Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saluran pencernaan adalah sekumpulan alat-alat tubuh yang berfungsi
menerima makanan dan minuman, mencernanya menjadi nutrien, menyerap serta
mengeluarkan sisa-sisa proses tersebut. Saluran pencernaan dimulai dari mulut
sampai dubur yang panjangnya mencapai kurang lebih 10 meter. Saluran
pencernaan mulai dari mulut, gigi, lidah, lambung, usus dampai ke dubur. Sistem
pencernaan adalah organ yang seringkali mudah terkena gangguan sehingga
timbul berbagai masalah penyakit pencernaan. Penting bagi bidan untuk
mampu menerapkan asuhan kebidanan yang telah di pelajari. Maka pembahasan
kita kali ini mengenai asuhan kebidanan hirscchprung yang terjadi pada anak.
Pada tahun 1888 (herald hirschprung hidup pada tahun 1830-1916), ahli
penyakit anak asal Denmark melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan perut
kembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses, penyakit ini
kemudian dinamakan dengan Hirschsprung. Penyakit ini disebut juga dengan
megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang sering ditemukan sebagai
salah satu penyebab obstruksi usus pada neonates. pada penyakit Hirschsprung
tidak ditemukan pleksus mienterik atau pleksus di lapisan otot dinding usus
(plexus myentericus = Auerbach), akibatnya bagian usus yang terkena tidak dapat
mengembang.
Setiap anak yang mengalami konstipasi sejak lahir, tanpa mempertimbangkan
usia, dapat menderita penyakit Hirschprung. Penyakit ini timbul pada neonates
baik sebagai obstruksi usus besar atau timbul kemudian sebagai konstipasi kronik.
Penyakit ini sebagaian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan bawaan tunggal.Kelainan ini jarang sekali ditemukan pada anak
premature atau disertai dengan kelainan bawaan lain (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, 1996). Behrman (1996) menyebutkan bahwa penyakit
Hirschsprung mungkin dibarengi dengan cacat bawaan lain, termasuk Sindrom
Down, Sindrom Laurence-Moon-barbe-Bieldi, sindrom Wardenbrug, dan kelainan
kardiovaskuler.

1
Prognosis penyakit Hirschsprung yang diterapi dengan bedah umumnya
memuaskan, sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan feses
(kontinensia).Masalah setelah pembedahan yang dapat ditemukan adalah
enterokolitis berulang, striktur, prolapse, abses perianal, dan pengotoran feses.
Pembahasan ini mengajak anda untuk memahami asuhan kebidanan neonatus
dengan Hirschprung. Kegiatan belajar ini dirancang agar anda lebih muda
memahami asuhan kebidanan anak dengan Hischprung, sehingga dapat
bermanfaat dalam situasi nyata.Paparan berikut ini menyuguhkan beberapa
implikasi teoritis yang disertai hal-hal lain yang tetap terkait dengan Hischprung,
sehingga anda dapat mempelajarinya secara mandiri. Setelah menyelesaikan ini,
diharapkan mempunyai wawasan yang mantap mengenai apa yang dimaksud
dengan asuhan kebidanan Hirschprung.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan hisprung ?
2. Apa saja etiologi hisprung ?
3. Apa saja klasifikasi hisprung ?
4. Apa saja tanda dan gejala hisprung ?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya hisprung ?
6. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada pasien hisprung ?
7. Bagaimana penatalaksanaan hisprung ?
8. Bagaimana cara pencegahan hisprung ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi hisprung
2 Untuk mengetahui etiologi hisprung
3 Untuk mengetahui klasifikasi hisprung
4 Untuk mengetahui tanda dan gejala hisprung
5 Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya hisprung
6 Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada pasien hisprung
7 Untuk mengetahui penatalaksanaan hisprung
8 Untuk mengetahui cara pencegahan hisprung

2
BAB II
LANDASAN TEORI

HISPRUNG
2.1 Definisi Hisprung

Hirschprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali kongenital


yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas
sebagian usus. Hisprung merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel saraf
ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus dari kolon distalis. Daerah
yang terkena dikenal sebagai segmen aganglionik (Sodikin, 2011)

Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan kongenital yang disebabkan


oleh obstruksi mekanis dari motilitas atau pergerakan bagian usus yang tidak
adekuat. Penyakit hisprung atau mega kolon adalah penyakit yang disebabkan
oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus
spontan dan tidak mampunyai spinkter rektum berelaksasi. Hisprung atau
mega kolon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum
atau bagian rektosigmoid kolon. Ketiadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Cecily
Lynn Betz, 2009).

