Anda di halaman 1dari 15

ANALISA ARTIKEL

“Obat Tradisional Jambu Biji (Psidium guajava)”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi dalam Keperawatan

Dosen Pembimbing: Ns. Nur Widayati, S. Kep., MN

Disusun oleh:

Kelas B18

Nila Nabila Yonda NIM 182310101057

Cindy Erma Narulita NIM 182310101092

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Analisa Pemanfaatan Hasil-hasil Pertanian dalam Pengobatan dengan Judul

“Obat Tradisonal Jambu Biji (Psidium guajava)”

yang disusun oleh:

Nila Nabila Yonda NIM 182310101057

Cindy Erma Narulita NIM 182310101092

telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada:

hari/tanggal: 24 April 2019

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada.

Penyusun,

(Nila Nabila Yonda)

(NIM 182310101057)

Mengetahui,

Penanggung jawab mata kuliah Dosen Pembimbing

(Ns. Wantiyah, S. Kep, M. Kep.) (Ns. Nur Widayati, S. Kep., MN)

(NIP 198107122006042001) (NIP 198106102006042001)


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH SWT yang Maha pengasih lagi Maha
penyayang. Kami panjatkan syukur atas Kehadirat-Nya, yang telah melipahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelasaikan
makalah yang berjudul ‘Obat Tradisional Jambu Biji (Psidium guajava)’ dengan
tepat waktu. Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu dalam hal ini kami menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkonstribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu kami memohon segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memberbaiki makalah ini.

Akhir kata kami segenap kelompok yang diberi tugas untuk membuat
makalah ini berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca,
khususnya mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Jember.

Jember, 29 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jambu biji (Psidium guajava) adalah tanman tropis yang tersebar di Indonesia
melalui Thailand dan berasal dari Brasil. Jambu biji memliki kulit bewarna hijau
dengan buah dagingnya bewarna merah atau putih dan berasa asam-manis. Jambu
biji dikenal memiliki banyak mengandung vitamin C, selain itu buah ini uga
memiliki beberapa jumlah zat penting seperti asam patotenat, vitamin K, vitamin
E, vitamin B6, niasin, magnesium mineral, temabag, mangan, dan dinamakan
superoxide enzyme dismutase. Dari banyaknya kandungan yang dimiliki jambu
biji, manfaat buah ini untuk kesehatan pun juga beragam. Salah satunya sangat
berguna ntuk mengatasi penyakit diare, karena jambu biji memiliki kandungan
serat yang sangat kaya dalam hal buah. Selain itu, sejak lama pun daun jambu biji
sangat dikenal mampu mengobati penyakit diare.

Tannin merupakan zat aktif yang dimiliki jambu biji yang sangat berguna
dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam perut sehingga
menyebabkan reaksi diare. Kandungan tannin yang terdapat pada buah maupun
daun jambu biji cukup tinggi hingga mencapai 17%. Selain itu, tannin juga dapat
menyerap racun dalam pencernaan dan dapat menggumpalkan protein yang ada
sekaligus. Karena itu, pengobatan diare dengan daun atau buah jambu biji sangat
efektif untuk penyembuhan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui konsep dasar obat
tradisional dan apa saja analisa artikel dari obat tardisional jambu biji yang
beredar di masyarakat.
BAB II. KONSEP DASAR OBAT TRADISIONAL

2.1 Definisi

Obat merupakan bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,
mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah
maupun mengobati rasa sakit.

Pada pandangan masyarakat tradisional, obat tradisional terbagi menjadi 2,


yaitu obat ramuan tradisional dan cara pengobatan tradisional. Obat tradisional
sendiri merupakan obat turun-temurun yang digunakan oleh masyarakat untuk
mengobati beberapa penyakit tertentu dan obat ini dapat diperoleh secara bebas di
alam (Djojosugito, 1985).

Obat tradisional juga dapat diartikan sebagai bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, dan campuran dari bahan-bahan tersebut
yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman yang sudah ada. Obat tradisional merupakan warisan dari nenek
moyang yang secara turun-temurun dipergunakan dalam proses pencegahan
maupun penyembuhan penyakit, luka dan mental pada manusia ataupun hewan.
Jadi obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-
temurun yang diajarkan oleh nenek moyang.

2.2 Tingkatan Obat Tradisional

Obat dengan bahan alam Indonesis dapat dikelompokkan secara bertingkat


menjadi 3 kelompok, yaitu diantaranya:

2.2.1 Jamu

Jamu merupakan obat tradisional yang disediakan secara tradisional (serbuk


ataupun cairan) penggunaannya pun digunakan secara tradisional. Golongan jamu
tidak memerlukan pembuktian klinis, namun cukup hanya dengan bukti empiris.
Jamu yang telah digunakan secara turun-temurun yang sering dikonsumsi, telah
terbukti keamanan dan manfaat serta khasiatnya untuk pengobatan penyakit
tertentu. Sebuah ramuan dapat dikatakan sebagai jamu, jika:
1. Aman,
2. Telah terbukti aman dan berkhasiat secara empiris,
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Sebuah ramuan dapat dikatakan jamu jika telah digunakan masyarakat secara
turun-temurun melewati 3 generasi. Jamu dapat ditingkatkan kelasnya menjadi
herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya yang berupa
ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi dibandingkan
dengan pembuatan jamu secara tradisional.

2.2.2 OHT (Obat Herbal Terstandar)

Obat Herbal Terstandar berbeda dengan fitofarmaka. OHT merupakan obat


tradisional yang dibuat dari ekstrak bahan alami (tumbuhan, hewan, dan mineral).
OHT perlu dilakukan uji pra-klinik untuk membuktikan standar kandungan bahan,
pembuatan ekstrak, pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun
kronis. Pembuatan OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan lebih
baik dari jamu, baik dari segi tenaga kerja maupun keterampilan dalam membuat
ekstrak.

Obat herbal dapat dinyatakan terstandarisasi apabila memenuhi syarat-


syarat berikut:

1. Aman.
2. Khasiat telah terbukti secara ilmiah melalui uji pra-klinik.
3. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
4. Bahan baku yang digunakan telah terstandarisasi.

2.2.3 Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah jenis obat yang setara dengan obat modern karena
proses pembuatannya telah terstandar dan hasilnya telah terbukti melalui uji
klinis. Fitofarmaka merupakan obat bahan alam yang telah terstandar keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan bakunya
(BPOM RI, 2004). Fitofarmaka merupakan obat yang memiliki kualitas paling
tinggi dari jamu dan obat herbal, baik dari segi khasiat dan keamanannya. Obat ini
merupakan obat yang berkualitas karena telah memiliki clinical evidence dan siap
di resepkan oleh dokter.

Obat herbal dapat dikatakan fitofarmaka apabila telah memenuhi syarat


berikut:

1. Aman.
2. Khasiat terbukti dengan uji praklinik dan uji klinik.
3. Memenuhi syarat mutu.
4. Bahan baku terstandarisasi.

Bentuk sediaan Obat Tradisional yang beredar di masyarakat


dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Sediaan Oral : Serbuk, rajangan, kapsul, tablet, pil, sirup, dan sediaan
terdispersi.
2. Sediaan Topikal : Salep/krim, Suppositoria, Linimenta dan bedak.

2.3 Syarat-Syarat Obat Tradisional (Safety Drug)

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Persyaratan


Obat Tradisional:

1. Mengesahkan dan memberlakukan Persyaratan Obat Tradisional sebagai


tercantum dalam lampiran Keputusan ini sebagai persyaratan yang harus dipenuhi.

2. Industri Obat Tradisional dan atau Industri Kecil Obat Tradisional berkewajiban
menarik produknya yang tidak memenuhi persyaratan dari peredaran.

3. Persyaratan Obat Tradisional yang dimaksud dalam amar pertama dapat


ditinjau dan ditetapkan kembali oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan;

4. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Bagi Industri Kecil Obat
Tradisional, keputusan ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak tanggal
ditetapkan. Bagi Industri Kecil Obat Tradisional yang total asetnya kurang dari
Rp. 50.000.000,(lima puluh juta) diluar tanah dan bangunan, keputusan ini mulai
berlaku sejak 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkan. Ketentuan akan diadakan
perubahan sebagaimana mestinya apabila kemudian hari terdapat kekeliruan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 007 tahun
2012 pasal 7 disebutkan bahwa Obat Tradisional dilarang mengandung :

a. Etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang
pemakaiannya dengan pengenceran;
b. Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
c. Narkotika atau psikotropika; dan/atau
d. Bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan
penelitian membahayakan kesehatan.
Obat Tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan :
a. Intravaginal
b. Tetes mata
c. Parenteral
d. Supositoria, kecuali digunakan untuk wasir
2.4 Peraturan Terkait Obat dan Pengobatan Tradisional

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Tentang


Persyaratan Mutu Obat Tradisional
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

2. Bahan Baku adalah semua bahan awal baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan Obat Tradisional.

3. Bahan Tambahan adalah komponen Obat Tradisional yang dimaksudkan


sebagai zat, pelarut, pelapis, pembantu, dan zat yang dimaksudkan untuk
mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan, atau sebagai zat warna dan tidak
mempunyai efek farmakologis.

4. Sediaan Galenik yang selanjutnya disebut Ekstrak adalah sediaan kering, kental
atau cair dibuat dengan menyari Simplisia nabati atau hewani menurut cara yang
cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung.
5. Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 60°C.

6. Rajangan adalah sediaan Obat Tradisional berupa satu jenis Simplisia atau
campuran beberapa jenis Simplisia, yang cara penggunaannya dilakukan dengan
pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.

