PENDAHULUAN
1
Prognosis penyakit Hirschsprung yang diterapi dengan bedah umumnya
memuaskan, sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan feses
(kontinensia).Masalah setelah pembedahan yang dapat ditemukan adalah
enterokolitis berulang, striktur, prolapse, abses perianal, dan pengotoran feses.
Pembahasan ini mengajak anda untuk memahami asuhan kebidanan neonatus
dengan Hirschprung. Kegiatan belajar ini dirancang agar anda lebih muda
memahami asuhan kebidanan anak dengan Hischprung, sehingga dapat
bermanfaat dalam situasi nyata.Paparan berikut ini menyuguhkan beberapa
implikasi teoritis yang disertai hal-hal lain yang tetap terkait dengan Hischprung,
sehingga anda dapat mempelajarinya secara mandiri. Setelah menyelesaikan ini,
diharapkan mempunyai wawasan yang mantap mengenai apa yang dimaksud
dengan asuhan kebidanan Hirschprung.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi hisprung
2 Untuk mengetahui etiologi hisprung
3 Untuk mengetahui klasifikasi hisprung
4 Untuk mengetahui tanda dan gejala hisprung
5 Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya hisprung
6 Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada pasien hisprung
7 Untuk mengetahui penatalaksanaan hisprung
8 Untuk mengetahui cara pencegahan hisprung
2
BAB II
LANDASAN TEORI
HISPRUNG
2.1 Definisi Hisprung
3
perempuan. Hirschsprung (megakolon atau aganglionik kongenital) adalah
anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidakadekuatan motilitas sebagian usus. Penyakit Hirschprung merupakan
ketiadaan (atau, jika ada, kecil) saraf ganglion parasimpatik pada pleksus
meinterikus kolon distal. Daerah yang terkena dikenal sebagai segmen
aganglionik (Sodikin, 2011).
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-
beda untuk setiap individu.
4
kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion)
di daerah tersebut, sehingga menyebabkan peristaltik usus menghilang
sehingga profulsi feses dalam lumen terlambat serta dapat menimbulkan
terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian
proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau kronis
tergantung panjang usus yang mengalami aganglion.
5
c. Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan meliputi mekonium yang
terlambat keluar (>24jam), perut kembung dan muntah berwarna hijau.
d. Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya
mekonium selama 3 hari atau bahkan lebih mungkin menandkan terdapat
obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif dan muntah,
sedangkan pada anak lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan
adanya diare atau anterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada
tanda-tanda obstipasi. Terjadinya diare yang berganti ganti dengan
konstipasi merupakan hal yang tidak laim. Apabila disertai dengan
komplikasi enterokolitis, anak akan mengeluarkan feses yang besar dan
mengandung darah serta sangat bau, dan terdapat peristaltic dan
bisingusus yang nyata. Sebagaian besar dapat ditemukan pada
minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain ditemukan sebagai
kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang meningkat sesuai
dengan pertumbuhan umur anak. pada anak yang lebih tua
biasanyaterdapat konstipasi kronik disertai anoreksia dan kegagalan
pertumbuhan. (Sodikin, 2011)
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
a. Obstruksi total saat lahir dengan muntah
b. Distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
c. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah
dan dehidrasi.
d. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan
diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pada
colok dubur merupakan tanda yang khas.
6
b. Muntah berisi empedu
c. Enggan minum (Menyusu)
d. Distensi abdomen
2. Masa Bayi dan anak - anak (1-3 tahun)
a. Konstipasi
b. Diare berulang
c. Tinja seperti pita dan berbau busuk
d. Distensi abdomen
e. Adanya masa difecal dapat dipalpasi.
f. Gagal tumbuh.
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia.
Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke
segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar.
7
2.6 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan
diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme
anus. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan
memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik
yang saksama dapat membedakan keduanya. Pada anak yang lebih besar,
distensi abdomen yang disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan
flatus jarang ditemukan Differensial.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang
sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan
pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit
2) Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan
platelet preoperatif.
3) Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada
gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi
dilakukan.
d. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar
atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah. Pemeriksaan dengan
barium enema sangat penting dan perlu dibuat secepatnya. Dengan
pemeriksaan ini akan ditemukan :
a) Daerah transisi
8
b) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang
menyempit.
c) Enterokolitis pada segmen yang melebar.
d) Adanya penyumbatan pada kolon.
e) Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam (Elmeida, 2015).
e. Pemeriksaan lain-lain
1) Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat
pengisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa
2) Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakukan di
bawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatik.
3) Biopsi rektal dilakukan dengan anestesi umum, hal ini melibatkan
diperolehnya sampel lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel
ganglion dari pleksus Aurbach (Biopsi) yang lebih superfisial untuk
memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner
(Sodikin, 2011)
4) Pemeriksaan aktivitas enzim Asetilkolin esterase dari hasil biopsi. Pada
penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
5) Pemeriksaan aktivitas neropinefrin dari jaringan biopsi usus (Elmeida,
2015).
2.7 Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan terapeutik
Penatalaksanaan pembedahan bertujuan untuk :
a. Memperbaiki bagian yang aganglionik diusus besar
b. Membebaskan dari obstruksi
c. Mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
d. Mengembalikan fungsi spinkter ani internal
9
normal melemah dan usus besar dilatasi untuk mengembalikan ke ukuran
normal.
b. Pembedahan koreksi atau perbaikan dilakukan kembali, biasanya pada waktu
berat bayi atau anak telah mencapai 9kg atau sekitar setelah operasi pertama.
Beberapa prosedur pembedahan terhadap penyakit hirsprung adalah Swenson,
Duhamel, Boley, dan Soave. Namun prosedur Soave adalah prosedur
pembedahan untuk penyakit hirsprung yang paling sering digunakan.
Prinsipnya yaitu dengan penarikan usus besar yang normal bagian akhir
Diana mukosa anganglionik telah diubah.
a Prosedur Duhamel :
Penarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannyadibelakang usus aganglionik.
b Prosedur Swenson :
Dilakukan anastomosis endtoend pada kolon berganglion dengan saluran anal
yang dibatasi.
c Prosedur soave :
Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf
normal ditarik sampai ke anus.
2) Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum ini terutama ditujukan pada orang tua yang memiliki
bayi dengan penyakit hirsprung, Dimana tindakan yang dilakukan sebagai
bidan atau perawat adalah:
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital penyakit
hirsprung pada bayinya secara dini.
b. Membantu ikatan kasih sayang antara orang tua dan bayi
(Bondingattechment)
c. Mempersiapkan orang tua terhadap adanya tindakan pembedahan pada
bayinya.
d. Mengajarkan orang tua cara perawatan kolostomi yang benar.
e. Memperhatikan status nutrisi bayinya (Ngastiyah, 2005).
10
3) Penatalaksanaan medis
Hanya dengan operasi. Bila belum dapat dilakukan operasi, biasaanya
(merupakan tindakan sementara) dipasang pipa rektum, dengan atau tanpa
dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur. Penjelasan
kepada orang tua tentang penyakit anaknya, tindakan yang didahulukan dan
perawatan dirumah untuk mempertahankan kesehatan (Elmeida, 2015).
Hirschsprung, yaitu kelainan bawaan sejak lahir karena kondisi saraf di usus
besar yang tidak berfungsi normal. Akibatnya kotoran akan menumpuk di
usus bawah karena fungsi saraf yang mendorong kotoran keluar tidak
berjalan. Kondisi ini membuat penderitanya terutama bayi tidak bisa BAB
selama berminggu-minggu yang akhirnya timbul radang usus. Bagian usus
yang tak ada persarafannya ini harus dibuang lewat operasi.
11
Komplikasi yang terjadi selama pembedahan adalah:
1. Perdarahan berlebih
2. Infeksi luka bedah
3. Peradangan
4. Gumpalan darah di pembuluh darah kaki
5. Emboli paru.
12
7. Menuliskan informasi atau instruksi mengenai kantung kolostomi sehingga
dapat meringankan kecemasan pasien dalam mengurusnya sehari-hari.
8. Mendiskusikan segala aspek mengenai emosional.
4) Penatalaksanaan keperawatan
Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan
yang dilakukan adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat
setiap hari (bila ada persetujuan dokter) dan mempertahankan kesehatan
pasien dengan memberi makanan yang cukup bergizi serta mencegah
terjadinya infeksI (Elmeida, 2015).
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer pada penderita hirprung dapat dilakukan dengan cara:
a. Health promotion
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang disebabkan oleh pengaruh
genetik tidak terlepas dari pola konsumsi serta asupan gizi dari ibu hamil
sehingga ibu hamil kandungan menginjak usia tiga bulan disarankan berhati-
hati terhadap obat-obatan, makanan yang diawetkan dan alkohol yang dapat
memberikan pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap helth promotion
ini, sebagai pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah perlunya
perhatian terhadap pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa awal
kehamilan. Meghindari konsumsi makanan yang bersifat karsinogenik,
mengikuti penyuluhan mengenai konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan
istirahat yang cukup.
13
b. Spesific protection
Pada tahap ini pencegahan dilakukan walaupun belum dapat diketahui adanya
kelainan maupun tanda-tanda yang berhubungan dengan penyakit hisprung.
Pencegahan lebih mengarah pada perlindungan terhadap ancaman agent
penyakit misalnya melakukan akses pelayanan Antenatal Care (ANC)
terutama pada skrining ibu hamil berisiko tinggi, imunisasi ibu hamil,
pemberian tablet tambahan darah dan pemeriksaan rutin sebagai upaya
deteksi dini obstetric dengan komplikasi.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan guna mengetahui adanya penyakit hisprung
dan menegkkan diagnosa sedini mungkin. Keterlambatan diagnosa dapat
menyebabkan berbaga komplikasi yang merupakan penyebab kematian
seperti enterokolitis, perforasi usus, dan sepsi. Berbagai teknologi tersedia
untuk menegakkan diagnosis penyakit hisprung. Dengan melakukan
anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiografik, serta
pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rektum, dan pemeriksaan colok
dubur.
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier lebih mengarah kepada perawatan pada pasien hisprung
untuk penatalaksanaan perawatan yang dilakukan oleh tenaga medis yang
profesional. agar tidak terjadi komplikasi lanjut. Persiapan prabedah rutin
antara lain lavase kolon, antibiotik, infus intravena, dan pemasangan tuba
nasogastrik, sedangkan penatalaksanaan perawatan pascabedah terdiri atas
perawatan luka, perawatan kolostomi, observasi terhadap distensi abdomen,
fungsi kolostomi, peritonitis, ileus paralitik, dan peningkatan suhu.
Selain melakukan persiapan serta penatalaksanaan pascabedah, perawatan
juga perlu memberikan dukungan pada orang tua, karena orang tua harus
belajar bagaimana merawat anak dengan suatu kolostomi, dan bagaimana
menggunakan kantung kolostomi.
14
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN
A. Identitas
1. Identitas Bayi
Nama : By. A
No. Rekam Medik : 00.58.08.44
Tanggal Lahir : 23 Oktober 2018
Umur : 11 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Anak ke- :1
Suku/ bangsa : Islam
Alamat : Trans tanjungan blok campur sari RT/RW 008/004,
katibung, Lampung Selatan.
15
2. Identitas Orang Tua
Ibu Ayah
Pendidikan : SLTP SD
B. Keluhan Utama
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah BAB lewat kolostomi dan perut sudah
tidak kembung.
C. Riwayat Kesehatan
1. Imunisasi : HB0, BCG
2. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien post operasi kolostomi
D. Pola Nutrisi
Air Susu Ibu dan Susu Formula
E. Pola Eleminasi
Sebelum Kolostomi
1. BAK : 8x/ hari
2. BAB : 1x/ 3 hari
Setelah Kolostomi
1. BAK : 8x/hari
16
2. BAB : 2x/hari
F. Pola Istirahat
Sebelum Kolostomi : 12-13 jam/hari
Setelah Kolostomi : 15-16 jam/hari
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadarn : Composmentis
3. TTV : N : 90 x/menit R : 23 x/menit S : 36,5 ⁰C
4. BB saat lahir : 3200 gram
5. BB Sekarang : 4800 gram
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Tidak ada molase
2. Rambut : bersih, hitam, tidak rontok
3. Wajah : Tidak ada pembengkakan
4. Mata : simetris, konjungtiva an anemis, sklera an ikterik
5. Hidung : bersih, tidak ada lendir
6. Mulut : simetris, tidak ada kelainan
7. Telinga : tidak ada benjolan, tidak ada serumen
8. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
9. Dada :
a. Paru-paru
I : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
A : normal, tidak ada ronchi dan tidak ada wheezing
b. Jantung : S1-S2 murni, tak ada murmur, dan tidak ada ronchi
17
10. Abdomen :
I : tidak ada cekungan atau kemerahan, terdapat luka kolostomi pada
kuadran IV
P : tidak ada nyeri tekan pada epigastrium, tidak ada pembesaran
hepar dan lien
P : bunyi thimpany
A : bunyi bising usus (+)
C. Pemeriksaan Penunjang
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
Haemoglobin 12,5 10,10 - 12,90 g/dL
Eritrosit 4,5 4,7 – 6,1 juta/ µL
Leukosit 9.000 4.800 – 10.800 / µL
Hematokrit 36 42 – 52
Trombosit 489.000 150.000 – 450.000/ µL
MCV 80 79 – 99 fL
MCH 28 27 – 31 g/dL
MCHC 35 30 – 35 g/dL
SGOT 29 < 37 U/L
SGPT 19 <41 U/L
Gula Darah Sewaktu 117 <140 mg/dL
Natrium 135 135 – 145 mmol/L
Kalium 4,1 3.5 – 5,0 mmol/L
Calsium 9,7 8,6 – 10,0 mg/dL
18
Chlorida 103 96 – 106 mmol/L
Ureum 16 13 – 43 mg/dL
Creatinine 0,22 0,72 - 1,18 mg/dL
ANALISA (A)
Diagnosa : By. A umur 4 bulan dengan hisprung post op colostomi hari ke-1
PENATALAKSANAAN (P)
CATATAN PERKEMBANGAN
Ibu mengatakan bahwa anaknya demam, BAB lewat kolostomi, dan tidak
kembung.
19
DATA OBJEKTIF (O)
ANALISA (A)
Diagnosa : By. A umur 4 bulan dengan hisprung post op colostomi hari ke-2
PENATALAKSANAAN (P)
20
CATATAN PERKEMBANGAN
Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah tidak demam, BAB lewat kolostomi, dan
tidak kembung.
ANALISA (A)
Diagnosa : By. A umur 4 bulan dengan hisprung post op colostomi hari ke-3
PENATALAKSANAAN (P)
21
a) KaEn 3B 950 cc/ 24 j
b) Ceftazidine 400 mg/ 12 j
c) Metrinidazole 60 mg/ 8j
d) Paracetamol 5 cc/ 3j
8. Rencana pulang besok jika bayi tidak demam
CATATAN PERKEMBANGAN
Ibu mengatakan bahwa anaknya tidak demam, BAB lewat kolostomi, dan tidak
kembung.
ANALISA (A)
Diagnosa : By. A umur 4 bulan dengan hisprung post op colostomi hari ke-4
22
PENATALAKSANAAN (P)
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada tinjauan teori dijelaskan bahwa penyakit hisprung atau mega kolon
adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus
dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir ± 3kg, lebih banyak
laki-laki dari pada perempuan. Seperti halnya dalam kasus ini, penyakit hisprung
terjadi pada pada pasien laki-laki pada bayi aterm dengan berat lahir 3200gram.
Pada pasien By. A telah dilakukan operasi kolostomi seperti yang kita
ketahui hal ini sesuai dengan tinjaun teori yaitu penatalaksanaan pembedahan
tersebut salah satunya yaitu ostomi/kolostomi sementara (temporaryostomy), yang
dibuat dekat dengan segmen anganglionik yang bertujuan untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan usus besar dilatasi untuk
mengembalikan ke ukuran normal.
24
6. Mengajarkan ibu perawatan kolostomi, yaitu mengganti kolostomi bag setiap
bayi setelah BAB dan membersihkan feses yang ada di sekitar luka kolostomi
menggunakan air hangat kemudian memakaikan kembali colostomi bag
7. Berkolaborasi dengan dokter spesialis untuk memberikan terapi.
25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hirschsprung atau mega kolon adalah penyakit yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus
spontan dan tidak mampunya spinkter rektum berelaksasi. Kelainan
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar
paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Biasanya bayi akan bisa
BAB karena adanya tekanan dari makanan setelah daya tampung di usus
penuh. Tetapi pada hirschsprung ini tidak baik bagi usus bayi. Penumpukan
yang terjadi berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan akan
menimbulkan pembusukan yang lama kelamaan dapat menyebabkan adanya
radang usus hingga kanker usus.
Menurut beberapa teori penyebab penyakit ini belum diketahui, namun
ada juga beberapa teori menjelaskan penyebabnya. Maka, di karenakan
penyakit ini kebanyakan menyerang neonatus, pada saat ibu hamil harus
mengonsumsimakanan dan minuman yang mengandung nutrisi serta menjaga
kondisi ibu selama masa kehamilan.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi dan
pemeriksaan foto abdomen tegak. Pengobatan dapat dilakukan dengan
pembedahan seperti kolostomi, biopsi otot rektum, dan barium enema.
Pencehan pada penyakit hisprung diutamakan pada pencegahan primer yaitu
lebih ditujukan kepada ibu pada masa kehamilan. ibu hamil yang
kandungannya menginjak usia tiga bulan disarankan berhati-hati terhadap
obat-obatab, makanan yang diawetkan dan alkohol yang dapat memberikan
pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap helth promotion ini, sebagai
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah perlunya perhatian
terhadap pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa awal kehamilan.
Meghindari konsumsi makanan yang bersifat karsinogenik, mengikuti
penyuluhan mengenai konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan istirahat
yang cukup
26
5.2 SARAN
Dengan terbentuknya makalah tentang hirschsprung dan asuhan
kebidanan ini diharapkan kepada para pembaca mampu untuk memahami
dan mempelajari materi ini dengan baik.
27
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C.L dan Linda A.S. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Elmeida, Ika Fitria. 2015. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi, Balita & Anak Pra
Sekolah. CV. Jakarta : Trans Info Medika.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :
Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal &
Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika
28