Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark
regional di batang otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau penyumbatan
suatu arteri sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan kebagian otak
tertentu. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. WHO
memperkirakan terdapat peningkatan jumlah stroke yang meroket di seluruh dunia
pada tahun 2020 menjadi 61 juta orang yang sebelumnya pada tahun 1990
jumlahnya kurang lebih 38 juta orang. Stroke juga menyebabkan 5,7 juta
penderita meninggal pada tahun 2005 dan diperkirakan meningkat menjadi 6,5
juta pada tahun 2015 dan 7,8 juta pada tahun 2030 (Pertiwi, 2010).
Data Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), Indonesia merupakan Negara
dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Penyakit stroke di Indonesia
merupakan penyakit nomor 3 yang mematikan setelah penyakit jantung dan
kanker. Sekitar 35,8% orang lanjut usia terkena serangan stroke dan 12,9% pada
usia muda. Setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk di Indonesia terkena
serangan stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga
lainnya mengalami gangguan fungsional ringan hingga sedang dan sepertiga
sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus
menerus berbaring di tempat tidur.
1.2 RUMUSAN MASALAH
2.1.1 Apa yang dimaksud dengan penyakit stroke?
2.1.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke?
2.1.3 Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit stroke.
1.3.2 Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan stroke.
1.3.3 Mengetahui dan memahami penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan stroke.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE


2.1.1 Definisi Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian,
dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik lokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih
dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab
selain daripada gangguan vascular.

2
2.1.2 Klasifikasi Stroke
Secara garis besar stroke dibagi menjadi dua yaitu infark non
hemoragik/iskemik dan hemoragik.
1. Infark nonhemoragik/iskemik, umumnya disebabkan oleh trombus yang
menyebabkan oklusi menetap, mencegah adanya reperfusi pada organ
yang infark sehingga menyebabkan terjadinya keadaannya anemia atau
iskemik Secara patologi didapatkan infiltrasi leukosit selama beberapa
hari terutama pada daerah tepi infark. Makrofag menginvasi daerah
infark dan aktif bekerja sampai produk-produk infark telah dibersihkan
selama periode waktu tertentu ( beberapa minggu). Eritrosit sangat
jarang ditemukan. Hampir 85% stroke nonhemoragik disebabkan oleh
sumbatan bekuan darah, penyempitan arteri/ beberapa arteri yang
mengarah ke otak, embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau
arteri ekstrakranium yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa
arteri ekstrakranium. Pada usia lebih dari 65 tahun penyumbatan atau
penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis.
2. Infark hemoragik, terjadinya infark hemoragik yang telah lama
diketahui adalah adanya reperfusi oleh pembuluh darah setelah oklusi
hilang. Diasumsikan bahwa adanya tekanan baru arteri pada kapiler-
kapiler menyebabkan terjadinya diapedesis eritrosit melalui dinding
kapiler yang hipoksia. Semakin sering terjadi reperfusi, semakin rusak
pula dinding kapiler dan makin memperbanyak kemungkinan daerah
infark hemoragik. Berbeda dengan infark nonhemoragik secara
patologik pada infark hemoragik ditemukan banyak eritrosit di
sekeliling daerah nekrosis yang umumnya menetap lebih lama yaitu
beberapa jam sampai 2 minggu ataupun setelah oklusi arteri. Ini adalah
jenis stroke yang sangat mematikan, tetapi relatif hanya menyusun
sebagian kecil dari stroke total (10-15% untuk perdarahan
intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subarakhnoid).

