Ibu Kota Afrika Selatan Kehabisan Air, Solusinya Ada di Bawah Laut
KOMPAS.com 4 Juni 2018 akan menjadi hari ketika Cape Town, ibu kota Afrika Selatan
kehabisan air. Mulai dari hari tersebut, 4 juta penduduknya hanya akan bisa menggunakan 25
liter air per hari.Mengeringnya air di Cape Town berawal pada musim dingin yang kering pada
2015. Kurangnya hujan pada tahun tersebut membuat tinggi air di dalam bendungan turun hingga
20 persen. Masalah ini kemudian diperparah dengan dua musim dingin yang kering lagi,
perubahan iklim, dan buruknya pengelolaan air di Cape Town.Namun, sebuah studi
mengusulkan bahwa solusi untuk kekeringan Cape Town mungkin sedang berada di bawah kaki
mereka.Laporan yang dipublikasikan oleh para peneliti dari Flinders University dan National
Centre for Groundwater Research and Training dalam jurnal Naturepada tahun 2013
mendokumentasikan adanya ribuan triliun liter air bersih di bawah dasar laut cekungan
Bredasdorp, ujung selatan Afrika Selatan.Menurut studi tersebut, bumi menyimpan 120.000 mil
kubik air bersih di bawah laut. Jumlah tersebut bisa menyelesaikan masalah kekurangan air tidak
hanya di Cape Town, tetapi juga Sao Paulo dan Meksiko.Namun, mengambil air dari akuifer
lepas pantai bukan hal yang mudah. Geofisikawan dan Associate Professor di Colorado School
of Mines yang telah mempelajari akuifer lepas pantai sejak 2002, Brandon Dugan, berkata
bahwa kita belum benar-benar mengerti sistem ini maupun volume pastinya.“Jadi sulit untuk
menciptakan strategi memompa yang memaksimalkan penggunaan sumber daya,” katanya
kepada Verge, Kamis (15/2/2018).Menurut Dugan, geofisikawan perlu tahu bagaimana air ini
tersimpan di bawah laut. Jika ia berasal dari gletser zaman es yang meleleh, maka sumber daya
ini bisa habis. Namun, jika air berasal dari permukaan tanah yang kemudian terserap, maka
akuifer bawah laut bisa menjadi sumber daya terbarukan. Selain itu, juga ada pertanyaan
mengenai legalitasnya. Pakar hukum akuifer Renee Martin-Nagle berkata bahwa suatu negara
baru bisa mengakses penyimpanan air ini bila masih berada dalam zona ekonomi ekslusif mereka
(200 mil dari garis dasar pantai).Namun kalau pun Cape Town berhak mengakesnya, biayanya
tidak murah.Mark Willet, insinyur dan direktur Wannacomet Water Company, AS berkata
bahwa untuk mengambil air bersih lepas pantai, dibutuhkan alat pembor lepas pantai untuk
membuat sumur. Lalu, para penyelam harus turun untuk memasang pipa dari sumur tersebut, dan
pipa juga harus dirancang agar dapat bertahan melawan arus laut.“Biayanya bisa 4-7 juta dollar
AS untuk membuat sumur dan sekitar 100.000 dollar per mil untuk pipa, serta biaya pengelolaan
air yang dibutuhkan,” ujarnya.Biaya tersebut memang jauh lebih besar daripada pengeboran
sumur tradisional, tetapi mungkin tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kerugian
finansial yang mungkin terjadi setelah 4 Juni 2018. Dugan pun mengatakan, ketika kota maju
yang dihormati di dunia tiba-tiba kekurangan air, akan ada dorongan inovasi dan kreativitas
untuk menghentikan hal serupa terjadi di masa depan. Fenomena ini juga membuat kita lebih
terbuka terhadap ide untuk menggunakan penyimpanan air lepas pantai.
Artikel tambahan
2. Mengapa terjadi?
Kekeringan yang terjadi di Cape Town adalah sebuah gejala ekstrem dari
fenomena perubahan iklim musim dingin dan kering secara global, dan buruknya
sitem pengelolaan air di Cape Town.
Jika Cape Town benar-benar mencapai Day Zero (hari tanpa air) pada April
mendatang, pihak berwenang akan mematikan keran air di seluruh kota dan
menyisakan aliran di daerah yang paling miskin saja. Pemerintah kemudian
memasang sekitar 200 tempat pengumpulan air di seluruh kota dan membatasi
pengambilan air 25 liter per hari untuk tiap penduduk. Aparat kepolisian akan
menjaga tempat tersebut. Kini pemerintah sudah mematok batas konsumsi air.
Masing-masing penduduk hanya punya jatah 50 liter air dari sebelumnya 87 liter
untuk seluruh kebutuhannya. Guna menghindari kerusuhan akibat rebutan air,
keamanan diperketat dengan penerapan jam operasional antara pukul 5 pagi sampai
11 malam. Tiap orang yang datang juga hanya boleh membawa pulang maksimal 25
liter air. Kebijakan ini diterapkan setelah 2.000 liter air dikeruk warga dan dijual lagi
ke orang lain.Sanksi denda diberlakukan bagi mereka yang mengambil terlalu banyak
air. Namun ternyata sulit mengontrol dengan pasti penggunaan air secara perorangan.
Oleh karena itu, bagi pemerintah, himbauan agar tiap warga bisa menahan diri adalah
jalan satu-satunya. Laporan yang dipublikasikan oleh para peneliti dari Flinders
University dan National Centre for Groundwater Research and Training dalam
jurnal Naturepada tahun 2013 mendokumentasikan adanya ribuan triliun liter air
bersih di bawah dasar laut cekungan Bredasdorp, ujung selatan Afrika
Selatan.Menurut studi tersebut, bumi menyimpan 120.000 mil kubik air bersih di
bawah laut. Jumlah tersebut bisa menyelesaikan masalah kekurangan air tidak hanya
di Cape Town, tetapi juga Sao Paulo dan Meksiko.Namun, mengambil air dari akuifer
lepas pantai bukan hal yang mudah, AS berkata bahwa untuk mengambil air bersih
lepas pantai, dibutuhkan alat pembor lepas pantai untuk membuat sumur. Lalu, para
penyelam harus turun untuk memasang pipa dari sumur tersebut, dan pipa juga harus
dirancang agar dapat bertahan melawan arus laut.“Biayanya bisa 4-7 juta dollar AS
untuk membuat sumur dan sekitar 100.000 dollar per mil untuk pipa, serta biaya
pengelolaan air yang dibutuhkan,” ujarnya.Biaya tersebut memang jauh lebih besar
daripada pengeboran sumur tradisional, tetapi mungkin tidak ada apa-apanya bila
dibandingkan dengan kerugian finansial yang mungkin terjadi setelah 4 Juni 2018.
Kekeringan yang terjadi di Cape Town adalah sebuah gejala ekstrem dari
fenomena perubahan iklim musim dingin dan kering secara global, dan buruknya
sitem pengelolaan air di Cape Town. Dan untuk mengantisipasi agar kebutuhan air
tetap terpenuhi, menurut saya adalah dengan menggunakan air sesuai keperluan saja
dan sesuai yang dianjurkan oleh pemerintah Cape Town yaitu 25 liter.