Anda di halaman 1dari 12

[MODULPRAKTIKUM]

DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018


I. HIDROPONIK

Hidroponik merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin,


“hydros” yang berarti air dan “ponics” yang berarti pengerjaan atau bercocok
tanam. Istilah hidroponik pertama kali dikemukakan oleh DR. W.F. Gericke dari
University of California pada tahun 1936, yang melakukan percobaan berupa
penanaman tanaman tomat dalam bak berisi mineral hasil uji cobanya (Lingga,
1984). Selanjutnya hidroponik didefinisikan secara ilmiah sebagai suatu cara
budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, yang diberikan larutan hara untuk
pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman.
Menurut Lakkireddy et. al. (2012) hidroponik merupakan suatu teknologi
untuk pertumbuhan tanaman dalam larutan nutrisi (air yang mengandung pupuk)
dengan atau tanpa menggunakan media buatan (pasir, gravel, vermiculite,
rockwool, perlite, peatmoss, cocopeat, atau serbuk gergaji) untuk memberikan
dukungan mekanik. Sementara itu hidroponik menurut Savage (1985),
berdasarkan sistem irigasinya dikelompokkan menjadi: (1) Sistem terbuka, di
mana larutan hara tidak digunakan kembali, misalnya pada hidroponik dengan
penggunaan irigasi tetes drip irrigation atau trickle irrigation,dan (2) Sistem
tertutup, di mana larutan hara dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi.
Sedangkan berdasarkan penggunaan media, hidroponik dapat dikelompokkan
menjadi (1) Kultur air (media air) dan (2) Kultur Substrat (media agregat non
tanah).
Hidroponik berdasarkan media yang digunakan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Kultur air
a. Nutrient Film Technique (NFT)
Hidroponik dengan metode NFT merupakan model budidaya dengan
meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air tersebut
tersirkulasi dan mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran
bisa berkembang di dalam larutan nutrisi karena di sekeliling perakaran
terdapat selapis larutan nutrisi, maka sistem ini dikenal dengan nama
nutrient film technique. Pada metode ini lapisan nutrisi yang digunakan
dibuat sedemikian rupa sehingga ketebalan maksimalnya adalah 3 mm.
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018
Hal ini dikarenakan kelebihan air dapat menyebabkan jumlah oksigen akan
berkurang. Sistem NFT ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan
sistem pertanian konvensional, karena nutrisi yang digunakan hanya
selapis akan menyebabkan ketersediaan nutrisi dan oksigen pada akar
selalu berlimpah (Lingga, 1984). Pada sistem ini, aliran larutan nutrisi
yang konstan atau tetap sehingga tidak membutuhkan timer untuk
mengontrol pompa air. Larutan nutrisi akan dipompakan ke dalam
growing tray (pot tempat tumbuh tanaman) yang biasanya berupa tabung
kemudian larutan nutrisi akan mengalir melewati akar tanaman dan akan
mengalir kembali ke bak penampungan.
Syarat-syarat yang dibutuhkan untuk membuat selapis nutrisi pada
hidroponik sistem NFT di antaranya adalah: (1) Kemiringan talang tempat
mengalirnya larutan nutrisi ke bawah harus benar-benar seragam, dan (2)
Kecepatan aliran yang masuk tidak boleh terlalu cepat, disesuaikan dengan
kemiringan talang.