3
Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease
and Related Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma
yang pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding
arteri menipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid.
Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim
otak itu sendiri. Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
a. Hipertensi (80%)
b. Aneurisma
c. Malformasi arteriovenous
d. Neoplasma
e. Gangguan koagulasi seperti hemofilia
f. Antikoagulan
g. Vaskulitis
h. Trauma
i. Idiophatic
2. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di
rongga subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan
arterial akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau
AVM yang ruptur di samping juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan
subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.
Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling
otak hingga ke ruang subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal.
Penyebab perdarahan subarachnoid :
a. Aneurisma (70-75%)
b. Malformasi arterivenous (5%)
c. Antikoagulan ( < 5%)
d. Tumor ( < 5% )
e. Vaskulitis (<5%)
f. Tidak di ketahui (15%)

4
2.1.3 Etiologi
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis
otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri

5
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :


a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-
embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorargi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak
akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi:
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

6
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
(Smeltzer C. Suzanne, 2002)

Faktor resiko penyakit stroke menurut (Smeltzer C. Suzanne, 2002,


hal 2131):
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit
f. Diabetes
g. Kontrasepsi oral
h. Merokok
i. Penyalahgunaan obat
j. Konsumsi alkohol

7
2.1.4 Patofisiologi
Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan
lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai
dengan adanya plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Bagian
intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen
pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik. Plak cenderung
terbentuk pada daerah percabangan ataupun tempat-tempat yang
melengkung. Trombosit yang menghasilkan enzim mulai melakukan proses
koagulasi dan menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang
kasar. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau
dapat tetap tinggal di tempat dan menutup arteri secara sempurna.
Emboli kebanyakan berasal dari suatu thrombus dalam jantung, dengan
kata lain hal merupakan perwujudan dari masalah jantung. Meskipun lebih
jarang terjadi embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus
karotis atau arteri karotis interna. temapt yang paling sering terserang
emboli serebri adalah arteri serebri media, terutama bagian atas.
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana
tekanan darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan pecah/ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di
daerah otak dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di
dekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri
pecah tidak lagi kebagian darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik
dan kemudian menjadi infark yang tersiram darah ekstravasal hasil
perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi sehingga menimbulkan
deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan hemiparalisis. Dan darah
ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan hematom yang cepat
menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral
batang otak. Keadaan demikian menimbulkan koma dengan tanda-tanda
neurologik yang sesuai dengan kompresi akut terhadap batang otak secara
rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil, pernapasan, tekanan darah
sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran hemoragia

8
intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau
hemorrhagic stroke.
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah
kapsula interna. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda
bahwa disitu terdapat aneurisme kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme
Charcot Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada orang-orang dengan
hipertensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsure
elastic dari dinding arteri. Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah
dengan beban tekanan darah tinggi, maka timbullah beberapa
pengembungan kecil setempat yang dinamakan aneurismata Charcot
Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas, aneurismata tersebut
berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri media yaitu
arteria lentikolustriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti
sewaktu orang marah, mengeluarkan tenaga banyak dan sebagainya,
aneurima kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan,
nafas mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tanda-tanda
hemiplegia. Oleh karena stress yang menjadi factor presipitasi, maka stroke
hemorrhagic ini juga dikenal sebagai “stress stroke”.
Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya
aneurisme ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90%
terletak di bagian depan sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering
beraneurisme adalah pangkal arteria serebri anterior, pangkal arteria
komunikans anterior dan tempat percabangan arteria serebri media di bagian
depan dari sulkus lateralis serebri. Aneurisme yang terletak di system
vertebrobasiler paling sering dijumpai pada pangkal arteria serebeli
posterior inferior, dan pada percabangan arteria basilaris terdepan, yang
merupakan pangkal arteria serebri posterior.
Fakta bahwa hampir selalu aneurisme terletak di daerah percabangan
arteri menyokong anggapan bahwa aneurisme itu suatu manifestasi akibat
gangguan perkembangan embrional, sehingga dinamakan juga aneurisme
sakular (berbentuk seperti saku) congenital. Aneurisme berkembang dari
dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya. Tempat

