Anda di halaman 1dari 65

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Konsep Penerapan Bimbingan Klinik Berbasis Kompetensi

a. Pengertian Bimbingan Klinik

Bimbingan klinik adalah segala bentuk tindakan edukatif yang

dilaksanakan oleh pembimbing klinik untuk memberikan pengetahuan

nyata secara optimal dan membantu peserta didik agar mencapai

kompetensi yang diharapkan ( Dep. Kes RI, 2000 ).

Hakekatnya bimbingan klinik adalah bantuan yang diberikan

kepada peserta didik untuk mencapai kompetensi dan

mengembangkan kemampuan serta kesanggupan mahasiswa dalam

melaksanakan asuhan keperawatan yang dihadapinya pada tatanan

pelayanan keperawatan yang nyata, sehingga melalui bimbingan

klinik peserta didik dapat menemukan dan mengembangkan

kemampuannya agar memperoleh kepuasan melalui usahanya

sendiri.

.
16

b. Tujuan Bimbingan Klinik

Tujuan bimbingan klinik adalah untuk membantu peserta didik

menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat praktek, memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari di kelas secara

terintegrasi ke situasi yang nyata, mengembangkan potensi peserta

didik dalam menampilkan perilaku atau ketrampilannya yang bermutu

ke situasi nyata di lahan praktek, memberikan kesempatan pada

peserta didik belajar mencari pengalaman kerja secara tim dalam

membantu proses kesembuhan klien, memberikan pengalaman awal

dan memperkenalkan kepada peserta didik tentang situasi kerja

professional keperawatan, membantu peserta didik dalam mencapai

tujuan praktek klinik keperawatan. (Relly dan Obermann, 1999).

Guna memfasilitasi peserta didik dalam mencapai tujuan

praktek maka hendaknya pembimbing memperhatikan prinsip –

prinsip bimbingan sebagai berikut :

1) Bimbingan pada dasarnya bersifat mendidik dan mengembangkan

peserta didik dengan melihat dan mengecek pekerjaan peserta

didik bukan untuk mencari kesalahan dan kelemahan peserta didik

namun meningkatkan kemampuannya.


17

2) Bimbingan yang efektif harus dimulai dengan menanamkan

hubungan saling percaya yang baik antara pembimbing dan

peserta didik

3) Bimbingan harus diberikan sesuai dengan kebutuhan dan

permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam mencapai tujuan

yang ditentukan.

4) Bimbingan hendaknya mampu menciptakan suasana yang serasi

agar potensi peserta didik dapat berkembang.

5) Bimbingan hendaknya dapat membangkitkan kreatifitas dan

inisiatif peserta didik.

6) Bimbingan diberikan kepada peserta didik dengan tidak membeda-

bedakan untuk mendorong minat dan motivasi peserta didik guna

mencapai tujuan praktek.

7) Bimbingan klinik dapat dilakukan secara individu maupun

kelompok

c. Metode Pembelajaran Klinik

Metode pembelajaran klinik yang dapat diterapkan dalam

pembelajaran klinik diklasifikasikan sesuai dengan kegunaan utama

setiap strategi. Metode pembelajaran klinik tersebut meliputi

eksperiential, pemecahan masalah, konferensi, observasi, self


18

directed, perceptorship dan model yang dipusatkan pada praktek

(White & Ewan, 1991).

Metode eksperiential memberikan pengalaman langsung dari

kejadian baik praktek klinik yang melibatkan interaksi dengan klien

yang nyata dan orang lain di lapangan atau melalui pengalaman yang

seperti kenyataan misalnya simulasi atau bermain peran. Metode ini

meliputi penugasan klinik, tugas tertulis serta simulasi dan

permainan.

Metode pemecahan masalah membantu peserta didik dalam

menganalisa situasi klinis yang membantu peserta didik menganalisa

situasi klinis yang bertujuan menjelaskan masalah yang akan

diselesaikan, memutuskan tindakan yang diambil, menerapkan

pengetahuan pada suatu masalah klinik dan memperjelas keyakinan

dan nilai sesorang. Metode pembelajaran klinik yang sesuai dengan

praktek klinik antara lain situasi pemecahan masalah, situasi

pembuatan keputusan dan insiden kritis.

Metode konferensi merupakan bentuk diskusi kelompok

mengenai beberapa aspek parktek klinis. Dengan metode ini peserta

didik dapat berbicara saat proses pemecahan masalah dan

menerima umpan balik langsung dari rekan sejawat dan pembimbing.

Metode ini juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk


19

melakukan penilaian rekan sejawat, diskusi mengenai keprihatinan

dan analisis terhadap isu – isu yang berkaitan dengan praktek klinis.

Metode pembelajaran observasi yaitu melakukan pengamatan

terhadap pengalaman aktual di lapangan atau terhadap peragaan

yang diperlukan untuk belajar melalui modeling. Metode

pembelajaran observasi meliputi observasi di lingkungan klinik,

kunjungan lapangan, ronde keperawatan dan peragaan.

Metode pembelajaran self directed didasarkan pada konsep

pembelajaran fenomenologik yang menyadari pembelajaran sebagai

proses individu yang memerlukan keterlibatan aktif peserta didik.

Melalui metode ini tanggung jawab pembelajaran berada di pihak

peserta didik.

Perceptorship dan model praktek terkonsentrasi didasarkan

pada konsep modeling. Pendidik klinis merupakan staf perawat dan

praktisi keperawatan dalam lingkungan klinis yang berfungsi sebagai

model peran dan pengajar untuk peserta didik melalui hubungan

interpersonal. Pada metode ini diharapkan peserta didik memperoleh

dan atau memodifikasi perilaku dengan cara mengobeservasi sendiri

model yang memiliki perilaku yang dibutuhkan peserta didik dan

mereka juga memiliki kesempatan untuk mempraktekkan perilaku

tersebut. .
20

Wong and Wong ( 1997: 96) menyatakan bahwa “Metode

pembelajaran klinik meliputi: observasi, Ronde keperawatan,

demonstrasi, dan pengalaman”.

1) Metode Observasi

Observasi dapat dilakukan terhadap pengalaman nyata di lapangan

atau melalui demonstrasi. Metode pengajaran observasi meliputi:

observasi di lahan praktik, metode kunjungan, ronde keperawatan

dan demonstrasi. Metode ini bertujuan :

a). Menyiapkan peserta didik memperoleh pengalaman di masa

mendatang tentang klien dan memberikan mereka perspektif

mengenai pemberian asuhan dan intervensi keperawatan.

b). Memungkinkan peserta didik melihat perilaku orang lain didalam

praktik klinik.

c). Memungkinkan peserta didik mengobservasi situasi klinik yang

jarang ditemui.

d). Memungkinkan peserta didik berpartisipasi dalam aktivitas yang

sedang diobservasi

2) Ronde Keperawatan

Melalui ronde keperawatan, peserta didik mampu

mengobservasi kondisi klien, mereview asuhan keperawatan yang

diberikan dan mengumpulkan informasi dari klien. Memberi

kesempatan untuk mendemonstrasikan intervensi keperawatan


21

secara spesifik atau mengobservasi hasil intervensi. Selain itu juga

dapat berinteraksi dengan “peer”. Pada saat ronde dimulai, pengajar

memperkenalkan klien kepada peserta didik, menekankan konstribusi

klien terhadap peserta didik, kemudian dilanjutkan dengan diskusi

dengan klien.

3). Demonstrasi

Demonstrasi melibatkan peserta didik bagaimana melakukan

suatu prosedur atau penugasan, menggunakan peralatan, atau

berinteraksi dengan klien atau orang lain. Metode ini diperlukan

terutama jika peserta didik akan dihadapkan dengan masalah yang

kompleks atau memerlukan ketrampilan lanjut sehingga resiko yang

membahayakan terhadap klien dapat dihindari.

