Pembimbing :
Disusun oleh :
Chairunnisa Rifka W
Fitria Fadzri R
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : An. M. W.
No. RM : 355280
Tanggal lahir : 08/12/2012
Usia saat masuk : 3 tahun 8 bulan
Alamat : Jln. H. Murthado No. XII, Paseban,
Kecamatan Senen, Jakarta Pusat
Status perkawinan : Belum kawin
Pekerjaan : Belum bekerja
Tanggal masuk : 21/07/2016
Tanggal pemeriksaan : 21/07/2016
Ruang perawatan : R. Anggrek
B. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien mengeluh lemas dan pucat 7 hari SMRS
Keluhan tambahan :
Pasien tampak lemas dan pucat 7 hari SMRS. Disertai dengan demam 4
hari SMRS. Demam dirasakan hilang timbul. Terdapat ruam pada seluruh
tubuh sejak 3 hari SMRS, batuk kering (+), hematemesis berwarna merah
segar sejak 2 hari SMRS sebanyak 2 kali. BAB kehitaman (melena)
sebanyak 1 kali SMRS.
Riwayat imunisasi :
2
Lengkap
Riwayat kebiasaan :
Pasien memiliki riwayat tidak suka mengkonsumsi sayur sayuran
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal pemeriksaan : 21 Juli 2016 (pukul 17.00 WIB)
Tanda-tanda vital
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Nadi : 100 x/mnt
Laju pernafasan : 24 x/mnt
Suhu : 37.8 oC
Pemeriksaan Generalisata
Kepala : normocephal
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemis +/+ ;
Konjungtivitis +/+ ; sklera ikterik -/- ;
pupil isokor, Ø 3mm / 3mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung +/+
Mulut : Mukosa bibir tidak kering, bibir sianosis (-
),
3
lidah kotor (-), faring hiperemis (-)
Leher : trakea di tengah, deviasi (-) pembesaran
kelenjar getah bening (-) dan macula
eritamatosa (+)
Thorax : Simetris bilateral saat statis dan dinamis
Paru
(I) : pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis
(P) : fremitus taktil dan vokal, kiri dan kanan sama
(P) : sonor+/+ di seluruh lapang paru
(A) : bunyi nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
(I) : iktus kordis tidak terlihat
(P) : iktus kordis tidak teraba
(P) : batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
batas kiri : ICS V linea mid-klavikula sinistra
(A) : bunyi jantung S1 dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
(I) : tampak datar
(P) : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-), hepar
dan lien tidak teraba, massa (-)
(P) : timpani pada seluruh kuadran, shifting dullness (-) dan H/L : TTB
(A) : bising usus (+) normal, metallic sound (-)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
21 Juli 2016
HEMATOLOGI
Hemoglobin 4,6 g/dl 13-16 g/dl
Leukosit 9.100 /ul 5,000-10,000 /ul
Hematokrit 14% 40-48%
Trombosit 312.000 /ul 150,000-400,000 /ul
4
22 Juli 2016
MORFOLOGI DARAH TEPI
Eritrosit Mikrositik Hipokrom, Sel pensil
(+)
Leukosit Jumlah & morfologi normal
Trombosit Jumlah & morfologi normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 g/dl 13-16 g/dl
Leukosit 14.800 /ul 5,000-10,000 /ul
Hematokrit 35% 40-48%
Trombosit 382.000 /ul 150,000-400,000 /ul
E. DIAGNOSIS PRIMER
Anemia defisiensi besi
F. DIAGNOSIS SEKUNDER
Morbili dan malnutrisi
G. PROGNOSIS
H. TATALAKSANA
IVFD KAEN3B 8 tpm (makro)
Vitamin A 1 x 200.000 IU
Syr. Paracetamol 3 x 1 cth
Syr. Ambroxol 3 x ½ cth
O2 1 L
Transfusi PRC (Packed Red Cell) 300 cc
5
FOLLOW-UP
6
(-)
(P) : timpani pada seluruh kuadran,
shifting dullness (-)
(A) : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Akral hangat ++/++, macula
eritematosa (+)
22 Juli 2016 S : Batuk (+), lemas (+), BAB - IVFD KAEN3B 8 tpm
06.30 berwarna hitam (+) (makro)
Anggrek O : Ku : tss, Ks : CM, S : 37,4, N : - Vit. A 1 x 200.000 IU
128x/mnt, RR: 28 x/mnt - Syr. Paracetamol 3 x 1
Kepala : normocephal cth
Mata : konjungtiva palpebra anemis - Syr. Ambroxol 3 x ½
+/+, konjungtivitis +/+, sclera ikterik - - Transfusi PRC 300 cc
/-, secret -/- dan edema palpebra -/- (Packed Red Cell),
Telinga : Normotia +/+, serumen -/- berikan inj. Lasix 10
Hidung : Pch (-), secret (-) mg
Mulut : Mukosa bibir tidak kering, - O2 1 L
bibir sianosis (-) lidah kotor (-), faring - Pemeriksaan MDT
hiperemis (-) (morfologi darah tepi)
Leher : Terdapat macula eritematosa
(+), pembesaran KGB (-)
Thorax :
o Pulmo : vesikuler +/+,
rhonki -/-, wheezing -/-
o Cor : Bunyi jantung I/II
reguler, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen
(I) : tampak datar
(P) : supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba, massa (-) dan ascites
(-)
(P) : timpani pada seluruh kuadran,
shifting dullness (-)
(A) : Bising usus (+) normal
7
Ekstremitas :
Akral hangat ++/++, macula
eritematosa (+)
23 Juli 2016 S : Batuk (+), lemas (+), BAB - IVFD KAEN3B 8 tpm
10.00 berwarna hitam (+) (makro)
Anggrek O : Ku : tss, Ks : CM, S : 36,3, N : - Syr. Paracetamol 3 x 1
105x/mnt, RR: 22 x/mnt cth
Kepala : normocephal - Syr. Ambroxol 3 x ½
Mata : konjungtiva palpebra anemis -/- cth
, konjungtivitis -/-, sclera ikterik -/-,
secret -/- dan edema palpebra -/-
Telinga : Normotia +/+, serumen -/-
Hidung : Pch (-), secret (-)
Mulut : Mukosa bibir tidak kering,
bibir sianosis (-) lidah kotor (-),
faring hiperemis (-)
Leher : Terdapat macula eritematosa
yang sudah mengalami
hiperpigmentasi, pembesaran KGB
(-)
Thorax :
o Pulmo : vesikuler +/+,
rhonki -/-, wheezing -/-
o Cor : Bunyi jantung I/II
reguler, murmur (-), gallop
(-)
Abdomen
(I) : tampak datar
(P) : supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba, massa (-) dan ascites
(-)
(P) : timpani pada seluruh kuadran,
shifting dullness (-)
(A) : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Akral hangat ++/++, macula
eritematosa yang sudah mengalami
8
hiperpigmentasi
9
dan malnutrisi
10
11
1.7 Diagnosis
2) Pemeriksaan fisik
12
o Pucat ditemukan bila kadar Hb <7 g/dL
o Tanpa organomegali
o Dapat ditemukan koilonikia, glositis, stomatitis angularis, takikardia, gagal
jantung,
protein-losing enteropathy
o Rentan terhadap infeksi
o Gangguan pertumbuhan
o Penurunan aktivitas kerja
3) Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
13
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang
masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk
membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah
untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW
merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta
lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat
besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi
diagnostik. Nilai normal 15 %.
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi
serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi
serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status
besi yang spesifik.
14
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan
besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan
keganasan.
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam
praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik
untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga
dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada
inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur
15
dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay
(RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
16
1.9 tatalaksana
a. Transfusi.
Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan
hemodinamik. Tidak ada batasan yang pasti pada kadar hemoglobin
berapa kita harus memberi transfusi. Beberapa literatur disebutkan bahwa
pasien anemi penyakit kronik yang terkena infark miokard, transfusi dapat
menurunkan angka kematian secara bermakna. Demikian juga pada pasien
anemia akibat kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 g/dL.
b. Preparat Besi
Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronik masih terus
dalam perdebatan. Sebagian pakar masih memberikan preparat besi
dengan alasan besi dapat mencegah pembentukan TNF-α. Alasan lain,
pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat besi terbukti dapat
meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan kontra,
sampai saat ini pemberian preparat besi masih belum direkomendasikan
untuk diberikan pada anemia pada penyakit kronis.
c. Eritropoietin
Data penelitan menunjukkan bahwa pemberian eritropoietin
bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan pada pasien anemia
akibat kanker, gagal ginjal, mieloma multipel, artritis reumatoid dan
pasien HIV. Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya,
pemberian eritropoietin mempunyai beberapa keuntungan, yakni
mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi TNF-α dan
IFN-γ. Dilain pihak, pemberian eritropoietin akan menambah proliferasi
sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan
leher.
17
Saat ini terdapat 3 jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, beta
dan darbopoietin. Masing-masing berbeda struktur kimiawi, afinitas
terhadap reseptor dan waktu paruhnya sehingga memungkinkan kita
memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus.
1.10 pencegahan
Banyak bahan makanan di sekitar kita yang kaya kandungan zat besi. Sayuran
berdaun hijau seperti selada air, kangkung, brokoli, bayam hijau, buncis dan
kacang-kacangan kaya akan zat besi. Bahan makanan hewani seperti daging
merah dan kuning telur juga kaya zat besi dan lebih mudah diserap oleh tubuh
dibandingkan sumber nabati. Dalam proses pengolahan bahan makanan, sangat
perlu diperhatikan pengolahan yang baik dan benar sehingga kandungan zat
makanan misalkan zat besi tidak berkurang dari bahan makanan tersebut.
Usahakan anak banyak mengonsumsi makanan yang kaya zat besi untuk
mencegah ADB.5
Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi (DB). Kelompok usia
yang paling tinggi mengalami DB adalah usia balita (0-5 tahun) sehingga
kelompok usia ini menjadi prioritas pencegahan DB. Kekurangan besi dengan
atau tanpa anemia, terutama yang berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2
tahun dapat mengganggu tumbuh kembang anak, antara lain menimbulkan defek
pada mekanisme pertahanan tubuh dan gangguan pada perkembangan otak yang
berdampak negatif terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa
mendatang.6
18
Sumber gambar: Gatot, D., Idjradinata, P., Abdulsalam, M., Lubis, B.,
Soedjatmiko, & Hendarto, A. (2011). Suplementasi Besi Untuk Anak. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
19
Pada bayi cukup bulan dan anak usia di bawah 2 tahun, suplementasi besi
diberikan jika prevalens ADB tinggi (di atas 40%) atau tidak mendapat makanan
dengan fortifikasi. Suplementasi ini diberikan mulai usia 6-23 bulan dengan dosis
2 mg/kgBB/hari. Hal tersebut atas pertimbangan bahwa prevalens DB pada bayi
yang mendapat ASI usia 0-6 bulan hanya 6%, namun meningkat pada usia 9-12
bulan yaitu sekitar 65%. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan dan
kemudian tidak mendapat besi secara adekuat dari makanan, dianjurkan
pemberian suplementasi besi dengan dosis 1 mg/kg/hari.10 Untuk mencegah
terjadinya defisiensi besi pada tahun pertama kehidupan, pada bayi yang
mendapatkan ASI perlu diberikan suplementasi besi sejak usia 4 atau 6 bulan. The
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pemberian
suplementasi besi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif mulai usia 4 bulan
dengan dosis 1 mg/kg/hari dilanjutkan sampai bayi mendapat makanan tambahan
yang mengandung cukup besi. Bayi yang mendapat ASI parsial (>50% asupannya
adalah ASI) atau tidak mendapat ASI serta tidak mendapatkan makanan tambahan
yang mengandung besi, suplementasi besi juga diberikan mulai usia 4 bulan
dengan dosis 1 mg/kg/hari.6
Pada anak usia balita dan usia sekolah, suplementasi besi tanpa skrining
diberikan jika prevalens ADB lebih dari 40%. Suplementasi besi dapat diberikan
dengan dosis 2mg/kgBB/hari (dapat sampai 30 mg/hari) selama 3 bulan.6
20
diberikan. Penambahan asam folat pada remaja perempuan dengan pertimbangan
pencegahan terjadinya neural tube defect pada bayi yang akan dilahirkan
dikemudian hari.
1.11 Komplikasi
Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat
besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemuingkinan sebagai berikut:
1.12 prognosis
21
22