Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korean wave atau hallyu merupakan kebudayaan pop culture yang


berasal dari Republik Korea Selatan. Hampir sama dengan pop culture dari
amerika serikat, Korean wave juga menjual prodak-prodak kebudayaan
melalui film, musik, drama dan kebiasaan dengan memadukan unsur
tradisional serta modern di dalamnya. Penyebaran produk budaya korea
melaui Korean Wave atau hallyu sudah merambah ke pasar dunia, dimana
saat ini hampir di seluruh penjuru dunia menikmati budaya pop ini. Budaya
dalam suatu negara meliputi film, musik, tarian-tarian, fotografi, makanan,
dan sebagainya adalah hal yang bisa untuk dibungkus secara atraktif atau
menarik dan mudah mendapat perhatian dari masyarakat nasional maupun
Internasional, dan dapat dipercaya melalui diplomasi budaya, hubungan yang
lebih baik dengan negara lain, kerjasama, yang tentunya akan bisa
memberikan keuntungan di berbagai aspek akan mudah dijalin. Secara umum
diplomasi publik dipahami sebagai suatu upaya untuk mempengaruhi publik
internasional (negara lain) demi tercapainya kepentingan nasional suatu
negara.Upaya ini biasanya dilakukan dengan membentuk sebuah jaringan
komunikasi sebagai wadah promosi kebijakan luar negeri.

Diplomasi Publik yang di lakukan oleh pemerintah berintergrasi juga


dengan individu atau kelompok di luar pemerintahan semisal NGO,
corporation, artis bahkan orang yang berpengaruh di bidangnya. Di Republik
Korea Selatan sendiri diplomasi publik yang saat ini sangat menonjol
memang di lakukan oleh pemerintah melalui bintang-bintang Republik Korea
Selatan yang terkenal di luar negeri. Promosi negara bahkan kota di lakukan
juga menggunakan jasa para artis tersebut. Saat ini kebudayaan sudah
2

menjadi suatu alat suatu negara untuk mempromosikan negara tersebut, baik
secara kebudayaannya atau bahkan ekonominya yang tetap menjadi sarana
politik luar negeri. Kepentingan suatu negara melalui Diplomasi melalui
kebudayaan saat ini sangatlah tepat, dimana jarak antar negara tak lagi terlihat
dengan adanya teknologi. Republik Korea Selatan dengan baik dapat
menjadikan budaya mereka sebagai soft power yang dapat dijadikan sebagai
alat untuk mencapai kepentingan nasional, selain itu kebudayaannya juga
menjadi dikenal oleh masyarakat di seluruh dunia Jika berbicara mengenai
perekonomian, memang tak lepas dari sektor makro dan mikronya. Ekonomi
Mikro membahas kegiatan perekonomian individu ,pemasukan dan
penawaran dan laba rugi suatu perusahaan. Sedangkan Ekonomi makro
membahas kegiatan ekonomi secara keseluruhan (agregat), antara lain
pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, investasi,
dan kebijakan ekonomi.
Menurut Prahatma Rahadja dan Mandala Manurung ekonomi mikro
diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang menganalisa mengenai
bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini akan membahas mengenai pengaruh kebudayaan industri


hiburan korea terhadap moral mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
mahasiswa yang berkarakter Hallyu. Berdasarkan topik di atas, penulis
merumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh industri hiburan korea terhadap perilaku mahasiswa


UI?
2. Bagaimana cara menyikapi perbedaan budaya Korea dengan kebudayaan
Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengaruh budaya korea terhadap perilaku mahasiswa UI.


3

2. Mengetahui cara menyikapi perbedaan budaya korea dengan kebudayaan

Indoensia.

1.4 Jenis dan Metode Penelitian

Pada makalah ini penulis menggunakan metode penelitian literatur.


Menurut Burhan Bungin, “Metode penelitian literatur merupakan metode
pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial untuk
menelusuri data histories”. Data yang didapat merupakan hasil mengkaji
sumber-sumber yang ada dan terpercaya, baik dari buku-buku teks, laporan -
laporan hasil penelitian maupun berbagai referensi lainnya. Pada metode
penelitian literatur analisa yang digunakan adalah pendekatan filologi.
Pendekatan filologi ini untuk mengetahui informasi mengenai masa
lampau suatu masyarakat, yang meliputi berbagai segi kehidupan dapat
diketahui oleh masyarakat masa kini melalui peninggalan – peninggalan, baik
yang berupa benda maupun karya – karya tulisan. Adapun beberapa metode
yang dipakai untuk meneliti literatur sebagaimana dirumuskan oleh para
peneliti filologi diantaranya yaitu, inventarisasi literatur, deskripsi literatur,
dan perbandingan literatur.
4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Globalisasi Budaya

Globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh


suatu kegiatan yang dampaknya berkelanjutan melampaui batas - batas
kebangsaan dan kenegaraan. Mengingat bahwa dunia ditandai oleh
kemajemukan (pluralitas) budaya maka globalisasi sebagai proses juga
ditandai sebagai suatu peristiwa yang terjadi di seluruh dunia secara lintas
budaya yang sekaligus mewujudkan proses saling memengaruhi antarbudaya.
Gaung globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20,
telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-
siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek
kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan.
Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini
tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam
memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi
bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial dalam
globalisasi.
Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi
dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara
menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa
globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya
dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan
berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru
sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari
kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini,
negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan
memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing.
5

Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah


yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka.
Dengan berjalannya waktu dan terus berkembangnya zaman,
ancaman budaya asing semakin kuat. Sehingga bangsa dengan kebudayaan
dan moral yang minim merasa kebingungan dalam upaya mencari identitas
budaya nasionalnya. Diyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di
berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan melalui imperalisme, kini
dilakukan dalam bentuk lain yang lebih luas dengan nama globalisasi.

2.2 Budaya Populer

Budaya populer terbentuk tidak terlepas dari pengaruh budaya global.


Menurut Ibrahim (2006), budaya popular adalah budaya yang telah dikuasai
oleh industri budaya dan menjadikannya sebuah komersialisasi dalam hasil
output berupa produk industri , bukan hanya sebuah peninggalan sejarah
semata. Kata Budaya ( Williams, 1983 : 90) memiliki 3 makna. Namun dalam
konteks budaya popular, makna yang sesuai adalah penggabungan makna
kedua dan ketiga. Makna kedua adalah “pandangan hidup masyarakat di suatu
kelompok pada tempat dan waktu tertentu”, sedangkan makna ketiga adalah
“karya dan praktik intelektual terutama aktivitas artistik” (Williams, 1983 :
90) Budaya populer merupakan budaya yang kontradiktif. Pada satu sisi
budaya populer dikatakan sebagai budaya yang terindustrialisasi dan di satu
sisi yang lain budaya populer juga merupakan bagian dari budaya yang
dihasilkan oleh masyarakat yang di dalamnya terdapat makna-makna sosial
dari masyarakat.
Budaya popular sendiri diawali dari Amerika Serikat yang
menyebarakan kebudayaan ini. Lama kelamaan, negara maju di Asia mulai
mencontoh tindakan yang dilakukan oleh Amerika. Salah satunya adalah
Jepang. Jepang dianggap berhasil memperluas penyebaran budayanya selama
20 tahun terakhir, dimana salah satu contoh karyanya adalah anime dan
manga (Okirianti, 2011).
6

Korean wave atau Hallyu adalah sebutan yang digunakan untuk


penyebaran budaya popular ke negara lainnya. Perlu diingat bahwa budaya ini
diciptkan bedasarkan kebutuhan zaman, bukan bersifat kebudayan tradisional.
Budaya popular yang paling berpengaruh adalah industri film (drama Korea)
dan musik ( Korean pop) yang ditandai banyak aktris dan actor serta musisi
yang memiliki komunitas penggemar tersendiri di Indonesia.
Ada beberapa faktor penyebaran budaya popular Korea sukses di
Indonesia. Pertama, Korea memiliki sektor ekonomi yang kuat dan maju,
sehingga memasarkan produk budayanya. Kedua, ciri khas budaya yang
dimiliki Korea. Ketiga, kebangkitan industri film dan musiknya yang sangat
dinamis mengikuti zaman. Terakhir, usaha pemerintah untuk
mengembangkan gerakan Hallyu

2.3 Perilaku Imitasi

Perilaku adalah tindakan, aktivitas, respon, reaksi, gerakan serta proses


yang dilakukan oleh organisme, (Timotius, 2018:2). Imitasi merupakan
bentuk dari perilaku contoh-mencontoh yang dilakukan antara satu indvidu
dengan individu lainnya dalam kehidupan. Perilaku imitasi dapat dikatakan
sebagai keinginan dari sesorang menjadi orang lain. Dengan begitu ketika
orang akan melakukan imitasi maka dia setidaknya mengerti akan apa yang
diimitasi tersebut. Dalam praktiknya terdapat syarat-syarat seperti adanya
perhatian pada suatu hal yang akan di imitasi, menghargai hal yang akan
ditiru, adanya penghargaan sosial dari perilaku imitasi tersebut, dan adanya
pengetahuan bagi seseorang yang akan melakukan imitasi.
Imitasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu, non-deliberate
imitation dan deliberate imitation. Non-deliberate imitation yang artinya
dengan maksud melakukan imitasi tanpa disengaja dan tidak mengerti akan
maksud dari imitasi tersebut. Sementara itu, deliberate imitation dapat
dijelaskan sebagai melakukan imitasi dengan sengaja dan mengetahui akan
tujuan imitasi yang dilakukan. Dalam hal ini ketika dikaitkan dengan konteks
7

imitasi yang dilakukan oleh penggemar K-pop maka imitasi yang dilakukan
oleh penggemar ini termasuk dalam deliberate imitation karena mereka
mengimitasi idolanya dengan mengetahui tujuan dan maksud mereka
mengimitasi idolanya.
Imitasi membutuhkan pemetaan antara perilaku seseorang dan
perilaku beberapa orang lain atau orang lain. pemetaan ini mungkin
diperlukan tetapi tidak cukup untuk perilaku yang dianggap sebagai imitatif,
karena definisi imitasi berbeda-beda. Pandangan berbeda tentang seberapa
akurat pemetaan dan seberapa baru perilaku yang dihasilkan harus dihitung
sebagai tiruan sejati.
Fenomena sebagian mahasiswa penggemar drama atau k-pop dapat
kita lihat, mereka cenderung mengikuti trend korea. Dalam hal ini mereka
tidak keseluruhan mengikuti hal yang berbau korea, namun hanya sebagian
aspek saja yang mereka tiru. Aspek-aspek yang mereka tiru antara lain,
makanan, gaya berbicara, tarian, dan gaya berbusana yang cenderung
mengadopsi atau meniru artis-artis korea. Hal yang perlu ditekankan, mereka
tidak meniru secara keseluruhan namun hanya sebagian saja.

2.4 Budaya Penggemar

Mengacu pada istilahnya, penggemar selalu dicirikan sebagai suatu


kefanatikan yang potensial. Hal ini berarti bahwa kelompok penggemar
dilihat sebagai perilaku yang cenderung berlebihan dan berdekatan dengan
kegilaan. Jenson (1992) menunjukkan dua tipe khas patologi penggemar
yaitu, individu yang terobsesi biasanya penggemar laki-laki dan kerumunan
histeris biasanya penggemar perempuan. Para penggemar dipahami sebagai
korban pasif yang hanya mengonsumsi media massa. Budaya penggemar
menurut Henry Jenkins (1992), adalah suatu budaya konsumsi dan produksi.
Kelompok penggemar tidak hanya mengonsumsi tetapi juga berkaitan dengan
produksi budaya seperti teks, lagu, video, penggemar itu sendiri, dan lain-
lain.
8

Fenomena fandom atau sebuah komunitas penggemar merupakan


bagian dari budaya konsumsi yang memiliki sifat sosial yang kuat karena
seorang penggemar umumnya tidak menggemari sesuatu sendirian, tetapi
selalu bersama-sama dengan orang lain. Poin ini menunjukkan bahwa
penggemar adalah konsumen paling setia dalam sebuah pasar, karena mereka
selalu menyerap produk apa pun yang dikeluarkan ke pasar oleh industri
hanya sebagai sebuah kesenangan. Para penggemar merupakan mereka yang
mencari keintiman dalam dan melalui objek kegemaran mereka dengan
tindakan memiliki yang diwujudkan dalam benda-benda.
Berbicara mengenai budaya pop tidak dapat dipisahkan dari yang
namanya penggemar dimana para penggemar (fandom) menjadi tempat
praktik dan khalayak teks dari budaya pop itu sendiri. Jenson (1992) dalam
Storey (2010; hal. 157) menyebutkan bahwa penggemar erat kaitannya
dengan perilaku yang berlebih-lebihan bahkan dekat dengan perilaku gila
dimana penggemar memiliki ciri-ciri sebagai seseorang yang fanatik,
sehingga dalam kehidupan modern saat ini penggemar diidentikkan dengan
perilaku yang berbahaya. Artinya bahwa penggemar memiliki konotasi yang
negatif karena perilakunya. Seorang individu juga disebut penggemar karena
mereka memiliki sikap tidak berpikir secara rasional dan cenderung bersikap
rasional ketika terlibat dan masuk dalam teks atau praktik budaya (Gray,
Sandvoss, Harrington; 2007; hal. 10) sebagai contoh paling umum sikap
sebagai penggemar misalnya penggemar ketika bertemu dengan idolanya
akan bersikap histeris, menirukan berbagai hal yang dilakukan oleh idolanya,
membeli berbagai barang yang berkaitan dengan idolanya.
Para penggemar sering dikatakan tidak bisa memisahkan diri dari
objek kesenangan sehingga membuatnya disebut sebagai korban pasif dan
patologi dari media massa. Kebiasaan penggemar yang cenderung mengikuti
dan meniru dari idolanya, mengejar kepentingan, dan memamerkan selera/
pilihannya ataupun kesenangannya sampai dalam tahapan yang menimbulkan
rasa emosional yang membuat penggemar dianggap pasif dalam menerima
apa yang diberikan oleh media. Namun, hal tersebut berbanding terbalik
9

dengan apa yang diungkapkan oleh Jenkins bahwa kelompok penggemar juga
tidak hanya berkaitan dengan konsumsi saja namun juga berkaitan dengan
produksi. Menurut Jenkins (1992) terdapat tiga hal sebagai penanda utama
pemberian makna dalam teks-teks media dalam budaya penggemar yaitu cara
penggemar menarik teks mendekati ranah pengalaman hidup mereka, peran
yang dimainkan melalui pembacaan kembali dalam budaya penggemar, serta
proses informasi yang dengan sendirinya masuk ke dalam interaksi sosial
secara terus menerus. (Storey; 2010; hal. 162-163)
Penggemar tidak hanya berkaitan dengan konsumsi tetapi memiliki
sifat yang produktif. Menjadi penggemar mendorong mereka untuk
berpartisipasi aktif dan produktif dengan menghasilkan teks-teks sendiri
misalnya berupa cara mereka berbusana, gaya rambut, dan tata rias mereka
sehingga menjadikan diri mereka sendiri sebagai tempat untuk menunjukkan
loyalitas sosial dan budayanya. Budaya penggemar merupakan budaya
produksi dan konsumsi. Penciptaan makna-makna oleh kelompok penggemar
tersebut bisa menjadi produksi budaya yang hasilnya bisa berupa reproduksi
atau perluasan dari teks-teks asli yang dikonsumsi oleh para penggemar.
Misalnya saja dalam kaitannya dengan penggemar K-pop, mereka membuat
video dance cover atau song cover yang kemudian mereka upload ke dalam
akun mereka, membuat blog atau fanpage dari artis favorit yang berisi
tentang fashion style, make-up yang dipakai, ataupun kegiatan dari artis
tersebut untuk dibagi dengan penggemar lainnya.
Para penggemar mengonsumsi berbagai teks-teks tidak hanya untuk
kepentingan pribadi namun menjadi bagian dari komunitas. Budaya
penggemar berkaitan dengan penampilan publik dan sirkulasi produksi makna
dan praktik pembacaan untuk berkomunikasi dengan penggemar yang lain.
Tanpa penampilan publik dan perputaran makna tersebut, kelompok
penggemar tidak akan menjadi kelompok penggemar (Storey; 2010; hal.
164). Seorang penggemar akan menciptakan makna-makna untuk
berkomunikasi dengan para penggemar lain dengan cara menampilkannya ke
publik sebagai tanda. Para penggemar tersebut membentuk diri mereka dan
10

berkelompok menjadi sebuah komunitas dan memperlihatkan secara nyata


terhadap apa yang mereka gemari. Hal tersebut membuat individu yang
masuk ke dalam kelompok penggemar secara tidak langsung mengikuti gaya
hidup kelompok penggemar tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh Jenkins, bahwa budaya penggemar
merupakan meliputi kegiatan konsumsi dan produksi. Budaya penggemar
secara garis besar terdiri dari konsumsi dan produksi budaya, baik berupa
pola pikir, tindakan, serta benda-benda atau artefak. Penggemar sebagai
konsumen sekarang telah memiliki kemampuan untuk menciptakan produksi
budaya sendiri sebagai akibat dari reaksi terhadap budaya yang sebelumnya
dikonsumsi. Hal ini terjadi karena keterlibatan dan kreativitas konsumen,
menghasilkan makna, benda, maupun gaya hidup sebagai alternatif dari
budaya sebagai basis awal. Konsumsi tidak menjadi akhir dari suatu proses,
melainkan awal dari hal lainnya, menjadikan hal tersebut sebagai bentuk
produksi baru. Hadirnya budaya penggemar tersebut tidak lepas dari
perkembangan kapitalisme tingkat lanjut dan maraknya produk-produk
budaya populer yang sangat banyak bermunculan.

2.5 Gaya Hidup

Gaya hidup menjadi ekspresi individual maupun ekspresi kelompok


sosial. Gaya hidup bukan sebagai suatu kebiasaan individu semata. Gaya
hidup yaitu sebagai sebuah hal yang diadopsi dari sekelompok orang. Gaya
hidup bisa menjadi sesuatu yang populer dan disukai oleh banyak orang.
Pengadopsian gaya hidup tertentu bisa bersifat masifikasi akibat
permasalahan ketidakmampuan individu atau suatu kelompok dalam
menemukan identitas atau jati dirinya.
Para penggemar K-pop memiliki gaya bicara yang khas dengan
campuran bahasa Korea yang didapatkan dari melihat berbagai tayangan
korea. Selain itu, mereka juga mengadopsi fashion ala Korea. Tidak
terkecuali pemilihan produk baik kosmetik maupun gadget yang mengacu
11

pada merek yang digunakan para ikon K-pop. Yang dilakukan oleh
penggemar K-pop tersebut merupakan keinginan untuk menunjukkan gaya
hidupnya.
Gagasan gaya hidup digunakan oleh individu untuk mendefinisikan
siapa dirinya ataupun stasus sosial yang dia miliki, namun gaya hidup sendiri
juga digunakan oleh kelompok sebagai tanda untuk membedakan dengan
kelompok lain. Tanda tersebut biasanya akan diperlihatkan dalam proses
mereka melakukan aktivitas sehari-hari baik dalam mengisi waktu luang
ataupun konsumsi yang mereka lakukan. Hal tersebut juga terjadi pada
penggemar K-pop dimana munculnya trend baru yang diakibatkan dari
mengonsumsi berbagai budaya K-pop.Beberapa mahasiswa mengatakan,
mereka menguki trend berpakaian dari korea sendiri dan mahasiswa lainnya
tetap berpakaian normal. ada beberapa faktor yang menyebabkan kenapa
mereka tidak mengikuti gaya berpakaian yang seperti artis Korea, diantaranya
adalah dari segi budaya, iklim dan daerah tempat mereka tinggal serta adat
istiadat yang berlaku jelas sekali berbeda antara di Korea dan di Indonesia.
Selain itu tidak semua mahasiswa penggemar Korean Wave memiliki
kemampuan dalam segi dana dan fisik untuk mengikutinya.
Berdasarkan data yang didapat daripara informan, ternyata gaya
konsumsi para penggemar Korea ini sebenarnya tidak berbeda jauh dengan
mahasiswa pada umunya, hanya saja mereka memiliki selera yang berbeda
dan keinginan yang berbeda pula untuk setiap barang yang dimilikinya, selain
itu mereka juga rela untuk mengeluarkan sedikit biaya lebih untuk membeli
barang-barang yang menurut mereka dapat menunujukkan identitas ke
Korean mereka.
Mereka sering sekali membahas tentang Korea kepada temannya yang
juga suka Korea, baik band atau grupnya, dramanya, maupun kehidupan artis
kesukaannya sendiri. Dari sekian banyaknya penggemar Korean Wave, ada
beberapa diantara mereka yang suka menyisipkan bahasa Korea kedalam
pembicaraanya sehari-hari.
12

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Industri Hiburan Korea Terhadap Perilaku Mahasiswa UI

Konsumsi budaya pop Korea oleh mahasiswa Universitas


Indonesia dapat dikatakan sangat massive, dapat dilihat dari hasil penelitian
mengenai perilaku mahasiswa Universitas Indonesia penggemar tayangan Korea
baik pada media elektronik seperti televisi juga yang didownload secara rutin di
internet pada youtube atau website lainnya dapat diketahui bahwa penggemar
tayangan Korea memiliki perilaku-perilaku tertentu. Alasan mereka senang
melihat tayangan Korea di televisi adalah wajah cantik dan tampan artis-artis
Korea, perjuangan artis Korea untuk menjadi terkenal, alur cerita dalam drama
dan film Korea yang tidak membosankan serta acara-acara Korea dengan konsep
baik, dan banyak teman-teman yang memiliki kegemaran yang sama.

Kegemaran mereka melihat tayangan Korea terus berkembang tidak hanya


melalui televisi saja. Para mahasiswa ini juga senang melihat melalui internet
maupun melalui laptop dengan menyimpan berbagai soft file tentang tayangan
Korea. Mereka biasa melihat tayangan Korea di televisi setiap hari, sedangkan
melalui media lain, mereka biasa melihat setiap waktu yang mereka inginkan.

Intensitas konsumsi tayangan Korea sangat tinggi.

Bagi mahasiswa penggemar tayangan Korea, melihat tayangan Korea


dianggap menjadi hal yang penting sehingga mahasiswa tidak ingin ketinggalan
acara-acara Korea. Mahasiswa penggemar tayangan Korea ketika berada di
kampus senang bercerita tentang tayangan Korea. Mahasiswa penggemar
tayangan Korea meniru penampilan artis tersebut dengan meniru cara berpakaian
artis Korea, meniru tarian dan nyanyian artis Korea ketika di rumah.

Mahasiswa penggemar tayangan Korea memanfaatkan uang saku dan


tabungannya untuk menambah koleksinya tentang K-pop seperti poster, majalah,
13

foto, album atau kaset. Selain itu mahasiswa juga memanfaatkan uang sakunya
untuk membeli pulsa agar bisa browsing tentang Korea. Mahasiswa penggemar
tayangan Korea di televisi senang menggunakan internet untuk mengekspresikan
kegemarannya terhadap hallyu dengan cara men-download berbagai hal tentang
hallyu, melihat tayangan Korea via internet serta menggunakan media sosial
untuk meng-update segala sesuatu tentang Korea.

