Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
I. Skabies
I.I Definisi
Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit ini sering juga
disebut dengan nama lain kudis, The itch, Seven year itch, Gudikan, Gatal Agogo, Budukan.1

I.2 Epidemiologi
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara
yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan cenderung
tinggi pada anak-anak serta remaja.1
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang
buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, perkembangan
demografik dan ekologik. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat
kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai.1

I.3 Etiologi
Penyakit skabies disebabkan oleh Sarcoptes Scabiei termasuk filum Arthopoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabei var.
hominis. Secara morfologi merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang
betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan jantan lebih kecil, yakni
200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di
depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut,
sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat.2,4,5,6
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas
kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali
oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum

1
korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir
sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup
sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar.
Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan
4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari.2,4,6
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang
akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina membuat liang di epidermis dan meletakkan
telur-telurnya didalam liang yang ditinggalkannya, sedangkan tungau skabies jantan hanya
mempunyai satu tugas dalam kehidupannya, yaitu kawin dengan tungau betina setelah
melaksanakan tugas mereka masing-masing akan mati.2,4,5

I.4 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret
dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.

2
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan
gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau. 1,2,5

I.5 Cara Penularan


Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun
cara penularannya adalah: 1,2,4,5,6

1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)


Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur
bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan hal
tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.

3
2. Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau
handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian
terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies
dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut. Skabies norwegia, merupakan
sumber utama terjadinya wabah skabies pada rumah sakit, panti jompo, pemondokkan/asrama
dan rumah sakit jiwa, karena banyak mengandung tungau

I.6 Gejala Klinis 1,2,4,6

 Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktifitas tungau
ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
 Penyakit ini menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama, barak-barak
tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar terkena penyakit ini.
Penyakit skabies amat mudah menular melalui pemakaian handuk, baju maupun seprai
secara bersama-sama. Penyakit Skabies mudah menyerang daerah yang tingkat
kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya rendah.
 Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada
ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya
biasanya merupakan tempat dengan stratum komeum yang tipis, yaitu: sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia ekstema (pria), dan perut bagian
bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
 Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan satu atau
lebih stadium tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda
kardinal tersebut.

4
I.7 Klasifikasi Skabies 4,5,6
Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya sehingga
disebut sebagai The great imitator. Terdapat beberapa bentuk-bentuk skabies yang mana bentuk-
bentuk tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda antara lain :
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya
sehingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang penderita skabies
menemukan hanya 7 % terowongan.
2. Skabies incognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda
klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito
sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip
penyakit gatal lain..
3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Pada nodus biasanya terdapat
di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodusini timbul sebagai
reaksi hipersensitivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu
tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan scabies
manusia yaitu tidak dapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna.Lesi
biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangan yaitu
paha, perut, dada, dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan
ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. Binatang
tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies norwegia
Skabies norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta, skuama
generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang
berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku.
Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi

5
bentuk ini sangat menular Karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan).
Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga system imun tubuh gagal
membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan mudah. Pada penderita kusta,
skabies Norwegia mungkin terjadi akibat defisiensi imunologi, terutama pada tipe kusta
lepromatosa. Selain itu terjadi gangguan neurologik yang menyebabkan gangguan persepsi gatal
dan anestasi terutama pada jari tangan dan kaki. Pada penderita kusta juga terjadi kontraktur
pada jari-jari tangan sehingga penderita tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik.

6. Skabies pada bayi dan anak


Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,
telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima
sehingga terowongan jarang ditemukan, sedangkan pada bayi lesi di muka sering terjadi.
7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat
menderita skabies yang lesinya terbatas.

I.8 Pengobatan 1,2,4,5,6


1. Belerang endap (sulfur presipitatum)
Dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium
telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain adalah
berbau dan mengotori pakaian dan kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi kurang
dari 2 tahun.
2. Emulsi Benzil-benzoat (20-25 %)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Sering terjadi
iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)
Kadarnya 1% dari krim atau lotion, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan dan terjadi iritasi. Tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan
wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika
masih ada gejala ulangi seminggu kemudian.

6
4. Krotamiton 10 %
Dalam krim atau lotion, merupakan obat pilihan. Mempunyai dua efek sebagai antiskabies
dan antigatal, harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin
Kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan. Efektivitas sama, aplikasi
hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi
selama 8 jam kemudian dicuci bersih.

I.9 Pencegahan 2,5

1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun


2. Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnnya secara teratur minimal 2 kali
dalam seminggu
3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali
4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain
5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
skabies
6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
7. Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit. Sebaiknya
mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan penderita, mengingat
parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit
kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu
kehidupan sehari-hari.

I.10 Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis
yang baik.1

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 5. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta : 2007
2. Bart J. Currie, F.R.A.C.P., and James S. McCarthy, F.R.A.C.P. Permethrin and
Ivermectin for Scabies. New England Journal of Medicine : 2010
2. Boediardja Siti Aisah. Panduan Praktis Morfologi Dan Terminologi Penyakit Kulit.
FKUI. Jakarta : 2011
3. Sularsito Sri Adi, Soebaryo Retno Widowati, Kuswadji. Dermatologi Praktis. Ed 1.
PERDOSKI : 1989
4. Wiederkehr, M. Schwart, R. A. 2006. Scabies Available at
http:/www.emedicine.com.DERM.topic471.htm
5. Stone, S.P, scabies and pediculosis, in : Freedberg, et al. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine 6th edition. Volume 1. McGraw-Hill Profesional : 2003
6. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5. FKUI. Jakarta : 2012

Anda mungkin juga menyukai