i
ii
BAB IV DISKUSI................................................................................................ 35
ILUSTRASI KASUS
Nama : Ny. I
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/ Usia : 15 Agustus 1958
Alamat : Kp. Sadang, RT 002/ RW 001,
Regamanunggal, Setu, Bekasi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Rekam Medis : 131986
Tanggal Masuk IGD : 1 Oktober 2018
Rawat Inap : Tulip/ 1 Oktober – 8 Oktober 2018
DPJP IGD : dr. Jaka Krisna Tirtanandi
DPJP Utama : dr. Rinaldi, SpPD-KKV
1.2 Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan sesak nafas
sejak 2 minggu SMRS. Sesak dialami pasien saat sedang melakukan aktivitas
ringan dan berkurang saat istirahat, namun sejak malam hari sebelum masuk RS
sesak semakin berat, tidak berkurang dengan istirahat, sehingga pasien tidak dapat
1
2
tidur. Sesak nafas tidak disertai bunyi mengi. Pasien semakin sesak saat tidur
hari karena sesak diakui pasien. Keluhan demam, batuk, dan pilek disangkal pasien.
Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kaki sejak 1 hari SMRS. Keluhan
mual diakui pasien, namun tidak muntah. Keluhan buang air besar dan buang air
memiliki tekanan darah tinggi dan gejala penyakit jantung, sehingga diberikan obat
mg.
Laboratorium :
Parameter Nilai Rujukan Hasil
Hemoglobin 12 – 16 10.1
Leukosit 3.500 – 10.000 8.400
LED <20 45
Hitung jenis:
- Basofil 0 0
- Eosinofil 0–3 1
- Batang 2 – 10 2
- Segmen 50 – 70 73
- Limfosit 20 – 40 17
- Monosit 2–8 7
Eritrosit 3,8- 5,8 3,4
Hematokrit 35 – 50 30,2
Trombosit 150.000 – 400.000 250.000
SGOT <32 39
SGPT <31 21
Glukosa Sewaktu <170 151
Ureum 15 – 45 48
Kreatinin 0,5 – 0,9 1,0
Natrium 136 – 145 143
Kalium 3,3 – 5,1 3,1
Klorida 98 – 106 106
4
EKG :
X-ray thoraks :
5
1.5 Diagnosis
1.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana di IGD :
- O2 4 – 6 lpm
- Diet jantung 1700 kkal
- IVFD RL 500 cc/ 24 jam
- Inj. Arixtra 1 x 2,5 IV
- Inj. Lasix 10 mg/ jam IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam IV
- Inj. Ondansetron 4 mg/ 8 jam IV
- CPG 4 tab (loading) → lanjutkan 1 x 75 mg PO
- Miniaspi 4 tab (loading) → lanjutkan 1 x 80 mg PO
- Bioprexum 1 x 5 mg PO
- Atorvastatin 1 x 20 mg PO
- Fluimycil 3 x 200 mg PO
- Laxadin 3 x 1C PO
6
1.7 Follow Up
Hari IV (04-10-2018):
S/ Sesak berkurang
O/ Hasil laboratorium:
Parameter Nilai Rujukan Hasil
Hemoglobin 12 – 16 12
Leukosit 3.500 – 10.000 14.200
Hematokrit 35 – 50 35,6
Trombosit 150.000 – 400.000 274.000
Protein total 6,6 – 8,7 6,4
Albumin 3,4 – 4,8 3,8
Globulin 1,3 – 2,7 2,6
SGOT <32 13
SGPT <31 10
Glukosa Sewaktu <170 116
Ureum 15 – 45 4,6
7
1.8 Prognosis
TINJAUAN PUSTAKA
lelah) dan tanda (seperti peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah pada paru,
dan perubahan posisi denyut apeks) yang disebabkan oleh abnormalitas struktur
yang beragam dari gagal jantung (Tabel 2.1). Sampai saat ini belum ada definisi
yang pasti mengenai sindrom klinis gagal jantung oleh karena heterogenitas
Paul Wood 1950 “Keadaan dimana jantung gagal untuk mempertahankan sirkulasi
secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh meskipun
tekanan pengisian normal”
Philip A. Poole- 1985 “Sebuah sindrom klinis yang disebabkan oleh kelainan jantung dan
Wilson ditandai dengan pola karakteristik dari respons hemodinamik,
ginjal, saraf dan hormonal”
9
10
Task Force of 1955 “Gejala gagal jantung, bukti obyektif adanya disfungsi jantung dan
ESC merespon terhadap pengobatan gagal jantung”
Consensus 1999 “Gagal jantung merupakan sindrom klinis kompleks akibat dari
Recommendation gangguan jantung yang menurunkan kemampuan ventrikel untuk
for the memompakan darah”
Management of
Chronic Heart
Failure
ACC/AHA 2001 “Gagal jantung merupakan sindrom klinis kompleks akibat dari
Consensus gangguan struktural atau fungsional jantung yang mengganggu
Guidelines kemampuan ventrikel untuk mengisi atau memompa darah”
Task Force of 2012 “Gagal jantung didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau
ESC fungsi jantung yang menyebabkan kegagalaan jantung untuk
mengirimkan oksigen dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
metabolisme jaringan, walaupun dengan tekanan pengisian jantung
yang normal (atau dengan tekanan pengisian yang meningkat)”
ACCF/AHA 2013 “Gagal jantung merupakan sindrom klinis kompleks akibat dari
Consensus gangguan struktur atau fungsi pengisian ventrikel atau ejeksi
Guidelines darah”
ESC Heart 2016 “Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala
Failure Guideline khas (misalnya sesak napas, pergelangan kaki bengkak dan
kelelahan) yang bisa disertai dengan tanda-tanda (misalnya
peningkatan tekanan vena jugularis, krekels paru dan edema
perifer) yang disebabkan oleh kelainan jantung struktural dan/atau
fungsional, sehingga menurunkan curah jantung dan/atau
meningkatkan tekanan intrakardiak saat istirahat atau selama
stress.”
tergantung dari definisinya, terjadi pada sekitar 1-2% dari populasi dewasa di
negara-negara maju dan meningkat hingga ≥10% pada pasien berusia >70 tahun.
11
Risiko seumur hidup terjadi gagal jantung pada usia 55 tahun adalah 33% untuk
pria dan 29% untuk wanita.2 Gagal jantung fraksi ejeksi normal (GJ-FEN) dan gagal
jantung fraksi ejeksi rendah (GJ-FER) memiliki profil epidemiologi dan etiologi
yang berbeda. Dibandingkan dengan GJ-FER, pasien dengan GJ-FEN berusia lebih
tua, lebih banyak wanita, dan lebih sering memiliki riwayat hipertensi dan fibrilasi
pada gagal jantung sekitar 50% dalam waktu 5 tahun saat terdiagnosis. Sekitar 7%
dari semua penyebab kematian kardiovaskular adalah karena gagal jantung.4 Data
terbaru dari eropa (ESC-HF pilot study) menunjukkan bahwa tingkat mortalitas
total 12 bulan untuk pasien gagal jantung yang masuk rawat inap dan pasien yang
stabil/rawat jalan masing-masing adalah 17% dan 7%, dan tingkat masuk rawat inap
dalam 12 bulan setelahnya adalah 44% dan 32%. Mortalitas total lebih tinggi pada
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang,
sekitar 530.068 orang. Penderita penyakit jantung dan gagal jantung berdasarkan
17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Provinsi DKI Jakarta
yang memiliki jumlah dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis jantung
12
faktor risiko gagal jantung, seperti hipertensi sistemik, penyakit jantung koroner,
risiko ini mudah dikenali, gagal jantung tidak berkembang begitu saja pada semua
pasien. Risiko gagal jantung disebabkan oleh faktor risiko tunggal yang
obat-obatan.2
Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal dan berbeda pada setiap
infark miokard merupakan penyebab dari 2/3 kasus GJ-FER, sedangkan hipertensi
merupakan penyebab paling penting pada GJ-FEN dengan prevalensi 60% - 89%.3
Gagal jantung fraksi ejeksi rendah atau fraksi ejeksi normal dapat diartikan
sebagai suatu keadaaan patofisiologis di mana curah jantung tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau curah jantung yang normal namun terjadi