Penyakit hisprung atau mega kolon adalah kelainan bawaan penyebab


gangguan pasase usus tersering pada neonatus dan kebanyakan terjadi pada
bayi aterm dengan berat lahir ± 3kg, lebih banyak laki-laki dari pada

3
perempuan. Hirschsprung (megakolon atau aganglionik kongenital) adalah
anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidakadekuatan motilitas sebagian usus. Penyakit Hirschprung merupakan
ketiadaan (atau, jika ada, kecil) saraf ganglion parasimpatik pada pleksus
meinterikus kolon distal. Daerah yang terkena dikenal sebagai segmen
aganglionik (Sodikin, 2011).

Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-
beda untuk setiap individu.

Penyakit Hisprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis


usus yang dimulai dari sfingter ani internal kearah proksimal dengan panjang
yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Juga dikatakan sebagai
suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis
dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan upnormal tersebut yang dapat
menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan,
sfingter rektum tidak dapat berileksasi, tidak mampu mencegah keluarnya
feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong
kebagian sekmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul
pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal
(A.Aziz Alimul Hidayat, 2006).

2.2 Etiologi Hisprung


a. Penyebab penyakit hisprung belum diketahui. Namun, kemungkinan ada
keterlibatan faktor genetik. Anak laki-laki lebih banyak terkena penyakit
hisprung dibandingkan anak perempuan (4:1). (Sodikin, 2011)
b. Mungkin karena kegagalan sel-sel krista naturalis untuk bermigrasi ke
dalam dinding usus suatu bagian saluran cerna bagian bawah termasuk

4
kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion)
di daerah tersebut, sehingga menyebabkan peristaltik usus menghilang
sehingga profulsi feses dalam lumen terlambat serta dapat menimbulkan
terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian
proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau kronis
tergantung panjang usus yang mengalami aganglion.

2.3 Klasifikasi Hisprung


Hirschpung dibedakan berdasarkan panjang segmen yang terkena,
hirschprung dibedakan menjadi dua tipe berikut :

a. Penyakit Hirschprung Segmen pendek


Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini
merupakan 70% kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki dibanding anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang
umum, insidenya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibanding wanita dan
kesempatan bagi saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami
penyakit ini adalah 1 dalam 20.

b. Penyakit Hirschprung Segmen panjang


Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai
seluruh kolon atau sampai usus halus. Anak laki-laki dan perempuan
memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan
jenis kelamin (Elmeida, 2015).

2.4 Tanda dan Gejala Hisprung


a. Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada hirshprung, dan bayi
baru lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Bayi baru lahir tidak
bisa mengeluarkan Mekonium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir.
b. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan
empedu dan distensi abdomen.

5
c. Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi mekonium yang
terlambat keluar (>24jam), perut kembung dan muntah berwarna hijau.
d. Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya
mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih mungkin menandkan terdapat
obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif dan muntah,
sedangkan pada anak lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan
adanya diare atau anterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada
tanda-tanda obstipasi. Terjadinya diare yang berganti ganti dengan
konstipasi merupakan hal yang tidak laim. Apabila disertai dengan
komplikasi enterokolitis, anak akan mengeluarkan feses yang besar dan
mengandung darah serta sangat bau, dan terdapat peristaltic dan
bisingusus yang nyata. Sebagaian besar dapat ditemukan pada
minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain ditemukan sebagai
kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang meningkat sesuai
dengan pertumbuhan umur anak. pada anak yang lebih tua
biasanyaterdapat konstipasi kronik disertai anoreksia dan kegagalan
pertumbuhan. (Sodikin, 2011)

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
a. Obstruksi total saat lahir dengan muntah
b. Distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
c. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah
dan dehidrasi.
d. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan
diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pada
colok dubur merupakan tanda yang khas.

Gejala Penyakit Hirshprung menurut Cecily Lynn Betz, 2009 :


1. Masa neonatal (baru lahir-11bulan)
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 - 48 jam setelah lahir

6
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum (Menyusu)
d. Distensi abdomen
2. Masa Bayi dan anak - anak (1-3 tahun)
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita dan berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Adanya masa difecal dapat dipalpasi.
f. Gagal tumbuh.
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia.

2.5 Patofisiologi Hisprung


Istilah kongenital aganglion megakolon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding submukosa colon
distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan ke abnormalan
atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya
evakuasi usus konstan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada megakolon (Cecily Lynn Betz, 2009).

Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke
segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar.

7
2.6 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan
diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme
anus. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan
memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik
yang saksama dapat membedakan keduanya. Pada anak yang lebih besar,
distensi abdomen yang disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan
flatus jarang ditemukan Differensial.

b. Pemeriksaan Colok Dubur


Pemeriksaan ini sangat penting, karena dengan pemeriksaan tersebut jari akan
merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya
udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot (Elmeida, 2015).

c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang
sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan
pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit
2) Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperatif.
3) Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi
dilakukan.

d. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar
atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah. Pemeriksaan dengan
barium enema sangat penting dan perlu dibuat secepatnya. Dengan
pemeriksaan ini akan ditemukan :
a) Daerah transisi

8
b) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit.
c) Enterokolitis pada segmen yang melebar.
d) Adanya penyumbatan pada kolon.
e) Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam (Elmeida, 2015).

e. Pemeriksaan lain-lain
1) Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat
pengisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa
2) Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakukan di
bawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatik.
3) Biopsi rektal dilakukan dengan anestesi umum, hal ini melibatkan
diperolehnya sampel lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel
ganglion dari pleksus Aurbach (Biopsi) yang lebih superfisial untuk
memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner
(Sodikin, 2011)
4) Pemeriksaan aktivitas enzim Asetilkolin esterase dari hasil biopsi. Pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
5) Pemeriksaan aktivitas neropinefrin dari jaringan biopsi usus (Elmeida,
2015).

2.7 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan terapeutik
Penatalaksanaan pembedahan bertujuan untuk :
a. Memperbaiki bagian yang aganglionik diusus besar
b. Membebaskan dari obstruksi
c. Mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
d. Mengembalikan fungsi spinkter ani internal

Penatalaksanaan pembedahan tersebut terdiri dari dua tahap yaitu:


a. Ostomi/kolostomi sementara (temporaryostomy), yang dibuat dekat dengan
segmen anganglionik yang bertujuan untuk melepaskan obstruksi dan secara

9
normal melemah dan usus besar dilatasi untuk mengembalikan ke ukuran
normal.
b. Pembedahan koreksi atau perbaikan dilakukan kembali, biasanya pada waktu
berat bayi atau anak telah mencapai 9kg atau sekitar setelah operasi pertama.
Beberapa prosedur pembedahan terhadap penyakit hirsprung adalah Swenson,
Duhamel, Boley, dan Soave. Namun prosedur Soave adalah prosedur
pembedahan untuk penyakit hirsprung yang paling sering digunakan.
Prinsipnya yaitu dengan penarikan usus besar yang normal bagian akhir
Diana mukosa anganglionik telah diubah.
a Prosedur Duhamel :
Penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannyadibelakang usus aganglionik.
b Prosedur Swenson :
Dilakukan anastomosis endtoend pada kolon berganglion dengan saluran anal
yang dibatasi.
c Prosedur soave :
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus.

2) Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum ini terutama ditujukan pada orang tua yang memiliki
bayi dengan penyakit hirsprung, Dimana tindakan yang dilakukan sebagai
bidan atau perawat adalah:
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital penyakit
hirsprung pada bayinya secara dini.
b. Membantu ikatan kasih sayang antara orang tua dan bayi
(Bondingattechment)
c. Mempersiapkan orang tua terhadap adanya tindakan pembedahan pada
bayinya.
d. Mengajarkan orang tua cara perawatan kolostomi yang benar.
e. Memperhatikan status nutrisi bayinya (Ngastiyah, 2005).

10
3) Penatalaksanaan medis
Hanya dengan operasi. Bila belum dapat dilakukan operasi, biasaanya
(merupakan tindakan sementara) dipasang pipa rektum, dengan atau tanpa
dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur. Penjelasan
kepada orang tua tentang penyakit anaknya, tindakan yang didahulukan dan
perawatan dirumah untuk mempertahankan kesehatan (Elmeida, 2015).

Hirschsprung, yaitu kelainan bawaan sejak lahir karena kondisi saraf di usus
besar yang tidak berfungsi normal. Akibatnya kotoran akan menumpuk di
usus bawah karena fungsi saraf yang mendorong kotoran keluar tidak
berjalan. Kondisi ini membuat penderitanya terutama bayi tidak bisa BAB
selama berminggu-minggu yang akhirnya timbul radang usus. Bagian usus
yang tak ada persarafannya ini harus dibuang lewat operasi.

Bayi yang tidak bisa BAB umumnya perutnya kembung.


Bedanya hirschsprungdengan sembelit pada bayi adalah jika bayi sembelit
ketika diberi obat pencahar kotoran bisa keluar. Tapi bayi yang
menderita hisrchsprung tidak akan bereaksi apa-apa meski sudah diberi obat
pencahar. Kolostomi yang dilakukan bisa bersifat sementara hingga cedera
atau sakit pada bagian usus besarnya sembuh dan istirahat dengan cukup.
Sedangkan kolostomi yang bersifat permanen yaitu jika jarak usus besar
terlalu jauh, diblokir atau tidak bisa berfungsi dengan normal.

Penderita kanker kolorektal identik dengan kolostomi permanen, tapi hanya


sekitar 10-15 persen pasien saja yang memerlukan kolostomi. Setelah
prosedur kolostomi selesai dilakukan, maka sebuah plastik akan ditempatkan
di perut pasien yang memiliki stoma (lubang buatan di perut) untuk
menampung kotoran dari dalam usus. Selama di rumah sakit, pasien akan
diberitahu cara merawat kolostomi tersebut dan menentukan kapan kantung
tersebut harus diganti serta posisinya. Pasien juga harus memeriksa secara
reguler dan perawatan menyeluruh pada kulit sekitar stoma agar dapat
mempertahankan permukaan yang memadai dalam penempatan kantung.

11
Komplikasi yang terjadi selama pembedahan adalah:

1. Perdarahan berlebih
2. Infeksi luka bedah
3. Peradangan
4. Gumpalan darah di pembuluh darah kaki
5. Emboli paru.

Periode waktu yang dibutuhkan untuk proses pemulihan tergantung dari


kesehatan pasien secara menyeluruh sebelum operasi. Selain itu komplikasi
seperti pergerakan stoma di bawah permukaan perut atau penyempitan lubang
stoma juga harus selalu dipantau. Pasien yang hidup dengan kolostomi
membutuhkan perawatan khusus untuk mengurusnya, mencegah infeksi dan
komplikasi. Seperti dikutip dari eHow, Senin (10/5/2010) ada beberapa
langkah yang bisa dilakukan untuk membantu pasien kolostomi
menyesuaikan hal ini, yaitu:

1. Meminta suster atau petugas kesehatan untuk menjelaskan mengenai


segala hal terkait kantung untuk stoma, seperti dimana membelinya,
prosedur pemakaiannya serta memahami bahasa yang tertera di kantung.
2. Mengosongkan kantung kolostomi sebelum terlalu penuh, hal ini untuk
menghindari kemungkinan meluap atau infeksi. Serta memperhatikan
pembuangan limbah dari kantung di toilet.
3. Mempraktikkan sendiri cara penggantian kantung kolostomi sendiri
sebelum meninggalkan rumah sakit.
4. Membilas stoma (kulit yang terbuka) secara lembut dengan air hangat
sebelum menempelkan kantung yang baru. Jika memilih menggunakan
sabun, maka pastikan bahwa sabun tersebut tidak diberi wewangian dan
tanpa iritasi. Lalu keringkan secara pelan-pelan dengan handuk lembut.
5. Menjaga daerah sekitar stoma (lubang buatan) agar tetap kering dan
bersih.
6. Memonitor letak stoma untuk mengetahui ada kebocoran atau perdarahan
yang bisa menjadi tanda-tanda infeksi akibat pencemaran dari isi kantung.

12
7. Menuliskan informasi atau instruksi mengenai kantung kolostomi sehingga
dapat meringankan kecemasan pasien dalam mengurusnya sehari-hari.
8. Mendiskusikan segala aspek mengenai emosional.

4) Penatalaksanaan keperawatan
Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan
yang dilakukan adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat
setiap hari (bila ada persetujuan dokter) dan mempertahankan kesehatan
pasien dengan memberi makanan yang cukup bergizi serta mencegah
terjadinya infeksI (Elmeida, 2015).

2.8 Pencegahan Hisprung


Pencegahan penyakit hirscprung dapat dilakukan dengan memberikan
makanan dan minuman yang mengandung nutrisi yang baik saat ibu hamil,
tidak merokok dan minum alkohol, serta menjaga kondisi ibu dalam masa
kehamilan.

1) Pencegahan primer
Pencegahan primer pada penderita hirprung dapat dilakukan dengan cara:
a. Health promotion
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang disebabkan oleh pengaruh
genetik tidak terlepas dari pola konsumsi serta asupan gizi dari ibu hamil
sehingga ibu hamil kandungan menginjak usia tiga bulan disarankan berhati-
hati terhadap obat-obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol yang dapat
memberikan pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap helth promotion
ini, sebagai pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah perlunya
perhatian terhadap pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa awal
kehamilan. Meghindari konsumsi makanan yang bersifat karsinogenik,
mengikuti penyuluhan mengenai konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan
istirahat yang cukup.

13
b. Spesific protection
Pada tahap ini pencegahan dilakukan walaupun belum dapat diketahui adanya
kelainan maupun tanda-tanda yang berhubungan dengan penyakit hisprung.
Pencegahan lebih mengarah pada perlindungan terhadap ancaman agent
penyakit misalnya melakukan akses pelayanan Antenatal Care (ANC)
terutama pada skrining ibu hamil berisiko tinggi, imunisasi ibu hamil,
pemberian tablet tambahan darah dan pemeriksaan rutin sebagai upaya
deteksi dini obstetric dengan komplikasi.

2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan guna mengetahui adanya penyakit hisprung
dan menegkkan diagnosa sedini mungkin. Keterlambatan diagnosa dapat
menyebabkan berbaga komplikasi yang merupakan penyebab kematian
seperti enterokolitis, perforasi usus, dan sepsi. Berbagai teknologi tersedia
untuk menegakkan diagnosis penyakit hisprung. Dengan melakukan
anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiografik, serta
pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rektum, dan pemeriksaan colok
dubur.

3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier lebih mengarah kepada perawatan pada pasien hisprung
untuk penatalaksanaan perawatan yang dilakukan oleh tenaga medis yang
profesional. agar tidak terjadi komplikasi lanjut. Persiapan prabedah rutin
antara lain lavase kolon, antibiotik, infus intravena, dan pemasangan tuba
nasogastrik, sedangkan penatalaksanaan perawatan pascabedah terdiri atas
perawatan luka, perawatan kolostomi, observasi terhadap distensi abdomen,
fungsi kolostomi, peritonitis, ileus paralitik, dan peningkatan suhu.
Selain melakukan persiapan serta penatalaksanaan pascabedah, perawatan
juga perlu memberikan dukungan pada orang tua, karena orang tua harus
belajar bagaimana merawat anak dengan suatu kolostomi, dan bagaimana
menggunakan kantung kolostomi.

14
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN

TERHADAP BY. A DENGAN DIAGNOSA HISPRUNG

DI RUANG KEMUNING RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK

Anamnese Oleh : Syifa Aprinda Sari

Tanggal Pengkajian : 18 Maret 2019

Waktu Pengkajian : 20.30 WIB

Tempat Pengkajian : Ruang Kemuning RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar


Lampung

DATA SUBJEKTIF (S)

A. Identitas
1. Identitas Bayi
Nama : By. A
No. Rekam Medik : 00.58.08.44
Tanggal Lahir : 23 Oktober 2018
Umur : 11 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke- :1
Suku/ bangsa : Islam
Alamat : Trans tanjungan blok campur sari RT/RW 008/004,
katibung, Lampung Selatan.

15
2. Identitas Orang Tua
Ibu Ayah

Nama : Ny. P Tn. I

Umur : 23 tahun 31 tahun

Agama : Islam Islam

Suku/ Bangsa : Jawa Jawa

Pendidikan : SLTP SD

Pekerjaan : IRT Wiraswasta

Alamat : Trans tanjungan blok campur sari RT/RW 008/004, katibung,


Lampung Selatan.

B. Keluhan Utama
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah BAB lewat kolostomi dan perut sudah
tidak kembung.

C. Riwayat Kesehatan
1. Imunisasi : HB0, BCG
2. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien post operasi kolostomi

D. Pola Nutrisi
Air Susu Ibu dan Susu Formula

E. Pola Eleminasi
Sebelum Kolostomi
1. BAK : 8x/ hari
2. BAB : 1x/ 3 hari

Setelah Kolostomi

1. BAK : 8x/hari

16
2. BAB : 2x/hari

F. Pola Istirahat
Sebelum Kolostomi : 12-13 jam/hari
Setelah Kolostomi : 15-16 jam/hari

DATA OBJEKTIF (O)

A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadarn : Composmentis
3. TTV : N : 90 x/menit R : 23 x/menit S : 36,5 ⁰C
4. BB saat lahir : 3200 gram
5. BB Sekarang : 4800 gram

B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Tidak ada molase
2. Rambut : bersih, hitam, tidak rontok
3. Wajah : Tidak ada pembengkakan
4. Mata : simetris, konjungtiva an anemis, sklera an ikterik
5. Hidung : bersih, tidak ada lendir
6. Mulut : simetris, tidak ada kelainan
7. Telinga : tidak ada benjolan, tidak ada serumen
8. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
9. Dada :
a. Paru-paru
I : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
A : normal, tidak ada ronchi dan tidak ada wheezing
b. Jantung : S1-S2 murni, tak ada murmur, dan tidak ada ronchi

17
10. Abdomen :
I : tidak ada cekungan atau kemerahan, terdapat luka kolostomi pada
kuadran IV
P : tidak ada nyeri tekan pada epigastrium, tidak ada pembesaran
hepar dan lien
P : bunyi thimpany
A : bunyi bising usus (+)

11. Punggung : Tidak ada spina bifida


12. Ekstremitas :
Atas : jari lengkap, pergerakan aktif, terpasang infus pada tangan kanan

Bawah : jari lengkap, pergerakan aktif.

13. Anus : (+)


14. Kulit : ruam negatif

C. Pemeriksaan Penunjang
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
Haemoglobin 12,5 10,10 - 12,90 g/dL
Eritrosit 4,5 4,7 – 6,1 juta/ µL
Leukosit 9.000 4.800 – 10.800 / µL
Hematokrit 36 42 – 52
Trombosit 489.000 150.000 – 450.000/ µL
MCV 80 79 – 99 fL
MCH 28 27 – 31 g/dL
MCHC 35 30 – 35 g/dL
SGOT 29 < 37 U/L
SGPT 19 <41 U/L
Gula Darah Sewaktu 117 <140 mg/dL
Natrium 135 135 – 145 mmol/L
Kalium 4,1 3.5 – 5,0 mmol/L
Calsium 9,7 8,6 – 10,0 mg/dL

18
Chlorida 103 96 – 106 mmol/L
Ureum 16 13 – 43 mg/dL
Creatinine 0,22 0,72 - 1,18 mg/dL

ANALISA (A)

Diagnosa : By. A umur 4 bulan dengan hisprung post op colostomi hari ke-1

PENATALAKSANAAN (P)

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan


2. Mengobservasi keadaan umum dan TTV bayi
3. Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi bayi
4. Melakukan perawatan kolostomi
5. Mengajarkan ibu cuci tangan 6 langkah
6. Mengajarkan ibu perawatan kolostomi, yaitu mengganti kolostomi bag setiap
bayi setelah BAB dan membersihkan feses yang ada di sekitar luka kolostomi
menggunakan air hangat kemudian memakaikan kembali colostomi bag
7. Berkolaborasi dengan dokter spesialis untuk memberikan terapi :
a) KaEn 3B 950 cc/ 24 j
b) Ceftazidine 400 mg/ 12 j
c) Metrinidazole 60 mg/ 8j
d) Paracetamol 5 cc/ 3j

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 19 Maret 2019

Pukul : 16.00 WIB

DATA SUBJEKTIF (S)

Ibu mengatakan bahwa anaknya demam, BAB lewat kolostomi, dan tidak
kembung.

19
DATA OBJEKTIF (O)

1. Keadaan Umum : Sedang


2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV : N : 89 x/ menit S : 38, 1⁰C R : 22 x/menit
4. Abdomen :
I : tidak ada cekungan atau kemerahan, terdapat luka kolostomi pada
kuadran IV
P : tidak ada nyeri tekan pada epigastrium, tidak ada pembesaran hepar dan
lien
P : bunyi thimpany
A : bunyi bising usus 10x/m

ANALISA (A)

Diagnosa : By. A umur 4 bulan dengan hisprung post op colostomi hari ke-2

PENATALAKSANAAN (P)

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan


2. Mengobservasi keadaan umum dan TTV bayi
3. Melakukan perawatan kolostomi
4. Menganjurkan ibu untuk mengompres menggunakan air hangat dan melakukan
boanding attachment untuk menurunkan demam bayi
5. Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi bayi
6. Mengajarkan ibu cuci tangan 6 langkah
7. Mengajarkan ibu perawatan kolostomi
8. Berkolaborasi dengan dokter spesialis untuk memberikan terapi :
e) KaEn 3B 950 cc/ 24 j
f) Ceftazidine 400 mg/ 12 j
g) Metrinidazole 60 mg/ 8j
h) Paracetamol 5 cc/ 3j

20
CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 20 Maret 2019

Pukul : 10.00 WIB

DATA SUBJEKTIF (S)

Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah tidak demam, BAB lewat kolostomi, dan
tidak kembung.

DATA OBJEKTIF (O)

1. Keadaan Umum : Baik


2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV : N : 89 x/ menit S : 37 ⁰C R : 22 x/menit
4. Abdomen :
I : tidak ada cekungan atau kemerahan, terdapat luka kolostomi pada
kuadran IV
P : tidak ada nyeri tekan pada epigastrium, tidak ada pembesaran hepar dan
lien
P : bunyi thimpany
A : bunyi bising usus 10x/m

ANALISA (A)

Diagnosa : By. A umur 4 bulan dengan hisprung post op colostomi hari ke-3

PENATALAKSANAAN (P)

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan


2. Mengobservasi keadaan umum dan TTV bayi
3. Melakukan perawatan kolostomi
4. Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi bayi
5. Mengajarkan ibu cuci tangan 6 langkah
6. Mengajarkan ibu perawatan kolostomi
7. Berkolaborasi dengan dokter spesialis untuk memberikan terapi :

21
a) KaEn 3B 950 cc/ 24 j
b) Ceftazidine 400 mg/ 12 j
c) Metrinidazole 60 mg/ 8j
d) Paracetamol 5 cc/ 3j
8. Rencana pulang besok jika bayi tidak demam

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 21 Maret 2019

Pukul : 10.00 WIB

DATA SUBJEKTIF (S)

Ibu mengatakan bahwa anaknya tidak demam, BAB lewat kolostomi, dan tidak
kembung.

DATA OBJEKTIF (O)

1. Keadaan Umum : Baik


2. Kesadaran : Composmentis
3. TTV : N : 89 x/ menit S : 37 ⁰C R : 22 x/menit
4. Abdomen :
I : tidak ada cekungan atau kemerahan, terdapat luka kolostomi pada
kuadran IV
P : tidak ada nyeri tekan pada epigastrium, tidak ada pembesaran hepar dan
lien
P : bunyi thimpany
A : bunyi bising usus 10x/m

ANALISA (A)

Diagnosa : By. A umur 4 bulan dengan hisprung post op colostomi hari ke-4

22
PENATALAKSANAAN (P)

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan


2. Mengobservasi keadaan umum dan TTV bayi
3. Melakukan perawatan kolostomi dan up donat yaitu dengan cara melepas
jahitan lalu mengelilingi kassa yang sudah dilumuri antiseptik pada pinggir
luka kolostomi
4. Berkolaborasi dengan dokter spesialis untuk memberikan terapi :
a) KaEn 3B 950 cc/ 24 j
b) Ceftazidine 400 mg/ 12 j
c) Metronidazole 60 mg/ 8j
d) Paracetamol 5 cc/ 3j
5. Up infus pukul 12.00 WIB
6. Memperbolehkan ibu pulang kerumah setelah administrasi selesai dan
memberikan anjuran :
a) Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi bayi
b) Mengajarkan ibu cuci tangan 6 langkah
c) Mengajarkan ibu perawatan kolostomi, yaitu mengganti plastik kolostomi
setiap bayi setelah BAB dan membersihkan feses yang ada di sekitar luka
kolostomi menggunakan air hangat
d) Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan luka kolostomi agar tidak
terjadi infeksi
e) Menganjurkan ibu untuk kontrol kembali ke poli bedah anak pada tanggal
27 Maret 2019.

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada tinjauan teori dijelaskan bahwa penyakit hisprung atau mega kolon
adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus
dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir ± 3kg, lebih banyak
laki-laki dari pada perempuan. Seperti halnya dalam kasus ini, penyakit hisprung
terjadi pada pada pasien laki-laki pada bayi aterm dengan berat lahir 3200gram.

Pada pasien By. A telah dilakukan operasi kolostomi seperti yang kita
ketahui hal ini sesuai dengan tinjaun teori yaitu penatalaksanaan pembedahan
tersebut salah satunya yaitu ostomi/kolostomi sementara (temporaryostomy), yang
dibuat dekat dengan segmen anganglionik yang bertujuan untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan usus besar dilatasi untuk
mengembalikan ke ukuran normal.

Penatalaksanaan perawatan pascabedah terdiri atas perawatan luka,


perawatan kolostomi, observasi terhadap distensi abdomen, fungsi kolostomi,
peritonitis, ileus paralitik, dan peningkatan suhu. Selain melakukan persiapan
serta penatalaksanaan pascabedah, perawatan juga perlu memberikan dukungan
pada orang tua, karena orang tua harus belajar bagaimana merawat anak dengan
suatu kolostomi, dan bagaimana menggunakan kantung kolostomi. Berdasarkan
tinjauan teori tersebut penatalaksaan yang dilakukan terhadap By. A sudah sesuai
teori yang ada.

Penatalaksaan perawatan yang diberikan yaitu :


1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
2. Mengobservasi keadaan umum dan TTV bayi
3. Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi bayi
4. Melakukan perawatan kolostomi
5. Mengajarkan ibu cuci tangan 6 langkah

24
6. Mengajarkan ibu perawatan kolostomi, yaitu mengganti kolostomi bag setiap
bayi setelah BAB dan membersihkan feses yang ada di sekitar luka kolostomi
menggunakan air hangat kemudian memakaikan kembali colostomi bag
7. Berkolaborasi dengan dokter spesialis untuk memberikan terapi.

25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hirschsprung atau mega kolon adalah penyakit yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus
spontan dan tidak mampunya spinkter rektum berelaksasi. Kelainan
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar
paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Biasanya bayi akan bisa
BAB karena adanya tekanan dari makanan setelah daya tampung di usus
penuh. Tetapi pada hirschsprung ini tidak baik bagi usus bayi. Penumpukan
yang terjadi berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan akan
menimbulkan pembusukan yang lama kelamaan dapat menyebabkan adanya
radang usus hingga kanker usus.
Menurut beberapa teori penyebab penyakit ini belum diketahui, namun
ada juga beberapa teori menjelaskan penyebabnya. Maka, di karenakan
penyakit ini kebanyakan menyerang neonatus, pada saat ibu hamil harus
mengonsumsimakanan dan minuman yang mengandung nutrisi serta menjaga
kondisi ibu selama masa kehamilan.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan foto abdomen tegak. Pengobatan dapat dilakukan dengan
pembedahan seperti kolostomi, biopsi otot rektum, dan barium enema.
Pencehan pada penyakit hisprung diutamakan pada pencegahan primer yaitu
lebih ditujukan kepada ibu pada masa kehamilan. ibu hamil yang
kandungannya menginjak usia tiga bulan disarankan berhati-hati terhadap
obat-obatab, makanan yang diawetkan dan alkohol yang dapat memberikan
pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap helth promotion ini, sebagai
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah perlunya perhatian
terhadap pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa awal kehamilan.
Meghindari konsumsi makanan yang bersifat karsinogenik, mengikuti
penyuluhan mengenai konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan istirahat
yang cukup

26
5.2 SARAN
Dengan terbentuknya makalah tentang hirschsprung dan asuhan
kebidanan ini diharapkan kepada para pembaca mampu untuk memahami
dan mempelajari materi ini dengan baik.

27
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C.L dan Linda A.S. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Elmeida, Ika Fitria. 2015. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita & Anak Pra
Sekolah. CV. Jakarta : Trans Info Medika.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal &
Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika

28

Anda mungkin juga menyukai