PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai penerus
keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak
satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih – lebih bila anaknya
mengalami kejang demam seperti ini sangat tidak di inginkan oleh orang tua manapun.
Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6 bulan hingga 5
Tahun (ME. Sumijati 2000 ) dengan durasi kejang selama beberapa menit. Namun begitu,
walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi orang tua rasanya sangat mencemaskan,
menakutkan dan terasa berlangsung sangat lama, jauh lebih lama disbanding yang
sebenarnya.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar
2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun.
Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi,
mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan
Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam
komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali
Selama melakukan praktek klinik dalam stase keperawatan anak tanggal 24 april s/d 19
mei 2018 didapati kasus kejang demam sebanyak 31 anak yang dirawat di ruang rawat anak
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang telinga,
campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun bisa
oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa
jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap mendapat
penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya dari
kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti
resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang
Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari
cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan
serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.
Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturunkan melalui
upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada anak.
Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di
rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
2. Tujuan khusus:
Untuk mengetahui;
h. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN KEJANG DEMAM
KEPERAWATAN ANAK
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC.
Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang
terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
1. Faktor-faktor prenatal
3. Faktor genetika
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
Patofisiologi.
Proses demam
ATP ASE
Pengobatan perawatan
Dan diit
15 menit
perubahan suplay
gejala sisa
Neuron otak
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
b.Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
perkembangan
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk
pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
c. Elektrolit : K, Na
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
b. Sirkulasi
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan dalam
berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas
kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala,
f. Kenyamanan
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi
mulus
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
b. Integritas Ego
c. Eleminasi
2) Hyperplasia ginginal
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental
dan anesia
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada
f. Kenyamanan
g. Keamanan
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
dengan proses 2x24 jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
ada pusing.
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
kriteria hasil:
a. TD sistole dan
normal 80-100/60
mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
x/menit
derajat celcius
e. GCS 456
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman
menemani pasien
kebisingan
keluarga.
tindakan keperawatan
keluarga mengerti
c. Keluarga
mengerti
penyebab tanda
yang dapat
menimbulkan
kejang.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta
Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta
Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG
Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.
Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.
Edisi: 3. Jakarta: ECG
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.