terjadi kongesti vena sistemik atau paru. Volume cairan interstisial yang berlebihan
kapiler paru dan mengakibatkan gejala atau tanda gagal jantung serta pembatasan
aktivitas.7
apoptosis),
15
kardiomiopati infiltratif),
penurunan kecepatan, pola, atau distribusi perfusi ke organ vital dan sirkulasi
beban volume miokard yang lebih besar, serta perubahan struktur dan fungsi
bersamaan juga diaktifkan dan berperan penting dalam modulasi kecepatan dan
Sindrom klinis gagal jantung baik gagal jantung fraksi ejeksi rendah (GJ-
FER) atau gagal jantung fraksi ejeksi normal (GJF-EN), harus dibedakan dari
kondisi lain yang juga menyebabkan keluhan yang hampir sama antara lain dispnea,
fatique, dan intoleransi saat aktivitas, seperti pada penyakit paru, gagal ginjal atau
gagal hati kronis, dan anemia.3,11 Gejala klinis gagal jantung jarang memenuhi
peningkatan tekanan vena jugularis, ronki paru, bunyi jantung ketiga, dan edema
perifer.2 Tidak ada gejala atau tanda yang patognomonis untuk gagal jantung,
parameter klinis termasuk gejala dan tanda saja tidak dapat membedakan pasien
Tabel 2.3 Sensitivitas, Spesifisitas dan Nilai Prediktif untuk Gejala dan
Tanda Diagnosis Gagal Jantung Kronik2
Gejala dan Tanda Sensitivitas Spesifisitas Predictive Accuracy
Dispnea on effort 66 52 23
Orthopnea 21 81 2
Paroxysmal nocturnal dyspnea 33 76 26
Riwayat edema 23 80 22
Denyut jantung istirahat > 100 7 99 6
Ronki 13 91 21
Bunyi jantung ketiga 31 95 61
Distensi vena jugularis 10 93 3
Edema 10 93 3
output state selama istirahat atau berolahraga, kongesti vena sistemik atau
pulmoner, atau kombinasi keduanya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, gejala
dan tanda memiliki hubungan yang inkonsisten dengan tekanan pengisian saat
istirahat, cardiac index, dan fungsi ventrikel pada pasien-pasien tertentu. Skema
17
berikut.2 Dalam skema ini, pasien menempati salah satu dari empat “kuadran”
tergantung dari ada atau tidaknya gejala dan tanda tertentu dari curah jantung yang
tidak cukup dan kongesti vena sistemik. Penilaian hemodinamik yang berlangsung
selama dua menit ini akan membantu dalam triase awal pasien dan penetapan terapi
awal.
Gambar 2.2 Profil klinis pasien gagal jantung akut (GJA) berdasarkan
ada/tidaknya kongesti dan/atau hipoperfusi1
pasien tertentu. Skema klasifikasi NYHA dibatasi oleh kesulitan dalam hal
beratnya gejala, dan bukan pada petanda (marker) remodeling ventrikel. Karena
gejala dan tanda GJ sangat mudah berubah dan dipengaruhi oleh obat, maka skema
klasifikasi yang didasarkan pada gejala dan tanda saja tidak akan akurat. Penilaian
(ii) pemeriksaan laboratorium untuk skrining, seperti uji fungsi ginjal dan
(iv) eksklusi penyakit jantung koroner dan penyakit tiroid pada semua
pasien; dan
Kadar B-type natriuretic peptides (BNP) dalam plasma atau atau fragmen
Penggunaan BNP assay telah diikutsertakan dalam pedoman konsensus ESC dan
(jantung atau non-jantung) pada pasien yang datang ke IGD, dan tampaknya
ekokardiografi dua dimensi. Ada tidaknya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri
(FEVK) [left ventricular ejection fraction (LVEF)], dimensi dan ketebalan dinding
ventrikel kiri, regurgitasi katup, dimensi dan fungsi ventrikel kanan, dan tekanan
arteri pulmonalis tidak hanya penting untuk penetapan diagnosis yang akurat,
namun juga untuk pemilihan terapi yang tepat. Kateterisasi jantung tetap menjadi
alat diagnostik penting untuk mengeksklusi penyakit jantung koroner yang berat,
jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung.