9
ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris
resistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi dapat menggembung,
sehingga dengan demikian terbentuklah suatu aneurisme.
Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya
langsung bersambung dengan vena, sehingga membentuk “shunt”
arteriovenosus.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan
intraandominal, aneurisma ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah
perdarahan yang menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai
perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcor Bouchard.
Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas. Maka perdarahan akibat
pecahnya aneurisme ekstraserebral yang berimplikasi juga bahwa aneurisme
itu terletak subarakhnoidal, dinamakan hemoragia subduralis spontanea atau
hemoragia subdural primer.
2.1.5 Tanda dan Gejala
Menurut Pujianto (2008), stroke dapat menyebabkan berbagai defisit
neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat),ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Tanda dan gejala ini muncul pada
penderita stroke antara lain.
1. Kehilangan motorik: hemipelgi (paralisys pada suatu sisi) karena lesi
pada sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu
sisi tubuh.
2. kehilangan komunikasi:disartria (kesulitan bicara),disfasia atau afasia
(bicara deektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan
untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
3. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan
visual spasial, kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis.
5. Disfungsi kandung kemih.

10
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation: Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretic
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodic
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan (Computer Tomografi Scan): Pembidaian ini
memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara
pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.

11
b. MRI (Magnatik Resonan Imaging) untuk menunjukkan area yang
mengalami infark, hemoragik.

c. Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara


spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

d. Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung,


apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah
satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
e. Elektro Encephalografi (EEG) mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.

12
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya
dalam 72 jam, dan komplikasi yang muncul di kemudian hari.
1. Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan
kemungkinan herniasi, pneumonia aspirasi dan kejang.
2. Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada
perdarahan intraserebral yang luas biasanya muncul dalam 12 jam
setelah penanganan. Perdarahan potensial yang lain juga dapat muncul
di traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius dan kulit terutama di
sekitar pemasangan intravenous line.
3. Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan
emboli pulmonal, infeksi traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur,
spasme, masalah sendi dan malnutrisi.
4. Beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal
ini dapat diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada
pasien untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


STROKE
3.1 Pengkajian
Meliputi: rumah sakit, ruang,tanggal massuk rumah sakit, nomor
register, sumber informasi, dan tanggal pengkajian)
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada lanjut usia), jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, status
perkawinan, alamat, dan diagnosa medis.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien, dan alamat.

13
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Data Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti koagulan, aspirin,
vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
c. Riwayat penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
4. Riwayat Biopsikososial Spiritual
a. Nutrisi
Makanan sehari-hari klien apakah sering makan makanan yang
mengandung lemak; jenis makanan apa yang sering dikonsumsi oleh
pasien, misalnya: masakan yang mengandung garam, santan, goreng-
gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan
klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum
yang mengandung alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi
BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi;

14
sedangkan pada eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau,
berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkin mengalami
inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik
dan postural.
d. Istirahat dan Tidur
Klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri
otot
e. Pola Aktivitas dan Latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, mudah lelah
f. Personal Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri
akibat kelemahan yang dialami
g. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi
meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang
berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam
pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-
hari.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran
Umumnya mengalami penurunan kesadaran
b. Penampilan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara kadang mengalami
gangguan yaitu susah dimengerti, kadang tidak boisa bicara/afasia.
c. Postur Tubuh
Biasanya kelebihan berat badan.
d. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah meningkat dan nadi bervariasi
e. Kepala

15
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala
f. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus
III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan
dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).Alis mata dan
kelopak mata normal, konjungtiva anemis (+/+), pupil isokor, sclera
ikretus (-/-), refleks cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat
diukur.
g. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfaktorius (nervus I).Deformitas, mukosa, secret, bau, obsrtuksi
tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada.
h. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus
vagus, adanya kesulitan dalam menelan. Biasanya terpasang NGT.
i. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal.
j. Dada
 Inspeksi : Bentuk simetris
 Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
 Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
 Auskultas : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara
jantung I dan II murmur atau gallop.
k. Abdomen
 Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
 Auskultasi : Bising usus agak lemah.
 Perkusi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri perut.
 Palpasi : Terjadi distensi abdomen
l. Ekstermitas

16
Akral hangat, kaji edema, kaji kekuatan otot, gerakan yang tidak
disadari, atropi atau tidak, capillary refill, perifer tampak pucat atau
tidak.
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi
paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga
dilakukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)

1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.


2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh

3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan ...x24 jam perpusi jaringan
tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
1) Klien tidak gelisah
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala
3) Tidak ada mual dan kejang
4) GCS 15 (V=4, M=5, V=6)
5) Pupil isokor
6) Refleks cahaya (+)

17
7) TTV normal.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan
TAK dan akibatnaya.
Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Baringkan klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa
bantal.
Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
3) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien.
4) Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik
nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan
intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava.
5) Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intrkranial dan poteensial terjadi perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan
intracranial.
7) Kolaborasi : pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid,
aminofel, antibiotika.
Rasional : tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan
premeabilitas kapiler,menurunkan edema serebri,menurunkan
metabolic sel dan kejang.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas
fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien
mamapu meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan nafas
agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.

18
Kriteria hasil :
1) Bunyi nafas terdengar bersih
2) Ronkhi tidak terdengar
3) Trakeal tube bebas sumbatan
4) Menunjukan batuk efektif
5) Tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
6) Frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi
secret.
2) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan
tidak terus menerus di lakukan dan durasinya dapat di kurangi
untuk mencegah hipoksia.
3) Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran
secret.
5) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan
dan membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya atelaktasisi dan
mengurangi terjadinya hipoksia.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau
hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam mobilitas
fisik teratasi.
Kriteria hasil :
Klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.

19
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur
klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa
lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan.
3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan
mencegah terjadinya kontraktur.
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan
bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan
respon proprioseptik dan motorik.
5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk
menemukan kebutuhan klien.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang
lama.
Tujuan :
Klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan
tindakan keperawatan selama ..x24jam
Kriteria hasil :
Klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara
dan penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika
munkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.

20
3) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang
menonjol.
Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang
menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisis.
Rasional : mengindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan
jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas
terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5. Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler,
menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau
koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi
dll.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam terjadi
prilaku peningkatan perawatan diri.
Kriteria hasil :
Klien menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat
diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatna diri sesuai dengan
tingkat kemampuan, mengidentifikasikan personal masyarakat yang
dapat membantu.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk
melakukan ADL.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
pertemuan kebutuhan individu.

21
2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila
perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di
lakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
3) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan
kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir dan izinkan klien
melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui
perawatan yang konsisten dalam menangani klien, skaligus
meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan
menganjurkan klie untuk terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti
tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan
tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan
mampu melihat kelaurmasuk orang ke ruangan.
6. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi
dan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam gangguan
eliminasi fecal ( konstipasi) tidak terjadi lagi.
Kriteria hasil :
Klien BAB lancer,konsistensi feces encer, Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi BAB
Rasional : untuk mengetahui frekuensi BAB klien,
mengidentifikasi masalah BAB pada klien .
2) Anjurkan untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional : untuk mempelancar BAB.
3) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18
gelas/hari,

22
Rasional : mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran
feces.
4) Berikan latihan ROM pasif
Rasional : untuk meningkatkan defikasi.
5) Kolaborasi pemberian obat pencahar.
Rasional : untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feces
7. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi
pada UMN.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam.
Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi
BAK normal.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi urin.
Rasional : mengetahui masalah dalm pola berkemih.
2) Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan.
3) Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada
kandung kemih.
4) Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung
kemih.
5) Kaji kemampuan berkemih.
6) Rasonal : untuk menentukan piñata laksanaan tindak lanjut jika
klien tidak bisa berkemih.
7) Modifikasi pakaian dan lingkungan.
8) Rasional : untuk mempermudah kebutuhan eliminasi.
9) Kolaborasi pemasangaan kateter.
Rasional : mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan
eliminasi urin.

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
Rumah Sakit : RS Cahaya
Ruang : Kejora
Tanggal Masuk RS : 10 April 2013, pukul 09.00 WIB
No Register : 0508
Sumber Informasi : Pasien dan keluarga
Tangga Pengkajian : 28 April 2013, pukul 14.00 WIB
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Nama : Ibu A
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Kp. Sambong Pari Kec. Mangkubumi
RT/RW 001/003
Diagnosa Medis : Stroke
a. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ibu R
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wirausaha
Hubungan dengan Klien: Anak
Alamat : Kp. Sambong Pari Kec. Mangkubumi
RT/RW 001/003

24
2. Keluhan Utama
Keluarga Klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan
kesadaran.
3. Data Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada klien tanggal 28 April 2013,
pukul 14. 00 WIB klien mengalami penurunan kesadaran sopor
apatis, tanda-tanda vital klien belum stabil yang di tandai dengan
demam tinggi, kadang-kadang nafas ngorok, suara mengerang.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan bahwa klien pernah mengalami penyakit
darah tinggi, dan diabetes millitus kurang lebih satu tahun yang lalu
dan pernah mengalami penyakit yang sama (stroke).
c. Riwayat penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan bahwa keluarganya mempunyai riwayat
penyakit keturunan seperti diabetes millitus.
4. Riwayat Biopsikososial Spiritual
No Kebutuhan Sebelum Sakit Ketika Sakit
1. Nutrisi
a. BB / TB 65 kg/155 cm 60 kg/155 cm
b. Diit Terakhir Tidak terkaji 500 kal/NGT
c. Kemampuan Mengunyah
- Mengunyah Bisa Tidak bisa
- Menelan Bisa Tidak bisa
- Bantuan total / sebagian Tidak ada Total
d. Frekuensi makan 3 x 1 hari Puasa
e. Porsi Makan Habis 1 porsi 1500 kal/NGT
f. Makanan yang disukai Manis-manis Tidak terkaji
g. Makanan yang Tidak ada Tidak ada
menimbulkan alergi
2. Cairan
a. Intake

25
- Oral Jenis Tidak ada Tidak ada
- Jumlah Tidak ada Tidak ada
- Bantuan total / sebagian Tidak ada Total
- Intervensi Tidak terkaji Infuse/tts
- Jenis Air putih Ringer Laktate
- Jumlah 1600 cc 300 cc
b. Output
- Suction Tidak ada Ada
- Drain ( Darah) Tidak ada Tidak ada
- Muntah Tidak ada Tidak ada
3. Eliminasi
a. BAB
- Frekuensi 1 x sehari 1 x sehari
- Warna & Konsistensi Kuning / Coklat
lembek Kemerahan /
lembek
- Jumlah 100 gr 50 gr
- Keluhan Tidak ada Tidak terkaji
- Bantuan Total / sebagian Tidak ada Total
b. BAK
- Frekuensi 5 x sehari 4 x sehari
- Warna Kuning / putih Kuning
Kemerahan
- Jumlah 500 cc 400 cc
- Keluhan Tidak ada Terpasang DC
- Bantuan total / sebagian Tidak ada Total
4. Istirahat Tidur
a. Lama Tidur
- Siang 2 jam Tidak Sadar
- Malam 8 jam Tidak Sadar
b. Kesulitan Mulai Tidur Tidak ada Tidak terkaji

26
c. Kebiasaan Tidur Tidak ada Tidak terkaji
5. Personal Hygine
a. Mandi
- Frekuensi 3 x sehari 1 x sehari
- Kebiasaan Mandi Memakai air Memakai air
dingin biasa hangat
- Bantuan total/sebagian Tidak ada Total
b. Gosok Gigi 3 x sehari Tidak
c. Cuci Rambut 3 x seminggu Tidak
d. Gunting Kuku 1 x seminggu 1 x seminggu
e. Ganti Pakaian 2 x sehari 1 x 2 hari
6. Aktivitas
Kesulitan melakukan Tidak ada Ada
aktivitas
Anjuran Bed Rest Tidak ada Ada

5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Sopor Apatis
b. Penampilan Umum : Klien tampak kotor dan kusut
c. Postur Tubuh :
 Berat badan = 60 kg
 Tinggi badan = 155 cm
d. Tanda-tanda Vital :
 Tekanan darah : 130/90 mmHg
 Nadi : 123 x/ menit
 Respirasi : 23 x/ menit
 Suhu : 38, 6 0C
e. Kepala
 Distribusi rambut merata
 Bentuk kepala simetris
 Rambut terlihat kotor dan kusut, ada ketombe
 Warna rambut hitam

27
 Rambut agak pendek
 Kulit kepala tidak ada benjolan, tidak ada lesi, hal ini terbukti saat
melakukan palpasi pada kepala klien
f. Mata
 Bentuk kedua mata simetris,
 Warna konjungtiva anemis,
 Sklera tidak ikterik,
 Ketajaman penglihatan tidak terkaji,
 Kemampuan membedakan warna tidak terkaji,
 Alis mata tampak kotor,
 Pupi mengecil ketika sinar penlight di dekatkan pada kedua pupil,
 Cek lapang pandang tidak terkaji,
 Tidak ada lesi maupun benjolan di kelopak mata hal ini terbukti
saat di palpasi,
 Bulu mata dan alis mata ada.
g. Hidung
 Bentuk hidung simetris (inspeksi)
 Tidak ada lesi maupun benjolan (inspeksi dan palpasi)
 Cuping hidung kotor, tidak ada nyeri tekan (palpasi)
 Kemampuan penciuman tidak terkaji
h. Mulut
 Kedua bentuk bibir simetris,
 warna bibir agak merah dan kering dan pecah - pecah,
 mulut tampak kotor,
 gigi geraham bawah tanggal, tidak ada karies pada gigi, tidak ada
lubang - lubang pada gigi ( inspeksi dengan menggunakan
penlight),
 lidah tampak kotor, lidah berwarna putih kemerahan, tidak ada
nyeri tekan pada lidah (menggunakan tongue spatel),
 tidak ada benjolan pada gusi, gusi berwarna merah muda
(inspeksi), kemampuan mengunyah tidak ada, nafas bau.

28
i. Telinga
 Kedua telinga bentuknya simetris,
 Ada serumen di telinga kiri dan kanan terbukti saat di sinari
dengan penlight dengan cara inspeksi,
 Tidak ada lesi maupun benjolan hal ini terbukti saat di palpasi dan
inspeksi,
 Pendengaran klien tidak terkaji.
j. Leher
 Bentuk leher simetris dan kotor,
 teraba nadi karotis (palpasi),
 tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid,
 kemampuan menggerakan leher tidak ada,
 tidak adanya lesi maupun benjolan,
 reflek menelan ada.
k. Dada dan Payudara
 Kedua bentuk dada simetris dan kotor,
 ekspansi dada seimbang,
 tidak ada benjolan maupun lesi,
 tidak ada nyeri tekan pada dada terbukti saat di palpasi,
 bunyi jantung iregular terbukti saat auskultasi menggunakan
stetoskop,
 suara nafas ngorok/ronchi,
 pernafasan menggunakan pernafasan abdomen,
 bentuk payudara simetris, tampak kotor,
 tidak ada lesi maupun benjolan.
l. Ketiak
 Ketiak tampak kotor (inspeksi)
 tidak ada lesi maupun benjolan (palpasi).
m. Abdomen
 Bentuk abdomen datar,
 tidak ada kembung dan tampak kotor,

29
 bising usus normal terbukti saat di auskultasi abdomen
menggunakan stetoskop, bising usus 10 x / menit,
 tidak ada lesi maupun benjolan (inspeksi dan palpasi).
n. Punggung
 Bentuk punggung simetris dan tampak kotor, adanya luka
dekubitus di punggung.
o. Genetalia
 Tidak terkaji
p. Kulit
 Kulit tampak kotor dan keriput,
 warna kulit sawo matang,
 turgor kulit menurun,
 terbukti saat kulit di cubit,
 kulit klien terlihat berwarna putih dan saat di lepaskan lagi kurang
dari 3 detik,
 kulit klien agak lambat kembali merah,
 tidak ada lesi maupun benjolan.
q. Kuku
 Kuku terlihat kotor dan panjang,
 pengisian cafilary refill time kembali dengan baik,
 terbukti saat ditekan kuku dan cafilary refill kembali kurang dari
2 detik.
r. Ekstremitas atas
 Kedua tangan simetris sama panjang dan tampak kotor,
 kedua jari - jari tangan lengkap ada 10,
 ada nyeri tekan pada tangan sebelah kiri karena terpasang infus,
reflek trisep dan bisep tidak ada
 Kekuatan otot :
1 0
- -

30
s. Ekstremitas bawah
 Kedua kaki klien simetris,
 Kedua jari kaki lengkap ada 10,
 Adanya reflek patela terbukti saat diperkusi patela dengan
menggunakan refleks hummer,
 Ada sedikit reflek pada jari- jari kaki kanan,
 Ada oedem pada kaki kiri dan kanan.
 Ada oedem pada tangan kiri dan kanan.
 Kekuatan otot :

- -
1 1
6. Pemeriksaan Laboratorium
Penanggung Jawab
Dr. H. R Sumpena Sasmitadilaga, SP. PD FINASIM
Tanggal : 28 April 2013
No. Lab : 72. 521
Nama Pasien : Ibu A
Umur : 52 Tahun
Jenis Kelami : Perempuan
Ruang/Kelas : ICU
Pengirim/Dokter : Dr. Hendra
Alamat Pasien : Kp. Sambong Pari Kec. Mangkubumi
RT/RW 001/003
KTR/Status/Asuransi :-
Ket. Klinik/DD :-
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan Metode
Hematologi
Haemoglobine 11, 2 % 12-18 % Pria
* 11-16 % Wanita
Jml. Leukosit 54, 200 5000-
* 10.000/mm
Jml. Trombosit 572, 000 150.000-
* 350.000/mm
Hematokrit 31 36-48 %
*
Gula Darah
Gula Darah 308, 0 70-110 mg/dl Pukul 09. 15 GOD PAP
Sewaktu * WIB
Elektrolit
Natrium, Na 131, 9 135-155 Elektrolit

31
mg/dl Analizer. K
Kalium, K 5, 4 3,5-5,0 mg/dl Elektrolit
* Analizer. K
Clorida, Cl 96, 9 80-120 mg/dl Elektrolit
* Analizer. K
Kalsium, Ca 7, 3 8,1,-10,5 CPC
* mg/dl

7. Terapi Sesuai Advis Dokter


a. Sanmol (Parasetamol) B/P
b. Pumpitor 1–x-1
c. Metronidazole 3x1
d. Manitol 3 x 100
e. Bralin 2 x 300
f. Phenitoin 50 mg B / P
g. Merobat 3x1
h. Aminovel 1 x 1 / 2 4 Jam
i. Novaropid

8. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : - Stroke Gangguan mobilitas

Do : Terdapat
luka di bagian Penurunan kesadaran
punggung dan
mobilitas
minimal. Bed rest total

Mobilitas minimal

2. Ds : Keluarga Mikroorganisme Gangguan peningkatan


klien mengatakan ketidakseimbangan
bahwa klien suhu tubuh
demam. Infeksi

Do : Suhu tubuh
klien 38, 6 0 Leukosit tinggi
celcius

Peningkatan suhu
tubuh

3. Ds : - Berkurangnya suplai Gangguan pemenuhan


darah ke otak kebutuhan personal

32
Do : Badan klien hygine
terlihat kotor,
rambut klien Hipoksia karena
kotor, nafas bau, gangguan paru dan
gigi klien kotor, jantung
kuku klien kotor
dan panjang.
Pendarahan serebral

Stroke

3.2 Diagnosa Keperawatan

33
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:


EGC, 2000

Misbach, Jusuf. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.


Jakarta : Badan Penerbit FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Price, S.A & Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan


Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC

34
LAMPIRAN

SKENARIO ROLE PLAY


KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE DENGAN MENGAJARKAN
ROM (RANGE OF MOTION)
Peran:
1. Ade Rahma Apriliani sebagai Keluarga Pasien (Anak)
2. Dea Amiranti Andini sebagai Kepala Ruangan
3. Erma Nurmawati sebagai Perawat C + Narator
4. Erna Alestin sebagai Perawat B
5. Mirna Aryani sebagai Pasien
6. Syifa Evantrina sebagai Perawat A

Naskah :
Di pagi hari Perawat A mendatangi kantor kepala ruangan untuk
konsultasi masalah pasien kelas satu.
Perawat A : Assalamualaikum, permisi bu...
Kepala Ruangan : Waalaikumsalam, silahkan masuk dan silahkan duduk.
Perawat A : Terima kasih bu, saya menghadap ibu ingin
mengkonsultasikan masalah pasien ibu A dan meminta
saran ibu.
Kepala Ruangan : Ya silahkan, apakah ada masalah dengan pasien tersebut?
Perawat A : Ya bu, pasien atas nama ibu A dengan kondisi stroke.
Pasien yang sudah bedrest selama 10 hari yang beresiko
mengalami kerusakan integritas kulit. Bagaimana jika
pasien dilatih untuk melakukan ROM pasif serta miring
kanan dan miring kiri? Dengan ini saya meminta ijin
kepada ibu untuk mengadakan tindakan keperawatan.
Kepala Ruangan : Baiklah kalau begitu silahkan kamu lanjutkan dan
persiapkan yang perlu di persiapkan.
Perawat A : Terima kasih bu, saya permisi dulu.

35
Lalu Perawat A menuju kamar pasien ibu A untuk mengecek keadaan dan
keluhan pasien, ketika di perjalanan Perawat A bertemu daengan Perawat B dan
Perawat C.
Perawat B : Eh perawat A, mau kemana?
Perawat A : Aku mau ke pasien nih di ruangan Mawar. Kalian mau
kemana?
Perawat C : Aku juga mau ke pasien di ruangan Anggrek.
Perawat B : Iya sama aku juga mau ke ruangan Anggrek nih.
Perawat C : Yaudah kalo gitu kita duluan ya.
Perawat A : Iya.

Sesampainya di ruang mawar, Perawat A menghampiri pasien ibu A.


Perawat A : Assalamu’alaikum.
Pasien & Keluarga Pasien : Wa’alaikumussalam.
Perawat A : Perkenalkan saya perawat A, yang akan merawat ibu di
ruang Mawar ini dari pukul 7 pagi hingga pukul 2 siang
nanti. Bisa ibu sebutkan nama ibu siapa?
Pasien : Ibu A sus.
Perawat A : Baik, tanggal lahirnya bu?
Pasien : 20 Januari 1966.
Perawat A : Baik sudah betul ya. Bagaimana keadaan ibu sekarang?
Pasien : Saya merasa pegal di bagian tubuh saya terutama bagian
pinggul.
Keluarga Pasien : Bagaimana ya baiknya sus?
Perawat A : Oh begitu, baiklah ibu sekarang di sini saya akan melatih
ibu untuk melakukan gerak pada anggota tubuh ibu serta
melakukan miring kanan dan miring kiri pada ibu.
Tindakan ini bertujuan untuk mencegah kekakuan pada
sendi dan otot ibu serta merangsang sirkulasi darah.
Tindakan ini membutuhkan waktu sekitar 10 menit.
Apakah ibu bersedia?
Pasien : Iya sus. Saya bersedia supaya saya cepat sembuh.

36
Perawat A : Bagaimana dengan keluarga pasien?
Keluarga Pasien : Ya saya juga bersedia sus. Agar ibu saya cepat sembuh.
Perawat A : Baiklah saya akan menyiapkan alat dan bahannya dulu ya
bu.
Pasien : Baik sus

Kemudian Perawat A mempersiapkan alat dan bahan untuk melakukan


tindakan ROM serta miring kanan dan miring kiri.
*Perawat A pun melakukan tindakan ROM serta miring kanan dan miring kiri
pada pasien ibu A selama 10 menit.*

Perawat A : Baik ibu, tindakan ini sudah selesai. Saya izin pamit ya
bu. Apabila ibu membutuhkan saya ibu bisa menekan bel
yang ada di samping tempat tidur ibu. Atau ibu bisa
meminta keluarga ibu untuk memanggil saya di Nurse
Station.
Pasien : Baik sus terimakasih.
Keluarga Pasien : Terimakasih sus.

Perawat A pun kembali ke nurse station.

…TAMAT…

37

Anda mungkin juga menyukai