4). Metode Pengalaman

Metode mengajar yang memberikan pengalaman langsung

mengenai suatu peristiwa melalui praktik klinik yang meliputi interaksi

dengan pasien dan tenaga lain di lapangan praktik. “Metode

pengalaman meliputi penugasan klinik, penugasan tertulis, simulasi,

penyelesaian masalah dan konferensi” ( Chun- Heng,2004 : 455-

462).

a) Penugasan Klinik

Penugasan klinik sangat esensial dalam membantu peserta

didik menggunakan konsep dan teori dalam praktik, belajar


22

bagaimana cara memperalajari hal-hal yang ada di klinik,

bagaimana mengembangkan ketrampilan mengatasi pemikiran

yang bercabang dan bersosialisasi dengan profesi. Metode ini

terutama ditujukan untuk kemampuan yang terkait dengan

pemberian asuhan keperawatan. Pengalaman memberi asuhan

keperawatan kepada klien memfasilitasi peserta didik dalam

pengembangan ketrampilan, penyelesaian masalah dan

pengambilan keputusan. Selain itu memungkinkan peserta didik

untuk mengembangkan dan memahami ketrampilan psikomotor.

b) Penugasan Tertulis

Penugasan ini membantu peserta didik mengidentifikasikan dan

menghayati nilai-nilai dan keyakinan, meningkatkan

pemahaman terhadap aspek tertentu dari praktik klinik dan

mengembangkan komunikasi secara tertulis. Jenis penugasan

tertulis sesuai dengan penugasan klinik termasuk menulis

asuhan keperawatan, studi kasus, perencanaan pendidikan

kesehatan, proses perawatan, pembuatan laporan hasil

kelolaan yang telah diberikan kepada klien.

c) Simulasi dan Role Play

Metode ini mempersiapkan peserta didik memperoleh

kesempatan mengembangkan dan mengkaji ketrampilan

kognitif dalam situasi/lingkungan yang relative bebas dari resiko


23

dimana jika terjadi kesalahan tidak terlalumembahayakan dan

tidak memakan biaya tinggi.

d) Penyelesaian Masalah

Metode ini membantu peserta didik dalam menganalisis situasi

klinik, menentukan rencana tindakan, menerapkan pengetahuan

pada masalah klinik serta menjelaskan keyakinan dan nilai-nilai

sendiri.

e) Konferensi

Metode Konferensi meningkatkan pengetahuan pemecahan

masalah dimana kelompok berusaha menganalisa masalah

secara kritis dan menjabarkan kemungkinan-kemungkinan serta

pendekatan yangrelatif. Metode konferensi yang sesuai dengan

metode pengajaran klinik meliputi, konferensi awal dan

konferensi akhir, peer review dan issues.

d. Langkah – langkah Tehnik Bimbingan dalam Pembelajaran

Praktik Klinik

“Langkah – langkah tehnik bimbingan dalam pembelajaran

praktik klinik keperawatan berdasar metode observasi, ronde

Keperawatan, demonstrasi, penugasan klinik, problem solving, dan

konferensi adalah sebagai berikut”: ( Watkins, 2000: 334 - 345 )


24

1) Tehnik Bimbingan Metode Observasi :

a). Menyampaikan target dan tujuan pengalaman belajar yngdiharapkan.

b). Membuat petujuk tertulis untuk memfokuskan observasi.

c) Merencanakan pengalaman observasi bersama-sama pembimbing

klinik.

d) Memberi petunjuk pada peserta didik untuk membuat laporan tertulis.

e) Mendiskusikan hasil observasi dengan peserta didik melalui tanya

jawab.

2) Tehnik Bimbingan dengan Metode Ronde Keperawatan :

a) Pada awal bimbingan, menjelaskan tujuan.

b) Mempersiapkan peserta didik untuk berperan dalam meningkatkan

ketrampilan.

c) Memilih klien yang dikondisikan menggambarkan tujuan yang harus

dicapai.

d) Meminta ijin pada klien untuk melakukan ronde keperawatan.

e) Menyiapkan klien

f) Melakukan ronde dengan diskusi .

3) Tehnik Bimbingan dengan metode Pembelajaran Demonstrasi :

a) Menyiapkan setting tempat.

b) Menjelaskan tujuan dan gambaran demonstrasi.

c) Mendiskusikan prinsip penting dalam demonstrasi.

d) Mengidentifikasi hal-hal penting yang perlu diobservasi.


25

e) Mendemonstrasikan tiap-tiap langkah prosedur .

f) Memantau tiap-tiap langkah demonstrasi.

g) Meminta peserta didik untuk redemonstrasi.

h) Mengawasi dan mendiskusikan hasil pegamatan peserta didik.

i) Memberi kesempatan peserta didik untuk melakukan evaluasi baik ”Self

evaluation” maupun evaluasi kelompok.

(j) Memberi umpan balik dan reinforcement.

4) Tehnik Bimbingan dengan metode Penugasan Tertulis:

a) Mempersiapkan peserta didik untuk praktik klinik.

b) Menyampaikan tujuan praktik klinik, jenis pengalaman dan tanggung

jawab, serta lama waktu praktik.

c) Memilih klien sesuai dengan tujuan praktik.

d) Melakukan observasi kemampuan peserta didik.

e) Melakukan konferensi untuk penyimpulan hasil.

5) Tehnik Bimbingan dengan metode Penugasan tertulis :

a) Menjelaskan tujuan belajar.

b) Memberi petunjuk tentang apa yang harus ditulis secara jelas dan

dimengerti oleh peserta didik.

c) Menyampaikan harapan pembimbing tentang kelengkapan dan

kedalaman analisa tulisan.

d) Memberi umpan balik sesegera mungkin setelah tugas selesai.

e) Mendukung pendekatan baru dan kreativitas peserta didik.


26

6) Tehnik Bimbingan dengan metode Simulasi:

a) Menyampaikan tujuan simulasi/role play.

b) Menjelaskan jalannya simulasi/role play.

c) Mengatur peserta didik untuk memerankan sesuai dengan apa yang

akan disimulasi.

d) Memberikan komentar apabila waktu simulasi telah habis, muncul

masalah, atau peserta didik kurang menguasainya.

e) Melakukan konferensi /diskusi setelah simulasi untuk membahas

proses simulasi/role play.

7) Tehnik Bimbingan dengan metode Problem Solving :

a) Memilih situasi klinik yang sesuai.

b) Menguraikan situasi klinik secara lengkap .

c) Memberikan instruksi pemecahan masalah atau pengambilan

keputusan yang sesuai.

d) Memberi umpan balik terhadap hasil yang dilakukan.

8) Tehnik Bimbingan dengan Metode Konferensi:

a) Mensetting tata ruang diskusi.

b) Membagi kelompok 10-12 orang.

c) Menjelaskan tujuan konferensi.

d) Mengarahkan fokus diskusi yang mencerminkan proses dan dinamika

kelompok
27

Proses bimbingan klinik keperawatan kita tidak dapat hanya

memilih salah satu metode saja. Metode konseptual bimbingan klinik

keperawatan menggunakan kombinasi dari berbagai metode yang

ada.

Tabel 1. Metode, Strategi dan media dalam bimbingan praktek klinik

keperawatan.

METODE STRATEGI MEDIA

1.Penugasan - Pembimbing memberikan data Klien, status

Klinik kasus sebelum praktek medis dan

- Peserta didik memberikan keperawatan

asuhan keperawatan pada klien (rekam medis )

- Peserta didik

mendokumentasikan asuhan

keperawatan dalam bentuk

laporan kasus

- Pembimbing mengobservasi

kegiatan peserta didik pada

setiap tahapan proses

keperawatan
28

2.Pre dan Post - Pembimbing berperan sebagai Laporan

Konferen fasilitator dan nara sumber pendahuluan dan

- Peserta didik mendiskusikan laporan asuhan

asuhan keperawatan yang keperawatan

dikelola

3.Ronde - Pembimbing berperan sebagai Klien, status

fasilitator dan narasumber medis dan

Keperawatan - Peserta didik memaparkan keperawatan

kasus Kelolaan

- Peserta didik mendiskusikan

kasus kelolaan secara

bergantian

4.Bed Side - Pembimbing memberikan Klien, alat yang

Teaching ketrampilan klinik secara disesuaikan

langsung pada klien dengan

- Peserta didik memperhatikan ketrampilan klinik

ketrampilan klinik yang yang dilakukan

dilakukan pembimbing

5. Demontrasi - Pembimbing melakukan Klien, alat yang

demontrasi prosedur tindakan disesuaikan

keperawatan dihadapan peserta dengan


29

didik ketrampilan klinik

- Peserta didik memperhatikan yang dilakukan

dan diberi keempatan untuk

mencoba secara mandiri

6. Observasi - Peserta didik mengobservasi Klien

kegiatan klinik yang dilakukan

oleh perawat ruangan

7.Belajar - Peserta didik melakukan Klien, status

mandiri kegiatanbelajar di klinik saat medis dan

pembimbing tidak di tempat keperawatan

e. Unsur-unsur Dalam Pembelajaran Klinik

Walaupun ada berbagai macam metode pembimbingan klinik,

ada 3 unsur penting yang berperan dalam pembelajaran klinik. PSIK

– UGM (2002) menyebutkan 3 unsur penting tersebut adalah :

1) Kompetensi yang harus dicapai.

Pembelajaran klinik keperawatan meliputi lingkup mata ajar

keperawatan klinik seperti : Keperawatan Dasar, Keperawatan

Medikal Bedah, Keperawatan Anak, Keperawatan Maternitas,

Keperawatan Jiwa, Keperawatan Gawat Darurat, Keperawatan

Komunitas, Keperawatan Gerontik dan Keperawatan Keluarga.


30

Masing – masing mata ajar tersebut memiliki terget kompetensi

yang spesifik dan dijabarkan berdasarkan tujuan dari masing –

masing mata ajar tersebut.

2) Ketersediaan tempat pengembangan keterampilan keperawatan

klinik. Tempat pengembangan keperawatan klinik yang

dipergunakan adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut :

a) Sesuai dengan tujuan

b) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk kontak dengan

klien

c) Mempunyai pembimbing klinik yang kompeten dibidangnya

d) Memberi kesempatan praktikan untuk mempelajari beberapa

Ketrampilan

e) Memacu kemampuan berfikir kritis bagi peserta didik

f) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan

pengetahuan teori yang didapat

g) Memberi kesempatan pada peserta didik untuk

mengintegrasikan pengetahuannya

h) Menggunakan konsep / metode penugasan yang sesuai dengan

konsep keperawatan

3) Ketersediaan fasilitator / pembimbing klinik yang handal

Pembimbing akademik juga diharapkan berperan dalam

melaksanakan bimbingan klinik sedangkan pembimbing klinik /


31

lapangan adalah orang yang ditunjuk dari tempat pengembangan

ketrampilan keperawatan klinik / lapangan yang memiliki kriteria

sebagai berikut :

a) Berpengalaman dan atau ahli di bidangnya

b) Menyediakan waktu untuk melakukan bimbingan

c) Antusias dalam membimbing

d) Empati

e) Memiliki kredibilitas yang baik dalam pengetahuan, ketrampilan

dan sikap

f. Interaksi Peserta Didik – Pembimbing dalam Lingkungan Praktek

Klinik

Suasana humanistik yang mendukung proses pembelajaran

bergantung pada hubungan yang penuh perhatian antara pengajar

dengan peserta didik. Keberhasilan setiap pengalaman belajar klinik

akan bergantung pada hubungan tersebut karena peserta didik

mengejar tujuan pendidikan menuju pengembangan mereka sebagai

praktisi profesional.

Interaksi antara pengajar dan peserta didik perlu

menggambarkan proses yang saling menguntungkan yang

melibatkan kedua belah pihak. Peran peserta didik keperawatan

selalu menantang dan kadang – kadang membuat frustasi, tekanan


32

pada peserta didik saat ini bahkan lebih besar karena semakin

banyak peserta didik yang memegang tanggung jawab tambahan di

luar sekolah. Yaitu tanggung jawab terhadap pekerjaan dan keluarga.

Hegyvary (1990) cit. Reilly dan Obermann (1999), meminta staf

pengajar untuk mendukung dan memperhatikan peserta didik,

dukungan dan perhatian ini melalui hubungan yang dibentuk antara

staf pengajar dan peserta didik. Oleh karena itu pembimbing klinik

keperawatan harus memahami perannya sebagai pembimbing dalam

upaya memfasilitasi peserta didik dalam mencapai tujuan

pembelajaran.

Peran pembimbing klinik pada dasarnya adalah sebagai

perawat pelaksana dan sebagai pembimbing / pendidik. Menurut

Dep. Kes RI ( 2000 ), bahwa tugas pembimbing klinik sebagai

perawat pelaksana antara lain melibatkan diri dalam pelayanan

keperawatan yang diberikan oleh peserta didik kepada klien,

menggunakan setiap kesempatan dalam pemberian asuhan

keperawatan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan

peserta didik dalam praktek klinik, melibatkan diri secara aktif dalam

kegiatan keperawatan di lahan praktek dan memberikan bantuan

dalam pemecahan masalah, berpartisipasi dalam mengembangkan

kemampuan klien untuk menolong dirinya dalam pemenuhan

kebutuhan kesehatan.
33

Sebagai seorang perawat profesional yang mendapat

kepercayaan sebagai pembimbing klinik maka perawat juga memiliki

peran khusus yang harus diembannya yaitu sebagai agen

pembaharu, sebagai nara sumber, sebagai mediator dan fasilitator,

sebagi demonstrator serta sebagai evaluator.

Untuk menciptakan interaksi peserta didik dan pembimbing

yang saling membantu dan dalam upaya mencapai tujuan praktek

klinik keperawatan ada beberapa strategi yang perlu diperhatikan.

Bagian keperawatan Jiwa – Komunitas FIK – UI, (2000) menyebutkan

strategi hubungan pembimbing – peserta didik sebagai berikut :

1) Tujukkan pandangan positif pada diri sendiri dan orang lain

Pembimbing memperlihatkan harga diri yang positif dan

kemampuan positif dari peserta didik. Selalu memperlihatkan sikap

bahwa peserta didik mampu belajar dan berkembang karena

dipercaya dan dihargai.

2) Mengembangkan respon pada lingkungan

Pembimbing yang efektif cenderung memberi kebebasan pada

peserta didik daripada mengekang. Memberi kesempatan

mengungkapkan pendapat dan rencana terhadap lingkungan yang

tidak menyimpang dari tujuan akan mengembangkan otonomi

peserta didik.
34

3) Menggunakan komunikasi yang wajar, terbuka dan sentuhan

Saling terbuka akan mengurangi jarak jauh, rasa takut.

Keterbukaan akan hal – hal tertentu diperlukan untuk

mengemukakan hubungan saling percaya. (Stuart dan Laraia,

2001). Peserta didik yang menerima empati dan perhatian dari

pembimbing akan tumbuh rasa percaya dan percaya diri

4) Demonstrasikan empati

Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada orang lain

dan bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain

tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi

kita terlarut dalam emosi orang lain (Smith, 2000)

5) Contoh peran dan tanggung jawab

Jika pengetahuan, ketrampilan, keahlian, perasaan dan reaksi

emosi pembimbing siap membantu peserta didik, mereka akan

bebas untuk berinteraksi dan memanfaatkan pembimbing sebagai

nara sumber

6) Tekankan tanggung jawab peserta didik dalam pembelajaran

7) Beri kesempatan pengalaman belajar yang sukses

8) Beri penghargaan dan evaluasi yang jujur


35

g. Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan,

keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan

berfikir dan bertindak. mcAcshan (1981:45) “dalam Mulyasa (2006)

mengatakan... is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that

a person achieves, which become part or her being to the exent he or

she can satisfactorily perform particular cognitive, afective, and

psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh

seseorang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat

melakukan perilaku - perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik

dengan sebaik – baiknya.

Sejalan dengan itu, Finsh & Crunkilton (1979:222) dalam

Mulyasa (2006) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan

terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang

diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Dengan demikian terdapat

hubungan (link) antara tugas – tugas yang dipelajari peserta didik

disekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja.

Untuk itu, kurikulum menuntut kerja sama yang baik antara

pendidikan dengan dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi dan


36

menganalisis kompetensi yang perlu diajarkan kepada peserta didik

disekolah.

Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu dinyatakan

sedemikian rupa agar dapat dinilai , sebagai wujud hasil belajar

peserta didik yang mengacu pada pengalaman langsung. Peserta

didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat – tingkat

penguasan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara

eksplinsif, dikembangkan berdasarkan tujuan – tujuan yang telah

ditetapkan, dan memiliki kontribusi terhadap kompetensi –

kompetensi yang sedang dipelajari. Penilaian terhadap pencapaian

kompetensi perlu dilakukan secara objektif, dan penilaian tidak

dilakukan berdasarkan pertimbangan yang bersifat subjektif.

Berdasarkan pengertian kompetensi diatas, kurikulum berbasis

kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum

yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan

(kompetensi) tugas – tugas dengan standar performansi tertentu,

sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa

penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK

diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,

kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat

melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan

keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. KBK memfokuskan


37

pada pemerolehan kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh

karena itu kurikulum ini mencangkup sejumlah kompetensi, dan

seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikain rupa,

sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilakuatau

keterampilan peserta didik sebagai suatu kinerja keberhasilan.

Dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan indikator

yang menunjukan kepada perbuatan yang bisa diamati, dan sebagai

konsep yang mencangkup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan,

nilai, sikap, serta tahap-tahap pelaksanannya secara utuh yang

terbentuk secara traksaksional. Ada tiga landasan teoritis yang

mendasari kurikulum berbasis kompetensi, yaitu :

1) Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok kearah

pembelajaran individual.

2) Pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau

belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah suatu

falsafah pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat

mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil baik.

3) Pendefinisian kembali terhadap bakat, Hall (1986) dalam Mulyasa

(2006) menyatakan bahwa setiap peserta, didik dapat mencapai

tujuan pembelajaran secara optimal, bila diberikan waktu yang

cukup.
38

Ahsan (1981) dalam Mulyasa (2006) mengemukakan 3 hal

yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis

kompetensi, yaitu penetapan kompetensi yang akan dicapai,

pengembangan strategi untuk mencapai kopetensi, dan

evaluasi.kompetensi yang ingin dicapai merupakan pernyataan tujuan

(goal statement) yang hendak diperoleh peserta didik,

menggambarkan hasil belajar (Learning Outcomes) pada aspek

pengetahuan keterampilan, nilai, dan sikap.

h. Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi

Karakteristik KBK antara lain mencangkup seleksi kompetensi

yang sesuai: spesifikasi indikator – indikator evaluasi untuk

menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi; dan

pengembangan sistem pembelajaran. Disamping itu KBK memiliki

sejumlah kompetensi yang harus dikuasai olehpeserta didik,

penilaian dilakukanberdasarkan standar khusus sebagai hasil

demonstrasi kompetensi yang ditujukan oleh peserta didik,

pembelajaran lebih menekankanpada kegiatan individual personal

untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan, peserta didik

dapat dinilai kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap, dan

dalam pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai dengan

kecepatan dan kemampuan masing-masing.


39

Depdiknas (2002) dalam Mulayasa (2006) mengemukakan

bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai

berikut :

1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara

individual maupun klasikal.

2) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan beragama

3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan

metode yang bervariasi

4) Sumber belajr bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar

lainnya yang memenuhi unsur edukatif

5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam

uapaya penguasaan atau pecapaian suatu kompetensi.

Lebih lanjut, dari berbagai sumber sedikitnya dapat diidentifikasi

enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, yaitu :

a) Sistem Belajar dengan Modul

KBK menggunakan modul sebagai sistem pembelajaran yang

merupakan paket belajar mandiriyang meliputi serangkaian

pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara

sistematis untuk membantu peserta didikmencapai tujuan belajar.

Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan

bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan

terarah untuk digunakan peserta didik, disertai dengan pedoman


40

penggunaanya untuk para guru. Sebuah modul adalah pernyataan

satuan pembelajaran dengan tujuannya, pretes aktivitas belajar

yang memungkinkan peserta didik memperoleh kompetensi-

kompetensi yang belum dikuasai dari hasil pre tes, dan

mengevaluasi kompetensinya untuk mengukur keberhasilan

belajar.

Tujuan utama sistem modul adalah untuk meningkatkan

efisiensi dan efektifitas pembelajaran sekolah, baik waktu, dana,

fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.

Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik

sebagai berikut :

a) Setiap modul harus memberikan informasi dan memberikan

petunjuk pelaksanaan yang jelastentang apa yang harus

dilakukan oleh seorang peserta didik, bagaiman melakukannya,

dan sumber belajar apa yang digunakannya.

b) Modul adalah pembelajaran individual, sehingga mengupayakan

untuk melibatkan sebanyak mungkin karakterisitik peserta didik.

Dalam hal ini setiap modul harus: (1) memungkinkan peserta

didikmengalami kemajuan belajar sesuai dengan

kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didikmengukur

kemajuan belajar yang telah diperoleh; (3) memfokuskan


41

peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan

diukur.

c) Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu

peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan

seefesien mungkin, memungkinkan peserta didik untuk

melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca,

mendengar, tapi lebih dari itu, modul memberikan ketepatan

bermain peran (role playing), simulasi, dan berdiskusi.

d) Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis,

sehingga peserta didik dapat mengetahui kapan dia memulai

dan kapan mengakhiri suatu modul.

e) Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencaian

tujuan belajar peserta didik,terutama untuk memberikan umpan

balik bagi peserta didik dalam pencapain ketuntasan belajar.

Pada umumnya sebuah modul terdiri atas beberapa

komponen sebagai berikut :

a) Lembar kegiatan peserta didik

b) Lembar kerja

c) Kunci lembar kerja

d) Lembar soal

e) Lembar jawaban

f) Kunci jawaban
42

Berbagai komponen tersebut selanjutnya dikemas dalam

format modul sebagai berikut :

a) Pendahuluan. Bagian ini berisi deskripsi umum, seperti materi

yang disajikan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

akan dicapai setelah belajar; termasuk kemampuan awal yang

harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.

b) Tujuan pembelajaran. Bagian ini berisi tujuan-tujuan

pembelajaran khusus yang harus dicapai oleh setiap peserta

didiksetelah mempelajari modul

c) Tes awal. Tes ini berguna untuk menetapkan posisi peserta

didik, dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan

dari mana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk

mempelajari modul tersebut atau tidak.

d) Pengalaman belajar. Bagian ini merupakan rincian materi untuk

setiap tujuan pembelajaran khusus, yang berisi sejumlah materi,

diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peerta

didik tentang tujuan belajar yang dicapainya

e) Sumber belajar. Disini merupakan disajikan tentang sumber-

sumber yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.

f) Tes akhir. Tes akhir ini biasanya instrumen sama dengan isi tes

awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.


43

Peranan guru dalam sistem penyajian dengan modul adalah

sebagai sumber tambahan dan pembimbing, namun banyak

peserta didik mungkin tidak perlu masukan dai guru dalam

mencapai tujuan tersebut.tugas utama guru didalam sistem modul

adalah mengorganisasi dan mengatur proses belajar, antara lain :

a) Menyiapkan situasi belajar yang kondusif

b) Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan didalam

memahami isi modul atau pelaksanaan tugas

c) Melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik

Sebuah modul biasanya terfokus terhadap seperangkat

kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sehingga mampu

melakukan aktivitas-aktifitas untuk mencapai tujuan-tujuan belajar.

Antara guru dengan peserta didik lebih banyak waktu interaksi baik

secara individu maupun kelompok, sehingga memungkinkan

peserta didik lebih mengenal gurunya.

Beberapa keunggulan pembelajaran dengan sistem modul

dapat dikemukakan sebagai berikut.

a) Berfokus kepada kemampuan individual peserta didik, karena

pada hakekatnya mereka memiliki kemampuan untuk bekerja

sendiri dan lebih bertanggung jawab terhadap tindakan-

tindakannya
44

b) Adanya kontrol terhadap hasil belajar melalui penggunaan

standar kompetensi dalam setiap modul yang harus dicapai oleh

peserta didik

c) Relevansi kurikulum ditunjukan dengan adanya tujuan dan cara

pencapaiannya, sehingga peserta didik dapat mengetahui

keterkaitan antara pembelajaran dan hasil yang akan diperoleh

Disamping keunggulan, modul memiliki keterbatasan sebagai

berikut :

a) Penyusunan modul yang baik memerlukan keahlian

tertentu.sukses atau gagalnya suatu modul tergantung terhadap

penyusunannya.

b) Sulit menentukan proses penjadwalan dan kelulusan, serta

membutuhkan manajemen pendidikan yang sangat berbeda

dari pembelajaran konvensional.

c) Dukungan pembelajaran berupa sumber belajar, pada

umumnya sangat mahal, karena peserta didik harus mencarina

sendiri.

1) Menggunakan Keseluruhan Sumber Belajar

Suatu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas

pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar

secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik. Dalam


45

kurikulum berbasis kompetensi (KBK) guru tidak lagi berperan

sebagai aktor atau aktris utama dalam proses pembelajaran,

karena pembelajaran dapat dilakukan dengan mendayagunakan

aneka ragam sumber belajar. Demikian halnya peserta didik harus

dapat belajar dengan baik tanpa didampingi oleh guru. Untuk

mendapatkan hasil belajar yang optimal peserta didik dituntut tidak

hanya mengandalkan diri dari apa yang terjadi didalam kelas,

tetapi harus mampu dan mau menelusuri aneka ragam sumber

belajar yang diperlukan.

a) Sumber Belajar

Secara sederhana sumber belajar dapat dirumuskan

sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan

kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi,

pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan, dalam proses

belajar mengajar. Dari berbagai sumber belajar yang ada dan

mungkin dikembangkan dalam pembelajaran pada garis

besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :

(1) Manusia, yaitu orang yang menyampaikan pesan secara

langsung; seperti guru, konselor, administrator, yang diniati

secara khusus dan disengaja untuk kepentingan belajar (by

design).
46

(2) Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan

pembelajaran baik yang diniatin secara khusus seperti film

pendidikan, peta, grafik, buku paket, dan sebagainya, yang

biasanya disebut media pengajaran (instructional media),

maupun bahan bersifat umum; seperti film keluarga

berencana bisa dimanfaatkan untuk kepentingan belajar.

(3) Lingkungan, yaitu ruang dan tempat dimana sumber-

sumber dapat berinteraksi dengan peserta didik

(4) Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan

atau memainkan sumber-sumber lain.

(5) Aktifitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan

kombinasi antara suatu tekhnik dengan sumber lain untuk

memudahkan belajar.

b) Hakekat Sumber Belajar

Pada hakekatnya tidak ada satu sumber belajarpun yang

dapat memenuhi segala macam keperluan belajar mengajar.

Dengan kata lain, sumber belajar dipilih dan digunakan dalam

proses belajar mengajar apabila sesuai dan menunjang

tercapainya tujuan. Dalam keaneka ragaman sumber belajar,

secara umum dapat dirumuskan kegunaanya sebagai berikut :

(1) Merupakan pembuka jalan dan pengembangan wawasan

terhadap proses belajar mengajar yang akan ditempuh.


47

(2) Merupakan pemandu secara tekhnis dan langkah-langkah

operasional untuk menelusuri secara lebih teliti menuju

pada penguasaan keilmuan secara tuntas.

(3) Memberikan berbagai macam ilustrasi dan contoh-contoh

yang berkaitan dengan aspek-aspek bidang keilmuan yang

dipelajari.

(4) Memberikan petunjuk dan gambaran kaitan bidang

keilmuan yang dipelajari dengan bidang keilmuan lainnya.

(5) Menginformasikan sejumlah penemuan baru yang pernah

diperoleh oleh orang lain yang berhubungan dengan bidang

keilmuan bidang tertentu.