Nama Obat Dosis awal Dosis target Indikasi, Kontraindikasi, dan Efek Samping Cara Pemberian
ACE inhibitor Indikasi: - Periksa fungsi ginjal dan serum
Captopril 3 x 6,25 mg 3 x 50-100 mg Fraksi ejeksi venrikel kiri ≤ 40% dengan atau elektrolit sebelum inisiasi; periksa
Enalapril 2 x 2,5 mg 2 x 10-20 mg tanpa gejala kembali setelah pemberian 1-2
Lisinopril 1 x 2,5-5 mg 1 x 20-40 mg Kontraindikasi: minggu, bulan ke-3, bulan ke-6,
Ramipril 1 x 2,5 mg 2 x 5 mg - Riwayat angioedema selanjutnya setiap 6 bulan.
Perindopril 1 x 2 mg 1 x 8 mg - Stenosis renal bilateral - Naikan dosis secara titrasi setiap 2-4
- Kalium serum > 5,0 mmol/L minggu
- Serum kreatinin > 2,5 mg/dL - Jangan naikan dosis jika terjadi
- Stenosis aorta berat perburukan fungsi ginjal atau
Efek samping: hiperkalemia.
- Perburukan fungsi ginjal
- Hipotensi
- Batuk
- Angioedema
Penyekat β Indikasi: - Penyekat β diberikan sebelum pulang
Bisoprolol 1 x 1,25 mg 1 x 10 mg - Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dari RS
Carvedilol 2 x 3,125 mg 2 x 25-50 mg - Gejala ringan sampai berat - Naikan dosis secara titrasi setiap 2-4
Metoprolol 1 x 12,5-25 mg 1 x 200 mg - ACEI / ARB sudah diberikan minggu
- Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan - Jangan naikan dosis jika terjadi
dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik perburukan gagal jantung, hipotensi
i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat) simtomatik, atau bradikardia
Kontraindikasi:
- Asma
- Blok AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome,
sinus bradikardia
Efek samping:
- Hipotensi
- Perburukan gagal jantung
- Bradikardia
23
Kontraindikasi:
- Hipotensi simtomatik
- Sindroma lupus
- Gagal ginjal berat
Efek samping:
- Hipotensi simtomatik
- Nyeri sendi atau otot
Digoksin 1 x 0,25 mg Indikasi: - Periksa kadar digoksin dalam plasma
(fungsi ginjal - Fibrilasi atrial segera saat terapi kronik. Kadar terapi
normal) - Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40% digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
- Gejala ringan sampai berat - Beberapa obat dapat menaikan kadar
1 x 0,0625- - Gejala menetap dengan dosis optimal digoksin dalam darah: amiodaron,
0,125 mg (usia ACEi/ARB + penyekat β + antagonis diltiazem, verapamil, kuinidin
lanjut, aldosteron
gangguan Kontraindikasi:
fungsi ginjal) - Blok AV derajat 2 dan 3
- Sindroma pre-eksitasi
Efek samping:
- Blok sinoatrial dan blok AV
- Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada
pasien hipokalemia
- Tanda keracunan digoksin: mual, muntah,
anoreksia, gangguan melihat warna
Diuretik Dosis harian Indikasi: - Periksa fungsi ginjal dan serum
Furosemide 20-40 mg 40-240 mg Direkomendasikan pada pasien gagal jantung elektrolit pada inisiasi
Bumetanide 0,5-1,0 mg 1-5 mg dengan tanda klinis atau gejala kongesti - Dianjurkan untuk memberikan
Torasemide 5-10 mg 10-20 mg diuretik pada saat perut kosong
Hidroclorotiazide 25 mg 12,5-100 mg - Mulai dengan dosis kecil dan
Metolazone 2,5 mg 2,5-10 mg tingkatkan sampai perbaikan gejala
Indapamide 2,5 mg 2,5-5 mg dan tanda kongesti
Spironolakton
(+ACEi/ARB) 12,5-25 mg 50 mg
(-ACEi/ARB) 50 mg 100-200 mg
25
persentasi gagal jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi pertama
