Anda di halaman 1dari 25

Makalah

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dan Pelaku Usaha (Produsen)

Untuk Memenuhi Salah Tugas


Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Oleh
S1 AKUNTANSI A/VI

Kelompok :

1. I Gede Bagus Merta (151303SA)


2. Dyah Verronicka Chandra (151293SA)
3. I Made Budiarsa (151304SA)
4. Esi Arianti (151346SA)
5. Karina Olivia (151309SA)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI AMM MATARAM

MARET 2018
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang sebesar besarnya kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang
diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Aspek Hukum Perlindungan
Konsumen dan Pelaku Usaha (Produsen)”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman kita mengenai
materi aspek hukum dalam ekonomi khususnya Bab yang kami bahas agar nantinya kita
dapat memahami apa itu konsumen, apa saja perlindungan konsumen, apa saja hak dan
kewajiban konsumen serta apa saja aspek pelaku usaha.
Dalam menulis makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menjadikan dan menyajikan materi ini agar lebih menarik,mudah dibaca,dan mudah
dimengerti. Selamat membaca dan semoga sukses.

Penulis

Mataram,15 Maret 2018

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2.Rumusan Permasalahan ................................................................................. 2
1.3.Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 4
3.1. Pengertian Konsumen ................................................................................... 4
3.2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen ....................................................... 4
3.3. Perlindungan Konsumen............................................................................... 6
3.4. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ................................................... 8
3.5. Hak dan Kewajiban Konsumen .................................................................... 10
3.6. Pelaku Usaha ................................................................................................ 11
3.7. Prinsip – Prinsip Perlindungan Konsumen ................................................... 18
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 21
4.1. Kesimpulan ................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan.


Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan
perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan,
masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan
konsumen perlu diperhatikan.

Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara
seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak
bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang
dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun
penawaran barang secara langsung.
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan,
konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak
bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa
yang dikonsumsinya.
Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari
kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen
karena ada beragam variasi produk barang dan jasa yang bias dikonsumsi.
Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh teknologi
informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas
dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang dipasarkan bisa
dengan mudah dikonsumsi.
Permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya sekedar bagaimana memilih
barang, tetapi jauh lebih kompleks dari itu yang menyangkut pada kesadaran
semua pihak, baik pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang
pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus
menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas,
aman untuk digunakan atau dikonsumsi, mengikuti standar yang berlaku, dengan
harga yang sesuai. Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang-undang
serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya

1
barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk
mengawasi berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik.
Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan
konsumen yang direncanakan adalah untuk meningakatkan martabat dan
kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam
menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Yang perlu disadari oleh konsumen adalah mereka mempunyai hak yang
dilindungi oleh undang-undang perlindungan konsumen sehingga dapat
melakukan sasial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan
pemerintah. Dengan lahirnya undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen diharapkan upaya perlindungan konsumen di indonesia
dapat lebih diperhatikan.
1.2. Rumusan Masalah

Menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999


tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), faktor utama
yang menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah
masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya. Tentunya, hal
tersebut terkait erat dengan rendahnya pendidikan konsumen.

Selain kurangnya tingkat kesadaran konsumen akan hak-hak dan


kewajibanya yang terkait dengan tingkat pendidikannya yang rendah,pemerintah
selaku penentu kebijakan,perumus,pelaksana sekaligus pengawas atas jalanya
peraturan yang telah dibuat sepertinya masih kurang serius dalam menjalankan
kewajibannya.
Produsen yang yang mencari keuntungan pun masih membandel dengan
menghalalkan segala cara untuk memaksimalkan laba yang diperoleh tanpa
memperhatikan undang-undang yang berlaku serta keselamatan konsumennya.
1.3. Tujuan
1. Memahami apa itu konsumen
2. Mengetahui apa saja dasar hukum perlindungan konsumen
3. Memahami apa itu perlindungan konsumen
4. Mengetahui apa saja asas dan tujuan perlindungan konsumen

2
5. Mengetahui apa saja yang menjadi hak dan kewajiban konsumen
6. Mengetahui apa saja yang termasuk hak dan kewajiban pelaku usaha
(produsen)
7. Memahami apa saja tanggungjawab pelaku usaha (produsen)
8. Mengetahui apa saja sanki – sanki jika pelaku usaha merugikan konsumen
9. Mengetahui apa saja prinsip – pinsip perlindungan konsumen

3
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsumen
Konsumen secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang
membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese
orang yangmenggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang. Dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen orang yang
berststus sebagai pemakai barang dan jasa.
B. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki


dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar
hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan
dengan penuh optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang
dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum
konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang / jasa. Pada
tanggal 30 Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk
disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini
sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:

 Undang - Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal
21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821

4
 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang
ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan


dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses
perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal
pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih
terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau
dasar hukum sebagai berikut :
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21
Juli
2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21
Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen.
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21
Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta

5
Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota
Malang, dan Kota Makassar
 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat.
 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota
Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan.
C. Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan
konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang
diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku
usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak
konsumen.Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat
hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka
pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau
dilanggar oleh pelaku usaha.
Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya
kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula
dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan
segala kebutuhan diantara keduanya”.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan


mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional
termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap
konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang
berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara
Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada
dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang

6
perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang
tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa undang-undang yang
materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang
Barang, menjadi Undang-undang;
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah;
 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan
Industri
 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing
The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia);
 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1987;
 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;

7
 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan
intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen
ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak
Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur
dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan
hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang
baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen.
Dengan demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan
paying yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang
perlindungan konsumen.
D. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
1. Asas Perlindungan Konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
a. Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
b. Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan

8
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen.
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
2. Tujuan Perlindungan Konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri.
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut
hak- haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.

9
E. Hak dan Kewajiban Konsumen
1. Hak Konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen
sebagai berikut :
 Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang/jasa.
 Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang/jasa.
 Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang
digunakan.
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
 Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskrimainatif.
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika
barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan
dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak
merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak
konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari
akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa
kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang
dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.

Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP.

10
Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti
telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU
No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur
tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang
melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya
(bab IX, X, dan XI).

2. Kewajiban Konsumen

Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan


a.a.Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :

 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian


atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
 Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
 Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
 Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
F. Pelaku Usaha
1. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pelaku usaha adalah orang yang menyediakan barang atau jasa sebagai
pemuas kebutuhan bagi konsumen. Karena pelaku usaha adalah orang yang
berhubungan secara langsung terhadap konsumen, maka pemerintah
menetapkan aturan untuk pelaku usaha, diantaranya adalah hak dan
kewajiban pelaku usaha, serta hal-hal yang dilarang untuk dilakukan sebagai
seorang pelaku usaha karena dapat menimbulkan dampak yang buruk kepada
konsumen.

Hak-hak pelaku usaha adalah :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan


mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan yang beritikad
tidak baik.

11
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri di dalam penyelesaian hukum
sengketa.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hokum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang
diperdagangkan.

Kewajiban pelaku usaha adalah :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.


b. Memberikan informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang
atau jasa tertentu serta member jaminan atau garansi atas barang yang dibuat
atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.
g. Member kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

2. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

Pelaku usaha adalah orang yang berhubungan langsung dengan konsumen, maka dari itu
pemerintah mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
dalam UU perlindungan konsumen. Berikut ini adalah perbuatan-perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha.

12
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa yang :
 Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan peruundang-undangan.
 Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaiman yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut.
 Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya.
 Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan bbarang atau
jasa tersebut.
 Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang atau jasa tersebut.
 Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang atauu jasa tersebut.
 Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau
pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
 Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana mestinya
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
 Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat atau isi bersih(netto), komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang
atau dibuat.
 Tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

13
Pasal 9
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan satu barang atau
jasa secara tidak benar, dan atau seolah olah :
 Barang tersebuut telah memenuhi dan memiliki potongan harga, harga
khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik
tertentu, sejarah atau guna tertentu.
 Barang tersebut dalam keadaan baik atau baru.
 Barang atau jasa tersebut telah mendapatkan atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja
atau aksesori tertentu.
 Barang atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai
sponsor, persetujuan, afiliasi.
 Barang atau jasa tersebut tersedia.
 Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
 Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
 Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.
 Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang atau jasa lain.
 Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,
tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang
lengkap.
 Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
 Barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperdagangkan
 Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadapa ayat (1) dilarang
melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang atau jasa
tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromoosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan menggenai :

 Harga atau tarif barang atau jasa.

14
 Penggunaan suatu barang atau jasa.
 Kondisi, tanggunagn, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau
jasa.
 Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
 Bahaya penggunaan barang atau jasa.

Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,
dilarang mengelabui atau menyesatkan konsumen dengan :

 Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi


standar mutu tertentu.
 Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung
cacat tersembunyi.
 Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan
maksud menjual barang yang lain.
 Tidak menyediakan barang dengan juumlah tertentu atau jumlah cukup
dengan maksud menjual barang yang lain.
 Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah
cukup dengan maksud menjial jasa yang lain.
 Menaikan harga atau tarif barang atau jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang
atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku
usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan
jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
Pasal 13

 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan


suatu barang atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa
barang atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak
memberikannya atau memberikan sebagaimana yang dijanjikannya.

15
 Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan
obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa
pelayanan kesehatan dengan menjanjikan pemberian hadiah berupa
barang atau jasa lain.

Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujuka untuk diperdagangkan
memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :

 Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan.


 Mengumumkan khasilnyya tidak melalui media massa.
 Memberikan hadiah tidak sesuai yang dijanjikan.
 Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Pasal 15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa dilarang melakukan dengan cara
pemakdaan cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen.
Pasal 16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang untuk :

 Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai


dengan yang diijanjikan.
 Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi.

Pasal 17
Pelaku periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
 Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan
dan harga barang atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang
atau jasa.
 Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang atau jasa.
 Memuat informasi yang keliru,salah,atau tidak tepat mengenai barang
atau jasa.

16
 Tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang atau jasa.
 Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan.
 Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan.
 Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah
melanggar ketentuan pada ayat (1).
3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Pasal 19

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,


pencemaran, atau kerugian konsumen akibat mengkonsuumsi barang atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang atau jasa sejenis setara ini lainnya, atau perawatan
kesehatan atau jasa yang sejenis atau setara ini lainnya, atau perawatan
kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pergantian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal
transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen.

4. Sanki – Sanki Jika Pelaku Usaha Merugikan Konsumen

Sanksi bagi pelaku usaha menurt UU No.8 tahun 1999 tentang


perlindungan konsumen. Sanksi perdata ganti rugi dalam bentuk :

a. Pengembalian uang
b. Penggantian uang

17
c. Perawatan kesehatan
d. Pemberian santunan ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari
setelah tanggal transaksi
e. Sanksi administrasi ganti rugi dalam bentuk :

Maksimal Rp. 200.000.000, melalui BPSK jika melanggar pasal 19 ayat


(2) dan (3), 20,25 sanksi pidana, kurungan :

 Penjara 5 tahun denda Rp. 2.000.000.000, pasal 8,9,10,13 ayat (2),15,17


ayat (1) huruf a, b, c, dan denda pasal 182.
 Penjara 2 tahun denda Rp. 5.000.000.000, pasal 11,12,13,ayat
(1),14,16,17 ayat (1) huruf d dan f ketentuan piidana lain (diluar UU
No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen)
 Jika konsumen luka berat, cacat berat, sakit berat, atau kematian
dikenakan 11 hukuman tambahan antara lain :
Pengumuman keputusan hakim
f. Pencabutan izin usaha
g. Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
h. Wajib menarik dari peredaran barang atau jasa.
i. Hasil pengawasan diisebarluaskan kepada masyarakat.

G. Prinsip – Prinsip Perlindungan Konsumen


1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kelalaian

Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang
bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawabysng ditentuksn oleh perilaku produsen.
Sifat subjektifitas muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati
mencegah timbulnya kerugian pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian
produsen yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor
penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen.
Di samping faktor kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti kerugian
berdasarkan kelalaian produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :

18
 Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai
kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya
kerugian konsumen.
 Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas
produknya sesuai dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau
digunakan.
 Konsumen penderita kerugian.
Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada
konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan kerugian konsumen).Dalam
prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian juga mengalami perkembangan dengan
tingkat responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan konsumen, yaitu:
a. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan Kontrak
b. Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap Persyaratan Hubungan
Kontrak
c. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak
d. Prinsip Paduga Lalai dan Prinsip Bertanggung Jawab dengan Pembuktian
Terbaik.
2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Wanprestasi

Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran hukum juga


memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi. Tanggung
jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah tanggung jawab berdasarkan
kontrak. Ketika suatu produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya
melihat isi kontrak atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak,
baik tertulis maupun lisan. Keuntungab bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori
ini adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang tidak
didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual untuk memenuhi janjinya.
Itu berati apabila produsen telah berupaya memenuhi janjinya tetapi konsumen tetap
menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung jawab untuk mengganti
kerugian. Akan tetapi, dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi terdapat
beberapa kelemahan yang dapat mengurangi bentuk perlindungan hukum terdapat
kepentingan konsumen, yaitu :

19
 Pembatasan waktu gugatan.
 Persyaratan pemberitahuan.
 Kemungkinan adanya bantahan.
 Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal
maupun vertikal.

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut prinsip ini,
produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas
penggunaan produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab mutlak strict liability,
yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti
kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar
hukum pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya
hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya. Dengan
diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang merasa
dirugikan akibat produk barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi
tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di pihak produsen.
Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam hukum
tentang Product liability adalah :
 Diantara korban / konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak, beban
kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
 Dengan menempatkan / mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti
produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk
digunakan, bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab.

20
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta
perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan dengan meningkatkan
kualitas pendidikan yang layak atas mereka, mengingat faktor utama perlakuan
yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya
kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.
Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta pengawas atas jalannya
hukum dan UU tentang perlindungan konsumen harus benar-benar
memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan produksi dan
konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba berjalan
dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen
yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka
dirugikan karena kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak
sesuai dengan setandar berproduksi yang sudah tertera dalam hukum dan UU
yang telah dibuat oleh pemerintah.
Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan
agar tercipta harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba
tanpa membahayakan konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum.

21
Daftar Pustaka
http://lailyazharul.blogspot.com/2010/03/pengertian-konsumen.html
http://www.tunardy.com/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen/
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya-uu-perlindungan-
konsumen-bab3-bagian1.htm
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya-uu-perlindungan-
konsumen-bab3-bagian2.htm
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya-uu-perlindungan-
konsumen-bab4-bagian1.htm
http://hukumpedia.com/index.php?title=klausula baku
http://www.scribd.com/doc/59320017/tanggung-jawab-pelaku-konsumen
http://www.scribd.com/doc/59320017/makalah-perlindungan-konsumen
http://rumah-akuntansi.blogspot.co.id/2014/03/makalah-aspek-hukuk-perlindungan.html

22

Anda mungkin juga menyukai