3.2 Cara menyikapi perbedaan budaya Korea dengan kebudayaan Indonesia

Telah kita ketahui bahwa kebudayaan korea masuk ke Indonesia


melalui industri hiburan. Mempelajari kebudayaan adalah hal yang baik dan
akan memperkaya wawasan kita akan dunia luar dan kebudayaannya.
Mempelajari kebudayaan korea mulai dari bahasa, tarian, dan musiknya akan
memberikan dampak yang baik. Hal yang perlu diperhatikan adalah kita harus
selektif terhadap kebudayaan yang masuk ke negara Indonesia. Tidak semua
kebudayaan yang masuk ke Indonesia sesuai dengan budaya timur dan
kehidupan bangsa Indoesia.

Hal yang terjadi saat ini adalah masuknya kebudayaan korea yang
modern ke Indonesia. K-pop dan drama korea adalah contoh industri hiburan
yang paling digemari oleh kalangan mahasiswa di Universitas Indonesia.
Drama korea mungkin menyajikan berbagai kisah dan kehidupan seharian yang
terjadi di korea. Mahasiswa ketika menonton drama korea sebaiknya harus
ingat waktu dan tidak menunda tugas kuliahnya. Ketika menonton juga
mahasiswa tidak mencontoh perilaku yang tidak sesuai dengan moral bangsa
Indonesia.
14

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penyebaran budaya korea tersebut, dapat dilihat bahwa


pengaruh korean wave terhadap gaya hidup kalangan remaja saling berkaitan erat
satu sama lain. Fenomena penyebaran budaya korea ini tidak hanya
mempengaruhi sisi seller industri hiburan di Indonesia saja, bahkan sampai
penampilan dan gaya meruka ikut berubah menjadi gaya ala korea. Ketertarikan
remaja terhadap suatu industri hiburan di Indonesia juga cenderung lebih ke arah
industri hiburan yang terinspirasi atau menyerupai yang ada di korea. Ditambah
lagi karakter masyarakat Indonesia yang mudah sekali menerima hal baru yang
sedang trend.

Dengan masuknya budaya korea, terdapat beberapa keuntungan. Seperti


industri hiburan di Indonesia memiliki banyak inovasi dengan terinspirasi dari
korea, K-pop dan drama korea yang dapat menghibur remaja dikala mereka bosan.
Selain dari keuntungan tersebut, budaya korea ini dapat memberikan dampak
yang negatif. Hilangnya budaya asli Indonesia yang tergantikan oleh budaya luar,
maka seharusnya kita selektif terhadap kebudayaan yang masuk. Lalai terhadap
tugas kuliah juga merupakan dampak buruk jika mahasiswa terlalu sering
menghabiskan waktunya hanya untuk menonton drama korea.

Oleh karena itu, butuh dorongan dari pemerintah dan masyarakat untuk
saling kerjasama meningkatkan budaya Indonesia yang semakin menurun agar
bisa bangkit dan menampilkan ciri atau kekhasan tersendiri tanpa mengikuti
budaya luar. Sudah sepatutnya kita sebagai generasi muda berupaya untuk bisa
menggugat kesegaraman industri hiburan yang sedang populer dalam media, agar
budaya dan kesenian Indonesia bukan sekedar budaya populer, tapi berbobot dan
menjadi identitas bangsa yang terintegrasi.
15

DAFTAR PUSTAKA

Gray, J., C. Sandvoss., dan L. Harrington. 2007. Fandom: Identities and

Communities in A Mediated World. New York: NYU Press.

Jenkins, H. 1992. Textual Poachers: Television and Partisipatory Culture Studies

in Culture and Communication. New York: Routledge.

Rahardja, P. dan M. Manurung. 2006. Teori Ekonomi Mikro : Suatu Pengantar.

Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Storey, J. 2007. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop: Pengantar

Komprehensif Teori dan Metode. Yogyakarta: Jalasutra.

Timotius, K. 2018. Otak dan Perilaku. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai