Anda di halaman 1dari 5

Tingkat mortalitas dan prognosis pasien pneumonia komunitas dengan sistem skorsing curb-

65 di ruang rawat inap paru RSUD dr soedarso Pontianak


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia secara umum adalah radang dari parenkim paru, dengan
karakteristik adanya konsolidasi dari bagian yang terkena dan alveolar terisi oleh
eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia yang berkembang diluar rumah sakit atau
dalam 48 jam sejak masuk rumah sakit disebut dengan Pneumonia Komunitas (PK) /
Community Acquired Pneumonia (CAP) dan tidak memenuhi kriteria Health-Care
Associated Pneumonia (HCAP).1
Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan
kematian pada usia lanjut berkisar 167 per 100.000 penduduk, dimana sekitar 70
persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara.
Di Amerika Serikat terdapat 5-10 juta kasus CAP setiap tahunnya dan dirawat di rumah
sakit sebanyak 1,1 juta serta 45.000 setiap tahunnya meninggal dunia.2 CAP juga
merupakan infeksi utama penyebab kematian di negara-negara berkembang. Angka
kematian akibat pneumonia di Asia mencapai 30-70% dan secara spesifik diakibatkan
karena penggunaan ventilasi mekanik berkisar 33-50% dari data pneumonia di ICU.3

Menurut hasil survey kesehatan rumah tangga Depkes, penyakit infeksi saluran
pernafasan bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia
serta menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per
tahun.4

Upaya dalam pencegahan, penegakan diagnosis, dan terapi dalam penanggulan


PK terus berkembang, namun angka kesakitan dan kematian akibat PK tetap tinggi.
Kondisi ini tidak hanya berdampak terhadap pasien, tetapi juga pada sistem kesehatan
terkait dengan peningkatan biaya kesehatan baik untuk mendiagnosis maupun
penatalaksanaan pasien. Hal tersebut mendasari pentingnya keputusan dokter di
pelayanan kesehatan primer maupun sekunder dalam membuat keputusan klinis seperti
menentukan tempat awal perawatan (rawat jalan, rawat inap, atau perawatan intensif /
ICU), intensitas perawatan (kebutuhan terapi intravena dan derajat monitoring jika
rawat inap), serta rencana pengobatan.5
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka mortalitas PK. Salah
satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan menilai derajat penyakit pasien saat
awal masuk segera setelah didiagnosis PK. Penilaian awal saat pasien masuk sangat
penting dalam menentukan prognosis pasien. Dokter sering menilai resiko mortalitas
PK yang berlebihan, sehingga menyebabkan pasien rawat inap yang sebenarnya tidak
perlu, dan pada pasien lain, gagal menyadari kegawatan penyakit pada penilaian awal.6
Berbagai sistem untuk memeriksa keparahan penyakit dan risiko kematian pada
PK telah ada dan dipakai secara luas, antara lain Pneumonia Severity Index (PSI),
Patients Outcomes Research Team Score (PORT), skor confusion, urea, respiratory
rate, blood pressure, age >65 years (CURB-65).7
Meskipun sistem untuk memeriksa keparahan penyakit dan risiko kematian
pada PK telah ada dan dipakai secara luas seperti PSI, PORT, namun sistem tersebut
terlalu rumit untuk digunakan dalam praktik sehari-hari sehingga diperlukan biomarker
yang potensial dapat memberikan informasi mengenai prognosis yang setara dengan
sistem skoring yang telah ada.8
Derajat keparahan PK dinilai berdasarkan skor CURB-65 seperti terlihat pada
uraian di bawah ini: Konfusio/confusion: gangguan kesadaran yang baru terjadi atau
abnormalitas skor mental. Urea: >7 mmol/L; >20 mg/dL. Laju pernapasan/ respiratory
rate: ≥30x/menit. Tekanan darah/ blood pressure: tekanan darah (sistol ≤ 90 mmHg
dan diastol ≤60 mmHg). Usia/age ≥65 tahun. Rentang nilai pada skor di atas adalah 0–
5, setiap kriteria bernilai satu. Skor 0–1 masuk kategori risiko rendah, skor 2 kategori
risiko sedang, dan skor ≥3 risiko tinggi.7
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, PK masih menjadi masalah
kesehatan yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai tingkat mortalitas dan prognosis pasien pneumonia komunitas
dengan sistem skorsing curb-65 di ruang rawat inap paru RSUD dr. Soedarso
Pontianak.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat mortalitas dan prognosis pasien pneumonia komunitas
dengan sistem skorsing Curb-65 di ruang rawat inap paru RSUD dr. Soedarso
Pontianak?
1.3 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat mortalitas dan
prognosis pasien pneumonia komunitas dengan sistem skorsing curb-65 di ruang
rawat inap paru RSUD dr. Soedarso Pontianak.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik pasien pneumonia komunitas di ruang rawat inap
paru RSUD dr. Soedarso Pontianak.
b. Mengetahui tingkat mortalitas dan prognosis pasien pneumonia komunitas
dengan sistem skorsing curb-65 di ruang rawat inap paru RSUD dr. Soedarso
Pontianak.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah dan memperdalam pengetahuan
peneliti mengenai tingkat mortalitas dan prognosis pasien pneumonia komunitas
dengan sistem skorsing curb-65.
1.5.2 Bagi Institusi Kesehatan
Penelitian ini bermanfaat untuk membantu tenaga medis mengetahui tingkat
mortalitas dan prognosis pasien pneumonia komunitas dengan sistem skorsing
curb-65 di RSUD dr. Soedarso Pontianak.
1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu terutama dalam bidang
pulmonologi dan ilmu penyakit dalam serta ikut berperan memajukan bidan
penelitian tingkat fakultas.

1.6 Keaslian Penelitian


Penelitian tentang tingkat mortalitas dan prognosis pasien pneumonia komunitas
dengan sistem skorsing curb-65 di ruang rawat inap RSUD Dr. Soedarso Pontianak
belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang terkait dengan penelitian ini:
Judul Penelitian Tahun Metode Perbedaan

Hubungan Nilai 2015 Case Control Pada penelitian


CURB-65 Dengan yang dilakukan
Mortalitas Pada Yunika Khairina
Pasien Pneumonia ini, ...
Komunitas di
RSUP H. Adam
Malik Medan
TINGKAT 2013 Deskriptif Pada penelitian
MORTALITAS Retrospektif yang dilakukan
DAN Novita Andayani
PROGNOSIS ini, .......
PASIEN
PNEUMONIA
KOMUNITAS
DENGAN
SISTEM
SKORING CURB-
65 DI RUANG
RAWAT INAP
PARU RSUD DR.
ZAINOEL
ABIDIN BANDA
ACEH
DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin A. Management of Community Acquired Pneumonia. Dalam : Naskah


lengkap 11th Annual Scientific meeting Internal Medicine 2010. Semarang. Badan
penerbit USU press.2010.
2. Sectish TP. Pneumonia. 18th ed. Phladelphia: WB Saunders; 2008. Hal 23-26.
3. Sligl WE, Marrie T and Magindar S. Age still matters prognosticating short and long
term mortality for critically ill patients with pneumonia. Crit Care Med. 2010; III
(38): p. 2126-32.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia. Jakarta: Indonesia
5. Broulette, J., Yu, H., Pyenson, B., Iwasaki, K., Sato, R. 2013. The incidence rate and
economic burden of community-acquired pneumonia in working-age population.,
American Health and Drug Benefits 6(8): 494-503.
6. Rahmawati, F. S., Sugiri, Y. J., Santoso, S., Maharani, A. 2013. Validitas sistem
skoring tingkat keparahan dan mortalitas pneumonia komunitas dengan menggunakan
PSI dan CURB-65 di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang., Jurnal Respirologi
Indonesia 33: 26-33.
7. Mira JP, Max A, Burgel PR. The role of biomarker in community acquired
pneumonia: prediciting mortality and response to adjunctive therapy. Crit Care.
2008;12(Suppl 6):S1–7.
8. De Frances CJ, Lucas CA, Buie VC, Golosinskiy A. National Hospital Discharge
Survey. National Health Statistic Reports. 2008;5:1–20.

Anda mungkin juga menyukai