Anda di halaman 1dari 14

Tugas Makalah

MANAJEMEN PENGGEMUKAN
“Strategi Pemasaran Sapi Potong di Indonesia”

Oleh

NAMA : SITI FADILA GALANI


NIM : L1A116102
KELAS :B

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa

pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah

ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda

tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di

akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat

sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis

mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah

Manajemen Penggemukan “Strategi Pemasaran Sapi Potong di Indonesia”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna

dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,

penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya

makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan

apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang

sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kendari, 12 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTRA ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 3

2.1. Tingkat permintaan daging sapi ............................................................... 3

2.2. Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia .................................... 4

2.3. mengetahui sistem pemasaran sapi potong di Indonesia .......................... 6

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 10

3.1. kesimpulan ............................................................................................... 10

3.2. Saran ......................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 11


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan pendapatan masyarakat akan membuka peluang bisnis yang lebih


besar khususnya bagi bisnis komoditi yang bersifat elastis terhadap perubahan
pendapatan Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani
semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya
beli masyarakat.
Sebagai gambaran pentingnya peternakan sapi di Indonesia adalah masih
tergantungnya dari suplai Luar Negeri. Untuk memenuhi kebutuhan daging serta
sapi bakalan yang akan digemukkan oleh feedloter sampai saat ini masih
tergantung pada impor. Data Asosiasi Produsen Daging dan Feedloter Indonesia
(APFINDO) menunjukkan bahwa tidak kurang dari 200.000 ekor sapi bakalan per
tahun diimpor dari luar negeri, bahkan sumber lain menyebutkan sampai
mencapai 400.000 ekor per tahun.
Ternak sapi memiliki peran penting dan peluang pasar yang menggembirakan
karena merupakan ternak unggulan penghasil daging nasional. Di beberapa
daerah, pemeliharaan sapi dilakukan secara terpadu dengan tanaman yang dikenal
dengan sistem integrasi ternak-tanaman.
Indonesia sebagai daerah tropis dengan potensi sumberdaya alam yang
melimpah sangat mendukung untuk pengembangan peternakan sapi potong,
hanya saja pemeliharaan sapi umumnya diusahakan secara tradisional atau
sambilan sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu, upaya untuk
memberdayakan petani-peternak sapi penting dilakukan karena memelihara sapi
didominasi oleh petani-peternak . Pengembangan usaha ternak perlu ditunjang
dengan kebijakan pemerintah yang relevan sehingga memberikan dampak positif
terhadap peningkatan kesejahteraan petani-peternak.
Kebijakan pemerintah melalui pengembangan agribisnis sapi potong pada
masyarakat diarahkan untuk mencapai swasembada daging dan mengurangi
ketergantungan terhadap import sapi potong.
1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diangkat dalam
makalah ini meliputi:
1. Bagaimana tingkat permintaan daging sapi di Indonesia ?
2. Bagaimana Analisis penawaran daging sapi di Indonesia ?
3. Bagaimana Sistem pemasaran sapi potong di Indonesia ?
4. Bagaimana Aspek pemasaran dan tata niaga sapi potong dan daging di
Indonesia ?
1.3.Tujuan

Tujuan dari prnulisan makalah ini adalah untuk


1. Mengetahui tingkat permintaan daging sapi di Indonesia
2. Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia
3. Mengetahui sistem pemasaran sapi potong di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tingkat Permintaan Daging Sapi

