Status Ujian Peb
Status Ujian Peb
PREEKLAMPSIA BERAT
Dokter Pembimbing:
dr. Semuel Sp.OG
Disusun oleh:
Amorrita Puspita Ratu
1102013023
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Usia : 25 tahun
Agama : Islam
Suku : Betawi
Pendidikan : D3 Kebidanan
Pekerjaan : Bidan
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Pasien datang ke IGD RS Polri melalui rujukan dari Puskesmas Kramat Jati dengan
keluhan mules-mules sejak 6 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala,
batuk dan sedikit sesak sejak seminggu SMRS. Di Puskesmas, pasien telah
diberikan initial dose MgSO4 4 gram intravena dan antihipertensi nifedipin peroral.
2
Penglihatan kabur dan nyeri ulu hati disangkal. Pasien mengatakan tidak ada keluar
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada usia 24 tahun dan pernikahan sudah berlangsung selama
11 bulan
Riwayat menstruasi
Menarche : 13 tahun
3
Riwayat persalinan
1 Hamil ini
Kontrasepsi
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Suhu : 36,6 ºC
Status Generalisata
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : tidak ditemukan kelainan
4
Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks
- Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
- Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen
- Inspeksi : perut buncit
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas
- Superior : edema (-/-), akral hangat
- Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)
Status Obstetrik
Inspeksi : perut buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi : fundus uteri 32 cm, presentasi kepala, punggung kanan
Auskultasi : DJJ 140x/menit
Pemeriksaan dalam : portio tipis lunak, pembukaan 9 cm, ketuban (+), kepala
di Hodge I
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (31 Oktober 2017 pukul 11.46 di IGD)
Hemoglobin 12,3 g/dl
Leukosit 20.900 u/l
Hematokrit 37%
Trombosit 464.000 /ul
Masa Pendaarahan 2'
Masa Pembekuan 12’
5
GDS 97 mg/dl
Natrium 132 mmol/l
Kalium 3,4 mmol/l
Chlorida 100 mmol/l
III. Diagnosis
G1P0A0 H39 minggu dengan PK I fase aktif, PEB, impending eclampsia dan
edema paru
Hipertensi
6
Proteinuria ++
Sakit kepala
Batuk
Sesak napas
V. Perencanaan Masalah
Rencana diagnostik
CTG
Rencana terapi
Rawat inap
IVFD RL 500 cc
Diuretik: furosemid
Terminasi kehamilan
Rencana edukasi
VI. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
7
VII. Catatan Kemajuan
31 Oktober 2017
(05.00)
S : Cempaka 1 menerima pasien dari IGD dengan keluhan mules sejak 6 jam SMRS
disertai sakit kepala. KU baik, kesadaran CM, GCS 15.
O : TD 160/100 mmHg RR 20x/menit
Nd 140x/menit S 36,7 C
DJJ 170x/menit
TFU 32 cm
His 6 x 10 menit selama 30 detik, sedang
VT: portio tipis lunak, pembukaan 9 cm, ketuban (+), presentasi kepala H1
A : G1P0A0 H39 minggu dengan PK I fase aktif, PEB dan impending eclampsia
P : IVFD RL 500 cc
8
Lapor dr. Adi, Sp.OG, instruksi:
lakukan amniotomi
pimpin persalinan
siapkan SC jam 08.00 WIB jika tidak lahir
(06:00)
(08.50)
9
11. Diyakini tidak ada perdarahan
12. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
INSTRUKSI POST OP
1. Rawat ICU
2. Restriksi cairan 1500 cc/24 jam
3. Observasi TTV dan tanda akut perdarahan
4. Immobilisasi 24 jam
5. Cek lab: SGOT/SGPT, darah perifer lengkap, ureum/creatinine
6. Diet biasa
7. Realimentasi dini
8. IVFD oxitocin 4 amp + tramadol 1 amp + ketorolac 1 amp/RL 500 cc s.d. 24 jam
R/ Inj. dexametason 2 x 5 mg
Inj. ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. lasix 2 amp
Profenid supp 3 x 1
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Cefixime 2 x 100 mg
(12.00)
S : ICU B1 menerima pasien post op SC dari Cempaka 1 dengan keluhan nyeri luka bekas
operasi. Sakit kepala dan sesak dirasakan berkurang. Batuk (+). KU lemah, kesadaran
CM, GCS 14 E4M5V5.
O : TD 100/80 mmHg RR 35x/menit
Nd 120x/menit S 36,2 C
A : P1A0, NH0 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru
P : IVFD oxitocin 4 amp + tramadol 1 amp + ketorolac 1 amp/RL 500 cc (10 tpm)
Mengambil sampel SGOT/SGPT, H2TL, Ureum/creatinine
R/ Inj. dexametason 10 mg
Inj. ceftriaxone 1 gr
Inj. lasix 2 amp
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg
10
Cefixime 100 mg
(21.00)
S : nyeri luka bekas operasi, sakit kepala (+) berkurang, sesak napas (+) berkurang, batuk
(+) berkurang
O : TD 120/90 mmHg RR 26x/menit
Nd 121x/menit S 37 C
Darah Rutin (31 Oktober 2017 pukul 21.12)
Hemoglobin 11,8 g/dl
Leukosit 24.100 u/l
Hematokrit 36%
Trombosit 404.000 /ul
11
1 November 2017
(07.00)
S : nyeri luka bekas operasi, sakit kepala (+) berkurang, sesak napas (+) berkurang, batuk
(+) berkurang
O : TD 110/80 mmHg RR 25x/menit
Nd 115x/menit S 35,9 C
Darah Rutin (1 November 2017 pukul 06.48)
Hemoglobin 11,7 g/dl
Leukosit 23.100 u/l
Hematokrit 37%
Trombosit 415.000 /ul
(21:30)
S : nyeri luka bekas operasi, sesak napas (+) berkurang, batuk (+) berkurang, sakit kepala
(-)
O : TD 120/70 mmHg RR 24x/menit
Nd 117x/menit S 36,2 C
12
A : P1A0, NH1 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru
P : IVFD oxitocin 4 amp + tramadol 1 amp + ketorolac 1 amp/RL 500 cc (10 tpm)
Mengambil sampel SGOT/SGPT, H2TL
R/ Inj. dexametason 5 mg
Inj. ceftriaxone 1 gr
Inj. metronidazole 500 mg
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg
2 November 2017
(08.00)
S : nyeri luka bekas operasi, batuk (+) berkurang, sesak napas (-), sakit kepala (-)
O : TD 120/80 mmHg RR 20x/menit
Nd 90x/menit S 36,5 C
Darah Rutin (2 November 2017 pukul 07.29)
Hemoglobin 11,5 g/dl
Leukosit 22.800 u/l
Hematokrit 36%
Trombosit 445.000 /ul
13
Pindah ruangan ke Cempaka 2
(14.20)
S : Cempaka 2 menerima pasien NH2 post op SC a.i PEB, impending eclampsia dan
edema paru dari ICU B1 dengan keluhan nyeri luka bekas operasi dan batuk. Sakit
kepala dan sesak (-). KU sakit sedang, kesadaran CM, GCS 15.
O : TD 140/90 mmHg RR 20x/menit
Nd 83x/menit S 36,4 C
A : P1A0, NH2 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru perbaikan
P : IVFD tramadol 1 amp/RL 500 cc (21 tpm)
Mengambil sampel SGOT/SGPT, H2TL
R/ Inj. metronidazole 500 mg
Inj. cefotaxim 1 gr
Inj. alinamin 1 amp
Profenid supp
Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg
3 November 2017
(07.00)
S : nyeri luka bekas operasi, batuk (+) berkurang, sesak napas (-), sakit kepala (-)
O : TD 160/90 mmHg RR 20x/menit
Nd 89x/menit S 36,4 C
Darah Rutin (3 November 2017 pukul 06.16)
Hemoglobin 12,1 g/dl
Leukosit 15.500 u/l
Hematokrit 36%
Trombosit 554.000 /ul
14
Kimia Klinik (3 November 2017 pukul 06.16)
SGOT 28,6 U/L
SGPT 16,9 U/L
A : P1A0, NH3 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru perbaikan
P : R/ Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg
4 November 2017
(07.00)
S : nyeri luka bekas operasi, batuk (+) berkurang, sesak napas (-), sakit kepala (-)
O : TD 130/90 mmHg RR 20x/menit
Nd 84x/menit S 36 C
A : P1A0, NH4 post SC a.i. PEB, impending eclampsia dan edema paru perbaikan
P : R/ Asam mefenamat 500 mg
Cefixime 100 mg
Pasien boleh pulang
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
preeklampsia adalah adanya hipertensi disertai proteinuria minimal. Hipertensi terjadi ketika
tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg dengan pengukuran tekanan darah
sekurang- kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kemudian, dinyatakan terjadi proteinuria
apabila terdapat 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ 1+ dipstick.
Preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik
≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam disebut sebagai preeklampsia berat.
1. Primigravida
Primigravida diartikan sebagai wanita yang hamil untuk pertama kalinya. tidak jarang
dikatakan sebagai penyakit primagravida karena memang lebih banyak terjadi pada
2. Primipaternitas
Primipaternitas adalah kehamilan anak pertama dengan suami yang kedua. Berdasarkan
teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin dinyatakan bahwa ibu multipara yang menikah
lagi mempunyai risiko lebih besar untuk terjadinya preeklampsia jika dibandingkan dengan
16
3. Umur yang ekstrim
Kejadian preeklampsia berdasarkan usia banyak ditemukan pada kelompok usia ibu
yang ekstrim yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Bobak, 2004). Menurut Potter
(2005), tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga pada usia 35 tahun
4. Hiperplasentosis
5. Riwayat preeklampsia
sampai 8 kali untuk mengalami preeklampsia lagi pada kehamilan keduanya. Sebaliknya,
wanita dengan preeklampsia pada kehamilan keduanya, maka bila ditelusuri ke belakang ia
memiliki 7 kali risiko lebih besar untuk memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan
sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan preeklampsia berat cenderung memiliki ibu
Pada penelitian yang dilakukan oleh Davies dkk dengan menggunakan desain
penelitian case control study dikemukakan bahwa pada populasi yang diselidikinya wanita
17
dengan hipertensi kronik memiliki jumlah yang lebih banyak untuk mengalami preeklampsia
8. Obesitas
jaringan lemak berlebihan sehingga dapat menganggu kesehatan. Indikator yang paling sering
digunakan untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa adalah indeks
massa tubuh (IMT). Seseorang dikatakan obesitas bila memiliki IMT ≥ 25 kg/m2.
kali setiap peningkatan indeks massa tubuh ibu 5-7 kg/m, terkait dengan obesitas dalam
kehamilan, dengan mengeksklusikan sampel ibu dengan hipertensi kronis, diabetes mellitus,
dan kehamilan multipel. Sedangkan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr Kariadi didapatkan
ibu hamil dengan obesitas memiliki risiko 3,9 kali lebih besar untuk menderita preeklampsia.
2.3 Patofisiologi
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus mimetrium berupa
arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah
uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
“remodeling arteri spiralis”.
18
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku
dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah uteroplasma
menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeclampsia rata-rata 200 mikron.
Volume Plasma
plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab
yang tidak jelas pada preeklamsia terjadi penurunan volume plasma antara30%-40% dibanding
terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ
penting.
Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan
banyak. Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu
persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.
Hipertensi
19
Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20
minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II.tekanan darah yang tinggi pada
preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal tekanan darah menjadi
normal beberapa hari pasca persalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya
Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi
darah >/- 140/90mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara
korotkoff’s phase V. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi karena
batas tekanan diastolik 90mmHg yang disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan
Fungsi ginjal
20
- Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria
umumnya tibul jauh pada akhir kehamilan
- Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan (a) urin dipstik: 100mg/l atau +1,
sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan
proteinuria dalam 24 jam. Patologis jika >/- 300mg/24 jam
Asam urat serum
Umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc.
Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran darah
ginjal dan mengakibatkan menurunya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya
sekresi asam urat. Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.
Kreatinin
Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinn plasma dalam
preeklampsia juga meningkat. Karena hipovolemia, maka aliran darah ginjal
menurun, mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya
sekresi kreatnin, disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar
kreatinin plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan
penyulit pada ginjal.
Oliguria dan anuria
Terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun yang
mengakibatkan produksi urin menurun, bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya
anuria menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti menggambarkan
pula berat ringannya preeklampsia. Pemberian cairan IV hanya karena oliguria tidak
dibenarkan.
Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar
elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum banyak, restriksi
konsumsi garam atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat anti diuretik.
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun,
disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbondioksida.
Kadar natrium dan Kalium pada preeklampsia sama dengan kadar hamil normal, yaitu
sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah
21
pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada
preeklampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.
Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen dan
hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnya
resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.
Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian meningkat lagi
pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada preeklampsia hematokrit meningkat
karena hipovolemia yang menggambarkan beratnya preeklampsia.
Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atauedema generalisata,
dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat
kerusakan endotel arteriole.
Disebut trombositopenia bila trombosit <100.000 sel/ml. Hemolisis dapat
menimbulkan destruksi eritrosit.
22
Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan
enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut hematma.
Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik
edema.
- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi
terjadinya eklampsia.
- Dapat timbul kejang eklamptik.
- Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia.
Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
Paru
Risiko berat terjadinya edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung
kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya diuresis.
Janin
Preeklampsia dan eklampsia berat memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan
sel endotel pembuluh darah plasenta.
2.5 Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan kriteria pre-eklamsia berat sebagaimana tercantum dibawah ini:
Tekanan darah sitolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolic > 110 mmHg.
23
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring
Proteinuria > 5 gr/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
Oliguria (produksi urin < 500 cc/24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral, yaitu :
Penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya
kapsula Glisson)
Edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopati
Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : peningkatan kadar alanin dan
asparte aminotranferase
Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
Sindrom HELLP
24
Penderita pre-eklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri)
Monitoring input cairan melalui oral ataupun infus. Cairan yang diberikan dapat
berupa:
a. 5% Ringer Dekstrose atau cairan garam faal dengan jumlah tetesan < 125
cc/jam
b. Infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat
(60 – 125 cc/jam) 500 cc
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila
produksi urin < 30 cc/jam dalalm 2 – 3 jam atau < 500 cc/24 jam
Diberi antasida untuk menetralisirkan asam lambung sehingga bila kejang
mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung.
Diet yang cukup protein, rendah karbohhidrat, lemak dan garam
Pemberian obat anti-kejang
Obat-obat antikejang yang dapat digunakan:
MgSO4 (banyak digunakan di Indonesia)
MgSO4 menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Pada pemberian
MgSO4, magnesium akan menggeser kalsium karena transmisi
neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibisi antara ion kalsium dan
magnesium).
Syarat pemberian:
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
25
(kalsium glukonas 10% = 1g (10% diberikan dalam 10 cc) diberikan
i.v. 3 menit)
Reflex patella (+) kuat
Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress
nafas
Diazepam
Fenitoin
Pemberian anti-hipertensi
Obat-obat antihipertensi yang dapat diberikan antara lain :
Antihipertensi Lini Pertama
Nifedifin
Dosis : 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit. Maksimum 120
mg dalam 24 jam.
Antihipertensi Lini Kedua
Sodium nitroprusside
Dosis : 0.25 µg i.v./kg/menit, infuse; ditingkatkan 0.25 µg i.v./kg/ 5
menit
Diazokside
30 – 60 mg i.v./5 menit; atau i.v. infuse 10 mg/menit/dititrasi.
26
Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin. Diberikan pada
kehamilan 32 – 34 mingu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada Simdrom
HELLP.
2.8 Eklampsia
Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma.
Perawatan eklampsia
Perawatan dasar eklamsia adalah terapi suportif untuk stabilitas fungsi vital, yang selalu
diingat airway, breathing, circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi
hipoksemia dan sidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang.
Tujuan pengobatan medikomentosa adalah mencegah dan menghentikan kejang,
mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, mencapai stabilisasi ibu
seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan cara yang tepat.
Pengobatan medikamentosa:
- Obat anti kejang
yang menjadi pilihan utama adalah magnesium sulfat. Bila dengan obat ini kejang
masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain misalnya thiopental.
- Perawatan waktu kejang
pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang tersebut.
28
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku Obstetri dan
Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta; Widya Medika, 2002.
Wardhani, Dyah P, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Media
Aeusclapius: Jakarta
Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III, Cetakan lima. Yayasan Bina Pustaka.
29