Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR-FAKTOR PEMUPUKAN PADA TANAMAN

1. Ketepatan Jenis Pupuk


Pemilihan jenis pupuk yang digunakan juga perlu diperhatikan mengingat
banyaknya jenis pupuk yang dijual di pasar dengan bentuk dan komposisi unsur.
Pemupukan pada tanaman dapat menggunakan dua jenis pupuk, yaitu pupuk tunggal
dan pupuk majemuk khusus tanaman karet. Penggantian satu jenis pupuk dengan
jenis pupuk lainnya dapat dilakukan dengan memperhatikan kandungan unsur hara
serta keseimbangan dan pengaruh bahan ikutannya. Sutarta et.al (2003).
Menurut Poeloengan et al. (2003) pupuk majemuk mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan pupuk tunggal, yaitu lebih praktis dalam pemesanan,
transportasi, penyimpanan, dan aplikasi di lapangan karena satu jenis pupuk majemuk
mengandung seluruh atau sebagian besar hara yang dibutuhkan tanaman.

2. Ketepatan Lokasi
Penyerapan hara yang efektif berkaitan dengan tempat/lokasi pupuk yang
ditabur dan letak perakaran tanaman, yaitu bagaimana pupuk tersebut cepat sampai ke
zona perakaran dan seminimum mungkin terjadi kehilangan pupuk akibat penguapan
dan aliran permukaan. (Siregar dan Suhendry, 2013).

3. Ketepatan Cara dan Waktu


Umumnya cara pemupukan yang dilakukan pada perkebunan ada dua, yaitu
secara manual dan mekanis. Aplikasi pemupukan dengan cara manual ada dua cara
yang umum dilakukan, yaitu cara tebar langsung dan cara dibenamkan dalam lubang
pupuk (pocket) (Chandra, 2012).
Harus sesuai dgn masa kebutuhan hara pd setiap fase/umur tanaman, dan
kondisi iklim/cuaca (misal : (a) pemupukan yg baik jika ilakukan di awal musim
penghujan atau akhir musim kemarau, (b) pengaplikasian PPC sebaiknya dilakukan
pada pagi hari sebelum jam 11 siang)
Waktu pemupukan yang tepat adalah saat tanah masih dalam keadaan lembab,
penetapan waktu pemupukan didasarkan pada pola curah hujan, dan pelaksanaan
pemupukan tepat waktu sulit dilakukan karena kondisi curah hujan yang sulit
diprediksi. Hal ini akan berakibat pada kurangnya efektivitas pemupukan.
Pengamatan yang dilakukan didasarkan pada cara penaburan pupuk ke dalam lubang
pupuk, ditutup atau tidaknya lubang pupuk setelah pupuk dimasukkan, dan pupuk
yang diaplikasikan tercampur merata dan tidak ada bongkahan. (Setyamidjaja, 1993;
Winarna et al., 2003; Adiwiganda, 2007).

4. Defisisensi Unsur Hara


Defisiensi hara pada tanaman terjadi akibat rendahnya ketersediaan hara
dalam tanah. Rendahnya ketersediaan hara tersebut dapat diatasi salah satunya
dengan pemupukan. Ketersediaan unsur hara makro sangat dibutuhkan tanaman
dalam jumlah banyak untuk mendukung produksi seperti N, P, K, dan Mg. Faktor-
faktor yang menyebabkan timbulnya gejala defisiensi hara pada tanaman adalah
faktor teknis dan faktor manajerial dalam pelaksanaan pemupukan yang kurang tepat.

5. Ketepatan Dosis
Tanaman yang dipupuk tidak sesuai dengan dosisnya akan mengakibatkan
defisiensi hara dan mempengaruhi produksi dua tahun berikutnya. Jumlah tanaman
tidak tepat dosis ditentukan berdasarkan penimbangan pupuk yang akan diaplikasikan
penabur pada lubang pupuk. Jika dosis pupuk yang diaplikasikan kurang atau lebih
dari 500 g pohon-1 maka dinyatakan tidak tepat. Pemberian pupuk harus tepat
takarannya, disesuaikan dgn jumlah unsur hara yg dibutuhkan tanaman pada setiap
fase pertumbuhan tanaman.
Penggunaan dosis pupuk oleh petani diduga dipengaruhi oleh pengalaman
petani. Hal ini disebabkan, semakin lama seorang petani menanam sayuran, maka
petani tersebut semakin mengetahui penggunaan dosis yang tepat untuk tanaman
sayuran. Pengalaman yang panjang tersebut secara tidak langsung mengajarkan
petani sayuran di dalam penentuan dosis pupuk sehingga kebiasaan untuk menebak-
nebak dosis pupuk dapat diminimalisir.

