Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS HIPERTENSI

A Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi Krisis Hipertensi

Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan darah.
Menurut American Society of Hipertension (ASH), hipertensi adalah suatu sindrom
atau kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain
yang kompleks dan saling berhubungan.
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC)
sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi
sampai hipertensi maligna.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg
untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal
sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut (WHO, 2001). Penderita
hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu waktu bisa jatuh ke dalam keadaan gawat
darurat. Diperkirakan sekitar 2 – 7% penderita hipertensi berlanjut menjadi krisis
hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun.
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan
160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim
Nasrin, 2003 ).Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi
lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan
timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi biasanya merupakan
peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg, etiologinya 90 –
95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial). Walaupun Hipertensi merupakan penyakit
yang lazim, gawat darurat pada hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan
dalam terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug
therapy). Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik
yang menetap tinggi merusak target organ (end organ), misalnya encefalopati, beban

1
jantung berlebihan (cardiac overload) atau memperburuk masalah yang mendasarinya.
Faktor resiko kardiovaskular antara lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas
fisik, dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun,
perempuan > 65 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%
hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini dapat
timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai
120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan
pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka
kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara
maju berkisar 2 – 7% dari populasi hipertensi, terutama pada usia 40 – 60 tahun
dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih
rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan
hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang
menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.

2. Anatomi Krisis Hipertensi

a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada
linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
1) Atas : pembuluh darah besar
2) Bawah : diafragma

2
3) Setiap sisi : paru
4) Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri
terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta
dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan elastin
(untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan
tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu
organ).Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung
ke jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak sekali cabang
yang pada gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu arteri dan
arteriol, yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai jaringan. Arteriol
mempunyai diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm.Fungsi arteri menditribusikan
darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan.Arteri ini mempunyai dinding yang
kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah dan
terdiri dari jaringan endotel.
2) Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya elastic
dan termasuk otot polos
3) Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan ikat
gembur yang berguna menguatkan dinding arteri (Syaifuddin, 2006)
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding
arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh
darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila
terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
d. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung
dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka
pembuluh darah utama.Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus.
Dindingnya terdiri dari suatu lapisan endotel.Diameternya kira-kira 0,008 mm.
Fungsinya mengambil hasil-hasil dari kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal,
menyerap zat makanan yang terdapat di usus, alat penghubung antara pembuluh darah
arteri dan vena.

3
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai
empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem
retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung
dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe ke
dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan.
Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai organ, terutama
dalam vili usus.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh
gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna
satu sama lain. (Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110).Vena merupakan pembuluh
darah yang membawa darah dari bagian atau alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung.
Vena yang ukurannya besar seperti vena kava dan vena pulmonalis. Vena ini juga
mempunyai cabang yang lebih kecil disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler.
Fungsi vena membawa darah kotor kecuali vena pulmonalis, mempunyai dinding tipis,
mempunyai katup-katup sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.

3. Klasifikasi Krisis Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut WHO


a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg
dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan
diastolik 91-94 mmHg
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan
160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.

4
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of
Hipertension
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 : Hipertensi sedang
e. >115 : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi
Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak
(sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita hipertensi, yg
membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi
dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata
(retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah).Tingginya tekanan darah bervariasi, yang
terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. Dibagi menjadi dua:
a. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat
antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif target
akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang
progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
b. Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala
yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat
atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa
jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan
darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).
Krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (Tanto, 2014), yaitu :
a. Hipertensi urgensi, yaitu naiknya tekanan darah secara mendadak (tekanan darah
sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg) tanpa disertai kerusakan
organ target. Penurunan tekanan darah pada keadaan ini harus dilaksanakan
dalam kurun waktu 24 – 48 jam.

5
b. Hipertensi emergensi, yaitu naiknya tekanan darah secara mendadak (tekanan
darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg) disertai
kerusakan organ target yang progresif. Pada keadaan ini memerlukan penurunan
tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit atau jam.
Beberapa kerusakan target organ yang bersifat progresif yang harus diwaspadai,
antara lain :
1) Perubahan status neurologis
2) Hipertensi ensefalopati
3) Infark serebri
4) Perdarahan intracranial
5) Iskemi atau infark miokard
6) Disfungsi paru akut
7) Diseksi aorta
8) Insufisiensi renal
9) Eklampsia
Kedua krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesa maupun
pemeriksaan fisik. Karena baik factor risiko dan penanggulangannya berbeda.

4. Etiologi Krisis Hipertensi

Faktor penyebab hipertensi intinya adalah terdapat perubahan vascular, berupa

disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab krisis

hipertensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan

darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah

yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol

sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi

autoregulasi (Devicaesaria, 2014).Terdapat beberapa faktor yang dicurigai

mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi, yaitu :

a. Hipertensi yang tidak terkontrol


b. Kenaikan tekanan darah tiba – tiba pada penderita hipertensi kronis esensial
(tersering)

6
c. Hipertensi renovaskular
d. Glomerulonefritis akut
e. Eklampsia
f. Sindroma putus obat antihipertensi
g. Trauma kepala berat

5. Manifestasi Klinis Krisis Hipertensi

Manifestasi klinis dari krisis hipertensi secara umum adalah :


a. Tekanan darah meningkat > 140/90mmHg
b. Sakit kepala
c. Epistaksis
d. Pusing atau migren
e. Rasa berat di tungkuk
f. Sukar tidur
g. Mata berkunang-kunang, lamah dan lelah.
h. Muka pucat.
Pada hipertensi emergensi, manifestasi klinis yang ditunjukkan sesuai dengan organ
target yang diserang, yaitu :
a. Neuorologi
1) Sakit kepala
2) Pengelihatan kabur
3) Kejang – kejang
4) Deficit neurologis fokal
5) Mengalami penurunan kesadaran
b. Mata
1) Perdarahan retina
2) Eksudat retina
3) Edema pupil
c. Kardiologi
1) Nyeri dada
2) Edema paru
d. Ginjal
1) Azotemia

7
2) Proteinuria
3) Oliguria

8
6. Patofisiologi Krisis Hipertensi

Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidakteraturan meminum obat

antihipertensi, stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum

alkohol. Karena ketidakteraturan atau ketidakpatuhan minum obat antihipertensi,

maka dapat menybabkan kondisi akan semakin buruk, sehingga memungkinkan

seseorang terserang hipertensi yang semakin berat (Krisis hipertensi).Stres juga dapat

merangsang saraf simpatik yang dapat menyebabkan vasokontriksi. Sedangkan

mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung hormon estrogen serta

progesterone dapat menyebabkan tekanan pembuluh darah meningkat, sehingga akan

lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau tekanan darah semakin

meningkat, maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi.

Faktor penyebab hipertensi intinya adalah terdapat perubahan vascular, berupa

disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Menurunnya tonus vaskuler

meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bisa

meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan

mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan

adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi

pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat

meningkatkan hormon aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut

akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.

9
Otak mempunyai suatu mekanisme autoregulasi terhadap kenaikan ataupun

penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60 – 160

mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak

mampu lagi enahan kenaikan tekanan darah, maka akan terjadi oedema otak. Tekanan

diastolic yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang

dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible. Aliran darah ke otak pada

penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila mean arterial pressure

(MAP) antara 120 mmHg- 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru

dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi

menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan sedikit

saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak, yang akan mempercepat

timbulnya oedema otak. Tekanan darah yang sangat tinggi terutama yang meningkat

dalam waktu singkat menyebabkan gangguan atau kerusakan gawat pada target organ.

(cermin dunia kedokteran no.67,th 1991)

Apabila menuju ke otak, maka akan terjadi peningkatan TIK yang

menyebabkan pecahnya pembuluh darah serebral, sehingga O2 di otak menurun dan

trombosis perdarahan serebri yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak,

sehingga suplai darah menurun dan terjadi iskemik.

Dan bila di pembuluh darah koroner (jantung), akan menyebabkan

miokardium miskin O2, sehingga penurunan O2 miokardium akan menyebabkan

penurunan kontraktilitas yang berakibat penurunan COP.

Pada paru – paru juga akan terjadi peningkatan volume darah paru yang

menyababkan penurunan ekspansi paru, sehingga terjadi dipsnea dan penurunan

oksigenasi yang menyebabkan kelemahan.

10
Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi
diplopia yang bisa menyebabkan injuri.

11
7. Pathway Krisis Hipertensi
Riwayat Hipertensi

Ketidakteraturan meminum obat


antihipertensi, stress, mengkonsumsi
kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan
minum alkohol

Krisis Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur pembuluh darah

Vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Jantung

Ruptur pembuluh
Vasokonstriksi
darah otak Afterload Penyempitan
pembuluh darah ginjal
ventrikel kiri ↑ arteri kroner
Edema cerebral,
peningkatan TIK Suplai O2 ke ginjal Hipertropi Suplai O2 ke
menurun ventrikel kiri jantung menurun
Iskemia – hipoksia
Akut Miokard
jaringan cerebral Risiko ketidakefektifan
Gagal jantung kiri
Infark
perfusi ginjal

Risiko ketidakefektifan
Cardiac output Penurunan
perfusi jaringan otak
menurun curah jantung
Metabolisme anaerob ↑
Back failure Ketidakefektifan
pola napas
Asam laktat ↑
Tekanan vena
pulmonalis ↑ Penurunan
Nyeri Akut
ekspansi paru
Tekanan
kapiler paru ↑ Edema paru

12
8. Pemeriksaan Diagnostik Krisis Hipertensi

Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit

penyerta, dan kerusakan target organ. Pemeriksaan yang sering dilakukan antara lain:

a. Pemeriksaan tekanan darah : Biasanya tekanan darah sistolik > 180 mmHg, dan
atau diastolic >120 mmHg
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volumecairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / SC : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glucosa : Hiperglikemi (DM) adalah pencetus hipertensi, dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein,dan glukosa mengindikasikan disfungsi ginjal dan
adanya penyakit DM.
c. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
d. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
e. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal.
f. Foto rontgen thorax : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

9. Penatalaksanaan Medis Krisis Hipertensi

a. Untuk Hipertensi Urgensi :


Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Normalisasi tekanan darah dilakukan secara bertahap selama 24 – 48 jam.
Penurunan tekanan darah secara cepat dapat mengakibatkan penurunan perfusi
organ yang dapat membahayakan. Umumnya digunakan obat – obat oral anti
hipertensi dalam menanggulangi hipertensi urgensi. Obat – obat oral anti
hipertensi yang digunakan antara lain :

13
1) Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5 – 10 menit), buccal
(onset 5 – 10 menit), oral (onset 15 – 20 menit), duration 5 – 15 menit (secara
sublingual/buccal). Dosis 5 – 10 mg. Efek samping : sakit kepala, takhikardi,
hipotensi
2) Clonidine : pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit. Duration of
action 8 – 12 jam. Dosis : 0.1 – 0.2 mg, dilanjutkan 0.05 – 0.1 mg setiap jam
s/d 0.7 mg. Efek samping : sedasi, mulut kering
3) Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat dapat
diulangi setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotic
oedema
4) Prazosin : pemberian secara oral dengan dosis 1 – 2 mg dan diulan perjam
bila perlu. Efek samping : hipotensi orthostatic, palpitasi, takhikardi, dan sakit
kepala.
Pasien diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk
mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila gejala
penderita yang diobati tidak berkurang, maka sebaiknya penderita dirawat inap.
b. Untuk Hipertensi Emergensi
1) Rawat pasien (jika memungkinkan di ICU) untuk pemberian obat intravena
dan tatalaksana kerusakan organ target
2) Pada kebanyakan pasien, TD diturunkan dalam hitungan menit atau jam
sebagai berikut :
a) 5 s/d 120 menit pertama TD diturunkan 25%
b) 2 – 6 jam kemudian TD diturunkan sampai 160/100 mmHg
c) 6 s/d 24 jam berikutnya TD diturunkan sampai < 140/90 mmHg (kalau
tidak ada iskemik organ)
3) Obat intravena dan dosis yang digunakan untuk tatalaksana hipertensi
emergensi antara lain :
a) Clonidin (catapres) IV (150 mcg/ampul)
 Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan infuse glukosa 5% 500cc
dan diberikan dengan mikrodrip, 12 tetes/menit, setiap 15 menit dapat
dinaikkan 4 tetes sampai tekanan darah yang diharapkan tercapai.
 Bila tekanan mencapai target, pasien diobservasi selama 4 jam
kemudian diganti dengan tablet clonidin oral sesuai kebutuhan

14
 Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan perlahan
– lahan oleh karena bahaya rebound phenomen, dimana tekanan darah
naik secara cepat bila obat dihentikan.

b) Diltiazem (Herbeser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)


 Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan
dengan infuse 50 mg/jam selama 20 menit.
 Bila tekanan darah telah turun >20% dari awal, dosis diberikan 30
mg/menit sampai target tercapai.
 Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi
4 jam diganti dengan tablet oral.
c) Nicardipin (perdipin) IV (2 mg dan 10 mg/ampul)
 Nicardipin diberikan 10 – 30 mcg/kgBB bolus
 Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan 0.5 – 6
mcg/kgBB/menit sampai target tekanan darah tercapai.
d) Labetalol (normodyne) IV
Labetalol diberikan 20 – 80 mg, IV bolus setiap 10 menit atau dapat
diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 2 mg/menit
e) Nitroprusside (nitropress, nipride) IV
Nitroprusside diberikan dalam cairan infuse dengan dosis 0.25 – 10
mcg/kgBB/menit.
f) Sodium nitroprusside
 Dosis 0.25 – 10 μg/kgBB/IV
 Onset segera
 Durasi 1-2 menit
4) Manajemen Spesifik
Berdasarkan organ target yang mengalami kerusakan, penatalaksanaannya
antara lain :
a) Ensefalopati Hipertensif
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi
dari hipertensi esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan
eklamsia. Biasanya tekanan darah naik dengan cepat, dengan keluhan :
nyeri kepala, mual muntah, bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus,

15
gangguan penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan parese
terbatas) melanjut menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya
meninggal. Obat yang dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan
Trimetapan.
b) Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati,
karena penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme
pembuluh darah disekitar tempat perdarahan, yang justru akan menambah
perdarahan. Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau
diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg. Obat pilihan : Trimetapan
atau Hidralazin.
c) Gagal Jantung Kiri Akut
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai
akibat dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan
membaik bila tensi telah terkontrol. Obat pilihan : Trimetapan dan
Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan mempercepat perbaikan
d) Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan
berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak :
nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat pilihan :
Pentolamin 5-10 mg IV.
e) Deseksi Aorta Anerisma Akut
Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang
meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang
timbul biasanya adalah nyeri dada tidak khas yang menjalar ke punggung
perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup
aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan.
Pengobatan dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah
diturunkan terlebih dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau Sodium
Nitroprusid.
f) Toksemia Gravidarum
Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat pilihan:
Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin.
Sumber : Dewi dan Familia, 2010

16
10. Komplikasi Krisis Hipertensi

Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-tiba, tetapi

tidak ada kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan darah dapat diturunkan

dengan aman dalam waktu beberapa jam dengan obat anti-hipertensi.

Sementara pada hipertensi emergensi terjadi kerusakan organ akibat dari tekanan

darah yang sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat hipertensi. Ketika hal tersebut

terjadi, tekanan darah harus dikurangi segera untuk mencegah terjadinya kerusakan

organ. Komplikasi organ berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi :

a. Ensefalopati Hipertensif
Pada hipertensi emergensi, kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas
autoregulasi otak dengan mekanisme sebagai berikut

Kenaikan tekanan arteri

Kerusakan membran endothelia breakdown Vasodilation

Peningkatan permeabelitas blood brain barrier peningkatan peredaran darah


lokal

Edema serebri

Ensefalopati hipertensif

Batas rendah autoregulasi otak pada normotensi adalah 60-70 mmHg, pada
hipertensi adalah 120 mmHg. Batas tertinggi autoregulasi otak pada normotensi
adalah 150 mmHg. Sedangkan pada hipertensi adalah 200 mmHg. Dengan
mengetahui batas tersebut maka penurunan tekanan darah secara drastis harus

17
dihindari agar perfusi di otak tetap baik. Dari segi patologi anatomi dijumpai
adanya edema, bercak perdarahan maupun infark kecil dan nekrosis arterioler.

b. Perdarahan intra serebral


Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang disebabkan
terjadinya perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut menjadi aneurisma
oleh sebab lain misalnya arterosklerosis. Mekanisme lain dapat terjadi oleh
karena nekrosis pembuluh darah otak, trombosis multipel atau spasme pembuluh
darah sebagai reaksi meningkatnya tekanan darah secara tiba – tiba. Gejala klinis
berupa sakit kepala hebat mendadak disertai penurunan kesadaran. Dengan
pemeriksaan CT scan dapat diketahui dengan pasti lokasi dan luas jaringan otak
yang terkena.
c. Gagal jantung kiri akut
Mekanisme terjadinya berupa :
1) Peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang tinggi
sehingga terjadi kenaikan afterload diventrikel kiri
2) Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel kiri
3) Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi sehingga
menimbulkan pertambahan preload
4) Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah koroner
dapat berakibat payah jantung kongestif.
Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu sesak nafas
yang hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang – kadang batuk
berdarah, ronki basah di kedua paru. Foto toraks menunjukkan adanya
hipervaskularisasi pembuluh darah paru sampai dengan gambaran edema paru.
Pada kasus berat ditemukan kardiomegali terutama pembesaran ventrikel kiri,
dari EKG ditemukan LVH (left ventrikel hipertrofi) dan LV strain.
d. Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat – tempat lain yang banyak
mengeluarkan katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion simpatik di
abdomen atau dada. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat, palpitasi, tremor,
banyak berkeringat, gelisah yang timbul mendadak dan diperngaruhi oleh stress,
emosi maupun trauma. Diagnosis pasti ditemukan dengan pemeriksaan kadar

18
katekolamin atau metaboliknya diurin, serta pengukuran kadar Vanilil Mandelic
Acid (VMA) dari urin.
e. Disseksi aorta
Terjadinya robekan tunika intima, hematom di sekitar tuniaka media yang lambat
laun mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak. Biasanya terjadi pada
kelainan di tunika media seperti penyakit marfan, arterosklerosis, kuarktasio
aorta. Gejala klinis biasanya berupa nyeri dada yang menyerupai angina pektoris
atau infark miokard dengan penjalaran ke punggung, perut, sampai tungkai
bawah serta adanya tanda – tanda insufisiensi aorta. Pemeriksaan radiologis foto
thoraks dijumpai adanya pelebaran mediastinum.
f. Eklamsia
Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan edema tungkai,
hipertensi berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria. Lebih sering dijumpai
pada primipara muda. Patogenesis belum jelas, hipotesis kearah terjadinya
pelepasan renin dari uterus dan meningkatnya sensitifitas terhadap angiotensin.

19
B Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama, bangsa.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
a) Bersihan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Tanda – tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji :
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara nafas melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
d) Kelainan dinding thoraks
3) Circulation
Kaji :
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembapan kulit
d) Tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
e) Suhu akral perifer dan CRT
4) Disability
Kaji :
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS (Glasgow Coma Scale)
d) Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e) Refleks fisiologis dan patologis
f) Kekuatan otot
5) Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada

20
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat kesehatan
Kaji apakah ada riwayat penyakit serupa sebelumnya baik dari pasien maupun
keluarga. Kaji juga riwayat penyakit yang menjadi pencetus krisis hipertensi
pada pasien
2) Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe) dengan focus
pengkajian pada :
a) Mata : lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan
yang hebat arteriol.
b) Jantung : palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi
jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
c) Paru : perhatikan adanya ronki basah yang mengindikasikan CHF.
d) Status neurologic : pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya
defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks
fisiologis dan patologis.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (serebral) yang dibuktikan oleh


hipertensi.
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas.
c. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru.
d. Risko ketidakefektifan perfusi ginjal yang dibuktikan oleh hipertensi.
e. Nyeri akut b.d agen cedera biologis.

21
1. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1 Risiko ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen Edema Serebral
perfusi jaringan otak .... x ... jam, diharapkan tidak terjadi  Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran,
yang dibuktikan oleh peningkatan tekanan intracranial dengan keluhan pusing, pingsan
penyakit neurologis kriteria hasil :  Monitor status neurolgi dengan ketat dan
Perfusi Jaringan : Serebral bandingkan dengan nilai normal
 Terjadi penurunan tekanan darah  Monitor tanda – tanda vital
sistolik dan diastolik  Monitor TIK dan CPP
 Terjadi penurunan MAP  Monitor status pernapasan : frekwensi, irama,
 Sakit kepala menurun atau hilang kedalaman pernapasan
 Tidak gelisah  Berikan anti kejang sesuai kebutuhan
 Tidak mengalami muntah  Hindari fleksi leher, atau fleksi ekstrem pada
 Tidak mengalami penurunan lutut/panggul
kesadaran  Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau
 Tidak demam lebih
 Hindari cairan IV hipotonik
 Monitor nilai-nilai laboratorium : osmolalitas serum
dan urin, natrium, kalium.

22
Monitor Tekanan Intrakranial (TIK)
 Monitor kualitas dan karakteristik gelombang TIK
 Monitor tekanan aliran darah otak
 Monitor status neurologis
 Monitor suhu dan jumlah WBC
 Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku
kuduk
 Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi
netral, hindari fleksi pinggang yang berlebihan
 Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi serebral
 Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan
TIK dalam jangkuan tertentu.
4 Risko ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Electrolyte Management
perfusi ginjal yang … x … jam, diharapkan tidak terjadi  Pantau kadar serum elektrolit yang abnormal seperti
dibuktikan oleh penurunan fungsi ginjal dengan criteria hasil : yang tersedia
hipertensi Kidney Function  Monitor perubahan status paru atau jantung yang
 Urine output selama 8 jam normal (0.5 menunjukkan kelebihan cairan atau dehidrasi
– 1 ml/kgBB/jam)  Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang
 Warna urine normal memburuk atau dehidrasi (misalnya ronki basah di
 pH urine normal (4.8 – 7.4) lapangan paru, poliuria atau oliguria, perubahan

23
 Elektrolit urine normal (Na+ = 137 - perilaku, kejang saliva berbusa dan kental, mata cekung
147 mEq/L, Cl- = 95 - 108 mEq/L, K+ atau edema, napas dangkal dan cepat)
= 3,5-5,5 mEq/L, Ca2+ = 8,5 – 10,5  Berikan cairan yang sesuai
mEq/L, Mg2+ = 1,5-2,5 mEq/L, PO43-  Pastikan bahwa larutan intravena yang mengandung
= 1,7 – 2,6 mEq/L) elektrolit diberikan dengan aliran yang konstan dan
 Bikarbonat darah arteri/H2CO3 normal sesuai
(22-26 mEq/L)  Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
 Nitrogen urea darah/blood urea keseimbangan cairan (misalnya hematokrit, BUN, SC,
nitrogen dalam batas normal (6 - 20 albumin, protein total, natrium, kalium, osmolalitas
mg/dl) serum dan urin spesifik tingkat gravitasi)
 Kreatinin serum dalam batas normal  Jaga pencatatan intake/asupan dan output yang akurat
(50 - 100 mg/hari)  Batasi cairan yang sesuai
 Tidak ada peningkatan protein urine  Monitor intake dan output
(< 10mg/dl)  Monitor tanda-tanda vital yang sesuai
 Tidak ada keton urine  Monitor manifestasi dari ketidakseimbangan elektrolit
 Tidak ada anemia
 Tidak ada edema
5 Nyeri akut b.d agen Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Pain Management
cedera biologis … x … jam, diharapkan nyeri akut dapat  Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
berkurang dengan Kriteria Hasil : meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri

24
Pain Level dan factor pencetus
 Beristirahat dengan nyaman/tidak  Kendalikan factor lingkungan yang dapat
gelisah mempengaruhi respon pasien terhadap
 Tidak tampak ekspresi wajah kesakitan ketidaknyamanan (mis., suhu ruangan,pencahayaan
 Frekuensi nafas dalam batas normal dan suara bising)
(dewasa : 16 - 24 x /menit)  Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat
 Tekanan darah mengalami penurunan mencetus atau meningkatkan nyeri (mis., ketakutan,
kelelahan, keadaan monoton, dan kurang
pengetahuan)
 Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
(mis., farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal)
untuk memfasilitasi penurunan nyeri sesuai
kebutuhan
 Ajarkan penggunaan teknik non farmaklogi
(relaksasi)
 Berikan individu penurun nyeri yang optimal
dengan peresepan analgesic
 Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
 Monitor tanda – tanda vital

25
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
2. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan ..x.. jam diharapkan pola Oxygen Therapy
□ Bradipnea nafas pasien teratur dengan kriteria : 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
□ Dispnea NOC : 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Fase ekspirasi memanjang Respiratory status : Ventilation 3. Siapkan peralatan oksigenasi
□ Ortopnea 1. Respirasi dalam batas normal 4. Monitor aliran oksigen
□ Penggunaan otot bantu (dewasa: 16-20x/menit) 5. Monitor respirasi dan status O2
pernafasan 2. Irama pernafasan teratur 6. Pertahankan posisi pasien
□ Penggunaan posisi tiga titik 3. Kedalaman pernafasan normal 7. Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul yang
□ Peningkatan diameter anterior- 4. Suara perkusi dada normal digunakan.
posterior (sonor) 8. Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah
□ Penurunan kapasitas vital 5. Retraksi otot dada diberikan
□ Penurunan tekanan ekspirasi 6. Tidak terdapat orthopnea 9. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
□ Penurunan tekanan inspirasi 7. Taktil fremitus normal antara 10. Monitor tingkat kecemasan pasien yang
□ Penurunan ventilasi semenit dada kiri dan dada kanan kemungkinan diberikan terapi O2
□ Pernafasan bibir 8. Ekspansi dada simetris

26
□ Pernafasan cuping hidung 9. Tidak terdapat akumulasi
□ Pernafasan ekskursi dada sputum
□ Pola nafas abnormal (mis., 10. Tidak terdapat penggunaan
irama, frekuensi, kedalaman) otot bantu napas
□ Takipnea
Faktor yang berhubungan
□ Ansietas
□ Cedera medulaspinalis
□ Deformitas dinding dada
□ Deformitas tulang
□ Disfungsi neuromuskular
□ Gangguan muskuluskeletal
□ Gangguan Neurologis
(misalnya :
elektroenselopalogram(EEG)
positif, trauma kepala,
gangguan kejang)
□ Hiperventilasi
□ Imaturitas neurologis
□ Keletihan
□ Keletihan otot pernafasan

27
□ Nyeri
□ Obesitas
□ Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
□ Sindrom hipoventilasi

28
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, Made, Ketut Suastika. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Devicaesaria, A. 2014. Hipertensi Krisis. Leading Jurnal

Gunawan, Lany. 2005. Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hani, Sharon EF, Colgan R. 2010. Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin
Office Pract 2010.

Khatib, Oussama M.N. 2005. Clinical Guidelines for the Management of Hypertension.WHO

Price, SA. & Wilson, LM.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta:
EGC

Syarif, Amir. 2003. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI

Vaidya CK, Ouellette CK. 2009. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician.

29
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN.K DENGAN KASUS KRISIS HIPERTENSI
DI UGD RSUD BADUNG TGL 3 DESEMBER 2018

OLEH :
CHANDRA DEWI
NIM.P0720215050
SEMESTER VII TK.4B

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D-IV

2018

30
Lampiran Hasil Laboratorium dan Pemeriksaan Radiologi Pada Tn.K

31
32
33

Anda mungkin juga menyukai