Gambar 1. Ilustrasi Instalasi Hidroponik Sistem NFT

Menurut Alviani (2015), kelebihan hidroponik dengan sistem NFT di


antaranya adalah:
1. Memudahkan pengendalian daerah perakaran tanaman.
2. Keseragaman dan tingkat konsentrasi larutan nutrisi yang dibutuhkan
tanaman dapat disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman.
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018
3. Sistem NFT dapat diusahakan beberapa kali dengan periode tanam
yang pendek.
4. Kebutuhan air dapat terpenuhi dengan baik dan mudah.
5. Sangat baik untuk pelaksanaan penelitian dan eksperimen dengan
variabel yang dapat terkontrol.
6. Memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan
high planting density.
Kekurangan sistem NFT menurut Alviani (2015):
1. Penularan penyakit lebih cepat (jika salah satu tanaman terserang
penyakit, maka tanaman dalam satu talang akan dapat terserang
semua, bahkan dalam satu kit alat dapat tertular semua).
2. Sistem hidroponik dengan teknik NFT sangat tergantung pada listrik.
Jika tidak ada listrik maka alat ini tidak dapat bekerja.
3. Biaya pembuatan tergolong mahal.
b. Deep Flow Technique (DFT)
Deep Flow Technique (DFT) merupakan salah satu metode hidroponik
yang menggunakan air sebagai media untuk menyediakan nutrisi bagi
tanaman dengan pemberian nutrisi dalam bentuk genangan. Tanaman
dibudidayakan di atas saluran yang dialiri larutan nutrisi setinggi 4-6 cm
secara kontinyu, di mana akar tanaman selalu terendam di dalam larutan
nutrisi. Larutan nutrisi akan dikumpulkan kembali ke dalam bak nutrisi,
kemudian dipompakan melalui pipa distribusi ke kolam penanaman
secarakontinyu (Chadirin, 2007).
Deep Flow Technique (DFT) sebaiknya dilakukan pada kolam berbentuk
persegi empat dan berukuran besar, agar mudah melakukan pengaturan dan
tidak ada ruang yang terbuang. Perawatan pada sistem DFT lebih mudah
dibandingkan dengan sistem hidroponik yang lain, yaitu dengan mengganti
styrofoam, menguras kolam, dan mengontrol instalasi irigasi yaitu pada
pompa dan pipa-pipa distribusi (Gunarto, 1999).
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018

Gambar 2. Ilustrasi Instalasi Hidroponik Sistem DFT

c. Ebb and Flow (Pasang surut)


Teknik Ebb and Flow (pasang surut) merupakan salah satu teknik
hidroponik yang banyak digunakan. Sistem ini bekerja dengan memenuhi
media pertumbuhan dengan larutan nutrisi dan larutan nutrisi yang tidak
terserap kembali ke bak penampung. Ketika inlet terbuka dan larutan nutrisi
dipompa memenuhi media pertumbuhan hingga akarpun terendam sampai
ketinggian tertentu. Setelah larutan nutrisi terserap oleh media tanam, selang
beberapa waktu outlet terbuka dan larutan nutrisi kembali ke bak penampung.
Selanjutnya larutan nutrisi kembali memenuhi media pertumbuhan ketika
waktunya tiba dan begitulah seterusnya.
Waktu pasang surut dapat diatur sesuai dengan interval waktu berdasarkan
frekuensi penyiraman dengan menggunakan timer. Namun, penggunaan
timer ini memiliki beberapa kekurangan yaitu dari segi penggunaan listrik
dan pemberian larutan nutrisi yang tidak efisien/boros. Menurut Jensen
(1997) pemberian larutan nutrisi dalam budidaya hidroponik dapat dilakukan
dengan sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi memiliki prinsip menyalurkan
kembali nutrisi yang terkumpul dalam bak penampungan, kemudian dialirkan
kembali ke media pertanaman secara berulang-ulang.
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018

Gambar 3. Ilustrasi Instalasi Hidroponik Sistem Ebb and Flow


Kelebihan sistem pasang surut:
1. Tanaman mendapatkan suplai air, oksigen, dan nutrisi secara terus
menerus.
2. Pertukaran oksigen lebih baik karena terbawa air pasang dan surut.
3. Mempermudah dalam perawatan tanaman.
Kekurangan sistem pasang surut:
1. Nilai pH akan berfluktuasi dari waktu ke waktu sehingga terganggunya
penyerapan hara oleh tanaman.
2. Pemilihan jenis media perlu diperhatikan dengan syarat tumbuh tanaman.

d. Floating Hydroponic System (Rakit apung)


Hidroponik sistem rakit apung merupakan salah satu sistem kultur air, di
mana pada sistem ini larutan nutrisi yang digunakan dibiarkan diam dan
tergenang di dalam wadah tanpa sirkulasi, sehingga akar terapung dan
terendam larutan nutrisi (Subandi et. al., 2015). Sistem rakit apung memiliki
prinsip kerja dengan meletakkan tanaman pada lubang styrofoam yang
mengapung di atas permukaan larutan nutrisi. Larutan nutrisi akan berada
pada suatu bak yang digunakan sebagai media. Pada sistem ini, tanaman
harus terhindar dari air hujan atau kondisi ternaungi. Hal ini dikarenakan air
hujan yang mengenai sistem akan menyebabkan larutan nutrisi menjadi lebih
encer sehingga memengaruhi kualitas air. Tanaman yang cocok ditanam
menggunakan sistem rakit apung di antaranya adalah tanaman sayuran daun
seperti bayam, kangkung, dan selada.
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018

