5. Klasifikasi
1. IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Millitus )
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas karena reaksi autoimin sehingga tubuh tidak dapat memproduksi
insulin alami untuk mengontrol kadar glukosa darah.
2. NIDDM ( Non-Insulin Dependent Diabetes Millitus )
Tidak tergantung insulin. Diabetes ini dsebabkan oleh gangguan
metabolisme dan penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar
glukosa darah dan hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dan juga dipicu oleh
pola hidup yang tidak sehat.
3. Gestational Diabetes
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus ( gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan
suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang
tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan
selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat
mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-
wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi
penderita.
6. Komplikasi
Komplikasi dari diabetes ada beberapa yaitu :
Katarak , Retinopati, Menurunnya fungsi penglihatan
Neuropati perifer
Glaukoma
Penyakit ginjal
Penyakit pembuluh darah perifer
Penyakit koroner
Penyakit pembuluh darah otak
Hipertensi
Ulkus Neurotropik
Ejakulasi dini
Disfungsi ereksi
7. Gejala Klinis
Gejala dari penderita Diabetes mellitus yaitu 3P :
Poliuria : Peningkatan dalam berkemih
Polidipsia : Peningkatan rasa haus
Poliphagia : Peningkatan selera makan
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya
ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian
besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama
pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk
memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton.
Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,
kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa
mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau
mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa
tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa
sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula
darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-
misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat,
yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan
sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
8. Pemeriksaan fisik
a. Inpeksi : lemah, pucat, bau busuk (infeksi), asites, sesak napas.
b. Auskultasi : takikardi, sesak napas (suara mengi).
c. Perkusi : asites.
d. Palpasi : nyeri tekan abdomen, asites.
9. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang
Pemeriksaan diagnosis
Glukosa darah: meningkat 200-100 mg/dL, atau lebih.
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l.
Elektrolit:
Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun.
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun.
Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan
DKA dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden.
Pemeriksaan mikroalbumin
Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan kardiovaskular
Nefropati Diabetik
Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes adalah
terjadinya nefropati diabetic, yang dapat menyebabkan gagal ginjal
terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau hemodialisis.
Nefropati diabetic ditandai dengan kerusakan glomerolus ginjal yang
berfungsi sebagai alat penyaring.
Gangguan pada glomerulus ginjal dapat menyebabkan lolosnya protein
albumin ke dalam urine.
Adanya albumin dalam urin (=albuminoria) merupakan indikasi
terjadinya nefropati diabetic.
Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)
Diagnosis dini nefropati diabetic
Memperkirakan morbiditas penyakit kardiovaskular dan mortalitas pada
pasien DM
Jadwal pemeriksaan Mikroalbumin
Untuk DM Tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau setelah 5 tahun
didiagnosis DM
Untuk DM tipe 2
o Untuk pemeriksaan awal setelah diagnosis ditegakkan
o Secara periodic setahun sekali atau sesuai petunjuk dokter
Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
Dapat Memperkirakan Risiko Komplikasi Akibat DM
HbA1c atau A1C
Merupakan senyawa yang terbentuk dari ikatan antara glukosa dengan
hemoglobin (glycohemoglobin)
Jumlah A1C yang terbentuk, tergantung pada kadar glukosa darah
Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan sel
darah merah)
Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-rata dalam jangka
waktu 2-3 bulan sebelum pemriksaan
Manfaat pemeriksaan A1C
Menilai kualitas pengendalian DM
Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12 minggu dijalankan
Tujuan Pemeriksaan A1C
Mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karena :
A1C dapat memperkirakan risiko berkembangnya komplikasi diabetes
Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar glukosa darah terus menerus
tinggi dalam jangka panjang
Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang (2-3 bulan) dapat
diperkirakan dengan pemeriksaan A1C
Jadwal pemeriksaan A1C
Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM dipastikan
Secara periodic (sebagai bagian dari pengelolaan DM) yaitu :
Setiap 3 bulan (terutama bila sasaran pengobatan belum tercapai)
Minimal 2 kali dalam setahun.
4. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
a. Kesadaran
b. Bangun Tubuh
c. Postur Tubuh
d. Bentuk Tubuh
e. Turgor Kulit
2) Gejala Kardinal
a. Suhu
b. Nadi
c. Tekanan Darah
d. Respirasi
3) Ukuran – ukuran Lain
a. Tinggi Badan
b. Berat Badan
4) Keadaan Fisik
a. Kepala
b. Muka
c. Mata
d. Hidung
e. Telinga
f. Mulut dan Gigi
g. Leher
h. Thorak
i. Abdomen
j. Ekstermitas
2. Diagnosa
a.Defisit perawatan diri
b. Gangguan integritas kulit
c. Risiko tinggi terhadap infeksi
d. Defisit pengetahuan tentang Diabetes Melitus
e.Kekurangan volume cairan
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Rencana Tindakan
Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
(dari hiperglikemia).
Kolaborasi Kolaborasi
1. berikan terapi 1. tipe dan jumlah dari cairan
sesuai dengan tergantung pada derajat
indikasi; normal kekurangan cairan dan
salin atau respons pasien secara
setengah normal individual, plasma
salin dengan atau ekspander (pengganti)
tanpa dektrosa. kadang dibutuhkan jika
Albumin, plasma, kekurangan tersebut
atau dekstran. mengancam kehidupan
atau tekanan darah sudah
tidak dapat kembali
normal dengan usaha-
usaha rehidrasi yang telah
dilakukan.
2. pasang atau 2. memberikan pengukuran
pertahankan yang tepat/akurat terhadap
kateter urine agar pengukuran haluaran urine
tetap terpasang. terutama jika neuropati
otonom menimbulkan
gangguan kantung kemih
(retensi urine/
inkontenensia)
3. pantau 3. mengkaji tingkat hidrasi.
pemeriksaan
laboratorium
seperti
Hematokrit (Ht),
BUN/Kreatinin,
osmolaritas
darah, Natrium,
Kalium.
4. berikan kalium 4. kalium harus ditambahkan
atau elektrolit pada IV (segera aliran
yang lain melalui urine adekuat) untuk
IV dan/atau mencegah hipokalemia.
melalui oral
sesuai indikasi.
5. berikan 5. diberikan dengan hati-hati
bikarbonat bila untuk membantu
pH kurang dari mempebaiki asidosis pada
7,0 adanya hipotensi atau
syok.
6. pasang selang 6. menekompresi lambung
NGT dan lakukan dan dapat menghilangkan
penghisapan muntah.
sesuai dengan
indikasi.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin ( penurunan ambilan dan
penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan
metabolisme protein/lemak)
9. Diskusikan
pilihan terapi
atau
penanganan
10. Instruksikan
pasien
mengenai 9. Mempercepat
tanda dan pemulihan kondisi
gejala untuk pasien
melaporkan
pada pemberi
perawatan 10. Mengetahui
kesehatan, secara dini
dengan cara gejala-gejala
yang tepat. apabila terjadi
komplikasi
penyakit