Anda di halaman 1dari 8

Inisiasi 2

Inisiasi ini disadur dari Modul 2 SOSI4302 Teori


Kriminolgi

Arti dan Status Penjahat

S etelah mengetahui beberapa konsep mengenai kejahatan, maka timbul


persoalan siapakah yang dimaksudkan dengan penjahat (criminal) itu?
Pengetahuan kita mengenai penjahat/si pelaku (pelanggar) pidana ini,
kebanyakan adalah hanya mengenai mereka yang ada dalam penjara-penjara
(si terpidana). Dan memang secara yuridis, maka yang dapat kita namakan
penjahat adalah mereka yang telah melanggar aturan-aturan pidana dan
dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Elliot (1952) dan Sutherland (1960),
berpendapat bahwa penjahat adalah seseorang yang telah melanggar undang-
undang, seseorang yang telah melakukan kejahatan.

Sumber: Walker, Samuel., 1994. Sense and Non Sense About Crime and Drugs, A
Policy Guide, Third Edition, California :Wadsworth Publishing Company.
Merujuk pada pendapat Sutherland dan Elliot di atas maka batasan
penjahat dari aspek hukum atau segi yuridis hanya mengantarkan kita pada
status formal seseorang yang dapat dinyatakan sebagai penjahat.
Penjahat, dengan demikian, adalah orang-orang yang melanggar undang-
undang atau hukum pidana, tertangkap tangan, dituntut, dibuktikan
kesalahannya di muka pengadilan, serta dinyatakan bersalah dan dihukum
(sebagian berada di penjara atau Lembaga Pemasyarakatan). Sutherland
(1961) mengakui pentingnya putusan pengadilan, tetapi menurut pendapatnya,
untuk tujuan-tujuan ilmu pengetahuan, kita tidak perlu terlalu terikat pada
putusan-putusan pengadilan. Cukup bilamana kita mengetahui bahwa suatu
perbuatan adalah kejahatan dan bahwa ada seseorang yang telah melakukan
perbuatan tersebut. Si pelaku inilah jang merupakan penjahat, mungkin ia
tertangkap mungkin ia tidak, mungkin ia diketahui mungkin pula tidak. Suatu
masalah yang sukar dijawab adalah berapa lama seseorang itu dapat
dinamakan penjahat. Sebenarnyalah bahwa pertanyaan seperti itu mudah
dijawab, yaitu selama orang yang bersangkutan menjalani hukuman atau
pidananya. Mengapa demikian? Secara singkat kita dapat menjawab karena
penjahat adalah terhukum. Jadi setelah ia bebas dari hukumannya, secara
yuridis, ia bukan penjahat lagi.
Dalam mencari jawaban tentang sosok penjahat, seringkali orang tidak
puas jika tidak membuat semacam profil penjahat. Mungkin sekali bahwa
dengan mengetahui profil atau karakteristik penjahat, masyarakat akan
memperoleh jawaban yang lebih rinci dan konkret siapa orang-orang yang
disebut sebagai penjahat.