6. Harga Sayuran
Harga sayuran diduga berpengaruh terhadap kebiasaan petani di dalam
menggunakan pupuk. Di mana, diasumsikan apabila harga sayuran meningkat, maka
dosis pupuk yang digunakan petani semakin meningkat. Hal ini didasari, petani
berpendapat apabila pupuk terus ditambah, maka akan meningkatkan volume
produksi sayuran. Dugaan peningkatakan jumlah input akan meningkatkan jumlah
output dalam hal ini produksi masih diyakini oleh petani sayuran. Diharapkan
peningkatan produksi tersebut dapat menambah pendapatan petani dikarenakan harga
sayuran sedang meningkat (Pracaya,2001).

7. Ketepatan Sasaran
Pemupukan harus tepat pada sasaran yg ingin dipupuk, misalnya: Jika yg
ingin dipupuk adalah tanaman, maka pemberian pupuk harus berada didalam radius
daerah perakaran tanaman, dan sebelum dilakukan pemupukan maka areal
pertanaman harus bersih dari gulma-gulma pengganggu. Jika pemupukan ditujukan
untuk tanah, maka aplikasinya dilakukan pada saat pengolahan tanah, dan
berdasarkan pada hasil analisa kondisi fisik & kimia tanah.

8. Luas Lahan

Peningkatan luas lahan diiringi dengan peningkatan jumlah pembelian pupuk


dan sebaliknya penurunan luas lahan diiringi dengan penurunan jumlah pembelian
pupuk. Luas lahan meningkatkan skala usaha tani. Skala besar membutuhkan lebih
banyak input dari pemasok termasuk penggunaan pupuk dalam peningkatan produksi
pertanian (Zhou et al., 2010).
9. Musim Tanam

Pada musim tanam I masih berada dalam musim penghujan, dimana air hujan
banyak membawa unsur pupuk di udara bebas. Namun pada musim tanam II berada
dalam musim kemarau, pengairan berasal dari irigasi akan membutuhkan lebih
banyak unsur pupuk. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Akpoko &
Yiljeb (2001) yang menemukan pada musim pengujan kebutuhan pupuk akan
meningkat.

10. Sistem Irigasi

Sistem Irigasi memungkinkan tanaman untuk menyerap pupuk lebih, yang


memotivasi petani untuk menerapkan jumlah yang lebih besar. Tanah yang terhubung
ke jaringan irigasi biasanya lebih datar, mudah diakses dan memiliki hasil yang lebih
aman dalam berbagai kondisi curah hujan sangat bervariasi, sehingga petani
menghadapi risiko lebih rendah ketika menerapkan pupuk dengan lebih intensif
(Akpoko & Yiljeb, 2001, Akpan et al. 2012; Assa et al., 2010; Suma, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Alpoko, J.D dan Yiljeb, Y.D. 2001. Litaretur Review and Socio-economic Analysis
of Seed and Fertilizer Availability and Utilization in Hibrid Maize Production
Under the Nigerian Deregulated Marketing and Subsidy Withdrawal Policy.
Tropical Agricultural research and Extention 4(2): 50-75

Chandra, W. 2012. Studi pemupukan kelapa sawit (Elais guineensis Jacq.) tanaman
menghasilkan (TM) di perkebunan Bangun Koling Estate, PT. Windu
Nabatindo Abadi, Bumitama Gunajaya Agro Grup, KotawaringinTimur,
Kalimantan Tengah. Skrpsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pracaya. 2001. Bertanam Sayuran Organik Di Kebun, Pot dan Polibag. Penebar
Swadaya. Jakarta

Poelongan, Z., Fadli, M. L., Winarna, Rahutomo, S., Sutarta, E, S. 2003.


Permasalahan Pemupukan pada Perkebunan kelapa Sawit.W. Darmosarkoro,
E. S. Sutarta, Winarna, editor. Lahan dan Pemupukan Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit,Medan.

Setyamidjaja, D. 1993. Seri Budidaya Karet. Kanisius, Yogyakarta. hlm 51.

Siregar, Tumpal, H, S., Suhendry, I. 2013. Budidaya dan Teknologi Karet. Penebar
Swadaya, Jakarta. hlm 105-107.

Sutarta, E.S., Rahutomo, W., Darmokarkoro, Winarna. 2003. Peranan Unsur


Haramdan Sumber Hara pada Pemupukan Kelapa Sawit. W. Darmosarkoro,
E. S. Sutarta, Winarna, editor. Lahan dan Pemupukan Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit,Medan.

Anda mungkin juga menyukai