan hubungan frekuensi dengan slip dapat dilihat sebagai
berikut :
Bila f1 frekuensi jala jala
p(n s nr )
f2
120
pns ns nr
f2 x
120 ns
Karena
n s nr pns
S dan f1
ns 120
Maka ;
f s f1 x S
Hubung Star-Delta
Pada saat motor yang dihubungkan secara langsung ke sumber hanya
akan terjadi pengasutan sesaat, tidak adanya gaya gerak listrik balik untuk
melawan tegangan sumbernya. Jadi motor beraksi sebagai transformator
polyphasa.
Jika motor dihubungkan pada 6-8 kali arus beban penuh akan
menghasilkan 1,5 – 2,5 kali torka bebannya, hal ini akan menyebabkan drop
tegangan yang besar pada jaringan, dan akan mempengaruhi peralatan –
peralatan listrik yang terhubung pada jaringan ini.
Untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan pengontrolan arus
inrush dengan memakai pengurangan tegangan pada belitan stator selama
periode starting, tegangan normal penuh digunakan ketika motor berputar
diatas kecepatannya.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode starting star
– delta ( Y – Δ ). Yang digunakan pada motor yang dibuat untuk berputar
normal dengan belitan stator hubungan delta ( Δ ). Metode ini terdiri dari
switch dua jalan yang menghubungkan motor pada star untuk starting dan
selanjutnya delta untuk putaran normal Hubungan tersebut dapat terlihat
pada gambar 1.
I sc
Z Z
Rush
Stator
Ist
Z
Z
star
Z r ( Rr ) 2 ( X r ) 2
Dimana nilai persamaan torsi rotor dalam keadaan diam atau pun
juga torsi akan berputar ( torsi start = Tst ) adalah
Er Rr
Tst k1 .E r
( Rr ) 2 ( X r ) 2 ( Rr ) 2 ( X r ) 2
2
E r .Rr
k1
Rr X r
2 2
Rugi inti ( besi ) yang ada pada bagian stator maupun bagian rotor
terdiri dari rugi arus pusar dan rugi histerisis. Rugi inti besi tersebut
tergantung pada frekuensi jala – jala dan kepadatan fluks magnetik pada inti
besi. Hal ini dapat dikatakan tetap besar, karena rugi inti pada bagian rotor
diabaikan, karena frekuensi arus rotor pada kecepatan normal akan relatif
kecil.Adapun besar rugi tembaga total pada kumparan rotor adalah :
( pcu )r 3.I r .Rr
1 S
S Er
I rs x
Rr ( S X r ) 2
2 1
S2
Er
( Rr / S 2 ) X r
2