Gambar 4. Ilustrasi Instalasi Hidroponik Sistem Rakit Apung


Peralatan yang dibutuhkan untuk merakit hidroponik rakit apung di
antaranya adalah styrofoam, bak penampung, gelas bekas air mineral atau net
pot, rockwool, dan aluminium foil. Hidroponik sistem rakit apung memiliki
kelebihan yaitu relatif lebih mudah dalam perawatan dan tanaman dapat
tumbuh optimal karena mendapat pasokan nutrisi yang kontinyu, serta tidak
membutuhkan biaya yang mahal karena dapat memanfaatkan barang-barang
bekas. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan di mana akar tanaman
pada hidroponik rakit apung akan sangat rentan membusuk karena terendam
larutan nutrisi. Selain itu, sistem rakit apung tidak bekerja efektif apabila
diterapkan pada tanaman besar atau pada tanaman jangka panjang dan
tingkat sirkulasi yang rendah sehingga harus dilakukan pergantian air pada
lapisan atas.
Pada sistem rakit apung, instalasi yang digunakan cukup mudah dan tidak
banyak memerlukan listrik di mana listrik yang dibutuhkan hanya digunakan
untuk menghidupkan alat aerator yang berfungsi untuk membuat gelembung-
gelembung udara (oksigen) di dalam air. Pertumbuhan tanaman menggunakan
sistem rakit apung akan lebih cepat dibanding sistem sumbu karena akar akan
langsung kontak dengan larutan nutrisi yang diberi aerator.

e. Wick (Metode Sumbu)


Wick system adalah metode hidroponik yang menggunakan perantara
sumbu antara nutrisi dan media tanam. Cara ini mirip dengan mekanisme
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018
kompor, dimana sumbu berfungsi untuk menyerap air. Sumbu yang dipilih
adalah yang mempunyai daya kapilaritas tinggi dan tidak cepat lapuk. Sumbu
yang dianggap baik digunakan dalam wick system adalah flannel. Boleh
dibilang, sistem ini adalah yang paling sederhana karena dapat memanfaatkan
botol plastik bekas, kaleng cat bekas, atau styrofoam box bekas.

Gambar 5. Ilustrasi Instalasi Hidroponik Sistem Wick


Kelebihan Sistem Wick:
1. Tanaman dapat mendapat suplai air dan nutrisi secara terus menerus.
2. Biaya pembuatan yang murah.
3. Mempermudah perawatan tanaman karena tidak perlu melakukan
penyiraman dan tidak tergantung listrik.
Kelemahan Sistem Wick:
1. Penyerapan nutrisi oleh tanaman tidak dapat optimal.
2. Tidak semua tanaman tumbuh dengan baik dengan pasokan air konstan.

f. Aeroponik
Aeroponics adalah sistem hidroponik tanpa media tanam, namun
menggunakan kabut larutan hara yang kaya oksigen dan disemprotkan pada
zona perakaran tanaman. Perakaran tanaman diletakkan menggantung di
udara dalam kondisi gelap, dan secara periodik disemprotkan larutan hara.
Teknologi ini memerlukan ketergantungan terhadap ketersediaan energi
listrik yang lebih besar.
Sistem aeroponik memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem
hidroponik lainnya, yaitu tanaman lebih mudah menyerap nutrisi karena
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018
berukuran molekul kecil (Trubus, 2013). Beberapa faktor penting yang harus
diperhatikan dalam budidaya aeroponik antara lain unsur hara, suplai oksigen,
dan suplai air. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas unsur
hara dalam budidaya aeroponik adalah Electrical Conductivity (EC). Nilai EC
dalam larutan mempengaruhi metabolisme tanaman, yaitu dalam hal
kecepatan fotosintesis, aktivitas enzim, dan potensi penyerapan ion-ion oleh
akar.

Gambar 6. Ilustrasi Instalasi Hidroponik Sistem Aeroponik

2. Kultur Substrat
Kultur substrat atau sistem substrat merupakan salah satu sistem dalam
hidroponik yang menggunakan media padatan selain tanah sebagai pembantu
pertumbuhan tanaman. Bahan media yang dipilih memiliki fleksibilitas yang
tinggi, gembur, dapat menyimpan dan meneruskan air dengan baik, serta memiliki
aerasi yang cukup. Di samping itu, juga harus bebas dari berbagai jenis racun,
pestisida, penyakit, dan mikroorganisme yang berbahaya bagi tanaman.
Kemampuan media hidroponik sistem substrat bergantung pada ukuran partikel,
bentuk dan porositasnya sehingga perlu adanya penyesuaian dengan jenis
hidroponik yang akan digunakan. Beberapa tipe sistem substrat meliputi:
a. Bag culture
Bag culture adalah budidaya tanaman
tanpa tanah menggunakan kantong plastik
(polybag) yang diisi dengan media tanam.
Irigasi tetes biasanya digunakan dalam
sistem ini. Sistem bag culture ini
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018
disarankan digunakan bagi pemula dalam mempelajari teknologi hidroponik,
sebab sistem ini tidak berisiko tinggi dalam budidaya tanaman. Berbagai
media tanam dalam bag culture dapat terbagi atas media substrat bahan
organik dan media substrat bahan anorganik.
b. Verticulture
Vertikultur adalah sistem budidaya
pertanian yang dilakukan secara vertikal
atau bertingkat, baik indoor maupun
outdoor. Sistem budidaya pertanian secara
vertikal atau bertingkat ini merupakan
konsep penghijauan yang cocok untuk
daerah perkotaan dan lahan terbatas (Lukman, 2017). Tanaman yang akan
ditanam sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan memiliki nilai
ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar pendek. Tanaman sayuran
yang sering dibudidayakan secara vertikultur antara lain selada, kangkung,
bayam, pokcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat, pare, kacang panjang,
mentimun dan tanaman sayuran daun lainnya.

Berbagai media substrat yang biasa digunakan dalam penanaman dengan


metode hidroponik sistem substrat dapat dibagi menjadi dua, yaitu media substrat
bahan organik dan bahan anorganik:
(1) Media substrat bahan organik
Media tanam yang berasal dari komponen makhluk hidup yang telah
mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme. Dari hasil dekomposisi
tersebut akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O), beserta mineral.
Bahan-bahan tersebut merupakan sumber unsur hara yang dapat diserap
tanaman sebagai sumber makanan. Beberapa jenis bahan organik yang dapat
dijadikan sebagai media antara lain arang, batang pakis, kompos, moss,
pupuk kandang, cocopeat, sekam padi, dan humus.
(2) Media substrat bahan anorganik
Media substrat bahan anorganik merupakan bahan dengan kandungan
unsur mineral tinggi yang berasal dari proses pelapukan batuan induk di
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018
dalam bumi. Bahan anorganik juga bisa berasal dari bahan sintetis atau kimia.
Be-berapa media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam yaitu
gel, pasir, kerikil, pecahan batu bata, vermikulit, perlit, spons, gabus
(styrofoam), rockwool, dan hidroton.