(6) Menunjukan berbagai permasalahan yang timbul yang

merupakan konsekuensi logis dalam suatu bidang keilmuan

yang menuntut adanya kemampuan pemecahan dari orang

yang mengabdikan diri dalam bidang tersebut.

c) Cara Mendaya gunakan Sumber Belajar

Dalam kegiatan pembelajaran, pemanfaatan sumber

belajar seoptimal munkin sangatlah penting, karena keefektifan

proses pembelajaran ditentukan oleh kemampuan peserta didik

dalam mendayaguanakan sumber-sumber belajar.

Pada umumnya terdapat dua cara memanfaatkan sumber

belajar dalam pembelajaran disekolah.


48

(1) Membawa sumber belajar kedalam kelas.

(2) Membawa kelas kelapangan dimana sumber belajar

berada.

d) Pusat Sumber belajar

Pemakaian sumber belajar yang berbeda dan alat peraga

yang ada disekolah memungkinkan adanya pola organisasi dan

implementasi kurikulum. Pada beberapa lembaga, pusat

sumber belajar (PSB) merupakan baian penting dari

pelaksanaan program, dan untuk mencapai tujuan secara

optimal. PSB pada dasarnya memiliki bahan-bahan tertulis,

media dan sumber belajar untuk menberikan kemudahan

belajar kepada peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas

modul dan pengalaman yang berkaitan.

2) Pengalaman Lapangan

Kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan pada

pengalaman lapangan untuk mengakrabkan hubungan antara

guru dan peserta didik. Disamping itu, mereka dapat meningkatkan

pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dalam ruang lingkup

yang lebih luas untuk menunjang profesinya sebagai gurunya.

Pengalaman lapangan dapat secara sistematis melibatkan

masyarakat dalam pengembangan program, aktifitas dan evaluasi


49

pembelajaran. Keterlibatan ini penting karena masyarakat adalah

pemakai produk pendidikan dan dalam kasus banyak kasus,

sekaligus sebagai penyandang dana untuk pembangunan dan

pengoperasiannya program. Pengalaman lapangan dapat

melibatkan tim guru dari berbagai disiplin dan antar disiplin,

sehingga memungkinkan terkerahnya kekuatan dan minat peserta

didik terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan terlindunginya guru

terhadap rasa tidak senang peserta didik. Belajar secara tim dalam

pembelajaran dimungkinkan penerapan pendekatan pembelajaran

terpadu yang dapat mengurangi kesenjangan. Dalam pada itu,

para guru yang merencanakan dan mengintergerasikan

pembelajaran bagi peserta didik dapat berbagi informasi dan

saling bertukar pengalaman. Kegiatan ini menguntungakan

peserta didik terutama bagi tumbuhnya sikap terbuka dan

demokratis sebagai dampak dan pandangan yang bervariasi

terhadap kebutuhan mereka.

3) Strategi Belajar Individual Personal

KBK mengusahakan strategi belajar individual personal.

Belajar individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar

peserta didik, sedangkan belajar personal adalah interaktif educatif

berdasarkan keunikan peserta didik; bakat, minat, dan


50

kemampuan (personalisasi). KBK tidak akan berhasil secara

optimal tanpa individualisasi dan personalisasi. Dalam rangka

mengembangkan strategi individual personal, pengembangan

program KBK perlu melibatkan berbagai ahli, terutama ahli

psikologi, baik psikologi perkembangan, maupun psikologi belajar

(psikologi pendidikan).

4) Kemudahan Belajar

Kemudahan belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi

diberikan melalui kombinsasi antara pembelajaran individial

personal dengan pengalaman dilapangan, dan pembelajaran

secara tim (team teaching). Hal tersebut dilakukan melalui

berbagai saluran komunikasi yang dirancang untuk itu, seperti

video, televisi, radio, buletin, jurnal dan surat kabar. Berbagai

media komunikasi tersebut perlu didayagunakan secara optimal

untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik dalam

menguasai dan memahami kompetesi tertentu.

Menurut konsep kurikulum berbasis kompetensi, belajar

merupakan perubahan dari tidak bisa menjadi bisa melakukan.

Tujuan, sasaran dan penilaian semuanya terfokus pada

kompetensi yang dimiliki peserta didikatau pekerja yang mampu

dilakukannya setelah mengikuti pembelajaran.


51

5) Belajar Tuntas

Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat

dilakukan didalam kelas, dengan amsumsi bahwa didalam kondisi

yang tepat semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik

dan memperoleh hasil belajar secara maksimal terhadap seluruh

bahan yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil

belajar secara maksimal. Pembelajaran harus dilaksanakan

dengan sistematis. Terutama dalam mengorganisir tujuan dan

bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan

terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk

memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan

menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan penguasaan bahan

yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar melangkah

pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para

peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu

merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan

utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian

tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik perlu

memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehingga seluruh


52

peserta didik dapat mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar

secara maksimal (belajar tuntas).

a) Asumsi Belajar Tuntas

Belajar tuntas dilandasi oleh dua assumsi. Pertama,

mengatakan adanya korelasi antara tingkat keberhasilan

dengan kemampuan kompetensi (bakat). Kedua, apabila

pelajaran dilaksanakan secara sistematis, maka semua peserta

didik akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya.

b) Strategi Belajar Tuntas

Strategi belajar tuntas dapat diterapkan secara tuntas

sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan, terutama pada

level mikro, yaiutu mengembangkan individu dalam proses

pembelajaran dikelas. Strategi belajar tuntas dapat dibedakan

dari pengajaran non belajar tuntas terutama dalam hal-hal

berikut.

(1) Pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan

terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk

mendiagnosa kemajuan (diagnosa proggres test)

(2) Peserta didik baru dapat melangkah pada pembelajaran

berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan

pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang

ditetapkan.
53

(3) Pelayanan bimbingan dan penyuluhan terhadap anak didik

gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui

pembelajaran korektif, yang merupakan pengajaran

kembali, pengajaran tutorial, restrukturasi kegiatan belajar

dan pengajaran kembali kebiasan-kebiasaan belajar peserta

didik, sesuai dengan waktu yang diperlukan masing-masing.

Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom (1968),

dalam Mulyasa (2006) meliputi tiga bagian, yaitu

mengidentifikasi pra kondisi, mengembangkan prosedur

operasional dan hasil belajar. Pembelajaran klasikal meliputi :

(1) Corrective Technique. Semacam pengajara remedial, yang

dilakukan dengan peserta didik yang membutuhkan (belum

menguasai bahan secara tuntas), memberikan pengajaran

terhadap tujuan yang gagal oleh peserta didik, dengan

prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya.

(2) Memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang

membutuhkan (belum menguasai bahan secara tuntas).

a. Asumsi Kurikulum Berbasis kompetensi

Asumsi merupakan parameter untuk menentukan tujuan dan

kompetensi yang akan dispesifikasikan. Kosistensi dan validitas


54

setiap kompetensi harus sesuai dengan asumsi, meskipun tujuannya

selau diuji kembali berdasarkan masukan yang memungkinkan

terjadinya perubahan. Sedikitnya terdapat tujuh asumsi yang

mendasari kurikulum berbasis kompetensi. Ketujuh asumsi tersebut

adalah sebagai berikut :

1) Banyak sekolah yang memiliki guru yang profesional, dan tidak

mampu melakukan proses pembelajaran secara optimal.

2) Banyak sekolah yang hanya mengoleksi sejumlah mata pelajaran

dan pengalaman, sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan

menyajikan materi yang terdapat dalam setiap mata pelajaran.

3) Peserta didik bukanlah tabung kosong atau kertas putih bersih

yang dapat diisi atau ditulis sehendak guru, melainkan individu

yang memilki sejumlah potensi yang perludikembangkan.

4) Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam

hal tertentu memiliki potensi yang tinggi, tapi dalam hal lain biasa-

biasa saja, bahkan rendah.

5) Pendidikan berfungsi untuk mengkondisikan lingkungan yang

membantu peserta didik mengembangkan potensi diri yang

dimiliknya secara optimal.

6) Kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus berisi kompetensi

- kompetensi potensial yang tersusun secara sistematis, sebagai

jabaran dari seluruh aspek - aspek kepribadian peserta didik, yang


55

mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan dalam

kehidupan.

7) Kurikulum sebagai proses pembelajaran harus menyediakan

berbagai kemungkinan kepada seluruh peserta didik untuk

mengembangkan berbagai potensinya secara optimal.

Secara umum kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,

keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak. Sedangkan Kurkikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan pengaturan

tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai pembelajar,

penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber

daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah

(Depdiknas, 2002).

b. Asesmen Berbasis Kompetensi

Selama dekade terakhir, ada kecendrungan untuk mencari

alternatif terhadap jenis asesmen tradisional dalam bidang

pendidikan. Setidaknya ada 3 faktor yang berkontribusi terhadap

perlunya mengadakan perubahan dalam bidang asesmen, yaitu

adanya perubahan hakekat tujuan pendidikan, hubungan antara

asesmen dengan proses belajar dan mengajar dan keterbatasan

metode asesmen (Marzano, dkk, 1993). Dalam Mulyasa (2006)


56

Didengungkannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK)

belakangan ini menunjukkan adanya perubahan terhadap fokus

tujuan pendidikan untuk lebih memacu kompetensi peserta didik

untuk mampu berpikir kreatif, mengambil keputusan, memecahkan

masalah dan mampu mengatur diri sendiri (self management)

sehingga bias mencapai life-long learning outcomes yaitu a self-

directed learner, a collaborative worker, a complex thinker, a quality

producer dan community contributor. Dengan adanya perubahan

hakekat tujuan pendidikan tersebut, jenis asesmen standar yang

biasanya dipakai dalam bentuk tes objektif dianggap tidak cukup

untuk tujuan pendidikan seperti dipaparkan di atas. Kebanyakan tes

standar menyuruh pembelajar untuk memilih jawaban yang telah

disediakan.

Faktor yang kedua yang berkontribusi terhadap perlunya

alternatif dalam asesmen adalah hubungan antara asesmen dengan

proses mengajar dan belajar. Teori behavioristik dalam pengajaran

mencirikan adanya akumulasi dari keterampilan yang terpisah yang

sering diwarnai dengan asesmen-asesmen yang dilakukan pada

momen tertentu saja yang sering diukur dengan jenis tes objektif.

Pembelajar disuruh untuk menyelesaikan tes pada waktu tertentu

saja dan hasilnya sering dipakai untuk mengambil keputusan penting

apakah pembelajar boleh lulus satu mata kuliah atau tidak.


57

Proses belajar dan mengajar memiliki hubungan yang sangat

erat, sehingga apabila proses belajar terjadi secara holistik maka

asesmen yang diberikan pun semestinya dapat memberi informasi

yang holistik kepada pembelajar. Jenis asesmen yang diberikan

hendaknya sesuai dengan apa yang telah diajarkan di kelas, tidak

hanya berdasarkan hasil paper-pencil test saja. Berdasarkan hal ini

maka reformasi di bidang asesmen perlu dilakukan.

Faktor ketiga adalah cara bagaimana data diambil dan

dilaporkan. Para kritik dibidang pendidikan menyatakan bahwa

metode asesmen yang dilakukan selama ini tidak memberikan

masukan yang bermanfaat tentang penampilan pembelajar (learner).

Jenis tes tradisional seperti pilihan ganda tidak dapat memberikan

informasi tentang kemajuan pembelajar dalam hal apa yang telah

dipelajari dan bagaimana pembelajar telah mempelajarinya, dan tidak

dapat mencerminkan aktivitas otentik yang terjadi selama proses

belajar mengajar di dalam kelas. Tes tradisional biasanya

memberikan data pebelajar dengan nilai tertentu misalnya C atau B

yang hanya dilakukan berdasarkan satu jenis tes saja. Apabila

pembelajar (teacher) ingin meningkatkan pembelajaran, tidak hanya

mengukurnya, maka selayaknya mekanisme pencatatan dan

pelaporan perlu dicermati lagi.


58

Berdasarkan ke tiga faktor itulah kemudian, alternatif baru

asesmen sangat perlu dan mendesak untuk dilakukan sehingga

diperkenalkanlah paradigma baru dalam asesmen berbasis

kompetensi yang dikenal dengan istilah asesmen otentik (authentic

assessment).

j. Aspek-Aspek Kompetensi

Sejalan dengan pendapat tersebut, Gordon (1988) dalam

Mulyasa (2006) menjelaskan beberapa aspek yang harus terkandung

dalam kompetensi sebagai berikut :

1) Pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan untuk melakukan

sesuatu, misalnya dapat melakukan proses berpikir ilmiah untuk

memecahkan suatu persoalan manakala ia memiliki pengetahuan

yang memadai tentang langkah-langkah berpikir ilmiah.

2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif

yang dimiliki oleh individu. Misalnya siswa hanya mungkin dapat

memecahkan masalah ekonorni manakala ia memahami konsep-

konsep ekonomi.

3) Keterampilan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu

untuk melakukan tugas yang dibebankan. Misalnya siswa hanya

mungkin dapat melakukan pengamatan tentang mikroorganisme


59

manakala ia memiliki keterampilan bagaimana cara menggunakan

microscope sebagai alat.

4) Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan

secara psikologis telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga akan

mewarnai dalam segala tindakannya. Misalnya standar perilaku

siswa dalam melaksanakan proses berpikir seperti keterbukaan,

kejujuran, demokratis, kasih sayang, dan lain sebagainya.

5) Sikap (attitude), yaitu perasaan atau reaksi terhadap suatu

rangsangan yang datang dari luar, misalnya perasaan senang atau

tidak senang terhadap munculnya aturan baru, reaksi terhadap

diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi; dan lain

sebagainya.

6) Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan

suatu tindakan atau perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari

dan memperdalam materi pelajaran.

Dari uraian di atas, maka kompetensi bukan hanya ada dalam

tataran pengetahuan akan tetapi sebuah kompetensi harus

tergambarkan dalam pola perilaku. Artinya seseorang dikatakan

memiliki kompetensi tertentu, apabila ia bukan hanya sekadar tabu

tentang sesuatu itu, akan tetapi bagaimana implikasi dan

implementasi pengetahuan itu dalam pola perilaku atau tindakan

yang ia lakukan. Dengan demikian, maka kompetensi pada dasarnya


60

merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan

sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

k. Kompetensi Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi

KBK bukan hanya sekadar agar siswa memahami materi

pelajaran untuk mengembangkan kemampuan intelektual saja, akan

tetapi bagaimana pengetahuan yang dipahaminya itu dapat mewarnai

perilaku yang ditampilkan dalam kehidupannya. Sekarang

kompetensi apa yang harus dicapai oleh KBK terdapat 4 kompetensi

dasar yang harus dimiliki sesuai dengan tuntutan KBK:

1) Kompetensi akademik, artinya peserta didik harus memiliki

pengetahuan dan keterampilan dalam mengatasi tantangan dan

persoalan hidup secara independent.

2) Kompetensi okupasional, artinya peserta didik harus memiliki

kesiapan dan mampu beradaptasi terhadap dunia kerja.

3) Kompetensi kultural, artinya peserta didik harus mampu

menempatkan diri sebaik-baiknya dalam sistem budaya dan tata

nilai masyarakat yang pluralistik.

4) Kompetensi temporal, artinya peserta didik tetap eksis dalam

menjalani kehidupannya, serta mampu memanfaatkan ketiga

kemampuan dasar yang telah dimiliki sesuai dengan

perkembangan zaman.
61

l. Kurikulum Sekolah Menengah Jurusan Keperawatan

Pada kurikulum SMK jurusan keperawatan tercantum bidang

Praktek Sistem Ganda (PSG) pada program kejuruan.

Penyelenggaraan kurikulum SMK jurusan keperawatan

sepenuhnya dilakukan oleh sekolah, lalu diberikan kesempatan

untuk melaksanakan Pengalaman Kerja Lapangan di

industri/rumah sakit dalam waktu antara 3 sampai 6 bulan. Upaya

– upaya dilakukan dalam rangka mewujudkan peningkatan mutu

sumber daya manusia yang memiliki keahlian profesional. Oleh

karena itu, maka dipandang perlu memberikan kesempatan dan

memfasilitasi siswa untuk melakukan Praktik Sistem Ganda

dilahan praktik sebagai bahan penerapan konsep dan teori yang

telah diperoleh disekolah.

Landasan Hukum

Pelaksanaan Praktik Sistem Ganda (PSG) akan menjadi salah

satu bentuk penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan

sesuai dengan ketentuan pada Undang – undang Nomor 2 / 1989

tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan peraturan pemerintah

Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, dan

peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun1992 tentang Peranan

masyarakat dalam Pendidikan Nasional, dan Kepmendikbud

Nomor 080 / U / 1993 Tentang Kurikulum SMK, Sebagai berikut:


62

1. “Penyelenggaraan Pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur

yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah

(USPN, Bab IV, Pasal 10, ayat (1) )”

2. “ Penyelenggaraan sekolah menengah dapat bekerja sama dengan

masyarakat terutama dunia usaha dan dermawan untuk

memperoleh sumber daya alam dalam rangka menunjang

penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan “ ( PP 29 , BAB

XI, Pasal 29, ayat (1) )”

3. “Pengadaan dan Pendayagunaan sumber daya pendidikan

dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan atau keluarga peserta

didik”. ( UUSPN, BAB VIII, Pasal 33)

4. “Masyakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan seluas –

luasnya untuk berperan dan atau latihan “ (PP 39, BAB III, Pasal 4,

butir (8) )”

5. “ Peran serta masyarakat dapat berbentuk pemberian kesempatan

untuk magang dan atau latihan kerja”. (PP 39 BAB III, Pasal 4, butir

(8) )

6. “ Pemerintah dan masyarakat menciptakan peluang yang sangat

besar untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam sistem

Pendidikan Nasional”. ( PP 39, Pasal 8, Ayat (2) )


63

7. “ Pada sekolah menengah dapat dilakukan uji coba gagasan baru

yang diperlukan dalam rangka pengembangan pendidikan

menengah”. ( PP 29, BAB XIII, Pasal 32, Ayat (2) ).