Batasan dan Ciri-ciri Penjahat


Beberapa ahli kriminologi memberi batasan mengenai istilah penjahat ini
dengan merujuk pada mereka yang memenuhi ciri-ciri tertentu yaitu seorang
pelanggar hukum yang mempunyai keahlian-keahlian, sikap-sikap dan
hubungan-hubungan sosial yang menunjukkan kematangan dalam
kebudayaan penjahat. Bagaimana cara yang termudah menemui penjahat
tersebut, atau dengan kata lain dimanakah kita dapat menemui orang-orang
yang dinamakan penjahat? Jawaban yang tepat, adalah di dalam penjara atau
di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Elliot (1952), menyatakan bahwa pengetahuan kita mengenai penjahat,
atau tepatnya terpidana, sebenarnya merupakan pengetahuan mengenai tipe
penjahat yang kurang ahli (less skillful type). Penjahat yang demikian ini
adalah mereka yang tidak cukup pandai untuk melepaskan diri dari kejaran
polisi. Akan tetapi meskipun demikian para terpidana itu sebenarnya cukup
mencerminkan lapisan-lapisan/tipe (penjahat) di dalam masyarakat.
Sebagian terpidana adalah mereka yang benar-benar jahat (viccious).
Orang-orang ini berwatak keras yang akan menembak dan membunuh apabila
mereka merasa perlu melakukannya. Sebagian besar dari para terpidana
tersebut adalah orang-orang yang lemah yang tidak sanggup menyesuaikan diri
dalam mengikuti aturan-aturan yang telah ditentukan dalam masyarakat yang
sangat kompetitif. Sebagian kecil dari terpidana tersebut adalah bukan orang-
orang lemah maupun orang-orang yang bermusuhan dengan masyarakat,
mereka kadang-kadang sama terkejut dan mendongkolnya seperti teman-
teman dan kenalan-kenalan mereka, bahwa mereka adalah pelanggar-
pelanggar undang-undang. Orang-orang ini adalah mereka yang dalam
keadaan krisis gagal mengikuti aturan-aturan negara, yang sebenarnya aturan
itu mereka hormati juga.
Dikatakan pula oleh Elliot (1952), bahwa seperti ucapan Socrates di mana
semua orang adalah pembohong, maka dapat pula dikatakan bahwa semua
orang adalah penjahat. Apa sebab? Oleh karena menurut Elliot, hampir semua
orang yang telah mencapai usia dewasa, pada suatu waktu mungkin telah
melakukan suatu pelanggaran di mana ia sebenarnya dapat menerima pidana
atas pelangaran yang dilakukannya itu, misalnya membeli karcis bioskop
catutan, mencuri buah-buahan dari kebun orang lain, memberi ‘hadiah’
(tepatnya menyuap) pada seorang pegawai negeri, atau kepada seorang polisi
lalu lintas; sampai kepada hal atau kasus yang berat seperti: perkosaan yang
tidak dilaporkan karena akan menimbulkan malu bagi si korban, anak mencuri
dari orang tuanya, wanita yang memeras seorang pria, penggelapan, korupsi,
dan lain-lain.
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menentukan ciri-ciri atau sebab
musabab seseorang melanggar aturan/hukum. Ada yang mengatakan bahwa
intelijensi si pelaku yang menyebabkan ia melakukan pelanggaran. Jadi
pelanggaran hukum yang dilakukan si penjahat disebabkan karena intelijensi
mereka yang kurang atau rendah untuk mengikuti/mematuhi permintaan-
permintaan/ketentuan-ketentuan masyarakat. Pandangan yang lain,
menghubungkan dengan (tingkat) pendidikan, yaitu bahwa penjahat datang
dari golongan-golongan masyarakat yang berpendidikan rendah kurang atau
buta huruf. Akan tetapi baik berdasarkan penelitian-penelitian maupun
berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas yaitu bahwa setiap orang dapat
dikatakan sebagai pelanggar pidana, maka ciri-ciri mengenai si pelanggar
hukum ini tidak dapat diterima. Ciri-ciri tersebut mungkin hanya berlaku untuk
sebagian kecil penjahat, yaitu penjahat yang tertangkap atau si terpidana.

Penjahat dalam konteks yang luas tidak hanya mereka yang telah
melanggar undang-undang, akan tetapi juga mereka yang bersikap anti
sosial

Elliot (1952), kemudian mengemukakan bahwa tidaklah cukup hanya


menentukan bahwa penjahat adalah mereka yang dipidana, bahwa mereka
telah melanggar undang-undang. Perlu ditambahkan suatu ciri-ciri yang khas
lain yaitu bahwa penjahat ini adalah mereka yang tidak mau mengakui nilai-
nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Banyak orang, walaupun berada di
luar penjara, tetapi mempunyai ciri-ciri tertentu, misalnya sifat egoistik, yang
hanya mementingkan diri sendiri. Falsafah mereka adalah “Apakah
keuntungannya untuk saya?”
Orang seperti ini pada dasarnya memang anti-sosial. Menurut Elliot
(1952), orang-orang seperti inilah yang merupakan “penjahat” yang tidak
terhukum, sedangkan para residivis yang tidak tertangkap adalah penjahat
yang sebenarnya. Sebab orang-orang seperti ini yang telah mengatur hidupnya
tanpa mengindahkan nilai-nilai sosial.
Dihubungkan dengan keberhasilan usaha pemasyarakatan, maka tentunya
upaya pemasyarakatan itu harus bertujuan merubah nilai-nilai yang sesat tadi.
Perlu diperhatikan pula mengenai penjahat-penjahat yang terpidana, yaitu
bahwa mereka umumnya melanggar satu atau dua aturan hukum saja. Sedang
pada umumnya mereka adalah orang-orang yang taat pada hukum.
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan yaitu bahwa penjahat-penjahat
terpidana, hanya merupakan sebagian kecil saja dari keseluruhan penjahat
yang ada. Hanya sebagian kecil yang tertangkap, sebagian kecil dari mereka
dituntut, sebagian kecil lagi dipidana. Statistik penjara, pada kenyataannya,
hanya menunjukkan sekelompok kecil dari (keseluruhan) penjahat.

Klasifikasi Penjahat
Untuk menyusun klasifikasi pelaku kejahatan maka ada beberapa aspek
yang dapat kita gunakan, yakni:
1. Menurut status sosial pelaku kejahatan
Ditinjau dari aspek status sosial pelaku kejahatan maka kita akan
memperoleh klasifikasi penjahat menurut kelas sosialnya, antara lain sebagai
berikut:
a) White Collar Criminal atau Elite Criminal, yaitu pelaku kejahatan yang
tergolong mempunyai status sosial tinggi dan kedudukan terhormat dalam
suatu masyarakat. Pada umumnya mereka melakukan kejahatannya dalam
rangka pelaksanaan pekerjaannya. Mereka ini antara lain para pejabat,
para pengusaha, para cendikiawan ataupun para ahli dalam berbagai
bidang pekerjaan. Para pelaku kejahatan yang mempunyai status sosial
yang tinggi ini juga dinamakan the upper class criminal atau penjahat
tingkat atas. Praktek atau kejahatan yang mereka lakukan biasanya berupa
penyalahgunaan jabatan atau wewenang, penyalahgunaan kedudukan dan
profesi, atau penyalahgunaan keahlian, dan sebagainya.
b) Lower-class Criminal, yakni para pelaku kejahatan yang tidak mempunyai
status sosial tinggi di masyarakat. Pada umumnya jenis kejahatan yang
dilakukan oleh mereka adalah yang terkait dengan motif ekonomi. Lower-
class criminal ini biasanya meliputi kejahatan jalanan (street crimes),
seperti pencopetan, perampasan, penodongan, penjambretan,
penganiayaan, dan sebagainya. Kejahatan juga biasanya termasuk jenis
kejahatan yang tidak direncanakan atau bersifat spontan. Karena sifatnya
yang spontan itu, bisa saja penjahat jalanan ini melakukan hal-hal diluar
perkiraan, seperti menusuk korbannya, bahkan juga dapat membunuh
korbannya.

Sumber: Walker, Samuel. 1994, Sense and Non Sense About Crime and Drugs, A Policy
Guide, Third Edition, California: Wadsworth Publishing Company.
Menurut Tingkat Kerapihan Organisasi
Ditinjau dari sudut terorganisir atau tidaknya pelaku kejahatan dalam
melakukan aktivitas kejahatannya, maka akan diperoleh klasifikasi sebagai
berikut :
a) Organized Criminals, yaitu para pelaku kejahatan yang tergabung dalam
kejahatan terorganisasi. Mereka melakukan tindak kejahatannya dengan
menggunakan dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen, seperti adanya
perencanaan, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan yang dikendalikan
oleh kelompok mereka.
b) Non-Organized Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang dalam
aktivitasnya bersifat individual dan tidak terorganisasi.

Menurut Kepentingan Pencarian Nafkah


Ditinjau dari sudut atau kepentingan mata pencahariannya, maka dapat
diperoleh klasifikasi yang merujuk kepada:
a) Professional Criminals, yaitu para pelaku kejahatan yang telah
menjadikan kejahatan sebagai profesinya, sebagai mata pencaharian
pokoknya.
b) Non-Professional Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang
melakukan kejahatan secara insidental saja. Dengan kata lain, mereka
melakukan kejahatan tidak sebagai mata pencaharian tetapi hanya
didorong oleh situasi dan kondisi tertentu pada suatu waktu, tempat, dan
keadaan tertentu.

Menurut Aspek Kejiwaan Dari Pelaku Kejahatan


Ditinjau dari aspek kejiwaan pelaku kejahatan maka akan diperoleh
klasifikasi sebagai berikut:
a) Episodic Criminals, yakni pelaku kejahatan yang melakukan
kejahatannya sebagai akibat dorongan perasaan/emosi yang mendadak tak
terkendali. Misalnya, seorang ayah yang membunuh seorang laki-laki
sewaktu ia melihat perempuannya diperkosa oleh laki-laki tersebut.
b) Mentally Abnormal Criminals, yakni pelaku kejahatan yang jiwanya
abnormal, misalnya orang yang psikopatis.
c) Non Malicious Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang melakukan
kejahatan karena menurut keyakinan mereka perbuatan tersebut bukan
merupakan kejahatan. Misalnya seorang pengikut aliran sesat dari
kepercayaan tertentu yang melakukan hubungan seks bebas sesama
anggota aliran itu karena mereka percaya bahwa mereka harus saling
mengasihi meskipun tidak terikat oleh perkawinan.

Menurut Aspek Kebiasaan Dilakukannya Kejahatan


Ditinjau dari segi kebiasaan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan maka
dapat diperoleh klasifikasi sebagai berikut:
a) Habitual Criminals, yakni orang yang melakukan kejahatan, baik dalam
arti yuridis maupun dalam arti kriminologis, secara terusmenerus sebagai
kebiasaan. Misalnya seorang pelacur, pemabok, penjudi, dan sebagainya.
b) Non-Habitual Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang melakukan
kejahatan bukan karena kebiasaannya tetapi ditentukan oleh kondisi dan
situasi tertentu.

Menurut Aspek Tertentu Dari Sifat Perbuatannya


Ditinjau dari beberapa aspek yang terkait dengan sifat perbuatan jahat
yang dilakukan oleh pelaku atau penjahat maka diperoleh klasifikasi sebagai
berikut:
a) Casual Offenders, yakni orang-orang yang melanggar ketertiban
masyarakat. Misalnya orang yang melanggar jam malam, mengadakan
pesta tanpa ijin dan sebagainya. Sebenarnya perbuatan-perbuatan
semacam ini ditinjau dari sudut yuridis bukanlah termasuk sebagai
kejahatan.
b) Occasional Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang melakukan
kejahatan ringan. Misalnya, mengendarai kendaraan bermotor dan
menabrak orang yang mengakibatkan luka ringan, atau melanggar lampu
lalu lintas.
c) Smuggler, yaitu penyelundup. Penyelundup ialah orang yang
memasukkan atau mengeluarkan sesuatu (biasanya barang, tetapi dapat
juga orang/manusia) dari atau ke luar negeri tanpa ijin dari
pemerintah/yang berwajib (illegal importer dan Illegal exporter).

Menurut Umur Dari Pelaku Kejahatan


Ditinjau dari segi umur pelaku kejahatan maka diperoleh klasifikasi
sebagai berikut:
a) Adult Offenders atau Adult Criminal, yakni para pelaku kejahatan yang
berdasarkan ketentuan hukum dari suatu masyarakat termasuk golongan
orang-orang yang telah dikategorikan sebagai orang dewasa.
b) Juvenile Delinquent atau Juvenile Offenders, yakni para pelaku yang
melakukan kejahatan atau perbuatan-perbuatan anti sosial lainnya yang
berdasarkan ketentuan hukum dari suatu masyarakat termasuk golongan
anak-anak atau remaja.
Ukuran orang yang dianggap dewasa atau masih tergolong anak-anak dan
atau remaja dalam aturan hukum di berbagai negara tidaklah sama. Di
Indonesia, ukuran usia atau umur pelaku kejahatan diatur pada Pasal 45 KUHP
yang menyatakan bahwa orang yang belum dewasa adalah mereka yang
berumur di bawah 16 tahun. Sedangkan mereka yang telah berumur 17 ke atas
dikategorikan sebagai orang dewasa, sehingga apabila orang yang
dikategorikan sebagai orang dewasa ini melakukan pelanggaran hukum, maka
sanksi yang akan diberikan itu didasarkan pada hukum atau ketentuan untuk
orang dewasa.

Anda mungkin juga menyukai