Usaha peternakan sapi potong pada saat ini masih tetap menguntungkan.
Pasalnya permintaan pasar akan daging sapi masih terus mengalami peningkatan.
Selain di pasar domestik, permintaan daging sapi di pasar luar negeri juga cukup
tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor daging sapi ke
Malaysia.Konsumsi daging sapi di sana cenderung mengalami peningkatan karena
bergesernya tradisi mengkonsumsi daging kambing ke daging sapi atu kerbau
pada saat perhelatan keluarga dan perayaan hari besar lainnya.
Indonesia dengan jumlah penduduk diatas 220 jiwa, membutuhkan
pasokan daging sapi dalam jumlah cukup besar. Sejauh ini peternakan domestik
belum mampu memenuhi permintaan daging dalam negeri.Timpangnya antara
pasokan dan permintaan ternyata masih tinggi.Pemerintah (Kementrian Pertanian)
mengakui masalah utama usaha sapi potong di Indonesia terletak pada suplai yang
selalu mengalami kekurangan setiap tahunnya. Sementara laju pertumbuhan
konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju
pertumbuhan konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh
laju penngkatan populasi sapi potong. Pada gilirannya, pada kondisi seperti ini
memaksa indonesia untuk selalu melakukan impor, baik dalam bentuk sapi hidup
maupun daging.
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementan 2010, konsumsi
daging sapi nasional sebesar 1,27 kg per kapita per tahun, Ditjen Peternakan
Kementan sebesar 1,7 kg per kapita per tahun, Asosiasi Pengusaha Importir
Daging Indonesia (Aspidi) 2,1 kg per kapita per tahun dan Asosiasi Feedloter
Indonesia (Apfindo) 2,09 kg per kapita per tahun.
Selanjutnya Menurut data Susenas (2002) yang dikeluarkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS), konsumsi daging sapi dan jeroan masyarakat Indonesia
sebesar 2,14 kg/kapita/tahun.Tingginya tingkat konsumsi sapi di indonesia
disebabkan oleh 1) jumlah penduduk penduduk selalu meningkat dari tahun ke
tahun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,49 % per tahun; 2) konsumsi daging
per kapita mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sebesar 0,1
kg/kapita/tahun.
Untuk melihat kebutuhan dan proyeksi kebutuhan daging sapi secara nasional
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Proyeksi Kebutuhan Daging sapi Tahun 2000, 2010 dan Tahun 2020.
No Tahun Jumlah Konsumsi Produksi Pemotong Presentase
penduduk Daging Daging (Ekor/ Kenaikan
(Jiwa) (kg/Kapita/ (ton/tahun) Tahun) (%)
Thn)
1. 2000 206 Juta 1,72 kg 350,7 1,75 juta –
2. 2010 242,4 jt 2,72 kg 654,4 3,3 jt 88,6
3. 2020 281 juta 3,72 kg 1,04 juta 5,2 juta 197
Sumber data Susenas (2002)
Dari data tersebut diatas diperkirakan populasi sapi potong pad tahun 2009
hanya mampu memasok 60 % dari total kebutuhan daging dalam negeri.Kondisi
seperti ini sangat mengkhawatirkan karena suatu saat akan terjadi kondisi dimana
kebutuhan daging sapi dalam negeri sangat tergantung kepada import.Dengan
demikian, ketergantungan tersebut tentu akan mempengaruhi harga sapi
lokal.Namun disisi lain dengan adanya kebutuhan akan daging yang semakin
meningkat, membuka peluang usaha dalam Agribisnis sapi potong
2.2. Mengetahui Penawaran Daging Sapi di Indonesia

a) Penawaran Industri

Peternakan Harga daging sapi memberikan pengaruh positif dan


sangat nyata terhadap penawaran industry peternakan rakyat. Perubahan
harga daging sapi baik jangka pendek maupun jangka panjang sangat
direspon oleh usaha ini dengan nilai elastisitas masing-masing 5,14 dan
10,99. Tingginya respon tersebut mengindikasikan usaha ini telah dikelola
dengan komersial layaknya suatu usaha industri.
Selain dipengaruhi dan respon terhadap perubahan harga output,
usaha ini juga dipengaruhi harga input berupa harga sapi bakalan impor (cif)
dan tingkat suku bunga bank. Kedua faktor input tersebut memberikan
pengaruh negatif dan nyata secara statistik terhadap penawaran daging sapi
industri peternakan. Penawaran industri peternakan dalam jangka pendek
tidak responsif terhadap perubahan harga sapi bakalan impor dengan nilai
elastisitas –0,52, akan tetapi dalam jangka panjang menjadi responsif,
dengan nilai elastisitas –1,12. Sementara itu terhadap perubahan tingkat
suku bunga baik jangka pendek maupun jangka panjang responsif dengan
nilai elastisitas masing-masing –1,18 dan –2,52.
Berbeda dengan usaha peternakan rakyat, pada usaha industri
peternakan, dumi musim berpengaruh positif, namun secara statistik tidak
nyata. Artinya pada saat musim hujan penawaran cenderung meningkat.
Seperti diketahui bahwa usaha ini penawarannya tidak dipengaruhi oleh
ketersediaan hijauan pakan, karena sebagian besar pakannya dipenuhi dari
pakan konsentrat. Sementara itu penggunaan pakan hijauan selain dalam
bentuk segar juga banyak menggunakan silase yang selalu dipersiapkan
untuk kebutuhan sepanjang tahun. Dengan demikian musim tidak terlalu
berpengaruh.
b) Penawaran Peternakan Rakyat

Selisih harga daging sapi dengan harga ternak sapi berpengaruh negatif
dan nyata secarastatistik terhadap penawaran peternakan rakyat. Semakin
besar perbedaan harga kedua barangtersebut, yang dapat disebabkan oleh
naiknya harga daging sapi sedangkan harga ternak tetap atau harga daging
sapi tetap sedangkan harga sapi turun, peternak akan
mengurangi penawarannya. Peternak, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang respon terhadap perubahan selisihharga tersebut, dengan
nilai elastisitas jangka pendek –1,11 dan jangka panjang –1,36. Perilaku
inimenunjukkan bahwa peternak tidak bersedia jika sebagian besar marjin
keuntungan hanya diterimaoleh pedagang. Pada daerah dimana peternak
akses terhadap informasi harga, peternak akan selalu mengikuti dan
mengetahui perkembangan harga tersebut, sebaliknya pada daerah
dimana peternak tidak akses pada informasi harga.
Penawaran industri peternakan rakyat (feedlotter) memberikan
pengaruh negatif dan nyatasecara statistik terhadap penawaran peternakan
rakyat. Namun demikian penawaran peternakan rakyat tidak responsif
terhadap perubahan penawaran industri peternakan rakyat. Hal ini antara
laindisebabkan oleh pangsa produksi daging sapi dari industri peternakan
rakyat masih relatif kecil dandikonsumsi oleh konsumen tertentu pada
daerah tertentu pula, terutama konsumen menengah keatas di daerah
perkotaan, khususnya Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Tingkat suku bunga bank memberikan pengaruh negatif, namun
pada usaha peternakan rakyat pengaruhnya tidak nyata. Sebagian besar
peternakan rakyat belum menggunakan fasilitas bank sebagai sumber
modal usaha. Bank digunakan hanya untuk menabung hasil usaha.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak
memperoleh hasil usaha dari hasil usahatanisecara menyeluruh, dan
adanya prosedur tertentu untuk memperoleh kredit di bank
membuatmereka enggan menggunakan fasilitas kredit tersebut (M. syukur,
1993).
c) Konsumsi Daging
Harga daging sapi berpengaruh negatif dan nyata secara statistik
terhadap konsumsi daging sapi. Tingkat konsumsi daging sapi responsif
terhadap perubahan harga, walaupun dalam jangka pendek nilai
elastisitasnya sudah mendekati satu (-1,05), sedangkan dalam jangka
panjang nilai elastisitasnya –1,39. Dengan demikian daging sapi masih
merupakan barang mewah bagi sebagianmasyarakat Indonesia yang
dikonsumsi hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Kenyataan inididukung
oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rusastra (1987), Nasution
(1983), dan Sudaryanto, Syahyuti, dan Soedjana (1995).
2.3. Mengetahui sistem pemasaran sapi potong di Indonesia

Secara umum kegiatan pemasaran sapi potong di Indonesia adalah dengan


pemasaran lokal dan pemasaran industri. Pemasaran local merupakan pemotongan
sapi untuk memenuhi konsumsi masyarakat secara langsung, sedangkan
pemasaran industri merupakan pemotongan sapi untuk memenuhi kebutuhan
industri seperti industri pengalengan daging, sosis, dendeng, bakso, daging beku,
restoran / hotel, swalayan dan lain sebagainya. Hasil olahan industri tersebut
bukan hanya memenuhi permintaan lokal, namun juga untuk memenuhi
permintaan pasar luar pulau (Sukanata,2010).
Hasil penelitian Sukanata, et. al. (2010) menunjukkan bahwa hanya
sebagian kecil dari peternak yang menjual sapinya secara langsung kepada
pedagang antar pulau (22.58%) seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Peternak
yang menjual langsung kepada pedagang antar pulau tersebut sebagian besar
merupakan peternak yang berada di desa-desa sekitar tempat tinggal pedagang
antar pulau tanpa melalui pasar hewan.
Table 1.Beberapa Pembeli sapi langsung dari Peternak

Jumlah peternak
No Pembeli langsung %
(Orang)
1 Belantik 46 74.19
2 Penganyar 2 3.23
3 Pedagang antar pulau 14 22.58
Jumlah 62 100.00

Sebagian besar peternak (74.19) memilih menujual sapinya secara langung


kepada belantik. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Suparta (2007)
yang meyatakan bahwa peternak umumnya lebih senang konsentrasi di proses
produksi yang senantiasa dekat dengan ternaknya, sehingga mereka lebih senang
menyerahka pemasaran hasilnya kepada orang atau lembaga lain.
Pasar hewan merupakan salah satu sarana pendukung untuk membantu
kelancaran dalam pemasaran.Pada umumnya kegiatan pasar hewan biasanya
dibuka dua kali seminggu,para peternak diharapkan menjual sapinya secara
langsung ke pasar hewan sehingga rantai pasar lebih pendek sehingga akan
mendapakan harga yang lebih baik .Namun demikian, hanya sebagian kecil dari
peternak melakukan penjualan dengan membawa sapinya langsung ke pasar
hewan (Sukanata, et. al. ,2010).
Ada beberapa alas an mengapa peternak enggan menjual sapinya langsung
ke pasar hewan antara lain : adanya permainan pasar (Mafia pasar) seperti
permainan timbangn, resiko jika tidak laku harus membawa pulang kembali,biaya
transportasi dan informasi pasar yang kurang. Di samping itu keengganan
peternak menjual langung ke pasar hewan juga dipengaruhi oleh kurangnya jiwa
entrepreneurship atau jiwa dagang pada sebagian besar peternak.
Secara umum harga sapi di pasar hewan dipengaruhi oleh penawaran dan
permintaan. Meningkatnya penawaran sapi dipasar dapat berpengaruh negative
terhadap harga dan sebaliknya. Sedangkan permitaan sapi potong dapat
berpengaruh positif terhadap harga dan sebaliknya.Penawaran dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama antara lain produksi,tahun ajaran baru dan hari raya. Saat-
saat menjelang tahun ajaran baru penawaran sapi di pasar umumnya meningkat
dibandingkan pada hari-hari biasa, karena pada waktu ini banyak peternak
menjual sapinya untuk membiayai keperluan anak sekolah. Hari raya juga
berpengaruh terhadap penawaran sapi. Pada saat-saat menjelang hari raya banyak
peternak menjual sapi dengan harapan untuk memperoleh harga yang lebih tinggi.
Sedangkan permintaan sapi potong di Bali dipengaruhi oleh beberapa faktor
utama seperti permintaan pedagang antar pulau, dan impor. Peningkatan
permintaan pedagang antar pulau dapat meningkatkan harga di pasar, dan
sebaliknya.
Jika dilihat dari pembeli dan penjual yang terlihat dalam rantai pemasaran,
maka perlu pelaku pemasaran berada dalam keadaan struktur pasar yang bersaing
sempurna. Akan tetapi setelah di teliti lebih lanjut struktur pasar sapi/daging sapi
di Indonesia cenderung oligopoli. Struktur pasar oligopoli yaitu suatu keadaan
pasar dengan beberapa produsen yang menghasilkan barang yang sama.
Differensiasi produk mengacu pada berbagai jenis produk (sapi dan daging sapi)
yang dihasilkan oleh produsen.Hasil penelitian kinerja pasar sapi/daging sapi
potong menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dimulai dari sapi hidup
hingga potongan daging. Untuk lembaga pemasaran peternak, belantik, Bandar
sapi dan feedloter menjual produk dalam bentuk sapi hidup. Sedangkan jika telah
melewati RPH hingga konsumen akhir, produk yang diperjual belikan berupa sapi
yang telah dipotong atau potongan daging.
Perilaku Pasar (Market Conduct) dalam sistem pemasaran ternak
sapi adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran dalam hubungannya
dengan sistem pembentukan harga dan praktek transaksi. Peternak menjual sapi
pada waktu tertentu, seperti ketika ada kebutuhan mendesak, kebutuhan anak
sekolah, atau ketika perayaan hari besar agama. Harga jual sapi ditetapkan dari
kesepakatan kedua belah pihak setelah terjadi proses tawar menawar, Namun
keputusan penetapan harga dipegang penuh oleh pembeli, karena posisi peternak
yang lemah dan tidak mempunyai daya tawar. Peternak sapi lokal bias menjual
sapi kepada beberapa lembatga pemasaran yang ada, seperti belantik, Bandar sapi,
feedloter atau pembeli yang datang dari luar daerah.
Peternak memiliki keleluasaan dalam menjual ternaknya, dan kebanyakan
para pembelilah yang datang mencari petani untuk membeli sapi. Kecuali
feedloter yang hanya menerima dari belantik atau Bandar, jarang sekali mencari
sendiri. Ketidakpastian periode penjualan yang dilakukan oleh peternak membuat
pembeli cukup kesulitan mencari sapi di pasaran. Keragaan
Pasar menggambarkan sampai sejauh mana pengaruh riil struktur dan perilaku
pasar yang berkenaan dengan harga, biaya, volume produksi, pangsa produsen,
marjin pemasaran, dan elastisitas transmisi harga (Hasyim, 1994).