Sementara itu, hidroponik berdasarkan sistem irigasinya dapat dibagi menjadi


dua yaitu hidroponik sistem terbuka dan hidropinik sistem tertutup:
1. Sistem Terbuka
Hidroponik sistem terbuka yakni hidroponik dengan teknik pengairan
larutan nutrisi yang hanya sekali pakai. Air larutan nutrisi akan dibuang
setelah dipakai untuk mengairi tanaman. Salah satu contoh hidroponik sistem
terbuka adalah drip irrigation. Sistem drip ini biasanya diaplikasikan untuk
tanaman sayuran buah, seperti paprika, tomat, terung, dan cabai.
Drip Irrigation/Irigasi Tetes
Sistem irigasi tetes bertujuan untuk menjaga tanaman agar mendapat
air atau larutan setiap waktu dalam jumlah yang sedikit, tetapi kontinu.
Istilah lain dari irigasi tetes adalah drip irrigation, trackle irriga- tion,
micro irrigation, ataulocalized irrigation. Meskipun nutrisi yang
diberikan sangat sedikit, frekuensi pemberian yang tinggi membuat
kelembapan dan pasokan nutrisi tanaman terjaga sepanjang waktu. Irigasi
tetes ada dua macam, yaitu irigasi permukaan dan irigasi bawah
permukaan.
a. Irigasi permukaan (surface irrigationsystem)
Pipa lateral terletak di permukaan media dan air diteteskan di per-
mukaan media. Umumnya, kapasitas emitter (pembahasan titik)
lebih kecil dari 8 liter/jam untuk keluaran tunggal dan lebih kecil
dari 12 liter/jam untuk pembahasan garis (line sourceemitter).
b. Irigasi bawah permukaan (subsurfaceirrigation)
Pipa lateral dikubur di bawah media dan irigasinya diteteskan di
dalam media pada zona perakaran. Sistem ini mulai diterima atau
dijalankan setelah permasalahan mengenai emitter yang tersumbat
terselesaikan. Sistem ini sering di terapkan pada kebun tanaman
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018
buah kecil atau sayuran.
Kelebihan:
• Pemberian nutrisi sesuai dengan ukuran dan umur tanaman
• Menjamin kebersihan dan menghindari penyakit
• Mengatasi keterbatasan lahan
• Kualitas hasil pertanian yang lebih baik.
• Hasil yang lebih banyak.
• Meningkatkan hasil pendapatan
Kekurangan:
• Modal awal yang relative tinggi.
• Pengetahuan yang mendalam perihal tanaman
• Pengurusan kebun yang berkelanjutan.
• Kerusakan alat pengairan berpengaruh terhadap hasil

2. Sistem Tertutup
Kebalikan dari hidroponik sistem terbuka, dalam sistem tertutup air atau
larutan nutrisi dapat dimanfaatkan kembali setelah digunakan untuk mengairi
tanaman. Pemanfaatan air atau larutan nutrisi yang berulang kali dilakukan
dengan cara resirkulasi. Resirkulasi merupakan sistem irigasi untuk mendaur
ulang air atau larutan nutrisi agar bias digunakan kembali. Contoh hidroponik
sistem tertutup adalah nutrient film technique (NFT).
Tata Cara Penanaman Hidroponik
Langkah pertama pada kegiatan penanaman hidroponik adalah penyemaian.
Media tanam yaitu rockwool dipotong menjadi persegi, kemudian dibasahi
menggunakan air dan diletakkan di dalam nampan berisi air (macak-macak).
Benih (sayur-sayuran) ditanam di atas rockwool, 1-2 benih setiap potongan
rockwool. Selanjutnya taruh di tempat yang terkena cahaya matahari. Lakukan
pengecekan secara berkala sampai tumbuh sekitar empat helai daun. Setelah
tumbuh sekitar empat helai daun, langkah kedua adalah pemindahan bibit ke
sistem. Bibit dipindahkan ke net pot terlebih dahulu, kemudian ke sistem.
Langkah terakhir adalah perawatan tanaman dengan cara pengecekan nutrisi dan
pH setiap hari. Perawatan system juga diperlukan untuk memastikan sirkulasi
lancar dan tanaman mendapat oksigen.
[MODULPRAKTIKUM]
DASAR BUDIDAYATANAMAN 2018
Langkah-langkah penanaman dengan metode hidroponik dapat dilihat pada
diagram alur di bawah.
Pemilihan benih berkualitas

Penyemaian

Persiapan media tanam

Penanaman di green house

Pemupukan

Perawatan tanaman

Perawatan instalasi

Sedangkan langkah-langkah pembibitan pada hidroponik dapat dilihat pada


uraian di bawah ini. Alat yang diperlukan dalam kegiatan pembibitan adalah
nampan, sedangkan bahan yang diperlukan di antaranya rockwool, benih tanaman,
dan air. Langkah kerja yang dilakukan dalam kegiatan pembibitan adalah sebagai
berikut:
1. Potong rockwool membentuk persegi dengan ukuran 1.5 cm x 1.5 cm.
2. Letakkan rockwool di nampan, lalu basahi dengan air.
3. Letakkan benih di atas rockwool.
4. Letakkan nampan di tempat yang terkena sinar matahari.
5. Lakukan perawatan setiap hari hingga tanaman cukup besar (kurang lebih
14 hari atau tumbuh 4 daun).
6. Setelah tanaman cukup besar, masukkan ke nettpott, lalu pindahkan ke
sistem.

Anda mungkin juga menyukai