Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini jumlah Chronic Kidney Disease (CKD) sudah bertambah banyak dari tahun ke
tahun. Jumlah kejadian CKD didunia tahun 2010 menurut USRDS terutama di Amerika rata-
rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena PGK. Sedangkan di

Indonesia tahun 2010 prevalensinya 12,5% atau 18 juta orang dewasa yang terkena PGK

(Thata, Mohani & Widodo, 2010). Menurut Firmansyah (2010) data Dinas Kesehatan Jateng

jumlah penderita CKD di Jawa Tengah tahun 2004 sekitar 169 kasus.

Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang
berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi

ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi yaitu proses ginjal dalam
menghasilkan urine, keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam basa,
eritropoiesis yaitu fungsi ginjal dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau

mengatur kalsium serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik dan toksin

menurut Baradewo,Wilfriad & Yakobus (2009). Sedangkan menurut Syamsir (2009) Chronic

Kidney Disease (CKD) itu sendiri adalah kasus penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara
akut (kambuhan) maupun kronis (menahun).

Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) menurut Mansjoer (2000) terjadi

apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok

untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel. CKD disebabkan

oleh berbagai penyakit. Sedangkan menurut Price dan Wilson (2006) penyebab CKD antara
lain penyakit infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan

ikat, gangguan kongenital dan hederiter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati
obstruktif.

Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi yang

komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema paru, edema perifer, kelebihan toksik
uremik bertanggung jawab terhadap perikarditis dan iritasi, sepanjang saluran
gastrointestinal dari mulut sampai anus. gangguan keseimbangan biokimia (hiperkalemia,

hiponatremi, asidosis metabolik), gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat lama kelamaan

mengakibatkan demineralisasi tulang neuropati perifer, pruritus, pernafasan dangkal,


anoreksia, mual dan muntah, kelemahan dan keletihan.
Timbulnya berbagai manifestasi klinis pada gangguan CKD menyebabkan timbulnya

masalah bio-psiko-sosio-kultural spiritual. Oleh karena itu pasien CKD perlu dilakukan
asuhan keperawatan dengan tepat. Peran perawat sangat penting dalam merawat pasien

CKD antara lain sebagai pemberi pelayanan kesehatan, pendidik, pemberi asuhan

keperawatan, pembaharu, pengorganisasi pelayanan kesehatan yang khususnya adalah


sebagai pemberi asuhan keperawatan. Dari hasil laporan ruang ICU RSUD Salatiga selama tiga
bulan terakhir prevalensi penyakit CKD sebanyak 40% setelah penyakit stroke dan AMI.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mendapatkan

gambaran lebih jelas tentang bagaimana “ Asuhan Keperawatan dengan CKD yang
mengalami gagal nafas di IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda ”.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan “ Asuhan Keperawatan dengan CKD yang mengalami

gagal nafas di IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengkajian selama memberikan “ Asuhan Keperawatan dengan CKD yang

mengalami gagal nafas di IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

b. Mengetahui diagnosa keperawatan selama memberikan “ Asuhan Keperawatan dengan

CKD yang mengalami gagal nafas di IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

c. Mengetahui rencana tindakan selama memberikan “ Asuhan Keperawatan dengan CKD


yang mengalami gagal nafas di IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

d. Mengetahui implementasi selama memberikan “ Asuhan Keperawatan dengan CKD


yang mengalami gagal nafas di IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”

e. Mengetahui evaluasi pada “ Asuhan Keperawatan dengan CKD yang mengalami gagal

nafas di IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”.


D. Manfaat Penulisan
Karya tulis ilmiah ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Rumah sakit

Memberikan sumbangan pemikiran atau pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada

pasien CKD, sehingga institusi rumah sakit diharapkan mampu meningkatkan pelayanan
kesehatan bagi penderita CKD yang berada di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda .
2. Bagi Perawat

Memberikan tambahan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

penyakit CKD yang berada di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

3. Bagi Instansi Pendidikan

Sebagai salah satu sumber literatur asuhan keperawatan pada penderita CKD.
4. Bagi Masyarakat

Memberikan pengetahuan bagi masyarakat umum tentang penyakit CKD.


5. Bagi pembaca
Menambah wawasan tentang kesehatan khususnya tentang penyakit mata yaitu CKD.
BAB II

LAPORAN PENDHULUAN

A. Chronic Kidney Disease ( CKD )

1. Definisi
Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik didefinisikan sebagai kerusakan

ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR)
(Nahas & Levin,2010). Sedangkan menurut Terry & Aurora, 2013 CKD merupakan suatu
perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada gagal ginja kronik, ginjal tidak

mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga menyebabkan

penyakit gagal ginjal stadium akhir.

2. Etiologi

Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu

sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang

dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti


glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim

ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi

saluran kemih yang berulang.

3. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun

perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan

berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin
dan growth factor.Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan

aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi

suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini

diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya

sudah tidak aktif lagi.


Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk.

Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada
DM (Wilson,2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum

jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang
tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor
(IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan

terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai

terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis.


Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal.Hipertensi yang

berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di

seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh
darah.Salah satu organ sasaran dari keadaan ini adalah ginja. Ketika terjadi tekanan darah

tinggi, maka sebagai kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain,
pelebaran ini juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat

bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh.
Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah
menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya

(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2014).

4. Klasifikasi
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan

ginjal dalam menjalankan fungsinya.Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi penerapan

pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan

juga manajemen CKD (National Kidney Foundation, 2002). Berikut adalah klasifikasi stadium
CKD:

Tabel Stadium CKD.

Stadium Deskripsi GFR

(mL/menit/1.73 m2)

1 Fungsi ginjal normal,

tetapi temuan urin,

abnormalitas struktur ≥90

atau ciri genetik


menunjukkan adanya
penyakit ginjal

2 Penurunan ringan

fungsi ginjal, dan

temuan lain (seperti 60-89


pada stadium 1)
menunjukkan adanya

penyakit ginjal

3a Penurunan sedang

fungsi ginjal 45-59

3b Penurunan sedang
fungsi ginjal 30-44

4 Penurunan fungsi
ginjal berat 15-29

5 Gagal ginjal <15

Sumber: (The Renal Association, 2013)

5. Tanda dan Gejala

a. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia


1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.

2) Defisiensi hormone eritropoetin

Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →


Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap

proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.

b. Kelainan Saluran cerna

1) Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia

(NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.


2) Stomatitis uremia

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.

3) Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.

c. Kelainan mata
d. Kardiovaskuler

1) Hipertensi

2) Pitting edema

3) Edema
4) Periorbital
5) Pembesaran vena leher

6) Friction Rub Pericardial

e. Kelainan kulit
1) Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:

a) Toksik uremia yang kurang terdialisis

b) Peningkatan kadar kalium phosphor


c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD

d) Kering bersisik

Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah


kulit

e) Kulit mudah memar


f) Kulit kering dan bersisik

g) Rambut tipis dan kasar


f. Neuropsikiatri
g. Kelainan selaput serosa

h. Neurologi :

1) Kelemahan dan keletihan


2) Konfusi
3) Disorientasi

4) Kejang

5) Kelemahan pada tungkai

6) rasa panas pada telapak kaki


7) Perubahan Perilaku

i. Kardiomegali

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi

ginjal yang serupa disebabkan oleh destruksi nefron progresif. Rangkaian


perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR

menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien

menderita apa yang disebut Sindrom Uremik

Terdapat dua kelompok gejala klinis :


a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan

metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.

b. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya.

6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan penyakit

yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi.Pada stadium dini, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih normal atau justru meningkat.

Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien
masih belum merasakan keluhan.Ketika GFR sebesar 30%, barulah terasa keluhan

seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat

badan.Sampai pada GFR di bawah 30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang
nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan

kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien juga mudah terserang

infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air.Pada GFR di bawah 15%,
maka timbul gejala dan komplikasi serius dan pasien membutuhkan RRT.

7. Indikasi Hemodialisis

Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency atau


hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis dilakukan
pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi, oliguria

(produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50 ml/12 jam), hiperkalemia

(terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5 mmol/I), asidosis berat (PH
<7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL), ensefalopati uremikum,
neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat (Na>160 atau

<115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati

membran dialisis.

Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan


seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis, dialisis dimulai

jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15 ml/mnt tidak selalu

sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari : 1)

GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala uremia meliputi: lethargi,
anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4)

hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan, 5) komplikasi metabolik

yang refrakter (Daugirdas et al., 2007).

8. Komplikasi Hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari fungsi

ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir stadium

akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup

pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani

hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani


hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun

dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis. Hipotensi


intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis regular, namun

sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini
disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (Agarwal & Light, 2010).
a. Komplikasi Akut

Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama


hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya
adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada,
sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Bieber & Himmelfarb,
2013; Sudoyo et al., 2009).

Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis

Komplikasi Penyebab

Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi


antihipertensi, infark jantung, tamponade, reaksi
anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak
adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks

Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang


terlalu cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis disequilibirium Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel
menyebabkan sel menjadi bengkak, edema
serebral. Penurunan konsentrasi urea plasma yang
terlalu cepat
Masalah pada dialisat
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom
charcoal
Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus,
gejala neurologi, aritmia
Kontaminasi bakteri/ Demam, mengigil, hipotensi oleh karena
endotoksin kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air
b. Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit

jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,


Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,
infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb, 2013).
Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisis, menyebabkan

pasien harus melakukan penyesuaian diri secara terus menerus selama sisa hidupnya.
Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam
memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap perubahan fisik

dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta

ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. Menurut Moos dan Schaefer
dalam Sarafino (2006) mengatakan bahwa perubahan dalam kehidupan merupakan
salah satu pemicu terjadinya depresi.
9. Penegakan Diagnosis
Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak langsung.Bukti

langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan atau pemeriksaan histopatologi

biopsi ginjal. Pencitraan meliputi ultrasonografi, computed tomography (CT), magnetic


resonance imaging (MRI), dan isotope scanning dapat mendeteksi beberapa kelainan struktural
pada ginjal. Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular

yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines Network,2010). Bukti tidak langsung pada

kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari urinalisis.Inflamasi atau abnormalitas fungsi glomerulus

menyebabkan kebocoran sel darah merah atau protein.Hal ini dideteksi dengan adanya

hematuria atau proteinuria (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008).

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium penyakit
pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana pasien CKD dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Stadium GFR Rencana Tatalaksana

(mL/menit/1,73m2)

1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah

2 60 – 89 Observasi, kontrol tekanan darah dan


faktor risiko

3a 45 – 59 Observasi, kontrol tekanan darah dan


faktor risiko

3b 30 – 44 Observasi, kontrol tekanan darah dan

faktor risiko

4 15 – 29 persiapan untuk RRT


5 < 15 RRT

Sumber: (Suwitra, 2009; The Renal Association, 2013)


Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepatdiberikan sebelum terjadinya

penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal.Selain itu, perlu juga dilakukan
pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan mencatat penurunan

GFR yang terjadi.Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi

glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis guna mengurangi
hipertensi intraglomerulus.Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan
hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit

kardiovaskular ini.Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan

pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia dan

sebagainya.Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang

mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).

11. Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :

1) Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,

pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung

biaya.

2) Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau

berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa

yang digunakan. Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak

selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (
ureum ), dan gatal pada kulit.

3) Riwayat penyakit saat ini

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.Untuk
kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan kesadaran,

perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau

ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
4) Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji

adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,

penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab.Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian

dokumentasikan.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat
infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan

penyakit menular pada keluarga.


6) Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

b) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.

c) Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat

mempengaruhi system saraf pusat.

d) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi

perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

7) Pemeriksaan Fisik :

a) Pernafasan B1 (breath)

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul.Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk

melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.


b) Kardiovaskuler B2 (blood)

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub

yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal
jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada
dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer

sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi

elektrikal otot ventikel.Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia.


Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari
saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari

trombositopenia.Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan


aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron.Nyeri dada dan sesak nafas akibat

perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang

timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
c) Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan

proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya

neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan

nyeri otot.

d) Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.

e) Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di

dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

f) Musculoskeletal/integument B6 (bone)

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk

saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,

dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium

pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.Didapatkan adanya

kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer

dari hipertensi.
12. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Kelebihan Volume Cairan Keseimbangan Cairan Fluid Management

Definisi : peningkatan retensi cairan

isotonic Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vial sigh


BK keperawatan selama 4 jam 2. Kaji lokasi dan luas

- BB meningkat pada waktu singkat diharapkan didapan hasil : edem

- Asupan berlebih disbanding output Kriteria hasil : 3. Monitor bb

- Tekanan darah berubah - Tekanan darah (4) 4. Monitor masukan

- oliguria - Denyut nadi radial (4) cairan


- Edema (4)

- Turgor (4)

- Keseimbangan intake dan


output (3)

Indikator skala :

1. Berat
2. Cukup berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada

Doagnosa Keperawatan NOC NIC

Mual Mual dan Muntah 1. Anjurkan untuk

De Definisi : fenomena subjektif ttg rasa Setelah dilakukan tindakan miinum air hangat
tidak nyaman pd bagian lambung yg keperawatan selama 4 jam 2. Jelaskan terjadinya

dapat atau tidak dapat diharapkan didapan hasil : mual

menyebabkan muntah. Kriteria hasil : 3. Anjurkan untuk


- Klien melaporkan mual kompres di perut
B berkurang (4)

- Enggan terhadap makanan Indikator skala :


- Rasa asam di lambung 1. Parah
- Sensasi muntah 2. Banyak
3. Cukup
4. Sedikit

5. Tidak ada

Doagnosa Keperawatan NOC NIC

Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi TTV


keperawatan selama 4 jam 1. Monitor intake dan
diharapkan didapan hasil : asupan nutrisi

Kriteria hasil : 2. Bantu klien duduk di

- Ttv dalam batas normal (3) samping tempat tidur


Indikator skala : jika klien tidak mampu

1. Berat berpindah secara

2. Cukup berat mandiri

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th edition. Coffman, T.M.,

Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins.

Philadelphia:2473-505.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba

Medika.

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Anda mungkin juga menyukai