Anda di halaman 1dari 12

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Oleh:
Yani Wulandari
Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Pembelajaran
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Email: yani_wulandari165@yahoo.com
Abstrak
Guru memerlukan wawasan yang luas dan utuh tentang kegiatan belajar mengajar
agar bisa melaksanakan tugasnya secara profesional. Guru harus mengetahui
gambaran yang menyeluruh mengenai bagaimana proses belajar mengajar itu
terjadi, serta langkah-langkah apa yang diperlukan sehingga tugas-tugas keguruan
dapat dilaksanakan dengan baik dan memperoleh hasil sesuai tujuan yang
diharapkan. Pembelajaran kontekstual memokuskan proses pembelajaran kearah
yang sesuai dengan keadaaan yang dialami siswa dalam lingkungannya.
Pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning) merupakan konsep
belajar yang dapat membantu guru mangaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. komponen CTL meliputi
constructivism, inquary, questioning, learning community, modelling, reflection,
authentic assesment. penerapan pembelajaran kontekstual memiliki proses
beberapa langkah dan penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
Kata kunci: Model Pembelajaran, Pembelajaran Kontekstual

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Guru memerlukan wawasan yang luas dan utuh tentang kegiatan
belajar mengajar agar bisa melaksanakan tugasnya secara profesional. Guru
harus mengetahui gambaran yang menyeluruh mengenai bagaimana proses
belajar mengajar itu terjadi, serta langkah-langkah apa yang diperlukan
sehingga tugas-tugas keguruan dapat dilaksanakan dengan baik dan
memperoleh hasil sesuai tujuan yang diharapkan. Salah satu wawasan yang
perlu dimiliki guru menurut Mansyur adalah tentang strategi pembelajaran
yang merupakan garis-garis besar haluan bertindak dalam rangka mencapai
sasaran yang digariskan. (Mufarokah, 2013).
Dengan menerapkan sebuah strategi, seorang guru mempunyai
pedoman dalam bertindak yang berkenaan dengan berbagai alternatif pilihan
yang mungkin dapat ditempuh, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat
berlangsung secara sistematis, terarah, lancar dan efektif. Dengan demikian
strategi diharapkan sedikit banyak akan membantu memudahkan para guru
dalam melaksanakan tugas. Sebaliknya, suatu kegiatan pembelajaran yang
dilakukan tanpa strategi, maka kegiatan tersebut berjalan tanpa pedoman
dan arah yang jelas. Suatu kegiatan yang dilakukan tanpa pedoman dan arah
yang jelas dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan yang pada
gilirannya dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuannya yang
digariskan.
Pembelajaran kontekstual memokuskan proses pembelajaran kearah
yang sesuai dengan keadaaan yang dialami siswa dalam lingkungannya.
Sejalan dengan teori kognitif-konstruktivistik, pembelajaran yang berfokus
pada pengembangan kemampuan intelektual yang berlangsung secara sosial
dan kultural, akan mendorong siswa membangun pemahaman dan
pengetahuannya sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa akan masuk
dalam pembelajaran yang menarik dan memacu mereka lebih cepat dalam
kualitas intelektual.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
a. Apa konsep dasar pembelajaran kontekstual itu?
b. Apa saja komponen pembelajaran kontekstual?
c. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran kontekstual?
d. Bagaimana penerapan pembelajaran kontekstual?
3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan ini
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui konsep dasar pembelajaran kontekstual.
b. Untuk mengetahui komponen pembelajaran kontekstual.
c. Untuk menjelaskan dari langkah-langkah pembelajaran
kontekstual.
d. Untuk mengetahui cara penerapan pembelajaran kontekstual.
B. METODOLOGI
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu
metode kajian kepustakaan, yaitu merupakan suatu teknik mengumpulkan data
yang diambil dari kepustakaan (library research).
C. PEMBAHASAN
1. Konsep dasar pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning)
merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mangaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Nurhadi, 2002).
Untuk memperkuat dimilikinya pengalaman belajar yang aplikatif
bagi siswa, tentu saja diperlukan pembelajaran yang lebih banyak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan
mengalami sendiri (learning to do), dan bahkan sekedar pendengar yang
pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang disampaikan
guru. Oleh sebab itu, melalui pembalajaran konseptual, mengajar bukan
transformasi pengetahuan dari guru terhadap siswa dengan menghafal
sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata,
akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari
kemampuan untuk bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dengan
demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lbih dekat dengan
lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik), akan tetapi secara
fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan
situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga
dan masyarakat)
Menurut johnson dalam (Rusman, 2012) contextual teaching and
learning (CTL) memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran
akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna.
CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian
pengalaman segar yang akan merangsang otak guna menjalani hubungan
baru untuk menemukan makna baru.
Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu
siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan
jalan menghubungan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-
hari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial, dan budaya.
Pembalajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang
memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan
menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait dengan
kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba,
melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak
sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses
(Rusman, 2012).
Berdasarkan uraian singkat konsep desain, maka desai pembelajaran
memiliki sifat keluwesan (fleksibel), tidak laku dalam satu model tertentu
saja. format desain bisa dikembangkan dalam bentuk yang bervariasi
tergantung pada tujuan dan model pembelajaran sebagaimana yang kan
dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Ciri
khas CTL ditandai dengan tujuh komponen utama yaitu constructivism,
inquary, questioning, learning community, modelling, reflection, authentic
assesment. Sekarang tinggal bagaimana melaksanakan setiap komponen
tersebut dalam bentuk pembelajaran di kelas atau diluar kelas sehingga
benar-benar mencerminkan pelaksanaan model CTL (Rusman, 2012).
2. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Terdapat 7 (tujuh) komponen pembelajaran kontekstual yaitu
konstruktivisme, penemuan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi, dan penilaian otentik (Suprijono 2012)
1. Konstruktivisme (Constructivism).
Konstruktivisme adalah mengembangkan pemikiran siswa akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Menurut
Sardiman, teori atau aliran ini merupakan landasan berfikir bagi pendekatan
kontekstual (CTL). Pengetahuan riil bagi para siswa adalah sesuatu yang
dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri. Jadi pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang diingat siswa, tetapi siswa harus
merekonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui
pengalaman nyata (Sadirman, 2009)
2. Menemukan (Inquiry).
Menemukan atau inkuiri adalah proses pembelajaran yang didasarkan
pada proses pencarian penemuan melalui proses berfikir secara sistematis,
yaitu proses pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman sehingga
siswa belajar mengunakan keterampilan berfikir kritis. Menurut Lukmanul
Hakiim, guru harus merencanakan situasi sedemikian rupa, sehingga para
siswa bekerja menggunakan prosedur mengenali masalah, menjawab
pertanyaan, menggunakan prosedur penelitian/investigasi, dan menyiapkan
kerangka berfikir , hipotesis, dan penjelasan yang relevan dengan
pengalaman pada dunia nyata (Hakiim, 2009)
3. Bertanya (questioning).
Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui dialog
interaktif melalui tanya jawab oleh keseluruhan unsur yang terlibat dalam
komunitas belajar. Dengan penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih
hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan
mendalam. Dengan mengajukan pertanyaan, mendorong siswa untuk selalu
bersikap tidak menerima suatu pendapat, ide atau teori secara mentah. Ini
dapat mendorong sikap selalu ingin mengetahui dan mendalami (curiosity)
berbagai teori, dan dapat mendorong untuk belajar lebih jauh (Hakiim,
2009)
4. Masyarakat Belajar (learning community).
Konsep masyarakat belajar (learning community) ialah hasil
pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru dalam
pembelajaran kontekstual (CTL) selalu melaksanakan pembelajaran dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai
mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum tahu, dan
seterusnya. Dalam praktiknya “masyarakat belajar” terwujud dalam
pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas,
bekerja sama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas di
atasnya, bekerja sama dengan masyarakat (Suprijono, 2013).
5. Pemodelan (modeling).
Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu
ada model yang bisa ditiru oleh siswa. Model dalam hal ini bisa berupa cara
mengoperasikan, cara melempar atau menendang bola dalam olah raga, cara
melafalkan dalam bahasa asing, atau guru memberi contoh cara
mengerjakan sesuatu.
Guru menjadi model dan memberikan contoh untuk dilihat dan ditiru.
Apapun yang dilakukan guru, maka guru akan bertindak sebagai model bagi
siswa. Ketika guru sanggup melakukan sesuatu, maka siswapun akan
berfikir sama bahwa dia bisa melakukannya juga (Suprijono, 2013)
6. Refleksi (reflection).
Refleksi merupakan upaya untuk melihat, mengorganisir,
menganalisis, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah
dipelajari. Realisasi praktik di kelas dirancang pada setiap akhir
pembelajaran, yaitu dengan cara guru menyisakan waktu untuk memberikan
kesempatan bagi para siswa melakukan refleksi berupa : pernyataan
langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh setelah melakukan
pembelajaran, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa
mengenai pembelajaran hari itu, diskusi, dan hasil karya (Suprijono, 2013).
7. Penilaian Otentik (authentic assessment).
Pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil
belajar hendaknya diukur dengan assesmen autentik yang bisa menyediakan
informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang benar-benar diketahui
dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan.
Penilaian otentik merupakan proses pengumpulan berbagai data untuk
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini dapat berupa
tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, performance
(penampilan presentasi) yang terangkum dalam portofolio siswa (Eveline
2009).
3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual

Langkah-langkah pembelajaran CTL antara lain :


a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri,menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Menciptakan masyarakat belajar.
e. Menghadirkan model sebagia contoh belajar.
f. Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
g. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Menurut E. Mulyasa, sedikitnya ada lima elemen yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:
a. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki
oleh peserta didik.
b. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-
bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus).
c. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara:
menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh
masukan dan tanggapan dari orang lain, dan merevisi dan
mengembangkan konsep.
d. Pembelajaran ditekankan pada upaya nmempraktikkan secara langsung
apa-apa yang dipelajari.
e. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan
pengetahuan yang dipelajar
Oleh karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya:
a. Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar,
materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar.
b. Rumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya.
c. Uraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan
digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
d. Rumuskan skenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan
siswa dalam melakukan proses pembelajarannya.
e. Rumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada
kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat
berlangsungnya proses maupun setelah siswa tersebut selesai belajar.
4. Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Hasil belajar siswa perlu ditingkatkan dalam proses pembelajaran
dengan variasi pembelajaran yang menarik supaya pemahaman siswa
terhadap materi meningkat. Misalnya nilai tersebut dapat ditingkatkan
melalui penerapan atau praktek langsung dengan aktivitas pembelajaran
yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari (contextual problem). Dalam
hal ini dapat digunakan model pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) sebagai alternatif dalam proses pembelajaran .
Untuk lebih memahami bagaimana aplikasikan pembelajaran
kontekstual dalam proses pembelajaran, berikut disajikan contoh
penerapannya. Agar mencapai kompetensi yang sama dalam menggunakan
pembelajaran kontekstual, maka langkah-langkah yang ideal adalah
(Hamruni, 2015)
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari
proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan
dipelajari. Misalnya pada materi zakat dan kompetensi yang harus
dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami fungsi dan macam-
macam zakat. Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan
beberapa indikator hasil belajar sebagai berikut:
a) Siswa dapat menjelaskan pengertian zakat
b) Siswa dapat menjelaskan macam-macam zakat
c) Siswa dapat menjelaskan tata cara pelaksanaan zakat fitrah dan
zakat mal
d) Siswa dapat menyimpulkan tentang fungsi zakat
e) Siswa bisa membuat karangan tentang zakat.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual: siswa dibagi ke
dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa. Setiap
kelompok melakukan tugas tertentu: misalnya kelompok 1 dan 2
melakukan wawancara dengan pengurus takmir masjid yang
berpengalaman mengelola zakat, dan kelompok 3 dan 4 melakukan
wawancara ke lembaga bazis yang ada di wilayahnya. Melalui
wawancara siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang
ditemukan tentang pengertian, macam-macam, tata cara pengelolaan,
dan fungsi zakat.
3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh
setiap siswa.
b. Inti
1) Di lapangan, siswa-siswi melakukan hal-hal berikut:
2) Melakukan wawancara sesuai pembagian tugas kelompok
3) Mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan alat observasi
yang telah mereka tentukan sebelumnnya.
Di dalam kelas, siswa-siswi melakukan hal-hal berikut:
1) Mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya
masing-masing.
2) Melaporkan hasil diskusi
3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
4) oleh kelompok lain.
c. Penutup
1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil wawancara sekitar
masalah zakat sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus
dicapai.
2) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang
pengalaman belajar mereka dengan tema “zakat”.
Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa
mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika belajar.
Mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupannya sehari-hari, sementara siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas,
sedikit demi sedikit, dan dari proses mengonstruksi sendiri, sebagai bekal
untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota
masyarakat (Rahayu et al 2013)

D. SIMPULAN DAN SARAN


1. Simpulan
Pembelajaran kontekstual, selain mendapatkan kemampuan
pemahaman konsep, siswa juga mengalami langsung dalam kehidupan nyata
di masyarakat. Kelas bukan tempat untuk mencatat atau menerima informasi
dari guru, kan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan.
Pembelajaran lebih menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik
fisik maupun mental. Kelas bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, melainkan tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di
lapangan. Belajar bukan menghafal, tetapi proses mengalami dalam
kehidupan nyata. Materi pelajaran dipelajari dan ditemukan sendiri oleh
siswa, bukan dari pemberian orang lain.
Semangat atau motivasi belajar langsung bersumber dari kehendak
atau cita-cita atau pun tujuan tertentu yang telah dimiliki oleh siswa terlebih
dahulu, sehingga guru hanya mengarahkan dan membantu sebagai
fasilitator. Dan siswa menjadi lebih aktif dikarenakan dia yang belajar, dia
yang mengalami, dan pada akhirnya dia juga yang akan mengaplikasikan
ilmu pengethuan yang dimilikinya di dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Saran
Pembelajaran kontekstual sebaiknya tugas guru dalam pembelajaran
membantu siswa dalam meraih tujuannya. Artinya guru lebih fokus pada
urusan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru dalam hal ini hanya
memanage kelas sebagai sebuah tim yang bekerja untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi siswa. Sehingga proses pembelajaran lebih diwarnai
student centered ketimbang teacher centered.

DAFTAR PUSTAKA
Eveline S dan Hartini N. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia
Indonesia.

Hakiim L. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.

Hamruni. 2015. Konsep Dasar Dan Implementasi Pembelajaran Kontekstual.


Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. XII, No. 2, Desember 2015

Mufarokah, Annisatul. 2013. Strategi dan Model-Model Pembelajaran,


Tulunggagung: STAIN Tulungagung Press.

Mulyasa H E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Nurhadi, 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning).


Malang: Universitas Negeri Malang.
Rahayu S, Rasna IW, Artawan G. 2013. Penerapan model pembelajaran
kontekstual dalam pembelajaran menulis pada siswa kelas XII SMKN 1
denpasar. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
2(1): 1-13

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Depok: Rajagrafindo Persada

Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers

Suprijono A, 2012. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suprijono A, 2013. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai