Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS UJIAN

PREEKLAMPSIA BERAT

Dokter Pembimbing:
dr. Semuel Sp.OG

Disusun oleh:
Amorrita Puspita Ratu
1102013023

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 11 SEPTEMBER – 18 NOVEMBER 2017
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. A

Usia : 25 tahun

Agama : Islam

Suku : Betawi

Pendidikan : D3 Kebidanan

Pekerjaan : Bidan

Alamat : Jakarta Timur

MRS : 31 Oktober 2017

II. Data dasar

Keluhan utama

Pasien datang dengan keluhan mules-mules sejak 6 jam SMRS

Keluhan tambahan

Sakit kepala, batuk dan sedikit sesak sejak seminggu SMRS

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RS Polri melalui rujukan dari Puskesmas Kramat Jati dengan

keluhan mules-mules sejak 6 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala,

batuk dan sedikit sesak sejak seminggu SMRS. Di Puskesmas, pasien telah

diberikan initial dose MgSO4 4 gram intravena dan antihipertensi nifedipin peroral.

2
Penglihatan kabur dan nyeri ulu hati disangkal. Pasien mengatakan tidak ada keluar

air-air dan lendir darah.

Riwayat penyakit dahulu

Hipertensi sebelum kehamilan : disangkal

Diabetes Melitus : disangkal

Asma : disangkal

Alergi : disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Hipertensi : pada ibu

Diabetes Melitus : disangkal

Asma : disangkal

Alergi : disangkal

Riwayat pernikahan

Pasien menikah 1 kali pada usia 24 tahun dan pernikahan sudah berlangsung selama

11 bulan

Riwayat menstruasi

Menarche : 13 tahun

Siklus haid : 30 hari / teratur

Lama haid : 7 hari

Jumlah darah haid : 2-3 kali ganti pembalut

HPHT : 30 Januari 2017

Taksiran partus : 6 November 2017

3
Riwayat persalinan

N Tanggal lahir Umur Tempat Jenis Penolong JK BB PP Umur

O partus Kehamilan Partus persalinan sekarang

1 Hamil ini

Kontrasepsi

Pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi

Pemeriksaan Fisik

Antropometri : Berat badan (BB): 60 kg, Tinggi badan (TB): 160

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 170/110 mmHg

Frekuensi nadi : 92 kali/menit

Frekuensi nafas : 20 kali/menit

Suhu : 36,6 ºC

Status Generalisata

Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan

4
Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks
- Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
- Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen
- Inspeksi : perut buncit
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas
- Superior : edema (-/-), akral hangat
- Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)

Status Obstetrik
Inspeksi : perut buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi : fundus uteri 32 cm, presentasi kepala, punggung kanan
Auskultasi : DJJ 140x/menit
Pemeriksaan dalam : portio tipis lunak, pembukaan 9 cm, ketuban (+), kepala
di Hodge I

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (31 Oktober 2017 pukul 11.46 di IGD)
Hemoglobin 12,3 g/dl
Leukosit 20.900 u/l
Hematokrit 37%
Trombosit 464.000 /ul
Masa Pendaarahan 2'
Masa Pembekuan 12’

Kimia Klinik (31 Oktober 2017 pukul 11.46 di IGD)


SGOT 27,2 U/L
SGPT 25,8 U/L
Ureum 16 mg/dl
Creatinine 1,3 mg/dl

5
GDS 97 mg/dl
Natrium 132 mmol/l
Kalium 3,4 mmol/l
Chlorida 100 mmol/l

Urine Lengkap (31 Oktober 2017 pukul 11.46 di IGD)


Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Reaksi/pH 5,0
Berat Jenis 1.030
Protein ++
Bilirubin -
Glukosa -
Keton ++
Darah/Hb ++
Nitrit -
Urobilinogen 0,1
Lekosit -
Sedimen
Leukosit 2-3
Eritrosit 18-19
Sel epitel +
Silinder -
Kristal -

III. Diagnosis

G1P0A0 H39 minggu dengan PK I fase aktif, PEB, impending eclampsia dan

edema paru

IV. Daftar Masalah

 Hipertensi

6
 Proteinuria ++

 Sakit kepala

 Batuk

 Sesak napas

V. Perencanaan Masalah

Rencana diagnostik

 Observasi tanda vital dan keadaan umum

 Observasi tanda impending eclampsia lainnya

 Pengelolaan cairan dengan memasang folley catheter

 Periksa refleks patella

 CTG

Rencana terapi

 Rawat inap

 IVFD RL 500 cc

 Maintanance dose 6 gr MgSO4 dalam larutan RL per 6 jam

 Antihipertensi: Nifedipin 10-20 mg per oral

 Diuretik: furosemid

 Terminasi kehamilan

Rencana edukasi

 Kurangi aktivitas, perbanyak istirahat

VI. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

7
VII. Catatan Kemajuan

31 Oktober 2017

(05.00)