Standar Kompetensi yang dicapai SMK Jurusan keperawatan

meliputi:

1. Pemeriksaan Tanda Vital

a. Menghitung pernafasan

b. Mengukur suhu tubuh melalui axilla

c. Mengukur tekanan darah

d. Menghitung denyut nadi

e. Menimbang berat badan pasien dewasa

2. Kebersihan diri ( Personal Hygiene)

a. Membantu menyikat gigi

b. Merawat gigi palsu

c. Mencuci rambut

d. Membersihkan mulut

e. Menyisir rambut

f. Menggunting kuku

g. Memandikan pasien

3. Kebersihan lingkungan
64

a. Mengganti alat tenun tempat tidur ( dengan pasien

diatasnya)

b. Merapikan tempat tidur (dengan atau tanpa pasien)

4. Pemenuhan kebutuhan nutrisi

a. Menyiapkan dan membantu makan dan minum pasien

b. Memberikan makan melalui pipa lambung (Asisten)

5. Pemenuhan kebutuhan eliminasi

a. Membantu pasien BAK dan BAB

6. Mobilisasi dan Ambulasi

a. Membantu pasien yang dapat pindah sendiri dari tempat

tidur kekereta dorong

b. Membantu pasien pindah dari tempat tidur kekursi roda atau

sebaliknya

c. Memindahkan pasien dari tempat tidur kekereta dorong (

oleh 2 atau 3 orang perawat)

7. Termoregulasi

a. Memberikan kompres hangat

8. Memberikan posisi tidur

a. Memiringkan pasien

b. Memberikan posisi fowler

c. Memberikan posisi semi fowler

d. Memberikan posisi SIM


65

e. Memberikan posisi dorsal recumbent

9. Mencuci tangan biasa dan aseptik

10. Membantu pasien muntah

i. Clinical Instructor (CI)

CI adalah seorang yang diangkat dan diberikan tugas oleh

institusi pelayanan atau pendidikan kesehatan untuk memberikan

bimbingan kepada siswa, mahasiswa yang sedang mengikuti

kegiatan pembelajaran praktek klinik di rumah sakit (Pusdiknakes,

2004: 8). CI adalah pembimbing atau guru perawat (nurse teacher).

Kegiatan pembelajaran klinik merupakan suatu bentuk kegiatan

belajar mengajar dalam konteks pelayanan nyata. Maksudnya

mahasiswa belajar memberikan pelayanan kepada pasien yang

membutuhkan pelayanan kesehatan tersebut. Mahasiswa belajar

bekerja sesuai dengan standar pelayanan profesi keperawatan.

Selama proses pembelajaran klinik keperawatan terjadi proses

interaksi antara CI, mahasiswa, dan pasien. Ketiga komponen ini

akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran praktek

klinik keperawatan.

Pusdiknakes (2004:9) menetapkan tugas yang dapat dikerjakan

CI dalam rangka kegiatan pembelajaran praktek klinik yaitu : (a)

merumuskan tujuan pembelajaran praktek klinik, (b) menentukan


66

indikator pencapaian target kompetensi praktek, (c) mengidentifikasi

tempat praktek klinik, (d) mengidentifikasi dan menentukan peralatan

atau sumber yang diperlukan selama pembelajaran praktek klinik, (e)

memfasilitasi mahasiswa memperoleh target kompetensi dan alat-alat

yang digunakan, (f) memecahkan masalah belajar praktek, (g)

membangkitkan dan mendorong semangat mahasiswa selama

mengikuti pembelajaran praktek klinik dan menghargai kerja

mahasiswa, (h) memberikan contoh pelayanan keperawatan

terhadap pasien secara nyata kepada mahasiswa, (i) melakukan

penilaian kepada mahasiswa yang mengikuti pembelajaran praktek

klinik, (j) membuat laporan pembelajaran praktek klinik.

Menurut Turney (dalam Ewan, 1994: 115) peran yang

diharapkan dari CI agar pembelajaran klinik efektif dan efisien adalah

peran manajerial, konselor, evaluator, memberikan penilaian,

observer dan memberikan umpan balik terhadap pencapaian tugas

mahasiswa.

Instruktur klinik atau CI berperan sebagai ahli, fasilitator, pelatih

dan pemberi umpan balik. Instruktur atau CI berperan utama dalam

meningkatkan proses belajar mahasiswa melalui dukungan, bertindak

sebagai model peran, peran sosialisasi, dan bertindak sebagai penilai

(Kilcullen, 2007). Instruktur klinik juga berfungsi sebagai mentor.


67

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas CI

dalam kegiatan penyelenggaraan pembelajaran klinik adalah

merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi pembelajaran praktek

klinik.

CI dapat memperkaya pengetahuan mahasiswa melalui enam

cara. Keenam cara tersebut meliputi: 1) mempersiapkan mahasiswa

melalui penjelasan, demonstrasi, atau memberi kesempatan

memperoleh informasi, 2) mengkonfirmasi pelajaran melalui umpan

balik dan ringkasan, 3) memberikan pengalaman langsung, 4)

memberikan tantangan, dan waktu refleksi, 5) menghargai

mahasiswa sesuai kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, 6)

dan menunjukkan perilaku profesional dalam komunikasi dan praktik

berdasarkan evident base practice (Cole & Wessel, 2008).

a. Syarat CI

Berdasarkan syarat dan kriteria seorang CI adalah sebagai

berikut :

1) Kriteria CI D3 Keperawatan / D3 Kebidanan

a. Mempunyai sertifikasi CI.

b. Mempunyai kredibilitas yang baik dalam pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap.


68

c. Tingkat pendidikan D3 Keperawatan/ D3 Kebidanan dengan

masa kerja 5 tahun.

d. Tingkat pendidikan DIV Keperawatan/ DIV Kebidanan dengan

masa kerja 2 tahun.

e. Tingkat pendidikan S1 Keperawatan (Ners) dengan masa kerja

minimal 1 tahun.

2) Kriteria CI S1 Keperawatan (Ners)

a. Mempunyai sertifikasi CI.

b. Mempunyai kredibilitas yang baik dalam pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap.

c. Tingkat pendidikan S1 Keperawatan (Ners) dengan masa kerja

minimal 1 tahun.

b. Hubungan Pelatihan CI dengan Lingkungan Belajar Klinik

(Clinical Learning Environment)

1. Hubungan Pelatihan CI dengan Beban Kerja

Salah satu materi pelatihan CI yaitu pembelajaran orang

dewasa atau andragogi. Pembelajaran ini menitikberatkan pada

proses pemecahan masalah baik itu masalah pribadi CI maupun

masalah yang dialami di lingkungan belajar klinik. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Jogjakarta tahun 2008 menyatakan bahwa beban kerja yang dialami


69

oleh para perawat merupakan suatu masalah yang menjadi

penyebab rendahnya minat perawat menjadi seorang CI.

Pelatihan CI jika ditilik lebih dalam merupakan sarana yang

baik sebagai bekal seorang CI bekerja di lapangan. Hal ini

dikarenakan dalam pelatihan CI diberikan teknik-teknik pemecahan

masalah beban kerja yang dialami oleh para CI. Sehingga, pada

akhirnya diharapkan melalu materi pelatihan mengenai teknik-teknik

pemecahan masalah dalam materi pembelajaran orang dewasa,

seorang CI dapat mengatasi beban kerjanya sehingga tidak menjadi

stressor dan dari situ dapat tercipta suatu lingkungan belajar yang

baik.

2. Hubungan Pelatihan CI dengan Atmosfer Sosial

Rotem et al (1999) sebuah lingkungan belajar tersusun dari teori

pembelajaran dan teori organisasi. CI yang merupakan komponen

dari lingkungan belajar juga tidak terlepas dari kedua teori tersebut.

Seorang CI dalam sebuah lingkungan belajar klinik juga harus

mampu berorganisasi yaitu berinteraksi dengan orang-orang

disekitarnya. Ia harus berusaha agar bisa diterima, diakui, seta dinilai

sebagai anggota tim oleh rekan dan staf rumah sakit lain.

Hubungannya dengan sebuah pelatihan yaitu, dalam sebuah

pelatihan diberikan materi mengenai dinamika kelompok dimana

didalamnya tercakup pembelajaran mengenai cara seorang CI


70

bersosialisasi dalam sebuah kelompok agar dapat diterima, diakui,

dan dinilai dalam lingkungan belajar klinik. Lazimnya, seorang CI

yang telah mendapat materi pelatihan tersebut dapat

mengaplikasikannya sehingga tercipta suatu lingkungan belajar klinik

yang nyaman.

3. Hubungan Pelatihan CI dengan Supervisi

Rotem et al (1999) menyatakan bahwa supervisi keperawatan

merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan tugas dalam rangka mencapai tujuan. Supervisi

memerlukan pengetahuan dasar manajemen, ketrampilan hubungan

antar manusia, dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan

kepemimpinan.