Saluran sistem pemasaran ternak sapi/daging sapi di Indonesia sebagai


berikut :

1. Peternak, blantik, bandar/pengumpul sapi, feedloter (lokal), RPH/penjagal,


Bandar daging/pengecer, konsumen pasar tradisional dan UKM.
2. Peternak,belantik, bandar/pengumpul sapi, feedloter (impor), RPH/penjagal,
bandar daging/pengecer, konsumen pasar tradisional dan UKM.
3. Peternak, blantik, RPH/Penjagal, bandar daging/pengecer, konsumen pasar
tradisional dan UKM.
4. Peternak, feedloter (lokal), RPH/penjagal, bandar daging/pengecer, konsumen
pasar tradisional dan UKM.
5. Peternak, belantik, feedloter(lokal), bandar sapi (LP)
6. Peternak, feedlot (rakyat), bandar sapi (LP)
7. Inportir sapi, feedloter (impor), RPH ®bandar daging/pengecer, Horeka
(khusus sapi impor).
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembasahan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan


mempengaruhi akan meningkatnya permintaan daging sapi secara
nasional.
2. Penawaran peternakan rakyat dipengaruhi oleh selisih harga daging sapi
dengan harga sapi domestik dan penawaran industri peternakan rakyat.
Penawaran peternakan rakyat responsive terhadap perubahan selisih harga
daging sapi dengan harga sapi domestik. Keberadaan industry peternakan
berpengaruh negatif terhadap penawaran usaha peternakan rakyat.
3. Sistem pemasaran sapi potong di Bali belum efisien dan kurang
berkeadilan, sehingga perlu ada kebijakan yang lebih tepat dalam sistem
pemasaran, agar dapat memberikan insentif yang lebih baik bagi peternak.
3.2. Saran

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Syukur, M., Sumaryanto, dan C. Muslim. 1993. Pola Pelayanan Kredit untuk
Masyarakat Berpendapatan Rendah di Pedesaan Jawa Barat. Forum Agro
Ekonomi. Vol. 11 (2): 1–13. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Rusastra, I.W. 1987. Prakiraan Produksi dan Kebutuhan Produk Pangan Ternak di
Indonesia. Forum AgroEkonomi, Vol. 5, No. 1 & 2: 15–21. Pusat Penelitian
Agro Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Nasution, A. 1983. Sistim Komoditi Protein Hewani. Forum Agro Ekonomi. Vol. 2,
No. 2: 29–42. PusatPenelitian Agro Ekonomi. Badan Litbang Pertanian.
Bogor.
Sudaryanto, T., R. Sayuti, dan T.D. Soedjana. 1995. Pendugaan Parameter Permintaan
Hasil Ternak di Beberapa Propinsi Sumatera dan Kalimantan. Jurnal
Penelitian Peternakan Indonesia. No. 2: 22–35. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Sukanata, I W., Suciani, I G.N. Kayana., I W. Budiartha. 2010. Kajian Kritis terhadap
Penerapan Kebijakan Kuota Perdagangan dan Efisiensi PemasaranSapi
Potong Antar Pulau. Laporan Akhir Penelitian. Fakultas
PeternakanUniversitas Udayana. Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai