TUMOR SINONASAL
B. Etiologi
Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi
diduga beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain
nikel, debu kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropl dan lain-lain.
Pekerja di bidang ini mengalami peningkatan risiko untuk terjadinya keganasan
sinonasal. Alkohol, asap rokok, makanan yang diasinkan atau diasap diduga
meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan
sayuran mengurangi kemungkinan terjadi keganasan. Jenis histologis yang
paling umum adalah karsinoma sel skuamosa, mewakili sekitar 70% kasus.
Gejala klinis yang paling sering adalah obstruksi hidung dan epistaksis (Goel,
2012; Sukri, 2012; Roezin, 2007).
Selain akibat pekerjaan, ada yang menganggap bahwa sinusitis kronis
dapat menyebabkan metaplasia yang kemudian menjadi karsinoma sel
skuamosa pada sinonasal (Mangunkusumo, 1989).
C. Klasifikasi
1. Tumor Jinak
Makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak
mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan
yang kedua endofitik disebut papiloma inverted.
2. Tumor Ganas
Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%).
Sinus maksila tersering terkena (65-80%), sinus etmoid (15-25%), hidung
sendiri (24%).
3. Invasi Sekunder
Antara lain pituitary adenomas, chordomas, karsinoma nasofaring,
meningioma, tumor odontogenik, neoplasma skeleton kraniofasial jinak
dan ganas, tumor orbital.
D. Manifestasi klinik
Menurut Roezin (2007) gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah
dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala
timbul setelah tumor besar, sehingga mendesak atau menembus dinding tulang
meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi, orbita atau intrakranial.
1. Gejala nasal
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya
sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat
mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada
tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik
(Roezin, 2007).
2. Gejala orbital
Pada gejala orbital ada perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan
gejala diplopia, proptosis (penonjolan bola mata), oftalmoplegia,
gangguan visus, dan epifora (Roezin, 2007).
3. Gejala oral
Pada gejala oral dapat disertai perluasan tumor ke rongga
mulutmenyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus
alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak tepat melekat atau gigi
geligi goyang. Sering kali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di
gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut
(Roezin, 2007).
4. Gejala fasial
Pada pasien dengan gejala fasial adanya perluasan tumor ke area wajah
dimana akan menyebabkan penonjolan pipi. Gejala dapat disertai nyeri,
hilang sensasi (anesthesia atau parastesia) jika mengenai nervus
trigeminus (Roezin, 2007).
5. Gejala intracranial.
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat,
oftalmoplegia, dan gangguan visus, yang dapat disertai likuorea, yaitu
cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa
kranii media maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke
belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus
disertai anestesia danparestesia daerah yang dipersarafi nervus
maksilaris dan mandibularis (Roezin, 2007).
E. Patofisiologi
Karsinogen
HPV EBV
Memicu timbulnya
Karsinoma sinonasal
Berbagai jenis tipe tumor berbeda telah dijelaskan terdapat pada rahang atas.
Jenis histologis yang paling umum adalah karsinoma sel skuamosa, mewakili sekitar
80% kasus. Lokasi primer tidak selalu mudah untuk ditentukan dengan sejumlah sinus
berbeda yang secara umum terlibat seiring waktu munculnya pasien. Mayoritas 60%
tumor tampaknya berasal dari antrum, 30% muncul dalam rongga hidung, dan sisa 10%
muncul dari etmoid. Tumor primer frontal dan sfenoid sangat jarang.
Limfadenopati servikal teraba muncul pada sekitar 15% pasien pada presentasi.
Gambaran kecil ini disebabkan drainase limfatik sinus paranasal ke nodus retrofaring
dan dari sana ke rantai servikal dalam bawah. Sebagai akibatnya, nodus yang terlibat
diawal tidak mudah dipalpasi di bagian leher manapun.
F. Penatalaksanaan
1. Drainage/ debridement
2. Resection
4. Terapi Radiasi
5. Kemoterapi
Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal
biasanya paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa
nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal massif.
Penggunaan cisplatin intrarterial dosis tinggi dapat digunakan secara
bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan karsinoma sinus paranasal.
Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien yang menunjukkan
resiko pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan operasi
dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi dan kemoterapi
(Bailey, 2006).
6. Prognosis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. Endoskopik, dimana terdapat polip atau sekret mukopurulen yang
berasal dari meatus medius dan atau udem mukosa primer pada meatus
medius
b. CT – scan : perubahan mukosa pada kompleks ostiomeatal dan atau
sinus paranasal. Pemeriksaan CT scan memberikan gambaran yang baik
mengenai lokasi dan perluasan tumor, CT scan dapat menentukan
adanya erosi atau dekstruksi tulang. CT scan dengan kontras
memberikan gambaran perluasan tumor ke organ sekitarnya.
c. MRI
2. Biopsi
Apabila lokasi tumor telah diidentifikasi selanjutnya dibutuhkan
pemeriksaan histopatologi jaringan. Biopsi jaringan dilakukan dengan
teknik yang paling tidak invasif tetapi mendapatkan jaringan yang cukup
representatif untuk diperiksa. Menghindari biopsi terbuka dengan alasan
sebagai berikut:
a. Akan menyebabkan gangguan keutuhan struktur anatomi dan batas
tumor
b. Kemungkinan sel tumor mengkontaminasi jaringan normal.
c. Menyebabkan lokalisasi tumor dan batas batas tumor terganggu
yang menyulitkan pada saat operasi.
Pendekatan endoskopi melalui hidung (nasoendoskopi) merupakan
teknik yang optimal untuk biopsi tumor sinonasal. Kelebihan teknik ini
adalah visualisasi yang lebih baik. Morbiditas yang minimal,perubahan
pada jaringan tumor dan organ sekitar minimal. Tumor kecil didinding
lateral sinus maksila dapat dicapai dengan melakukan antrostomi meatus
medius dan visualisasi dengan endoskop 30o atau 70o, biopsy dilakukan
dengan forceps jerapah.
3. Hispatologi
Karsinoma sel skuamosa merupakan gambaran hispatologi yang paling
sering pada keganasan sinonasal. Disamping karsinoma sel skuomosa,
keganasan sinonasal juga dapat berupa adenokarsinoma,adenoid sistik
karsinoma, melanoma maligna neuroblastoma olfaktori, karsinoma tidak
berdiferiensi dan limfoma serta sarcoma.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik :
Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium
penyakit, antara lain:
1) Gejala hidung :
Buntu hidung unilateral dan progresif.
Pembengkakan pipi
Pembengkakan palatum durum
Geraham atas goyah, maloklusi gigi
Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
3) Pada tumor ganas didapati gejala sistemik:
Foto sinar X
b. Pengkajian Diagnostik
WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus
maksilaris dan sinus frontal)
Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii
anterior/medial)
RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding
orbita)
CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
3. Intervensi keperawatan
a. Dx 1 :
Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin
dan aktivitas yang diharapkan.
Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami
oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.
Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase
kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.
Kolaborasi pemberian obat sedatif.
b. Dx 2 :
Diskusikan dengan klien dan keluarga pengaruh diagnosis dan
terapi terhadap kehidupan pribadi klien dan aktiviats kerja.
Jelaskan efek samping dari pembedahan, radiasi dan kemoterapi
yang perlu diantisipasi klien
c. Dx 3 :
Lakukan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, masase
punggung) dan pertahankan aktivitas hiburan (koran, radio)
d. Dx 4 :
Dorong klien untuk meningkatkan asupan nutrisi (tinggi kalori
tinggi protein) dan asupan cairan yang adekuat.
e. Dx 5 :
Tekankan penting oral hygiene.
6. Evaluasi gejala
keputusasaan, tidak
berdaya, penolakan terapi
dan perasaan tidak
berharga yang
menunjukkan gangguan
harga diri klien.
4). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status
metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
6. Tekankan pentingnya
asupan nutrisi kaya protein
sehubungan dengan
penurunan daya tahan
tubuh.