Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Diabetes Mellitus
a. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth, 2002).
b. Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
c. Diabetes Melllitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron
(Kapita Selekta Kedokteran jilid 1)
d. Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolisme yang termasuk
dalam kelompok gula darah yang melebihi batas normal atau hiperglikemia
(lebih dari 120 mg/dl atau 120 mg%). Karena itu DM sering disebut juga
dengan penyakit gula.
2. Epidemiologi/ Insiden Kasus
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih
12 juta orang. 7 juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah terdiagnosis;
sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerika Serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes
baru didiagnosis setiap tahunnya (health people 2000, 1990). Menurut Survey
WHO, 8,6% dari jumlah masyarakat Indonesia telah terdiagnosis Diabetes Melitus,
Indonesia menduduki peringkat ke-4 terbesar setelah India, China, Amerika Serikat.
Angka rawat inap bagi penderita diabetes adalah 2,4 kali lebih besar pada
orang dewasa dan 5,3 kali lebih besar pada anak-anak bila dibandingkan dengan
populasi umum. Separuh dari keseluruhan penderita diabetes yang berusia lebih dari
65 tahun di rawat di rumah sakit setiap tahunnya. Komplikasi yang serius dan dapat
membawa kematian sering turut menyebabkan peningkatan angka rawat inap bagi
para penderita diabetes.
Survei Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tahun 2001
menyebutkan jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 8,6 persen, terjadi
peningkatan jumlah DM di Jakarta dari 1,7 persen pada tahun 1981 menjadi 5,7
persen pada tahun 1993. International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan
bahwa jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun ketas menderita DM sebanyak 5,6
juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020, sedang
Survei Depkes 2001 terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali menderita DM.
Data Depkes tersebut menyebutkan jumlah penderita DM menjalani rawat inap dan
jalan menduduki urutan ke-1 di rumah sakit dari keseluruhan pasien penyakit
dalam.
Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia
meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar
mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat
teratur.
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencangkup
15% populasi pada panti lansia.
Di Amerika Serikat, diabetes merupakan penyebab utama kebutaan yang baru
diantara penduduk berusia 25 hingga 74 tahun dan juga menjadi penyebab utama
amputasi di luar trauma kecelakaan. 30% pasien yang mulai mendapatkan terapi
dialysis setiap tahun menderita penyakit diabetes. Diabetes berada dalam urutan ke
tiga sebagai penyebab utama kematian akibat penyakit dan hal ini sebagian besar
disebabkan oleh angka penyakit arteri koroner yang tinggi pada para penderita
diabetes.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.
Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar
terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan
penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki
menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak
yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana sel-sel
beta dihancurkan oleh antibodi karena dianggap sebagai sel asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
Beberapa contoh dari virus dan toksin tersebut, antara lain :
 Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus
B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya
autoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum
bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
 Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah
alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis
jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
3. Diabetes Gestasional
Diabetes Gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-
hormon plasenta. Setelah melahirkan bayi, kadar glukosa darah akan kembali
normal.

4. Patofisiologi Terjadinya Penyakit


Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa
dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah hormon yang
dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar
gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.
Pada Diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat
menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan
ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolic
akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketonik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan
komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi
neuropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insiden
penyakit makrovaskuler yang mencangkup infark miokardium, stroke, dan penyakit
vaskuler perifer.

5. Klasifikasi
1. IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Millitus )
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas karena reaksi autoimin sehingga tubuh tidak dapat memproduksi
insulin alami untuk mengontrol kadar glukosa darah.
2. NIDDM ( Non-Insulin Dependent Diabetes Millitus )
Tidak tergantung insulin. Diabetes ini dsebabkan oleh gangguan
metabolisme dan penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar
glukosa darah dan hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dan juga dipicu oleh
pola hidup yang tidak sehat.
3. Gestational Diabetes
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan
suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang
tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan
selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat
mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-
wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi
penderita.

6. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes ada beberapa yaitu :
 Katarak , Retinopati, Menurunnya fungsi penglihatan
 Neuropati perifer
 Glaukoma
 Penyakit ginjal
 Penyakit pembuluh darah perifer
 Penyakit koroner
 Penyakit pembuluh darah otak
 Hipertensi
 Ulkus Neurotropik
 Ejakulasi dini
 Disfungsi ereksi

7. Gejala Klinis
Gejala dari penderita Diabetes mellitus yaitu 3P :
 Poliuria : Peningkatan dalam berkemih
 Polidipsia : Peningkatan rasa haus
 Poliphagia : Peningkatan selera makan
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya
ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian
besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk
memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton.
Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,
kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau
mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa
tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa
sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula
darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-
misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat,
yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan
sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
8. Pemeriksaan fisik
a. Inpeksi : lemah, pucat, bau busuk (infeksi), asites, sesak napas.
b. Auskultasi : takikardi, sesak napas (suara mengi).
c. Perkusi : asites.
d. Palpasi : nyeri tekan abdomen, asites.
9. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang
 Pemeriksaan diagnosis
 Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL, atau lebih.
 Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
 Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
 Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l.
 Elektrolit:
 Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
 Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun.
 Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan
DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden.

 Pemeriksaan mikroalbumin
Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan kardiovaskular
Nefropati Diabetik
 Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes adalah
terjadinya nefropati diabetic, yang dapat menyebabkan gagal ginjal
terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.
 Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal yang
berfungsi sebagai alat penyaring.
 Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan lolosnya protein
albumin ke dalam urine.
 Adanya albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi
terjadinya nefropati diabetic.
Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)
 Diagnosis dini nefropati diabetic
 Memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskular dan mortalitas pada
pasien DM
Jadwal pemeriksaan Mikroalbumin
 Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 tahun
didiagnosis DM
 Untuk DM tipe 2
o Untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan
o Secara periodic setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter
 Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
HbA1c atau A1C
 Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan
hemoglobin (glycohemoglobin)
 Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah
 Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel
darah merah)
 Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam jangka
waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan
Manfaat pemeriksaan A1C
 Menilai kualitas pengendalian DM
 Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu dijalankan
Tujuan Pemeriksaan A1C
Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena :
 A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi diabetes
 Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah terus menerus
tinggi dalam jangka panjang
 Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2-3 bulan) dapat
diperkirakan dengan pemeriksaan A1C
Jadwal pemeriksaan A1C
 Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan
 Secara periodic (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu :
 Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum tercapai)
 Minimal 2 kali dalam setahun.

10. Diagnosis /kriteria diagnosis


Kriteria Diagnostik Gula darah
(mg/dL)
Bukan Pra
Diabetes
Diabetes Diabetes
Puasa < 110 110-125 > 126
Sewaktu < 110 110-199 > 200

Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan


Bukan Belum
metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan DM
DM pasti DM
diagnosis DM (mg/dl).[3]
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110
11. therapy /Tindakan Penanganan
Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet.
Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan
pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara
teratur.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan
melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih
insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.
Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati
dengan obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil
maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau
menggunakan insulin.
Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:
1. Obat hipoglikemik oral
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara
adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I.
Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini
menurunkan kadar gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh
pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.
Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi
meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan
cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika
diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.
Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa
penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak
dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan
suntikan insulin.
2. Terapi Sulih Insulin
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus
diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan
per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini,
bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju
penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan,
paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa
terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan
lama kerja yang berbeda:
1. Insulin kerja cepat
Contohnya adalah insulin regular, yang bekerja paling sebentar. Insulin ini
sering kali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai
puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja
cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali
suntikan setiap harinya dan disuntikkan 15-20 menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai
bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimum dalam waktu 6-10
jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari
untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam
hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3. Insulin kerja lambat
Contohnya adalah insulin suspensi sengyang telah dikembangkan. Efeknya
baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. Sediaan insulin stabil
dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-
mana.
Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
 Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
 Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan
menyesuaikan dosisnya
 Aktivitas harian penderita
 Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
 Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin
kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling
minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin,
yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada
saat makan malam atau ketika hendak tidur malam.
Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan
insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat
tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap
harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung
kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin
bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak
sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh
bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi
aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus
meningkatkan dosisnya.
Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada
tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa
terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat
penyuntikan selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit
tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk).
Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan
mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi
resistensi dan alergi.
Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak
makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita
diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan
untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik
untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat
badan.
Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga
untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara
menghindari terjadinya komplikasi.
Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki sehingga
kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya
supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian yang dikaji pada pasien yaitu, identitas pasien, riwayat
keperawatan yang meliputi keluhan utama (Keluhan utama saat masuk rumah
sakit dan keluhan saat pengkajian), riwayat penyakit (riwayat penyakit terdahulu,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat psikososial dan
spiritual), data bio-psiko-sosial-spiritual (disini digunakan berdasarkan kebutuhan
dasar Virginia Henderson) dan pengkajian fisik
A. Identitas Pasien
Identitas ini, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, suku,
tanggal lahir, alamat, dan sebagainya yang terkait dengan berbagai biodata diri.
B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
a. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
b. Keluhan saat pengkajian
2. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Terdahulu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Riwayat Psikososial Dan Spiritual
3. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Data Biologis
a. Bernafas
b. Makan dan Minum
c. Eliminasi(BAB dan BAK)
d. Aktivitas/ Istirahat
e. Kebersihan Diri
2) Data Psikologis
a. Rasa Aman
b. Rasa Nyaman
3) Data Sosial
a. Rekreasi
b. Pengetahuan belajar
c. Menyangkut hubungan dengan keluarga
4) Data Spiritual
Terkait dengan kebutuhan pasien tersebut dalam sisitemnya sehari-hari
dalam pemenuhan kebutuhan spiritualnya sehari-hari

4. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
a. Kesadaran
b. Bangun Tubuh
c. Postur Tubuh
d. Bentuk Tubuh
e. Turgor Kulit
2) Gejala Kardinal
a. Suhu
b. Nadi
c. Tekanan Darah
d. Respirasi
3) Ukuran – ukuran Lain
a. Tinggi Badan
b. Berat Badan
4) Keadaan Fisik
a. Kepala
b. Muka
c. Mata
d. Hidung
e. Telinga
f. Mulut dan Gigi
g. Leher
h. Thorak
i. Abdomen
j. Ekstermitas
2. Diagnosa
a.Defisit perawatan diri
b. Gangguan integritas kulit
c. Risiko tinggi terhadap infeksi
d. Defisit pengetahuan tentang Diabetes Melitus
e.Kekurangan volume cairan
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Rencana Tindakan
 Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
(dari hiperglikemia).

Diagnosa Tujuan Tindakan/ Rasional


Keperawatan (NOC) intervensi
(NIC)
Resiko Setelah dilakukan Mandiri Mandiri
kekurangan asuhan keperawatan 1. pantau tanda- 1. hipovolemia dapat
cairan selama 2 x 24 jam tanda vital. dimanifestasikan oleh
berhubungan diharapkan hipotensi dan takikardi.
dengan diuresis cairan/elektrolit dan 2. pola napas 2. paru-paru mengeluarkan
osmotik (dari keseimbangan asam seperti adanya asam karbonat melalui
hiperglikemia). basa dapat pernapasan pernapasan yang
terpenuhi. Kussmaul atau menghasilkan kompensasi
Kriteria hasil : pernapasan alkalosis respiratoris
Mendemonstrasikan yang berbau terhadap keadaan
hidrasi yang keton. ketoasidosis.
adekuat yang 3. frekuensi dan 3. koreksi hiperglkemia dan
dibuktikan oleh kualitas asidosis akan
tanda vital stabil, pernapasan, menyebabkan pola dan
nadi perifer dapat pengguanaan frekuensi pernapasan akan
diraba, turgor kulit otot bantu mendekati normal.
dan pengisian napas, dan
kapiler baik, adanya periode
haluaran urine tepat apnea dan
secara individu, munculnya
kadar elektrolit sianosis
normal. 4. suhu, warna 4. demam dengan kulit yang
kulit dan kemerahan, kering
kelembabannya mungkin sebagai cerminan
. dari dehidrasi.
5. kaji nadi 5. merupakan indikator dari
perifer, tingkat dehidrasi, atau
pengisian volume sirkulasi yang
kapiler, turgor adekuat.
kulit, dan
membran
mukosa.
6. pantau 6. memberikan perkiraan
masukan dan kebutuhn akan cairan
pengeluaran, pengganti, fungsi ginjal,
catat berat jenis dan keefektifan dari terapi
urine. yang diberikan.
7. ukur berat 7. memberikan hasil
badan setiap pengkajian yang terbaik
hari. dari status cairan yang
sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam
memperbaiki cairan
pengganti.
8. pertahankan 8. mempertahankan
untuk hidrasi/volume sirkulasi.
memberikan
cairan paling
sedikit
2500ml/hari
dalam batas
yang dapat
ditoleransi
jantung jika
pemasukan
cairan melalui
oral sudah
dapat diberikan.
9. tingkatkan 9. menghindari pemanasan
lingkungan yang berlebihan terhadap
yang dapat pasien lebih lanjut akan
menimbulkan dapat menimbulkan
rasa nyaman. kehilangan cairan
10. kaji perubahan 10. perubahan mental dapat
mental/ sensori. berhubungan dengan
glukosa yang tinggi atau
yang rendah
(hiperglikemia atau
hipoglikemia), elektrolit
yang abnormal, asidosis,
penurunan perfusi serebral,
dan berkembangnya
hipoksia.
11. catat hal-hal 11. kekurangan cairan dan
yang elektrolit dapat mengubah
dilaporkan motilitas lambungdan
seperti mual, secara potensial akan
nyeri abdomen, menimbulkan kekurangan
muntah dan cairan dan elektrolit.
disertasi
lambung
12. observasi 12. pemberian cairan untuk
adanya perbaikan yang cepat
perasaan sangat berpotensi
kelelahan yang menimbulkan beban cairan
meningkat,
edema,
peningkatana
berat badan,
nadi tidak
teratur, dan
adanya distensi
pada vaskuler.

Kolaborasi Kolaborasi
1. berikan terapi 1. tipe dan jumlah dari cairan
sesuai dengan tergantung pada derajat
indikasi; normal kekurangan cairan dan
salin atau respons pasien secara
setengah normal individual, plasma
salin dengan atau ekspander (pengganti)
tanpa dektrosa. kadang dibutuhkan jika
Albumin, plasma, kekurangan tersebut
atau dekstran. mengancam kehidupan
atau tekanan darah sudah
tidak dapat kembali
normal dengan usaha-
usaha rehidrasi yang telah
dilakukan.
2. pasang atau 2. memberikan pengukuran
pertahankan yang tepat/akurat terhadap
kateter urine agar pengukuran haluaran urine
tetap terpasang. terutama jika neuropati
otonom menimbulkan
gangguan kantung kemih
(retensi urine/
inkontenensia)
3. pantau 3. mengkaji tingkat hidrasi.
pemeriksaan
laboratorium
seperti
Hematokrit (Ht),
BUN/Kreatinin,
osmolaritas
darah, Natrium,
Kalium.
4. berikan kalium 4. kalium harus ditambahkan
atau elektrolit pada IV (segera aliran
yang lain melalui urine adekuat) untuk
IV dan/atau mencegah hipokalemia.
melalui oral
sesuai indikasi.
5. berikan 5. diberikan dengan hati-hati
bikarbonat bila untuk membantu
pH kurang dari mempebaiki asidosis pada
7,0 adanya hipotensi atau
syok.
6. pasang selang 6. menekompresi lambung
NGT dan lakukan dan dapat menghilangkan
penghisapan muntah.
sesuai dengan
indikasi.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin ( penurunan ambilan dan
penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan
metabolisme protein/lemak)

Diagnosa Tujuan Tindakan/ Rasional


Keperawatan (NOC) intervensi
(NIC)
Perubahan Setelah Mandiri Mandiri
nutrisi kurang dilakukan 1. Timbang berat 1. mengkaji
dari kebutuhan asuhan badan setiap hari pemasukan
tubuh keperawatan atau sesuai makanan yang
berhubungan selama 3 x 24 dengan indikasi adekuat (termasuk
dengan jam absorpsi dan
ketidakcukupan diharapkan utilasinya)
insulin dapat 2. Tentukan 2. mengidentifikasi
( penurunan terpenuhinya program diet dan kekurangan dan
ambilan dan nutrisi yang pola makan penyimpangan dari
penggunaan adekuat. pasien dan kebutuhan
glokosa oleh Kriteria hasil: bandingkan terapeutik.
jaringan Berat badan dengan makanan
mengakibatkan stabil atau yang dapat
peningkatan penambahan dihabiskan
metabolisme kearah rentang pasien.
protein/lemak) biasa. 3. Auskultasi 3. hiperglikemia dan
bising usus, gangguan
catat adanya keseimbangan
nyeri cairan dan elektrolit
abdomen/perut dapat menurunkan
kembung, mual, motilitas/fungsi
muntahan lambung (distensi
makanan yang atau ileus paralitik)
belum sempat
dicerna,
pertahankan
keadaan puasa
sesuai dengan
indikasi.
4. Berikan 4. pemberian makanan
makanan cairan melalui oral akan
yang lebih baik jika
mengandung zat pasien sadar an
makanan fungsi
(nutrient) dan gastrointestinal
elektrolit dengan baik.
segera jika
pasien sudah
dapat
mentoleransinya
melalui
pemberian
cairan melalui
oral. Da
selanjutnya terus
mengupayakan
pemberian
makanan yang
lebih padat
sesuai dengan
yang dapat
ditoleransi.
5. Identifiikasi 5. jika makanan yang
makanan yang disukai pasien dapat
disukai/ dimasukkan dalam
dikehendaki perencanaan makan,
termasuk kerjasama ini dapat
kebutuhan diupayakan setelah
etnik/kultural. pulang.
6. Libatkan 6. meningkatkan rasa
keluarga pasien keterlibatannya;
pada pencernaan memberikan
makan ini sesuai informasi kepada
indikasi. keluarga untuk
memahami
kebutuhan nutrisi
pasien.
7. Observasi tanda- 7. karena metabolisme
tanda karbohidrat mulai
hipoglikemia. terjadi (gula darah
Seperti akan berkurang dan
perubahan sementara tetap
tingkat diberikan insulin
kesadaran, kulit maka Hipoglikemi
lembab/dingin, dapat terjadi. Jika
denyut nadi pasien dalam
cepat, lapar peka keadaan koma,
rangsang, hipoglikemia
cemas, sakit mungkin akan
kepala, pusing, terjadi tanpa
sempoyongan. memperlihatkan
perubahan tingkat
kesadaran.
Kolaborasi Kolaborasi
1. lakukan 1. analisa di tempat
pemeriksaan tidur terhadap gula
gula darah darah lebih akurat
dengan 9menunjukkan
menggunakan keadaan saat
“finger stick”. dilakukan
pemeriksaan).
2. pantau 2. gula darah menurun
pemeriksaan perlahan dengan
laboratorium, penggantian cairan
seperti glukosa dan terapi insulin
darah, aseton, terkontrol.
pH, dan HCO3.
3. berikan 3. insulin reguler
pengobatan memiliki awitan
insulin secara cepat dan karenanya
teratur dengan dengan cepat pula
metode IV dapat membantu
secara memindahkan
intermiten atau glukosa kedalam
secara kontinyu. sel.
4. berikan larutan 4. larutan glukosa
glukosa, ditambahkan setelah
misalnya insulin dan cairan
dekstrosa dan mebawa gula darah
setengah salin kira0kira 250
normal. mgg/dl.
5. lakukan 5. sangat barmanfaat
konsultasi dalam perhitungan
dengan ahli diet. dan penyesuaian
diet untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisis
pasien.
6. berikan diet 6. kompleks
kira-kira 60% karbohidrat (seperti
karbohidrat, jagung, wortel,
20% protein dan brokoli, buncis,
20% lemak gandum, dll)
dalam penataan menurunkan kadar
makan/pemberia glukosa/ kebutuhan
n makanan insulin, menurunkan
tambahan. kadar kolesterol
darah dan
meningkatkan rasa
kenyang.
7. berikan obat 7. dapat bermanfaat
metaklopramid dalam mengatasi
(reglan); gejala yang
tetrasiklin. berhubungan
dengan neuropati
otonom yang
mempengaruhi
saluran cerna, yang
selanjutnya
meningkatkan
pemasukan melalui
oral dan absorps zat
makanan.

 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa


tinggi dan perubahan pada sirkulasi.
DIAGNOSA TUJUAN TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN (NOC) (NIC)
Resiko tinggi Setelah Mandiri Mandiri
terhadap infeksi dilakukan 1. Observasi tanda-tanda 1. Pasien mungkin
berhubungan asuhan infeksi dan peradangan masuk dengan infeksi
dengan kadar keperawatan seperti demam, yang biasanya telah
glukosa tinggi dan selama 3 x 24 kemerahan, adanya pus mencetuskan keadaan
perubahan pada jam pada luka, sputum ketoasidosis atau
sirkulasi. diharapkan purulem, urine warna dapat mengalami
dapat keruh atau berkabut. infeksi nosokomial.
mencegah 2. Tingkatan upaya 2. Mencegah timbulnya
terjadinya pencegahan dengan infeksi silang (infeksi
komplikasi melakukan cuci tangan nosokomial).
dengan yang baik pada semua
Kriteria Hasil orang yang berhubungan
: dengan pasien termasuk
Dapat pasiennya sendiri.
mencegah 3. Pertahankan teknik 3. Kadar glukosa yang
atau aseptik pada prosedur tinggi dalam darah
menurunkan invasive (seperti akan menjadi media
risiko infeksi pemasangan infus, kateter terbaik bagi
seperti tidak foley, dan sebagainya), pertumbuhan kuman.
ada demam pemberian obat intravena
dan memberikan
perawatan pemeliharaan.
Lakukan pengobatan
melalui IV sesuai
indikasi.
4. Pasang kateter atau 4. Mengurangi resiko
lakukan perawatan terjadinya infeksi
parineal dengan baik. saluran kemih. Pasien
Ajarkan pasien wanita koma mungkin
untuk membersihkan memiliki resiko yang
daerah perinealnya dari khusus jika terjadi
depan kearah belakang retensi urin pada saat
setelah eliminasi. awal dirawat.
Catatan: pasien DM
wanita lansia
merupakan kelompok
utama yang paling
beresiko terjadi
infeksi saluran
kemih/vagina.
5. Berikan perawatan kulit 5. Sirkulasi perifer bisa
dengan teratur dan tgerganggu yang
sungguh-sungguh, menempatkan pasien
masase daerah tulang pada peningkatan
yang tertekan, jaga kulit resiko terjadinya
tetap kering, linen kering kerusakan pada
dan tetap kencang (tidak kulit/iritasi kulit dan
berkerut). infeksi.
6. Auskultasi bunyi nafas. 6. Ronki
mengindikasikan
adanya akumulasi
sekret yang mungkin
berhubungan dengan
pneumonia atau
bronkitis (mungkin
sebagai pencetus dari
DKA). Edema baru
(bunyi krekels)
mungkin sebagai
akibat dari pemberian
cairan yang terlalu
cepat/berlebihan atau
GJK.
7. Posisikan pasien pada 7. Memberikan
posisi semi-Fowler. kemudahan bagi paru
untuk berkembang;
menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
8. Lakukan perubahan 8. Membantu dalam
posisi dan anjurkan memventilasikan
pasien untuk batuk efektif semua daerah paru
/ napas dalam jika pasien dan memobilisasi
sadar dan kooperatif. sekret. Mencegah
Lakukan penghisapan agar sekret tidak
lendir pada jalan nafas statis dengan
dengan menggunakan terjadinya
teknik steril sesuai peningkatan terhadap
keperluannya. resiko infeksi.

9. Berikan tisu dan tempat 9. Mengurangi


sputum pada tempat penyebaran infeksi.
yang mudah dijangkau
untuk penampungan
sputum atau sekret yang
lainnya.
10. Bantu pasien untuk 10. Menurunkan risiko
melakukan higiene oral. terjadinya penyakit
mulut/gusi.

11. Anjurkan untuk makan 11. Menurunkan


dan minum adekuat kemungkinan
(pemasukan makanan dan terjadinya infeksi.
minuman) (kira-kira 3000 Meningkatkan aliran
ml/hari jika tidak ada urine untuk
kontraindikasi) mencegah urine yang
statis dan membantu
dalam
mempertahankan
pH/keasaman urine,
yang menurunkan
pertumbuhan bakteri
dan pengeluaran
organisme dari sistem
organ tersebut.
Kolaborasi Kolaborasi
1. Lakukan pemeriksaan 1. Untuk
kultur dan sensitivitas mengidentifikasi
sesuai dengan indikasi. organisme sehingga
dapat
memulih/memberika
n terapi antibiotik
yang terbaik.
2. Berikan obat antibiotik 2. Penanganan awal
yang sesuai. dapat membantu
mencegah timbulnya
sepsis.

 Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan Fisik

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan (NOC) (NIC)
Defisit Self care : Activity NIC :
Perawatan Diri of Daily Living Self Care assistane :
Berhubungan (ADLs) ADLs
dengan : Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui seberapa
Kelemahana Fisik. tindakan kemempuan klien mampu pasien dalam
keperawatan untuk perawatan diri melakukan activity of
selama…..x….Jam, yang mandiri. daily living (ADL)
2. Monitor kebutuhan
defisit perawatan 2. Memberikan rasa
klien untuk alat-alat
diri tidak terjadi nayaman dalam
bantu untuk
dengan kriteria melakukan perawatan
kebersihan diri,
hasil: diri dengan
berpakaian, berhias,
1. Klien membantu apa yang
toileting dan makan.
terbebas dari dibutuhkan oleh klien
bau badan. 3. Sediakan bantuan
2. Menyatakan sampai klien mampu 3. Mempermudah
kenyamanan secara utuh untuk pasien dalam
terhadap melakukan self-care. perawatan diri secara
kemampuan tepat
4. Dorong klien untuk
untuk
melakukan aktivitas
melakukan 4. Mengajarkan pasien
sehari-hari yang
ADLs. dalam melakukan
normal sesuai
3. Dapat aktivitas sehari-hari
kemampuan yang
melakukan dengan kemampuan
dimiliki.
ADLS 5. Dorong untuk yang dia miliki
dengan melakukan secara
bantuan mandiri, tapi beri 5. Untuk mengetahui
bantuan ketika klien perkembangan klien
tidak mampu dalam melakukan
melakukannya. akitivitas sehari-hari
dengan kemampuan
6. Ajarkan klien/
yang dia miliki
keluarga untuk
mendorong
kemandirian, untuk 6. Agar pasien dan
memberikan keluarga mengerti
bantuan hanya jika kemandirian dalam
pasien tidak mampu melakukan akitivas
untuk sehari-hari
melakukannya.
7. Berikan aktivitas
rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
7. Untuk menilai
8. Pertimbangkan usia
perkembangan pasien
klien jika
dalam melakukan
mendorong
aktivitas sehari-hari
pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
8. Memandirikan pasien
dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
sesuai dengan umur
 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi tentang Diabetes Mellitus

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan (NOC) (NIC)

Defisiensi NOC NIC


pengetahuan  Knowledge : Teaching : disease
Definisi : disease process Process
Ketiadaan atau  Knowledge : 1. Berikan 1. Mempermudah
defisiensi health Behavior penilaian dalam memberikan
informasi tentang penjelasan tentang
kognitif yang Kriteria Hasil : tingkat penyakit yang
berkaitan 1. Pasien dan pengetahuan diderita oleh klien
dengan topik keluarga pasien tentang
tertentu. menyatakan proses
pemahaman penyakit
Batasan tentang Diabetes
Karakteristik : penyakit, Mellitus
2. Jelaskan
 Perilaku kondisi,
patofisiologi
hiperbola prognosis dan 2. Meningkatan
dari penyakit
 Ketidaka program pengetahuan pasien
Diabetes
kuratan pengobatan dan mengurangi rasa
2. Pasien dan Mellitus dan
mengikuti cemas pasien karena
keluarga bagaimana hal
perintah penyakit yang
mampu ini
 Ketidaka dideritanya
melaksanakan berhubungan
kuratan
prosedur yang dengan
melakukan
dijelaskan anatomi dan
tes
secara benar fisiologi,
 Perilaku
3. Pasien dan
dengan cara
tidak tepat
keluarga
yang tepat.
(mis.,
mampu 3. Gambarkan
histeria, menjelaskan tanda dan
bermusuhan kembali apa gejala yang
, agitasi, yang dijelaskan biasa muncul 3. Agar pasien
apatis) perawat/tim pada penyakit mengetahui tanda dan
 Pengung kesehatan Diabetes gejala yang akan
kapan lainnya Mellitus, muncul yang
masalah dengan cara berkaitan dengan
yang tepat penyakit yang
4. Gambarkan
Faktor Yang dideritanya
proses
Berhubungan :
penyakit
 Keterbat
Diabetes
asan
Mellitus,
kognitif 4. Untuk menambah
dengan cara
 Salah pengetahuan pasien
yang tepat
intepretasi mengenai bagaimana
informasi proses terjadinya bisa
 Kurang menderita penyakit
5. Identifikasi
pajanan diabetes meliitus dan
kemungkinan
 Kurang bagaimana dia bisa
penyebab dari
minat menderita penyakit
penyakit
dalam diabetes mellitus
Diabetes
belajar
Mellitus,
 Kurang 5. Menambah
dengan cara
dapat pengetahuan pasien
yang tepat
mengingat 6. Sediakan mengenai penyebab
 Tidak informasi dari penyakit yang
familier pada pasien dideritanya
dengan tentang
sumber kondisi,
dengan cara
yang tepat 6. Menambah
pengetahuan pasien
7. Sediakan bagi tentang kondisinya
keluarga atau
SO informasi
tentang
kemajuan
pasien dengan
cara yang 7. Menambah
tepat pengetahuan keluarga
tentang
8. Diskusikan
perkembangan
perubahan
kondisi pasien
gaya hidup
yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
kompIikasi di
masa yang
8. Mencegah komplikasi
akan datang
yang akan
dan atau
ditimbulkan oleh
proses
penyakit diabetes
pengontrolan
melitus
penyakit
Diabetes
Mellitus

9. Diskusikan
pilihan terapi
atau
penanganan

10. Instruksikan
pasien
mengenai 9. Mempercepat
tanda dan pemulihan kondisi
gejala untuk pasien
melaporkan
pada pemberi
perawatan 10. Mengetahui
kesehatan, secara dini
dengan cara gejala-gejala
yang tepat. apabila terjadi
komplikasi
penyakit

 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan (NOC) (NIC)
Gangguan Setelah dilakukan 1. Tentukan etiologi 1. Penilaian prior etiologi
integritas kulit asuhan keperawatan (mis., Luka akut luka sangat penting untuk
berhubungan selama 3 x 24 jam atau kronis, luka identifikasi intervensi
dengan neuropati diharapkan untuk bakar, lesi keperawatan yang tepat.
perifer Gangguan Integritas dermatologis, ulkus
Jaringan, dengan tekanan, ulkus
kriteria hasil : kaki).
 Pasien 2. Kaji lokasi 2. Kemerahan, bengkak,
melaporkan
integritas jaringan nyeri, terbakar, dan gatal
adanya
sensasi atau terganggu dan merupakan indikasi
nyeri yang
kondisinya. adanya peradangan dan
berubah di
tempat respons sistem kekebalan
kerusakan
tubuh terhadap trauma
jaringan.
 Pasien jaringan lokal.
menunjukkan
3. Kaji karakteristik 3. Temuan ini akan memberi
pemahaman
tentang luka, termasuk informasi tentang tingkat
rencana
warna, ukuran cedera. Warna jaringan
untuk
menyembuhk (panjang, lebar, pucat merupakan tanda
an jaringan
kedalaman), berkurangnya oksigenasi.
dan
mencegah drainase, dan bau. Bau bisa jadi akibat
cedera.
adanya infeksi di lokasi;
 Pasien
menggambar Mungkin juga berasal
kan tindakan
dari jaringan nekrotik.
untuk
melindungi Eksudat Serous dari luka
dan
adalah bagian normal dari
menyembuhk
an jaringan, peradangan dan harus
termasuk
dibedakan dari pus atau
perawatan
luka. purulen discharge, yang
 Luka pasien
hadir dalam infeksi.
menurun
dalam ukuran 4. Inspeksi sistematis dapat
dan telah
4. Pantau situs mengidentifikasi masalah
meningkatka
n jaringan dengan integritas yang akan terjadi sejak
granulasi.
jaringan yang dini.
terganggu
setidaknya sekali
sehari untuk
perubahan warna,
kemerahan,
pembengkakan,
kehangatan, nyeri,
atau tanda infeksi
lainnya. 5. Perorangan
5. Pantau status kulit merencanakan diperlukan
di sekitar luka. sesuai dengan kondisi,
Pantau praktik kebutuhan, dan preferensi
perawatan kulit kulit pasien.
pasien 6. Teknik ini mengurangi
6. Simpanlah teknik risiko infeksi
berpakaian steril
selama perawatan
luka 7. Menggosok dan
7. Beritahu pasien menggaruk bisa
untuk menghindari menyebabkan luka lebih
menggosok dan lanjut dan menunda
menggaruk penyembuhan
s

Anda mungkin juga menyukai