Anda di halaman 1dari 3

A.

Penatalaksanaan
Koreksi myopia dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa kontak, atau dengan bedah
refraktif. Prinsip pemberian kacamata pada myopia adalah diberikan lensa sferis negatif atau
minus terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian koreksi pada myopia :

1. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu dikoreksi, karena
umumnya akan hilang sendiri setelah usia 2 tahun dan berinteraksi dengan obyek yang
dekat.
2. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia prasekolah sebaiknya dikoreksi. Namun apabila tidak,
pasien harus diobservasi dalam 6 bulan.
3. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu dikoreksi dan perlu
diobservasi dalam 6 bulan.
4. Untuk dewasa, koreksi diberikan atas kebutuhan pasien.

Terdapat istilah “visual hygiene”, pedoman dalam upaya mengendalikan laju myopia yang
antara lain terdiri atas :

1. Beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat setelah 30 menit. Selama
istirahat ini usahakan untuk dapat berdiri, berkeliling, ruangan dan melihat jauh keluar
jendela.
2. Ambillah posisi duduk tegak namun nyaman selama membaca, dan duduklah pada kursi
sandaran tegak.
3. Gunakan penerangan yang cukup saat membaca.
4. Jarak baca yang baik adalah sepanjang lengan hingga siku.
5. Duduk setidaknya berjarak 6 kaki saat menonton televisi.
6. Batasi waktu yang dihabiskan untuk menonton televise atau bermain game.
7. Olahraga teratur.

B. Komplikasi
1. Esoptropia
Pasien dengan miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu
dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Jika kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke
dalam atau esoptropia.
2. Ablasi Retina (Retinal Detachment)
Pada beberapa orang, miopia tinggi dapat menyebabkan ablasi retina. Ablasi ini terjadi
akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen
epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca air (fluid vitreous) yang
masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Hal ini disebut juga
sebagai ablasi retina regmatogenosa.
3. Glaukoma
Resiko terjadinya galaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%
dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi
dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula
(Sidarta,2003).
4. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Bahwa pada orang dengan miopia onset
katarak muncul lebih cepat (Sativa,2003)
5. Myopic Maculopathy
Pada miopia tinggi, dimana kelainan dasar adalah perpanjangan aksial bola mata yang
berlebihan, menyebabkan mata mendapatkan resiko lebih besar untuk terjadinya kelainan
degeneratif pada sklera, koroid, pigmen epitel retina, dan retina. Dari penelitian
sebelumnya, pada miopia tinggi juga terdapat resiko terjadinya neovaskularisasi koroid
dengan angka kejadian sekitar 5%-10%. Perpanjangan aksial bola mata pada miopia ini
mempengaruhi hemodinamik pada koroid. Pembuluh darah baru yang terbentuk
(neovaskularisasi) ini memiliki dinding yang lebih lemah sehingga mudah ruptur dan
menyebabkan pendarahan. Pendarahan atau kebocoran cairan dari pembuluh darah
abnormal ini akan menyebabkan gejala visual dan menyebabkan hilangnya penglihatan
dengan derajat yang berbeda

C. Prognosis
Prognosis miopia sederhana adalah sangat baik. Pasien miopia sederhana yang telah dikoreksi
miopianya selalu dapat melihat objek yang jauh dengan lebih baik. Setiap derajat miopia pada
usia kurang dari 4 tahun harus dianggap serius. Pada usia lebih dari 4 tahun miopia sampai
dengan -6 D harus diawasi dengan hati-hati. Jika telah melewati usia 21 tahun tanpa
progresivitas serius maka kondisi miopia dapat diharapkan telah menetap dan prognosis
dianggap baik. Pada semua kasus harus diperhatikan kemungkinan pendarahan tiba-tiba atau
ablasi retina.

Sumber: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata, Airlangga University Press, 2013.

Anda mungkin juga menyukai