7. Serbuk Simplisia adalah sediaan Obat Tradisional berupa butiran homogen


dengan derajat halus yang sesuai, terbuat dari simplisia atau campuran dengan
Ekstrak yang cara penggunaannya diseduh dengan air panas.
8. Serbuk Instan adalah sediaan Obat Tradisional berupa butiran homogen dengan
derajat halus yang sesuai, terbuat dari Ekstrak yang cara penggunaannya diseduh
dengan air panas atau dilarutkan dalam air dingin.

9. Kapsul adalah sediaan Obat Tradisional yang terbungkus cangkang keras.

10. Kapsul Lunak adalah sediaan Obat Tradisional yang terbungkus cangkang
lunak.

11. Tablet adalah sediaan Obat Tradisional padat kompak, dibuat secara kempa
cetak, dalam bentuk tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua permukaannya
rata atau cembung, terbuat dari Ekstrak kering atau campuran Ekstrak kental
dengan bahan pengering dengan bahan tambahan yang sesuai.

12. Efervesen adalah sediaan padat Obat Tradisional, terbuat dari Ekstrak,
mengandung natrium bikarbonat dan asam organik yang menghasilkan gelembung
gas (karbon dioksida) saat dimasukkan ke dalam air.

13. Pil adalah sediaan padat Obat Tradisional berupa masa bulat, terbuat dari
serbuk Simplisia dan/atau Ekstrak.

14. Dodol/Jenang adalah sediaan padat Obat Tradisional dengan konsistensi lunak
tetapi liat, terbuat dari Serbuk Simplisia dan/atau Ekstrak.
15. Pastiles adalah sediaan padat Obat Tradisional berupa lempengan pipih,
umumnya berbentuk segi empat, terbuat dari Serbuk Simplisia dan/atau Ekstrak.

16. Cairan Obat Dalam adalah sediaan Obat Tradisional berupa minyak, larutan,
suspensi atau emulsi, terbuat dari Serbuk Simplisia dan/atau Ekstrak dan
digunakan sebagai obat dalam.

17. Cairan Obat Luar adalah sediaan Obat Tradisional berupa minyak, larutan,
suspensi atau emulsi, terbuat dari Simplisia dan/atau Ekstrak dan digunakan
sebagai obat luar.

18. Salep dan Krim adalah sediaan Obat Tradisional setengah padat terbuat dari
Ekstrak yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar Salep/Krim yang sesuai
dan digunakan sebagai obat luar.

19. Parem adalah sediaan padat atau cair Obat Tradisional, terbuat dari Serbuk
Simplisia dan/atau Ekstrak dan digunakan sebagai obat luar.

20. Pilis dan Tapel adalah sediaan padat Obat Tradisional, terbuat dari Serbuk
Simplisia dan/atau Ekstrak dan digunakan sebagai obat luar.
21. Koyo/Plester adalah sediaan Obat tradisional terbuat dari bahan yang dapat
melekat pada kulit dan tahan air yang dapat berisi Serbuk Simplisia dan/atau
Ekstrak, digunakan sebagai obat luar dan cara penggunaannya ditempelkan pada
kulit.

22. Supositoria untuk wasir adalah sediaan padat Obat Tradisional, terbuat dari
Ekstrak yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar supositoria yang sesuai,
umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh dan cara
penggunaannya melalui rektal.

23. Film Strip adalah sediaan padat Obat Tradisional berbentuk lembaran tipis
yang digunakan secara oral.
Peraturan yang lain terkait obat dan pengobatan tradisional terdapat pada
Peraturan Kepala BPOM RI No. 12 Tahun 2014 dan MENKES RI Tentang
Persyaratan Obat Tradisional.
BAB III. ANALISA ARTIKEL
3.6 Dosis
Berdasarkan penelitian dosis yang dapat dikonsumsi dalam bentuk serbuk
ekstrak daun jambu biji yang kemudian dilarutkan dalam air yaitu sebanyak
300mg/hari dan dikonsumsi 3 hari berturut-turut. Pada hasil penelitian yang
dilakukan kepada tikus yang di infeksi, dimana tikus itu kemudian diberi makan
ekstrak daun jambu biji selama 2-3 hari berturut-turut mengalami penurunan
infeksi pada hari ke-8. Kemudian pada hari ke-19 menunjukkan pemberantasan
infeksi dan pada hari ke-34 infeksi berhasil diatasi.
3.7 Indikasi dan Kontraindikasi

3.8 Efek Samping Obat


3.9 Hal-hal yang Harus di Perhatikan
3.10 Implikasi Keperawatan
Lembar Bimbingan

Nama : Nila Nabila Yonda

Cindy Erma Narulita

NIM : 182310101057

182310101092

Dosen Pembimbing : Ns. Nur Widayati, S. Kep., MN

No Hari/tanggal Materi Masukan Tanda tangan


bimbingan Pembimbing Pembimbing
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai