Anda di halaman 1dari 2

EFEK FARMAKOLOGI ALOEVERA

EFEK ANTIANALGESIK:

Pada uji efek analgetika yang dilakukan (Gaol, 2016) digunakan 3 variasi dosis kelompok
perlakuan yaitu dosis 0,065 g/KgBB, dosis 0,130 g/KgBB dan dosis 0,260 g/KgBB. Pada
kelompok perlakuan ini total rata-rata respon tikus yang ditimbulkan terhadap induksi termik lebih
sedikit dibandingkan dengan K(-) pada pemberian suspensi CMC 0,5%. Pemberian dosis
kelompok perlakuan (ekstrak etanol daun lidah buaya) bertingkat dapat menurunkan jumlah rata-
rata respon tikus diinduksi secara termik yang signifikan, dapat diartikan semakin besar dosis yang
diberikan maka semakin besar penekanan rasa nyeri yang dapat ditunjukkan dengan penurunan
jumlah rata-rata respon tikus diinduksi secara termik. Hal ini dikarenakan ekstrak etanol daun lidah
buaya memiliki kandungan asam salisilat yang berperan sebagai analgetika dengan mekanisme
kerjanya menghambat kerja enzim siklooksigenase. Dengan demikian akan mengurangi produksi
prostaglandin oleh asam arakidonat sehingga dapat mengurangi nyeri.1

EFEK ANTIBAKTERI

Lidah buaya memiliki banyak khasiat, salah satunya sebagai antibakteri. Ekstrak etanol
daun lidah buaya mengandung asam kumorat, asam askorbat, procetol, dan asam sinnami yang
memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pyogenes. Ekstrak etanol lidah buaya
(Aloe vera L.) memiliki daya antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis karena memiliki
kesamaan dengan Streptococcus pyogenes yaitu struktur dinding sel bakteri Gram positif. Ekstrak
lidah buaya pada pemakaian topikal dengan dosis 10 mg/ml memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Propionibacterium acne (yang merupakan flora normal kulit dan bakteri Gram positif) pada media
agar dengan zona hambat 8,4 mm. Aktivitas antibakteri dari ekstrak lidah buaya ini ditunjukkan
oleh adanya antrakuinon dan aloin.2

SUMBER:

1. Gaol, Cicilia BUL. Uji Efek Analgetika Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya (Aloe vera L.)
pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus) (skripsi). Manado. Universitas
Sam Ratulangi. 2016.
2. Sawarkar et al. Development and Biological Evaluation of Herbal AntiAcne Gel, 2(3),
2028-2029. 2010.
ANALISIS FITOKIMIA

Proses skirining fitokimia tergantung pada metabolit yang keberadaannya ingin dikonfirmasi.
Umumnya, metabolit yang sering diuji fitokimia adalah flavonoid, alkaloid, tanin, saponin,
terpenoid dan steroid. Berikut metode skrining kelima senyawa tersebut.

a. Flavonoid
Infusa sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
dengan serbuk Mg sebanyak 1 g dan larutan HCl pekat. Perubahan warna larutan menjadi
kuning menandakan adanya kandungan flavonoid.
b. Alkaloid
Infusa sampel sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
5 tetes kloroform dan beberapa tetes pereaksi Meyer yang dibuat dari 1 g KI dilarutkan
dalam 20 ml akuades sampai semuanya larut, lalu ke dalam larutan KI tersebut
ditambahkan 0,271 g HgCl2 sampai larut. Terbentuknya endapan putih mengindikasikan
adanya alkaloid.
c. Tanin
Beberapa tetes larutan FeCl3 5% ditambahkan ke dalam 1 ml larutan Infusa. Perubahan
warna menjadi biru tua menunjukkan keberadaan tanin.
d. Saponin
Infusa sampel sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan
dengan air dan dikocok dengan kuat selama 10 menit. Jika berbuih, menandakan adanya
saponin.
e. Terpenoid atau Steroid
Infusa sampel sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 1 mL CH3COOH glacial dan 1 mL
larutan H2SO4 pekat. Jika warna berubah menjadi biru atau ungu, menandakan adanya
kelompok senyawa steroid. Jika warna berubah menjadi merah, menunjukkan adanya
kelompok senyawa terpenoid.

SUMBER: Lailatul L, Kadarohman A & Eko R. “Efektivitas biolarvasida ekstrak etanol limbah
penyulingan minyak akar wangi (Vetiveria zizanoides) terhadap larva nyamuk Aedes aegypti,
Culex sp. dan Anopheles sundaicus”. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia 1(1); 2010: h. 1-60.

Anda mungkin juga menyukai