S : Cempaka 1 menerima pasien dari IGD dengan keluhan mules sejak 6 jam SMRS
disertai sakit kepala. KU baik, kesadaran CM, GCS 15.
O : TD 160/100 mmHg RR 20x/menit
Nd 140x/menit S 36,7 C
DJJ 170x/menit
TFU 32 cm
His 6 x 10 menit selama 30 detik, sedang
VT: portio tipis lunak, pembukaan 9 cm, ketuban (+), presentasi kepala H1

Hasil CTG pukul 05.00 di Cempaka 1

A : G1P0A0 H39 minggu dengan PK I fase aktif, PEB dan impending eclampsia
P : IVFD RL 500 cc

8
Lapor dr. Adi, Sp.OG, instruksi:
 lakukan amniotomi
 pimpin persalinan
 siapkan SC jam 08.00 WIB jika tidak lahir

(06:00)

S : OS mengeluh sakit kepala, batuk dan sesak napas belum berkurang


O : TD 160/100 mmHg RR 20x/menit
Nd 140x/menit S 36,7 C
DJJ 170x/menit
TFU 32 cm
His 6 x 10 menit selama 30 detik, sedang
A : G1P0A0 H39 minggu dengan PK I fase aktif, PEB dan impending eclampsia
P : IVFD RL 500 cc
Amniotomi  ketuban hijau encer, presentasi kepala H2
Dipimpin persalinan dengan mengedan miring kiri  bayi belum lahir  cito SC
Skin test ceftriaxone

(08.50)

Dilakukan SC pada pukul 08.50


Laporan operasi
1. Pasien terlentang di atas meja op dalam anastesi spinal
2. A dan antisepsis pada daerah operasi
3. Insisi pfannensteil ± 10 cm
4. SBU disayat tajam, dilebarkan berbentuk U
5. Dengan bantuan 1/2 forcep, lahir bayi laki-laki, BB 3000 gr PB 50 cm, AS 7/8
6. Air ketuban hijau, sedikit
7. Plasenta berimplantasi di fundus, lahir lengkap
8. Kedua ujung SBU dijahit hemostatis
9. SBU dijahit jelujur selapis dengan safil no 1
10. Keadaan tuba dan ovarium dalam batas normal

9
11. Diyakini tidak ada perdarahan
12. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis

INSTRUKSI POST OP
1. Rawat ICU
2. Restriksi cairan 1500 cc/24 jam
3. Observasi TTV dan tanda akut perdarahan
4. Immobilisasi 24 jam
5. Cek lab: SGOT/SGPT, darah perifer lengkap, ureum/creatinine
6. Diet biasa
7. Realimentasi dini
8. IVFD oxitocin 4 amp + tramadol 1 amp + ketorolac 1 amp/RL 500 cc s.d. 24 jam
R/ Inj. dexametason 2 x 5 mg
Inj. ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. lasix 2 amp
Profenid supp 3 x 1
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Cefixime 2 x 100 mg

(12.00)

S : ICU B1 menerima pasien post op SC dari Cempaka 1 dengan keluhan nyeri luka bekas
operasi. Sakit kepala dan sesak dirasakan berkurang. Batuk (+). KU lemah, kesadaran
CM, GCS 14 E4M5V5.
O : TD 100/80 mmHg RR 35x/menit
Nd 120x/menit S 36,2 C
A : P1A0, NH0 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru
P : IVFD oxitocin 4 amp + tramadol 1 amp + ketorolac 1 amp/RL 500 cc (10 tpm)
Mengambil sampel SGOT/SGPT, H2TL, Ureum/creatinine
R/ Inj. dexametason 10 mg
Inj. ceftriaxone 1 gr
Inj. lasix 2 amp
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg

10
Cefixime 100 mg

(21.00)

S : nyeri luka bekas operasi, sakit kepala (+) berkurang, sesak napas (+) berkurang, batuk
(+) berkurang
O : TD 120/90 mmHg RR 26x/menit
Nd 121x/menit S 37 C
Darah Rutin (31 Oktober 2017 pukul 21.12)
Hemoglobin 11,8 g/dl
Leukosit 24.100 u/l
Hematokrit 36%
Trombosit 404.000 /ul

Kimia Klinik (31 Oktober 2017 pukul 21.12)


SGOT 32,2 U/L
SGPT 19,6 U/L
Ureum 27 mg/dl
Creatinine 1,0 mg/dl
A : P1A0, NH0 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru
P : IVFD oxitocin 4 amp + tramadol 1 amp + ketorolac 1 amp/RL 500 cc (10 tpm)
Mengambil sampel SGOT/SGPT, H2TL, Ureum/creatinine
R/ Inj. dexametason 10 mg
Inj. ceftriaxone 1 gr
Inj. lasix 2 amp
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg

11
1 November 2017

(07.00)

S : nyeri luka bekas operasi, sakit kepala (+) berkurang, sesak napas (+) berkurang, batuk
(+) berkurang
O : TD 110/80 mmHg RR 25x/menit
Nd 115x/menit S 35,9 C
Darah Rutin (1 November 2017 pukul 06.48)
Hemoglobin 11,7 g/dl
Leukosit 23.100 u/l
Hematokrit 37%
Trombosit 415.000 /ul

Kimia Klinik (1 November 2017 pukul 06.48)


SGOT 30,0 U/L
SGPT 18,5 U/L
Ureum 21 mg/dl
Creatinine 1,0 mg/dl
A : P1A0, NH1 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru
P : IVFD oxitocin 4 amp + tramadol 1 amp + ketorolac 1 amp/RL 500 cc (10 tpm)
R/ Inj. dexametason 5 mg
Inj. ceftriaxone 1 gr
Inj. metronidazole 500 mg
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg

(21:30)

S : nyeri luka bekas operasi, sesak napas (+) berkurang, batuk (+) berkurang, sakit kepala
(-)
O : TD 120/70 mmHg RR 24x/menit
Nd 117x/menit S 36,2 C

12
A : P1A0, NH1 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru
P : IVFD oxitocin 4 amp + tramadol 1 amp + ketorolac 1 amp/RL 500 cc (10 tpm)
Mengambil sampel SGOT/SGPT, H2TL
R/ Inj. dexametason 5 mg
Inj. ceftriaxone 1 gr
Inj. metronidazole 500 mg
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg

2 November 2017

(08.00)

S : nyeri luka bekas operasi, batuk (+) berkurang, sesak napas (-), sakit kepala (-)
O : TD 120/80 mmHg RR 20x/menit
Nd 90x/menit S 36,5 C
Darah Rutin (2 November 2017 pukul 07.29)
Hemoglobin 11,5 g/dl
Leukosit 22.800 u/l
Hematokrit 36%
Trombosit 445.000 /ul

Kimia Klinik (2 November 2017 pukul 07.29)


SGOT 26,7 U/L
SGPT 15,6 U/L
A : P1A0, NH2 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru perbaikan
P : IVFD tramadol 1 amp/RL 500 cc (21 tpm)
R/ Inj. metronidazole 500 mg
Inj. cefotaxim 1 gr
Inj. alinamin 1 amp
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg

13
Pindah ruangan ke Cempaka 2

(14.20)

S : Cempaka 2 menerima pasien NH2 post op SC a.i PEB, impending eclampsia dan
edema paru dari ICU B1 dengan keluhan nyeri luka bekas operasi dan batuk. Sakit
kepala dan sesak (-). KU sakit sedang, kesadaran CM, GCS 15.
O : TD 140/90 mmHg RR 20x/menit
Nd 83x/menit S 36,4 C
A : P1A0, NH2 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru perbaikan
P : IVFD tramadol 1 amp/RL 500 cc (21 tpm)
Mengambil sampel SGOT/SGPT, H2TL
R/ Inj. metronidazole 500 mg
Inj. cefotaxim 1 gr
Inj. alinamin 1 amp
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg

3 November 2017

(07.00)

S : nyeri luka bekas operasi, batuk (+) berkurang, sesak napas (-), sakit kepala (-)
O : TD 160/90 mmHg RR 20x/menit
Nd 89x/menit S 36,4 C
Darah Rutin (3 November 2017 pukul 06.16)
Hemoglobin 12,1 g/dl
Leukosit 15.500 u/l
Hematokrit 36%
Trombosit 554.000 /ul

14
Kimia Klinik (3 November 2017 pukul 06.16)
SGOT 28,6 U/L
SGPT 16,9 U/L
A : P1A0, NH3 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru perbaikan
P : R/ Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg

4 November 2017

(07.00)

S : nyeri luka bekas operasi, batuk (+) berkurang, sesak napas (-), sakit kepala (-)
O : TD 130/90 mmHg RR 20x/menit
Nd 84x/menit S 36 C
A : P1A0, NH4 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru perbaikan
P : R/ Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg
Pasien boleh pulang

15
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai

dengan proteinuria. Menurut Cunningham (2005) kriteria minimum untuk mendiagnosis

preeklampsia adalah adanya hipertensi disertai proteinuria minimal. Hipertensi terjadi ketika

tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg dengan pengukuran tekanan darah

sekurang- kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kemudian, dinyatakan terjadi proteinuria

apabila terdapat 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+ dipstick.

Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik

≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam disebut sebagai preeklampsia berat.

2.2 Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia antara lain:

1. Primigravida

Primigravida diartikan sebagai wanita yang hamil untuk pertama kalinya. tidak jarang

dikatakan sebagai penyakit primagravida karena memang lebih banyak terjadi pada

primigravida daripada multigravida (Wiknjosastro,2002).

2. Primipaternitas

Primipaternitas adalah kehamilan anak pertama dengan suami yang kedua. Berdasarkan

teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin dinyatakan bahwa ibu multipara yang menikah

lagi mempunyai risiko lebih besar untuk terjadinya preeklampsia jika dibandingkan dengan

suami yang sebelumnya.

16
3. Umur yang ekstrim

Kejadian preeklampsia berdasarkan usia banyak ditemukan pada kelompok usia ibu

yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Bobak, 2004). Menurut Potter

(2005), tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga pada usia 35 tahun

atau lebih terjadi peningkatkan risiko preeklamsia.

4. Hiperplasentosis

Hiperplasentosis ini misalnya terjadi pada mola hidatidosa, kehamilan multipel,

diabetes mellitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.

5. Riwayat preeklampsia

Wanita dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya memiliki risiko 5

sampai 8 kali untuk mengalami preeklampsia lagi pada kehamilan keduanya. Sebaliknya,

wanita dengan preeklampsia pada kehamilan keduanya, maka bila ditelusuri ke belakang ia

memiliki 7 kali risiko lebih besar untuk memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan

pertamanya bila dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami preeklampsia di

kehamilannya yang kedua.

6. Riwayat keluarga dengan preeklampsia

Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia akan meningkatkan risiko

sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan preeklampsia berat cenderung memiliki ibu

dengan riwayat preeklampsia pada kehamilannya terdahulu.

7. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

Pada penelitian yang dilakukan oleh Davies dkk dengan menggunakan desain

penelitian case control study dikemukakan bahwa pada populasi yang diselidikinya wanita

17
dengan hipertensi kronik memiliki jumlah yang lebih banyak untuk mengalami preeklampsia

dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit ini.

8. Obesitas

Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi

jaringan lemak berlebihan sehingga dapat menganggu kesehatan. Indikator yang paling sering

digunakan untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa adalah indeks

massa tubuh (IMT). Seseorang dikatakan obesitas bila memiliki IMT ≥ 25 kg/m2.

Sebuah penelitian di Kanada menyatakan risiko terjadinya preeklampsia meningkat dua

kali setiap peningkatan indeks massa tubuh ibu 5-7 kg/m, terkait dengan obesitas dalam

kehamilan, dengan mengeksklusikan sampel ibu dengan hipertensi kronis, diabetes mellitus,

dan kehamilan multipel. Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr Kariadi didapatkan

ibu hamil dengan obesitas memiliki risiko 3,9 kali lebih besar untuk menderita preeklampsia.

2.3 Patofisiologi

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus mimetrium berupa
arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
“remodeling arteri spiralis”.

18
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku
dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah uteroplasma
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeclampsia rata-rata 200 mikron.

2.4 Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia

Volume Plasma

Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut

hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi volume

plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab

yang tidak jelas pada preeklamsia terjadi penurunan volume plasma antara30%-40% dibanding

hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga

terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ

penting.

Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan

banyak. Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu

persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.

Hipertensi

Hipertensi merupakan tanda penting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam

kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik,

menggambarkan besaran curah jantung.

19
Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20

minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II.tekanan darah yang tinggi pada

preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal tekanan darah menjadi

normal beberapa hari pasca persalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya

tekanan darah normal dapat terjadi 2-4minggu pasca persalinan.

Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi

perifer, dan viskositas darah.

Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekana

darah >/- 140/90mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara

korotkoff’s phase V. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi karena

batas tekanan diastolik 90mmHg yang disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan

kematian perinatal tinggi.

Fungsi ginjal

 Perubahan fungsi ginjal disebabkan:


- Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria,
bahkan anuria.
- Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran
basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
- Terjadi Glomerullar Capillary Endotheliosis akibat sel endotel glomerular
membengkak disertai deposit fibril
- Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal
- Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh
darah.
 Proteinuria
Bila proteinuria timbul:
- Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal
- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan

20
- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria
umumnya tibul jauh pada akhir kehamilan
- Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan (a) urin dipstik: 100mg/l atau +1,
sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan
proteinuria dalam 24 jam. Patologis jika >/- 300mg/24 jam
 Asam urat serum
Umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc.
Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah
ginjal dan mengakibatkan menurunya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya
sekresi asam urat. Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.
 Kreatinin
Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinn plasma dalam
preeklampsia juga meningkat. Karena hipovolemia, maka aliran darah ginjal
menurun, mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya
sekresi kreatnin, disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar
kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan
penyulit pada ginjal.
 Oliguria dan anuria
Terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang
mengakibatkan produksi urin menurun, bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya
anuria menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti menggambarkan
pula berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan IV hanya karena oliguria tidak
dibenarkan.

Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar
elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum banyak, restriksi
konsumsi garam atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat anti diuretik.
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun,
disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbondioksida.
Kadar natrium dan Kalium pada preeklampsia sama dengan kadar hamil normal, yaitu
sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah

21
pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada
preeklampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.

Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik


Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu. Pada
preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan peningkatan
permeabilitas vaskular.

Koagulasi dan fibrinolisis


Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia, jarang yang berat,
tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi peningkatan FDP, penurunan antitrombin III,
dan peningkatan fibronektin.

Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan
hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnya
resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.

Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian meningkat lagi
pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematokrit meningkat
karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia.

Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atauedema generalisata,
dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat
kerusakan endotel arteriole.
Disebut trombositopenia bila trombosit <100.000 sel/ml. Hemolisis dapat
menimbulkan destruksi eritrosit.

22
Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan
enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut hematma.

Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik
edema.
- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi
terjadinya eklampsia.
- Dapat timbul kejang eklamptik.
- Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia.

Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

Paru
Risiko berat terjadinya edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung
kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya diuresis.

Janin
Preeklampsia dan eklampsia berat memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan
sel endotel pembuluh darah plasenta.

2.5 Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan kriteria pre-eklamsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini:
 Tekanan darah sitolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolic > 110 mmHg.

23
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring
 Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
 Oliguria (produksi urin < 500 cc/24 jam
 Kenaikan kadar kreatinin plasma
 Gangguan visus dan serebral, yaitu :
Penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson)
 Edema paru dan sianosis
 Hemolisis mikroangiopati
 Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : peningkatan kadar alanin dan
asparte aminotranferase
 Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
 Sindrom HELLP

2.6 Klasifikasi Preeklampsia Berat


Pre-eklamsia berat terbagi atas:
a) Pre-eklamsia berat tanpa impending eclampsia
b) Pre-eklamsia berat dengan impending eclampsia
Disebut Impending eclampsia, bila pre-eklamsia berat disertai dengan gejala-gejala
subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium,
dan kenaikkan progresif tekanan darah.

2.7 Tatalaksana Preeklampsia Berat


Tujuan
Mencegah kejang, mengobati hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap
penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan.

Manajemen umum perwatana pre-eklamsia berat


I. Sikap terhadap penyakit (medikamentosa)

24
 Penderita pre-eklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri)
 Monitoring input cairan melalui oral ataupun infus. Cairan yang diberikan dapat
berupa:
a. 5% Ringer Dekstrose atau cairan garam faal dengan jumlah tetesan < 125
cc/jam
b. Infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat
(60 – 125 cc/jam) 500 cc
 Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila
produksi urin < 30 cc/jam dalalm 2 – 3 jam atau < 500 cc/24 jam
 Diberi antasida untuk menetralisirkan asam lambung sehingga bila kejang
mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung.
 Diet yang cukup protein, rendah karbohhidrat, lemak dan garam
 Pemberian obat anti-kejang
Obat-obat antikejang yang dapat digunakan:
 MgSO4 (banyak digunakan di Indonesia)
MgSO4 menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Pada pemberian
MgSO4, magnesium akan menggeser kalsium karena transmisi
neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibisi antara ion kalsium dan
magnesium).

Cara pemberian MgSO4:


Loading dose (initial dose) : 4 gram MgSO4 intravena (40% dalam 10
cc) selama 15 detik
Maintenance dose : diberikan infuse 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m.
Selanjutnya maintenance dose diberikan
4 gram i.m. tiap 4 – 6 jam.

Syarat pemberian:
 Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi

25
(kalsium glukonas 10% = 1g (10% diberikan dalam 10 cc) diberikan
i.v. 3 menit)
 Reflex patella (+) kuat
 Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress
nafas

MgSO4 dihentikan bila:


 Ada tanda-tanda intoksikasi
 Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4


 Dosis terapeutik 4 – 7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
 Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
 Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
 Terhentinya jantung > 30 mEq/liter > 36 mg/dl

 Diazepam
 Fenitoin
 Pemberian anti-hipertensi
Obat-obat antihipertensi yang dapat diberikan antara lain :
 Antihipertensi Lini Pertama
Nifedifin
Dosis : 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit. Maksimum 120
mg dalam 24 jam.
 Antihipertensi Lini Kedua
Sodium nitroprusside
Dosis : 0.25 µg i.v./kg/menit, infuse; ditingkatkan 0.25 µg i.v./kg/ 5
menit
Diazokside
30 – 60 mg i.v./5 menit; atau i.v. infuse 10 mg/menit/dititrasi.

26
 Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin. Diberikan pada
kehamilan 32 – 34 mingu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada Simdrom
HELLP.

II. Sikap terhadap kehamilan


Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala pre-eklamsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya
dibagi menjadi:
 Perawatan aktif (aggressive management)
Kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengna pemberian
pengobatan medikamentosa. Cara mengakhiri kehamilan (determinasi
kehamilan) dilakukan berdasarkan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah
inpartu atau belum. Indikasi perawatan aktif, bila didapatkan satu/lebih
keadaan di bawah ini :
 IBU
o Umur kehamilan > 37 minggu
o Ada tanda-tanda/gejala impending eclampsia
o Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan
klinik dan laboratorik memburuk
o Diduga terjadi solusio plasenta
o Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
 JANIN
o Adanya tanda-tanda fetal distress
o Adanya tanda-tanda Intruterine Growth Restriction (IUGR)
o NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
o Terjadinya oligohidramnion
 LABORATORIK
o Adanya tanda-tanda “Sindrom HELLP” khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat

 Perawatan konservatif (ekspektatif)


Indikasi perawatan konservatif adalah bila usia kehamilan preterm < 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Selama perawatan
27
konsevatif, sikap terhadap kehamilan adalah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, tetapi kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu
sudah mencapai tanda-tabnda pre-eklamsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24
jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila
penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda-tanda pre-eklamsia ringan.

2.8 Eklampsia
Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma.
Perawatan eklampsia
Perawatan dasar eklamsia adalah terapi suportif untuk stabilitas fungsi vital, yang selalu
diingat airway, breathing, circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi
hipoksemia dan sidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang.
Tujuan pengobatan medikomentosa adalah mencegah dan menghentikan kejang,
mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, mencapai stabilisasi ibu
seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan cara yang tepat.
Pengobatan medikamentosa:
- Obat anti kejang
yang menjadi pilihan utama adalah magnesium sulfat. Bila dengan obat ini kejang
masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain misalnya thiopental.
- Perawatan waktu kejang
pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang tersebut.

28
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21st Edition. McGraw Hill.USA. 1073-1078,


1390-94, 1475-77

De Cherney, Alan. Nathan, Lauren. Current. Obstetry & Gynecology. LANGE.


Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201

Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 1999. 357-8, 785-790

Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku Obstetri dan
Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta; Widya Medika, 2002.

Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders Elsevier. Page


747.

Wardhani, Dyah P, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Media
Aeusclapius: Jakarta

Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III, Cetakan lima. Yayasan Bina Pustaka.

29

Anda mungkin juga menyukai