Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

“LUKA BAKAR”

DISUSUN OLEH:

Arie Suseno 1102010032

Miftahul Choir 1102010165

Siti Saradita 1102012283

PEMBIMBING:

dr. Senja Sp.BP

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RS. M. RIDWAN MEURAKSA JAKARTA


PERIODE 2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kasus luka bakar yang memerlukan perawatan terjadi pada pasien 500.000 per tahun di
Amerika Serikat. 46% adalah luka bakar akibat api. Jumlah luka bakar serius menurun di
Amerika Serikat karena peningkatan pencegahan seperti detector asap, regulasi suhu air dan
berhenti merokok. Namun masih ada sekitar 3500 kematian dari kebakaran area permukiman
setiap tahun. Sekitar 75% dari kematian tersebut terjadi di tempat kecelakaan atau selama
transportasi awal. Kematian yang terkait dengan luka bakar adalah terkait dengan usia pasien,
persentase dari permukaan tubuh yang terbakar, dan adanya atau tidak adanya trauma inhalasi
asap. Menurut model ini, pasien dengan luka bakar yang mencakup lebih dari 40% dari
permukaan tubuh dan cedera inhalasi asap, diperkirakan memiliki resiko kematian dari 33%.
Pasien luka bakar yang selamat akan mendapat jaringan parut, infeksi, kehilangan tulang dan
massa otot, penyembuhan luka yang buruk, ketidakseimbangan hormone dan kegagalan fungsi
paru-paru, hati atau ginjal. Kehilangan jaringan kulit menyebabkan regulasi panas dan
penyembuhan luka menjadi lebih sulit,. Luka bakar kecil juga menyebabkan morbiditas yang
signifikan, seperti hilangnya fungsi tangan atau kecacatan pada wajah. Pasien juga sering
mengalami masalah sequel psikologis termasuk post-traumatic stress disorder (PTSD) dan
depresi.

2
BAB II

DEFINISI DAN ETIOLOGI


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar
merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat
menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:
 Paparan api
o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau
menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder
besi atau peralatan masak.
 Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau
akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus
kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan
oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai
permukaan cairan.
 Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta

3
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
 Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan
nafas akibat edema.
 Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
 Zat kimia (asam atau basa)
 Radiasi
 Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

KLASIFIKASI LUKA BAKAR


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh,
baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah
yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah
terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat
kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat
I, II, atau III:
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I
adalah sunburn.

4
 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat
epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut
misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat
dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul
edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi
full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang
lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar

5
regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus
dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena
pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR


Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan
pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan
mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar
menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak,
permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan
hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi.
Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat,
dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen
terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar,
yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.

6
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya
1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh
yang terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak
jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus
10-15-20 untuk anak.

7
 Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala
pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak.
Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan
lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

8
Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body
surface area affected by burns in children.

PEMBAGIAN LUKA BAKAR


1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka
bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

9
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki,
dan perineum

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR


Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya
ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema
dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk
pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal
terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema
laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak
napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat
terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi
karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal,

10
pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada
luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya
sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari
kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif,
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas
dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim
penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk
nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan
nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka
bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga
jaringan yang didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat
invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar
septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif
lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan
fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang
menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih
vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut.
Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal,
kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus
menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun
karena kekurangan ion kalium.

11
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala
tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi.
Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang
diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh
karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan
demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila
luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat,
penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh
luasnya luka bakar.

FASE PADA LUKA BAKAR


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas yaitu
gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau

12
trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan
elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan
dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah
yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur
tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

Pembagian zona kerusakan jaringan:


1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis
beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah
ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,
sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan
permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24
jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang
diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi
zona kedua bahkan zona pertama.

INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap
bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%

13
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan
kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,
atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR


Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutupi bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada
api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan cepat menjatuhkan diri dan
berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas
juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau
menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas.

Pertongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar
dengan air atau menyiraminya dengan air mengalir selama sekurang kurangnya lima belas
menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus
setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan
mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama.
Oleh karena itu merendam bagian yang terbakar selama 15 menit pertama dalam air sangat
bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat dua dapat berhenti pada derajat satu,

14
atau luka yang akan menjadi derajat tiga dihentikan pada tingkat dua atau satu. Pencelupan
atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin, tidak usah steril.

Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan daerah yang
terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk
berploriferasi dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat secara tertutup atau terbuka.

Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar ringan, kalau
perlu dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala syok. Bila penderita
menunjukkan gejala terbakarnya jalan nafas, diberikan campuran udara lembab dan oksigen.
Kalau terjadi edema laring, dipasang endotrakeal tube atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi
berfungsi untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi ruang mati dan memudahkan
pembersihan jalan nafas dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, diberikan
oksigen murni.

Perawatan lokal adalah mengoleskan luka dengan antiseptik dan membiarkannya terbuka
untuk perawatan terbuka atau menutupnya dengan pembalut steril untuk perawatan tertutup.
Kalau perlu, penderita dimandikan terlebih dahulu. Selanjutnya diberikan pencegahan tetanus
berupa ATS dan/atau toksoid. Analgesik diberikan bila penderita kesakitan.(6)

Secara singkat, berikut adalah hal – hal yang bisa dilakukan untuk menolong korban luka
bakar di tempat kejadian.(7)

A. Bantuan Pertama untuk Luka Bakar Derajat Pertama

1. Jika kulit tidak rusak, siram air dingin di atas area yang terbakar atau rendam dengan
air dingin (bukan air es). Lakukan hal tersebut untuk beberapa menit. Jika luka bakar
terjadi karena suatu lingkungan dingin, Jangan gunakan air. Suatu handuk basah yang
dingin dapat juga membantu mengurangi sakit.

2. Luka bakar dapat sangat menyakitkan, tenteramkan hati korban dan jaga ia agar tetap
tenang.

3. Setelah membilas atau merendam luka bakar untuk beberapa menit, tutup luka bakar
dengan suatu perban yang steril, tidak mudah lengket atau kain bersih.

4. Lindungi luka bakar dari gesekan dan tekanan.

15
5. Pemberian analgesik mungkin diperlukan untuk mengurangi sakit, mereka juga bisa
membantu mengurangi peradangan dan pembengkakan.

6. Luka bakar ringan pada umumnya sembuh tanpa perawatan lebih lanjut.

B. Bantuan Pertama untuk Luka Bakar Derajat Dua dan Tiga

1. Jangan lepas atau tanggalkan pakaian yang terbakar; (kecuali jika pakaian itu lepas
dengan mudah), tetapi pastikan bahwa korban tidak kontak dengan bahan atau
material yang terbakar.

2. Pastikan bahwa korban masih bernafas. Jika nafasnya berhenti atau airway korban
terhalang kemudian buka airway dan jika perlu mulai resusitasi.

3. Jika korban bernafas, tutup luka bakar dengan suatu perban yang steril, lembab,
dingin atau kain bersih. Jangan menggunakan suatu selimut atau handuk; suatu seprai
yang mudah terbakar. Jangan gunakan obat salep dan hindari terjadinya lepuh.

4. Jika jari tangan atau jari kaki telah dibakar, pisahkan mereka dengan pembalut luka
yang tidak mudah lengket steril, kering.

5. Angkat area yang terbakar dan lindungi dari tekanan atau gesekan.

6. Lakukan tindakan untuk mencegah syok. Letakkan korban pada tempat yang datar,
angkat kaki setinggi 12 inci, dan tutup korban dengan suatu mantel atau selimut.
Jangan tempatkan korban pada posisi syok bila dicurigai ada kepala, leher, punggung,
atau kaki yang luka atau jika posisi tersebut membuat korban tidak nyaman.

7. Lanjutkan dengan memonitor tanda vital korban (nafas, denyut nadi, tekanan darah).

C. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan

1. Jangan oleskan obat salep, mentega, es, pengobatan, pakaian berbahan kapas halus,
perban yang mudah lengket, kain sari, meminyaki percikan, atau menggunakan bahan
rumah tangga apapun untuk memperbaiki luka bakar. Hal ini dapat bertentangan
dengan penyembuhan yang sesuai.

16
2. Jangan biarkan luka bakar terkontaminasi. Hindari bernafas atau batuk di area yang
terbakar.

3. Jangan lakukan apapun pada kulit yang mati atau melepuh.

4. Jangan lakukan kompres beku dan jangan rendam suatu luka bakar serius dengan air
dingin. Hal ini dapat menyebabkan syok.

5. Jangan letakkan bantal di bawah kepala korban jika ada suatu luka bakar pada airway.
Hal ini dapat menutup airway.

Luka bakar adalah merupakan suatu keadaan gawat darurat, jadi setelah hal-hal diatas
dilakukan sebaiknya korban di bawa ke rumah sakit. Berikut adalah hal-hal yang dilakukan:(6,8)

DUA PULUH EMPAT JAM PERTAMA (HARI 1)

Survei primer :

A = Airway

adakah trauma inhalasi: anamnesa, suara serak (stridor)→observasi selama 24 jam bila
perlu pasang ET atau lakukan trakheostomi

B = Breathing

Gangguan nafas karena eschar yang melingkar dada, trauma thorax dll→lakukan
escharotomi atau penanganan trauma thorax yang lain

C = Circulation

Dilakukan resusitasi cairan. Bila penderita syok maka diatasi dulu syoknya dengan infus
RL diguyur sampai nadi teraba atau tekanan darah >90mmHg. Baru kemudian lakukan
resusitasi cairan. Cairan yang dibutuhkan dalam penanganan syok tidak dihitung.
Resusitasi cairan yang sering digunakan adalah cara Baxter.

Baxter dengan rumus :

4cc x kgBB x %luka bakar

17
Setengah dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan
selama 16 jam berikutnya. Cairan yang diberikan biasanya RL karena terjadi defisit ion Na.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah cara Evans :

1. %luka bakar x kgBB menjadi NaCl per 24 jam

2. %luka bakar x kgBB menjadi ml plasma per 24 jam

Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat edema. Plasma diperlukan
untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh darah dan meninggikan tekanan
osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah
keluar.

3. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2000cc glukosa
5% per 24jam.

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya dalam 16 jam
berikutnya.

- Pasang kateter untuk memonitor produksi urin. Diharapkan produksi urin ½ -


1cc/KgBB/jam

- Pasang CVP pada luka bakar >/=40% dan pada penderita yang mengalami kesulitan
untuk mengukur tekanan darah.

Survei Sekunder

 Penilaian luas luka bakar dan derajat kedalamannya. Biasanya dihitung sebelum
resusitasi cairan definitive
 Pasang NGT. Untuk dekompresi penderita yang mengalami ileus paralitik dan untuk
memasukkan makanan
 Cuci luka dengan NaCl dan savlon, keringkan, olesi dengan salep (Dermazin) kemudian
rawat luka secara tertutup
 Pemeriksaan laboratorium darah dan Analisa Gas Darah tiap 24 jam
 Pemberian analgetika dan antibiotika
Luka bakar termal, listrik dan bahan kimia membutuhkan penanganan dan pengobatan
yang berbeda. Terapi farmakologi memiliki peran yang terbatas dalam penatalaksanaan luka
bakar kimia. Disisi lain kunci dari penanganan luka bakar listrik adalah pada rehidrasi

18
sementara luka bakar termal memerlukan analgetik dan antibiotik topikal. Pastikan pasien
memberi informasi tentang alergi obat yang mereka miliki, obat – obatan yang sedang diminum
atau kondisi kesehatan lain.

A. Terapi Luka Bakar Termal

1. Analgetik

Untuk luka bakar termal dokter biasanya memberikan resep analgetik untuk
menghilangkan rasa nyeri dan memberikan kenyamanan pada pasien. Morfin sulfat,
Demerol dan Vicodin mungkin diresepkan untuk nyeri yang sangat hebat.

2. Anti Inflamasi Non steroid

Golongan obat ini digunakan untuk nyeri akibat luka bakar ringan sampai sedang.
Ibuprofen biasanya digunakan untuk terapi awal, tapi pilihan lain seperti naproxen,
ansaid dan anaprox dapat juga diberikan.

3. Antibiotik Topikal

Antibiotik topikal digunakan untuk mencegah infeksi dan pertumbuhan bakteri. Neo
sporin digunakan untuk infeksi minor dan dioleskan ke kulit 1 – 3x sehari.

Silvadene adalah krim topikal yang digunakan untuk luka bakar yang lebih berat.
Silvadene adalah obat golongan sulfa yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi
bakteri atau jamur. Silvadene harus dioleskan menggunakan teknik steril ke tempat luka bakar
dan tempat luka bakar tersebut harus dicuci bersih sebelum pemakaian. Hindari menggunakan
silvadene pada wajah dan silvadene tidak boleh digunakan pada neonatus, bayi berumur kurang
dari 2 tahun atau pada kehamilan trimester akhir.

B. Terapi Luka Bakar Kimia

Walaupun obat-obatan memegang peranan yang terbatas pada penatalaksanaan luka


bakar kimia pada umumnya namun antibiotik topikal, garam magesium dan kalsium mungkin
dapat digunakan. Setelah luka dibersihkan, terapi cairan IV dan obat-obat narkotik diberikan

1. Antibiotik

Silvadene digunakan untuk luka bakar pada kulit dan berguna dalam pencegahan
infeksi pada luka bakar derajat 2 dan 3. Obat ini harus dioleskan pada kulit 1 atau 2x sehari

19
dan semua obat yang diberikan sebelumnya harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum
mengoleskan salep baru. Eritromicin salep (bacitracin) digunakan untuk mencegah infeksi
pada luka bakar yang terdapat di bagian mata.

2. Analgetik

Morfin dan asetaminofen diberikan untuk penatalaksanaan nyeri dan mungkin


dapat bertindak sebagai sedatif yang penting bagi pasien yang mengalami cedera pada
daerah mata.

3. Anti Inflamasi Non Steroid

Advil, Motrin, Ansaid, Naprosyn, dan anaprox adalah obat anti inflamasi yang
digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang.

C. Terapi Luka Bakar Elektrik

Kunci dari penatalaksanaan luka bakar listrik adalah hidrasi. Hidrasi yang adekuat
dapat menurunkan morbiditas. Jika kerusakan otot terjadi sangat parah, diuretik osmotik
diberikan.

1. Terapi Cairan
Ringer Lactat biasanya digunakan untuk terapi. Ringer lactat adalah larutan isotonik dan
berfungsi sebagai pengganti volume cairan tubuh. Pemberiannya melalui jalur intra vena
dan harus dihentikan apabila terdapat tanda-tanda edema pulmo.

2. Osmosis diuretik
Manitol adalah diuretik osmosis yang tidak dimetabolisme secara signifikan dan melewati
glomerulus tanpa direabsorpsi oleh ginjal. Manitol digunakan untuk mengembalikan dan
mempertahankan urin output.

Komplikasi Luka Bakar

- Fase Akut: syok, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


Dalam 24 jam pertama

Luka Bakar

20
Meningkatnya permeabilitas kapiler

Hilangnya plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi

ke dalam rongga interstisial :

hypoproteinemia, hyponatremia, hyperkalemia

Hipovolemi

Syok

- Fase Subakut: infeksi dan sepsis,multiorgan failure

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai
stimulus klinik beratakibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi
autoimun, sirosis, pankreatitis, dll. Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-
mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanyabersifat fisiologik dalam proses penyembuhan
luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi danfaktor pencetus, respon ini
berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan padaorgan-
organ sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena
menjalankan fungsinya;
MODS ( Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan
berbagai organ ( Multi-system OrganFailure/MOF). SIRS dan MODS merupakan penyebab
utama tingginya angka mortalitas pada pasien luka bakar maupuntrauma berat lainnya. Dalam
penelitian dilaporkan SIRS dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematianpasca
trauma; dan dapat dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.Ada
5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu
infection,injury,inflamation,inadequateblood flow, dan ischemia-reperfusion injury.

- Fase Lanjut: parut hipertropik

21
1. Hipertrofi Jaringan Parut
Hipertrofi jaringan parut merupakan komplikasi kulit yang biasa dialami pasien dengan luka
bakar yang sulit dicegah, akan tetapi masih bisa diatasi dengan tindakan tertentu terbentuknya
hipertrofi jaringan parut pada pasien luka bakar dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain :

 Kedalaman luka bakar


 Sifat kulit
 Usia pasien
 Lamanya waktu penutupan kulit
 Penanduran kulit.

2. Kontraktur
Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan
gangguan fungsi pergerakan.
PROGNOSIS

Prognosis pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor, dan menyangkut
mortalitas dan morbiditas atau burn illness severity and prediction of outcome ; yang mana
bersifat bersifat kompleks.
Beberapa faktor yang berperan antara lain faktor penderita ( usia, gizi, jenis kelamin, dan
kelainan sistemik), faktor trauma ( jenis, luas, kedalaman luka bakar, dan trauma penyerta),
dan faktor penatalaksanaan (prehospital and inhospital treatment).
Prognosis luka bakar umumnya jelek pada usia yang sangat muda dan usia lanjut. Pada
usia yang sangat muda (terutama bayi) beberapa hal mendasar menjadi perhatian, antara lain
sistem regulasi tubuh yang belum berkembang sempurna ; komposisi cairan intravaskuler
dibandingkan dengan cairan ekstravaskuler, interstitial, dan intraselular yang berbeda dengan
komposisi pada manusia dewasa, sangat rentan terhadap suatu bentuk trauma. Sistem
imunologik yang belum berkembang sempurna merupakan salah satu faktor yang patut
diperhitungkan, karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku


ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
2. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
3. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-
Hill Companies; 2007.

22
4. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F, Hirshon JM,
Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 28 Agusuts
2009.
5. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari
http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Agustus 2009.

23

Anda mungkin juga menyukai