kali ( de novo ) dan gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis
perawatan:1
1. Segera (IGD/ICU)
a. Mengobati gejala
b. Memulihkan oksigenasi
e. Mencegah tromboemboli
Pada praktek umum, prognosis pada gagal jantung diperkirakan dari usia,
tanda dan gejala klinis gagal jantung, status fungsional, FEVK, respons terhadap
terapi dan kondisi komorbid pasien. Estimasi ini ditingkatkan seiring dengan
pasien gagal jantung dan terapi medis telah menyoroti kebutuhan akan kuantifikasi
dengan kemajuan terapi medis dan intervensi yang mampu menurunkan angka
kesakitan dan kematian karena GJ. Kematian akibat gagal jantung dilaporkan
berkisar antara kurang dari 5% hingga lebih dari 75% per tahun.7
Penegakkan diagnosa dan tata laksana aritmia merupakan aspek penting dalam
prognosis yang buruk bagi pasien, tetapi tidak dapat memperkirakan akan terjadi
Bradikardia dan pause juga umum ditemukan, terutama pada malam hari,
dimana aktivitas simpatis lebih rendah dan parasimpatis lebih tinggi ini
yang buruk pada pasien PJK dan disfungsi ventrikel kiri. Bradiaritmia mungkin
penyebab gejala yang kemungkinan disebabkan oleh aritmia, tetapi bukti yang
mengidentifikasi taki- dan bradiaritmia masih kurang. Tidak ada bukti bahwa
risiko dan manfaat pada pasien gagal jantung. Toksisitas obat meningkat seiring
dengan penurunan eksresi hati atau ginjal dan interaksi obat. Selain itu, penurunan
fungsi ventrikel berhubungan dengan risiko aritmia yang diinduksi obat, seperti
dari perpanjangan QT. Beberapa obat memiliki efek inotropik negatif yang dapat
Penyekat β-adrenergik merupakan terapi lini pertama pada aritmia. Obat ini
jantung karena relatif aman. Obat ini bermanfaat pada ventrikel dan
ditoleransi baik bila diberikan loading dose 600-800 mg setiap hari selama satu
sampai dua minggu. Pada pasien dengan gagal jantung stadium lanjut, pemberian
loading dose terutama dosis oral yang besar (misalnya > 1200 mg per hari) dapat
dalam menilai apakah ICD diperlukan. Pedoman saat ini menetapkan bahwa
rekomendasi untuk ICD pada pencegahan primer hanya berlaku untuk pasien yang
menerima terapi medis yang optimal dan memiliki harapn hidup dengan status
fungsional yang baik selama lebih dari 1 tahun.1 Terapi ICD berhubungan dengan
penurunan 50% mortalitas pada kuartil risiko tertinggi, namun tidak memberikan
manfaat pada tiga kuartil risiko yang lebih rendah.1 Secara umum, pasien dengan
gagal jantung terkompensasi merupakan kandidat untuk implantasi ICD jika ada
31
Tata laksana aritmia atrium dan ventrikel dan risikonya merupakan hal yang
penting dalam merawat pasien gagal jantung. Obat antiaritmia dan ablasi kateter
merupakan terapi yang penting. ICD memberikan pengobatan yang efektif untuk
sustained VT dan fibrilasi dan mengurangi risiko kematian akibat aritmia. Pasien
dengan ICD perlu tata laksana aritmia untuk mencegah gejala dan akibat dari
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Anamnesis
32
33
Laboratorium :
Parameter Hasil Keterangan
Hemoglobin 10,1 Anemia, namun belum membutuhkan intervensi
LED 45 Penanda adanya penyakit kronis
Kalium 3,1 Hipokalemia, perlu dilakukan koreksi kalium 75
mEq/kgBB per oral dibagi dalam 3 dosis. Dengan pemberian
digoksin dapat menyebabkan aritmia atrial dan ventrikel.