Hal tersebut diatas dengan sangat gamblang dijelaskan dalam

materi dinamika kelompok. Namun dalam hubungannya dengan

pelatihan CI, instrumen lingkungan belajar klinik yang sangat

berhubungan dengan kegiatan supervisi yaitu ilmu pengetahuan

dasar. Seorang CI yang mampu menyerap seluruh materi pelatihan

maka ia akan memiliki ilmu pengetahuan dasar yang tinggi dan selalu

siap untuk disupervisi oleh supervisor CI. Keadaan yang demikian

akan membuat keseimbangan pelayanan keperawatan dan

manajemen sumber daya yang tersedia akan selalu bertahan

sehingga lingkungan belajar pun akan menjadi menyenangkan. Disini


71

seorang CI juga bertindak sebagai seorang supervisor bagi

mahasiswa praktek bimbingannya. Seorang CI yang sudah

memahami konsep supervisi akan menjadikan supervisi sebagai

bagian dari evaluasi untuk menuju sebuah lingkungan belajar yang

tidak monoton.

j. Konsep Tingkat Kepuasan Siswa

a. Pengertian Kepuasan

Menurut Doherty (2003), dalam konsep psikologi, kepuasan

mudah untuk dipahami tapi sulit untuk didefinisikan. Konsep

kepuasan meliputi kebahagiaan, kesenangan dan kualitas hidup.

Kepuasan bukan suatu fenomena yang sudah ada sebelumnya

untuk diukur, tapi sebuah bentuk penilaian dari waktu ke waktu

sebagai pengalaman. Definisi sederhana dari kepuasan yaitu

derajat keinginan yang telah dicapai.

Kotler (dalam Wiyono, 2002) mendefinisikan kepuasan adalah

tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil

dari membandingkan penampilan hasil produk yang dirasakan dalam

hubungannya dengan harapan seseorang.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa kepuasan siswa adalah perasaan senang, puas


72

pada siswa karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam

menerima bimbingan klinik berbasis kompetensi .

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

Menurut Pasuraman (dalam Naik, Gantasala, dan Prabhakar,

2010) ada lima dimensi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan /

siswa terhadap kualitas pelayanan bimbingan klinik:

1) Tangibles, penampilan fisik (kerapian petugas), kebersihan dan

kenyamanan ruangan, perlengkapan dan sarana komunikasi.

2) Reliability, keandalan dan keterampilan petugas kesehatan dalam

memberikan perawatan, mampu menyampaikan layanan secara

benar sejak awal (right the first time) dan memenuhi janji

(memberikan pelayanan sesuai dengan jadwal).

3) Responsiveness, kecepatan petugas memberikan tanggapan.

4) Assurance, pengetahuan, sopan santun dan sifat dapat dipercaya,

bebas dari resiko atau keragu-raguan tindakan yang akan

dilakukan.

5) Emphaty, sikap peduli yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.

c. Mengukur kepuasan
73

Menurut Tjiptono (2012), prinsip dasar yang melandasi

pentingnya pengukuran kepuasan pelanggan adalah “doing best what

matters most to customers” (melakukan yang terbaik aspek-aspek

terpenting bagi pelanggan). Ada beberapa metode yang dapat

dipergunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan,

diantaranya:

1) Sistem keluhan dan saran

Pemberi jasa perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi

para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan

keluhan mereka seperti kotak saran, kartu pos berprangko, saluran

telepon bebas pulsa, website, email, fax, blog, dan lain-lain.

2) Ghost shopping (mystery Shopping)

Yaitu salah satu bentuk riset observasi partisipatoris yang

memakai jasa orang-orang yang ‘menyamar’ sebagai pelanggan

perusahaan dan pesaing sembari mengamati secara rinci aspek-

aspek kualitas produk.

3) Lost customer analysis

Metode ini dengan menghubungi pelanggannya yang telah beralih

pemasok dalam rangka memahami penyebabnya dan melakukan

perbaikan layanan.

4) Survei kepuasan pasien.


74

Melalui survei, akan diperoleh tanggapan dan umpan balik secara

langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif

bahwa pemberi jasa menaruh perhatian kepada pelanggannya.

Kepuasan atau ketidakpuasan adalah suatu keputusan

penilaian. Satu langkah lebih maju daripada membandingkan

penggunaan pengalaman (nilai riil) terhadap beberapa standart

terhadap nilai yang diharapkan atau diantisipasi. Puas atau tidak

puas tergantung pada sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa

senang atau tidak senang) dan tingkatan daripada evaluasi “baik atau

tidak” untuk dirinya, melebihi atau dibawah standar.

Standar adalah suatu harapan dimana nilai yang diharapkan

akan terwujud, sebelumnya lebih dulu melakukan pembelian atau

menggunakan. Standar dapat berupa :

1) Penampilan yang diperkirakan.

2) Berdasarkan norma dan pengalaman

3) Kewajaran

4) Nilai – nilai

5) Ideal

6) Toleransi minimum

7) Kepantasan

8) Keinginan atau janji penjual.


75

“Pelanggan adalah raja” adalah motto yang popular. Banyak

slogan dipergunakan untuk mengenal pelanggan kita dan

dipergunakan untuk motivasi

k. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini

sebagai berikut :

1. Laksono, Februari 2010 dengan judul Hubungan Persepsi Mahasiswa

tentang Peran Pembimbing Klinik dengan Tingkat Kecemasan pada

Saat Praktek Klinik Akbid Bhakti Husada Madiun. Hasil penelitian ini

didapatkan 52,7% responden mempunyai presepsi positif tentang

adanya peran pembimbing klinik, dan 50,4 % respoden merasa cemas

dalam praktek klinik. Dari hasil analisa tes Chi Square menjelaskan

adanya hubungan yang signifikan antara peran pembimbing klinik dan

tingkat kecemasan dilahan praktek.

2. Azizah, 24 - 29 Februari 2012 dengan judul Tingkat Kepuasan

Bimbingan Klinik Mahasiswa Keperawatan program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Diponegoro. Penelitian ini menggunakan

desain kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dan telah

dilakukan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro pada 57 responden. Hasil pengukuran tingkat

kepuasan menunjukkan bahwa 34 responden (59,6%) puas terhadap


76

bimbingan klinik dan 23 responden (40,4%) tidak puas terhadap

bimbingan klinik. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagian besar

mahasiswa keperawatan puas terhadap bimbingan klinik.

D. Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori adalah kerangka berpikir yang bersifat teoritis

mengenai masalah, memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan

- kekurangan pada pengetahuan peneliti (Silalahi, 2003).

KLINIKAL
INSTRUKTUR ( CI )

BIMBINGAN KLINIK Sumber: Pusdiknakes


(2004). Kriteria
BERBASIS KOMPETENSI Pembimbing Klinik
Keperawatan KEPUASAN SISWA :
- Penugasan Klinik 1. Tangible
- Pre dan Post Coference 2. Reliability
- Ronde Keperawatan 3. Responsiveness
Proses Bimbingan
- Bed Side Teaching 4. Assuranee
klinik
- Demontrasi 5. Emphaty
- Observasi
- Belajar Mandiri Sumber: Nursalam.
(2008). Konsep dan
Sumber: White, R. & Ewan, C. penerapan metodologi
( 1991 ), Clinical Teaching in penelitian ilmu
Nursing, London: Chapman and keperawatan
Hall

Gambar 2.2 Kerangka Teori Peneliti


77

E. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian pada hakikatnya adalah suatu uraian

dan visualisasi konsep-konsep serta variabel-variabel yang akan diukur/

diteliti (Notoatmodjo, 2010)

Variabel Independen Variabel Dependen

Puas
BIMBINGAN KLINIK
Kepuasan Siswa :
BERBASIS KOMPETENSI
1.Tangible
- Penugasan Klinik
2.Reliability
- Pre dan Post Coference
3.Responsiveness
- Ronde Keperawatan
4.Assuranee
- Bed Side Teaching
5.Emphaty
- Demontrasi
Tidak Puas
- Observasi
- Belajar Mandiri

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Yang diteliti

: Yang tidak diteliti


78

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2006). Menurut La Biondo dan Haber (1994) dalam Nursalam

(2011) menyebutkan hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang

hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab

suatu pertanyaan dalam penelitian. Hipotesis adalah suatu jawaban

sementara dari penelitian patokan duga, dalil sementara, yang

kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Berdasar bentuk rumusnya hipotesis digolongkan menjadi 2 yaitu

hipotesis kerja (hipotesa alternatif) yang nantinya menyatakan ada

hubungan antara variable x dan y, dan hipotesa nol (hipotesa statistik)

yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel x dan y.

Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian

adalah sebagai berikut :

1. Hipotesa Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara penerapan bimbingan klinik berbasis

kompetensi dengan tingkat kepuasan siswa SMK Jurusan

Keperawatan di RSUD.I.A. Moeis Samarinda


79

2. Hipotesa Nol (H0)

Tidak ada hubungan antara penerapan bimbingan klinik berbasis

kompetensi dengan tingkat kepuasan siswa SMK Jurusan

Keperawatan di RSUD.I.A. Moeis Samarinda.

Anda mungkin juga menyukai