Anda di halaman 1dari 11

Pasal 101

ayat
1. Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi,
mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang
dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
 Dikaitkan dengan PP No 72 Tahun 1998 pasal 16 ayat 1 butir ke 2 dan berbunyi
Badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi
yang berupa obat tradisional dan kosmetika.
 Dikaitkan dengan PP No 72 Tahun 1998 pasal 57 butir ke 3 dan berbunyi
Melaksanakan penelitian dan pengembangan produksi sediaan farmasi yang
berupa obat tradisional dalam rangka perluasan dan pemerataan pelayanan
kesehatan.
 Dikaitkan dengan PP No 72 Tahun 1998 pasal 9 ayat 2 Sediaan farmasi yang
berupa obat tradisional tertentu yang diproduksi oleh perorangan tidak harus
memiliki ijin edar.
2. Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi,mengedarkan, mengembangkan,
meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Dikaitkan dengan

Pasal 102
Ayat
1. Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat
dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan.
 Dikaitkan dengan Pp 51 2009 Pasal 24 butir 3 yang berbunyi menyerahkan obat
keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan.
 Dikaitkan dengan Pp 51 2009 Pasal 24 butir 3 yang berbunyi menyerahkan obat
keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 103
Ayat
1. Setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika
dan psikotropika wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan tertentu.
 Dikaitkan dengan
2. Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan, peredaran, serta penggunaan narkotika dan
psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
 Dikaitkan dengan

Pasal 104
Ayat
1. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
khasiat/kemanfaatan
 Dikaitkan dengan PP No 72 Tahun 1998 Pasal 26 ayat 1: Penandaan dan
informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak obyektif, tidak
lengkap serta menyesatkan dapat mengakibatkan penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang salah, tidak tepat atau tidak rasional yang
dapat membahayakan kesehatan atau jiwa pengguna sediaan farmasi dan alat
kesehatan

 Dikaitkan dengan PP No 72 Tahun 1998 Pasal 36 : yang berbunyi Untuk


melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan, dilakukan pengujian kembali sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang diedarkan.
 Dikaitkan dengan PP No 72 Tahun 1998 Pasal 60 butir 3 yang berbunyi Menjamin
tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi
pelayanan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan kesehatan.

2. Penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara rasional.

 Dikaitkan dengan

Pasal 105
Ayat
1. Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat
farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.
 Dikaitkan dengan

2. Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.
 Dikaitkan dengan

Pasal 106
Ayat
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
 Dikaitkan dengan

2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan
objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
 Dikaitkan dengan

3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian
terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan,
dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Dikaitkan dengan

Pasal 107
Ayat
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 108
Ayat
1. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Dikaitkan dengan

2. Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
 Dikaitkan dengan

Pasal 109
Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta
mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan
minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman
bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan.

Pasal 110
Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk
makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil
olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang mengecoh dan/atau yang disertai
klaim yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Pasal 111
Ayat
1. Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada
standar dan/atau persyaratan kesehatan.
 Dikaitkan dengan
Peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 31 tahun2018
Pasal 1,
ayat 1 : Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Ayat 2 : Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil
proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau
tanpa bahan tambahan.

2. Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Dikaitkan dengan
Peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 31 tahun2018
Pasal 1,
Ayat 22 : Nomor Izin Edar adalah nomor yang diberikan bagi Pangan
Olahan dalam rangka peredaran Pangan yang tercantum
pada Izin Edar.

3. Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi:
a. Nama produk;
b. Daftar bahan yang digunakan;
c. Berat bersih atau isi bersih;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman
kedalam wilayah Indonesia; dan
e. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
 Dikaitkan dengan
Peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 31 tahun2018
Pasal 3
Ayat 1 : Label yang dicantumkan di dalam dan/atau pada
Kemasan Pangan wajib sesuai dengan Label yang disetujui
pada saat izin edar.
Ayat 2 : Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib
dicantumkan pada bagian Kemasan Pangan yang mudah
dilihat dan dibaca.
Ayat 3 : Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib tidak
mudah lepas dari Kemasan Pangan, tidak mudah luntur,
dan/atau rusak.
4. Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara
benar dan akurat.
 Dikaitkan dengan
Peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 31 tahun201
8Pasal 7
Ayat 1 : Keterangan pada Label sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (1) harus ditulis dan dicetak dalam bahasa
Indonesia.
Ayat 2 : Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dicantumkan dalam bahasa asing dan/atau bahasa
daerah sepanjang keterangan tersebut telah terlebih
dahulu dicantumkan dalam bahasa Indonesia.
Ayat 3 : Dalam hal keterangan pada Label tidak memiliki padanan
kata atau diciptakan padanan kata dalam bahasa
Indonesia, keterangan dapat dicantumkan dalam istilah
asing.
Ayat 4 : Istilah asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
berupa:
a. kata, kalimat, angka, atau huruf selain bahasa
Indonesia; dan/atau
b. istilah teknis atau ilmiah untuk menyebutkan suatu
jenis bahan yang digunakan dalam daftar bahan yang
digunakan.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
• Dikaitkan dengan
Peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 31 tahun201
Pasal 9
Ayat 1 : Keterangan pada Label yang berbentuk tulisan wajib dicantumkan secara
teratur, jelas, mudah dibaca, dan proporsional dengan luas permukaan Label.
Ayat 2 : Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dengan
ukuran huruf paling kecil sama dengan atau lebih besar dari huruf kecil “o” pada jenis
huruf Arial dengan ukuran 1 mm (satu millimeter) (Arial 6 point).
Ayat 3: Keterangan mengenai nama produk dan peringatan pada Label harus
dicantumkan dengan ukuran huruf paling kecil sama dengan atau lebih besar dari
huruf kecil “o” pada jenis huruf Arial dengan ukuran 2 mm (dua milimeter).
Ayat 4 : Keterangan berupa peringatan pada Label sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) meliputi:
a. peringatan terkait penggunaan pemanis buatan;
b. keterangan tentang Pangan Olahan yang proses
pembuatannya bersinggungan dan/atau
menggunakan fasilitas bersama dengan bahan
bersumber babi;
c. keterangan tentang alergen;
d. peringatan pada label minuman beralkohol; dan/atau
e. peringatan pada label produk susu.
Ayat 5 : Dalam hal luas permukaan Label kurang dari atau sama dengan 10 cm2
(sepuluh sentimeter persegi), tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
huruf dan/atau angka wajib dicantumkan dengan ukuran paling kecil 0,75 mm (nol
koma tujuh puluh lima milimeter).

6. Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan,
dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Dikaitkan dengan
Peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 31 tahun201
Bab vi ( pasal 71)
Ayat 1 : Setiap Orang yang melanggar ketentuan dalam Peraturan
Badan ini dikenai sanksi administratif berupa:
a. penghentian sementara dari kegiatan, produksi,
dan/atau peredaran;
b. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;
dan/atau
c. pencabutan izin.
Ayat 2 : Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 112
Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi,
pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
109, Pasal 110, dan Pasal 111.

Pasal 113
Ayat
1. Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak
mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan
lingkungan.
• Dikaitkan dengan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2012
TENTANG PENGAMANAN BAHAN YANG MENGANDUNG ZAT ADIKTIF
BERUPA PRODUK TEMBAKAU BAGI KESEHATAN
Pasal 2
Ayat 1 : Penyelenggaraan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung Zat Adiktif
berupa Produk Tembakau bagi kesehatan diarahkan agar tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Ayat 2 : Penyelenggaraan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk:
a. melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya
bahan yang mengandung karsinogen dan Zat Adiktif dalam Produk Tembakau yang
dapat menyebabkan penyakit, kematian, dan menurunkan kualitas hidup;
b. melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil dari
dorongan lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi penggunaan dan
ketergantungan terhadap bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau;
c. meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan
manfaat hidup tanpa merokok; dan
d. melindungi kesehatan masyarakat dari asap Rokok orang lain.
2. Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang
mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya
dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
• Dikaitkan dengan

3. Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.
• Dikaitkan dengan
Pasal 114
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke
wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan.

Pasal 115
Ayat
1. Kawasan tanpa rokok antara lain:
a. fasilitas pelayanan kesehatan;
b. tempat proses belajar mengajar;
c. tempat anak bermain;
d. tempat ibadah;
e. angkutan umum;
f. tempat kerja; dan
g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
 Dikaitkan dengan

2. Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa


rokok di wilayahnya.
 Dikaitkan dengan

Pasal 116
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedelapan Belas Bedah Mayat

Pasal 117
Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantungsirkulasi dan sistem pernafasan
terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat
dibuktikan.

Pasal 118
Ayat
1. Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi.
 Dikaitkan dengan
2. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas upaya
identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 Dikaitkan dengan

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya identifikasi mayat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
 Dikaitkan dengan

Pasal 119
Ayat
1. Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan dapat dilakukan
bedah mayat klinis di rumah sakit.
 Dikaitkan dengan

2. Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menegakkan
diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab kematian.
 Dikaitkan dengan

3. Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan
tertulis pasien semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarga terdekat pasien.
 Dikaitkan dengan

4. Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang membahayakan masyarakat
dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan/atau
penyebab kematiannya, tidak diperlukan persetujuan.
 Dikaitkan dengan

Pasal 120
Ayat
1. Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan
bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran.
 Dikaitkan dengan

2. Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
terhadap mayat yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus oleh keluarganya, atas
persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarganya.
 Dikaitkan dengan

3. Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diawetkan, dipublikasikan untuk
dicarikan keluarganya, dan disimpan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sejak
kematiannya.
 Dikaitkan dengan

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
 Dikaitkan dengan

Anda mungkin juga menyukai