EKG :
ventrikel prematur sering ditemukan pada pasien gagal jantun. Selain itu,
digoksin yang terlihat melalui gambaran EKG, salah satunya VES bigemini.2
34
X-ray thoraks :
Cor: apex mebulat, membesar ke kiri, pinggang jantung datar
Kesan: kardiomegali (pembesaran ventrikel kanan)
1.5 Diagnosis
1.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana di IGD :
1.8 Prognosis
DISKUSI
VES dapat ditemukan pada orang normal dan bukan tanda yang signifikan jika
hanya berupa single isolated PVC. PVC yang berbahaya adalah yang multifokal,
karena menunjukkan gangguan yang berasal lebih dari satu titik pada ventrikel.
Pada pasien ini termasuk yang berbahaya karena PVC multifokal dan sudah
35
36
menghilangkan PVC.
EKG pasien masih menunjukkan VES. Follow-up seperti apa yang harus
Pasien dengan gagal jantung difollow-up untuk melihat perburukan gejala dan
KESIMPULAN
jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% sampai 0,3% atau diperkirakan
sekitar 229.696 sampai 530.068 orang. Gagal jantung didefinisikan secara klinis
pembengkakan pergelangan kaki, dan lelah) dan tanda (seperti peningkatan tekanan
vena jugularis, ronki basah pada paru, dan perubahan posisi denyut apeks) yang
disebabkan oleh abnormalitas struktur atau fungsi jantung. Pada pasien gagal
Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan sesak nafas, keluhan yang
paling sering membawa pasien dengan gagal jantung ke instalasi gawat darurat.
Penilaian kelas NYHA terhadap gejala yang dialami pasien dapat membantu
melihat perburukan gejala. Pada pasien ini, tidak dilakukan terapi antiaritmia
meskipun terdapat gambaran VES pada EKG. Hal ini sesuai dengan studi yang
37
38
Dalam kasus ini sangat penting untuk mengetahui tanda dan gejala gagal
jantung, serta melakukan pertolongan pertama pada kondisi ini. Selain itu,
1. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et
al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure: The Task Force for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure of the European Society of Cardiology (ESC)Developed
with the special contribution of the Heart Failure Association (HFA) of the
ESC. Eur Heart J. 2016 Jul 14;37(27):2129–200.
2. Idrus Alwi. Diagnosis dan Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: PIP Interna
Publishing; 2018.
4. Cooper LB, DeVore AD, Michael Felker G. The Impact of Worsening Heart
Failure in the United States. Heart Fail Clin. 2015 Oct;11(4):603–14.
7. Semigran M, Shin JT. Heart failure. Boca Raton: CRC Press; 2013.
9. Lüscher TF. Heart failure and left ventricular remodelling in HFrEF and
HFpEF. Eur Heart J. 2016 Feb 1;37(5):423–4.
10. Tham YK, Bernardo BC, Ooi JYY, Weeks KL, McMullen JR.
Pathophysiology of cardiac hypertrophy and heart failure: signaling pathways
and novel therapeutic targets. Arch Toxicol. 2015 Sep;89(9):1401–38.
11. Abebe TB, Gebreyohannes EA, Tefera YG, Abegaz TM. Patients with HFpEF
and HFrEF have different clinical characteristics but similar prognosis: a
retrospective cohort study. BMC Cardiovasc Disord. 2016 21;16(1):232.
39
40
13. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Colvin MM, et al. 2017
ACC/AHA/HFSA Focused Update of the 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of Heart Failure: A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice
Guidelines and the Heart Failure Society of America. Circulation.
2017;CIR.0000000000000509.
14. Johnson MJ, Bland JM, Davidson PM, Newton PJ, Oxberry SG, Abernethy
AP, et al. The Relationship Between Two Performance Scales: New York
Heart Association Classification and Karnofsky Performance Status Scale. J
Pain Symptom Manage. 2014 Mar;47(3):652–8.
15. Yap J, Lim FY, Gao F, Teo LL, Lam CSP, Yeo KK. Correlation of the New
York Heart Association Classification and the 6-Minute Walk Distance: A
Systematic Review: Correlation of NYHA and 6MWD. Clin Cardiol. 2015
Oct;38(10):621–8.
17. Hill SA, Booth RA, Santaguida PL, Don-Wauchope A, Brown JA, Oremus
M, et al. Use of BNP and NT-proBNP for the diagnosis of heart failure in the
emergency department: a systematic review of the evidence. Heart Fail Rev.
2014 Aug;19(4):421–38.