Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN ANAK DENGAN DIAGNOSIS OTITIS MEDIA AKUT 


DI RUANG RAWAT INAP RSUP MOHAMMAD HOSEIN PALEMBANG

Oleh:

Milla Meiza Mustika


(04064882124018)

Dosen Pembimbing: Firnariza Rizona S.Kep., Ns., M.Kep., Sp. An

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
OKTOBER, 2021
A. DEFINISI

Otitis merupakan infeksi saluran telinga yang meliputi infeksi saluran


telinga luar (otitis eksternal), saluran telinga tengah (otitis media), mastoid
(mastoiditis) dan telinga bagian dalam (labyrinitis) (Rahajoe, 2012). Otiti media
merupakan suatu inflamasi telinga tengah berhubungan dengan efusi telinga
tengah yang merupakan penumpukukan cairan di telinga tengah (Rahajoe,
2012). Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, 2007).

Otitis media akut adalah inflamasi pada telinga tengah yang


berkaitandengan akumulasi cairan. (Williams & Wilkins 2011). Kumar et all
(2009) menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik paling sering terjadi
pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan
oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri. Jadi
otitis media merupakan suatu kondisi dimana terjadinya peradangan pada telinga
tengah ditandai dengan efusi telinga tengah atau keluarnya cairan dari telinga
tengah dapat berupa sekret ancer ataupun kental.

B. ETIOLOGI
Brunner&Suddarth (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan oleh :
a. Masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya
steril.
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah
Streptoccocus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan Hemophylus
influenzae (sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun)
(Nurarif, 2016). Williams & Wilkins (2011) menambahkan bakteri
penyebab otitis media akut adalah Staphylococcus aureus, Escherecia
coli, Pneumococcus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus vulgaris,
dan Pseudomonas aerugenosa.
b. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachi seperti obstruksi
yang diakibatkaan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi
jaringan di sekitarnya (misalnya: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau
reaksi alergi (misalnya: rinitis alergika)
c. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan
disekitarnya (misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi
alergi(misalkan rhinitis alergika). Pada anak-anak, makin sering
terserangISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut
(OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya
pendek,lebar, dan letaknya agak horisontal.

Williams & Wilkins (2011) menyebutkan faktor-faktor predisposisi


terjadinya otitis media akut supuratif adalah sebagai berikut :

a. Usia
Biasanya terjadi pada usia anak-anak
b. Sosio-ekonomi
Kejadian tertinggi pada populasi dengan higiene rendah, penduduk padat
dan malnutrisi
c. Iklim
Sering terjadi pada musim dingin khususnya pada musim salju
d. Ras
Lebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih daripada kulit hitam
e. Adanya massa pada nasofaringeal, contohnya polip, karsinoma, limpoma
f. Gangguan pernapasan
Rinitis dan sinusitis kronis memproduksi mukus yang terinfeksi yang
mana akan memasuki tuba eustachius, sehingga menyebabkan infeksi
pada tuba eustachius
g. Alergi
Faktor alergi yang menyebabkan otitis media akut belum diketahui
secara pasti
h. Sindrom imunodefisiens

C. PATOFISIOLOGI
Otitis media akut dapat terjadi akibat adanya bakteri masuk melalui tuba
eusthaci akibat kontaminasi sekresi dari nasofaring. Bakteri juga bisa masuk
telinga tengah bila ada perforasi membrana timpani (Brunner & Suddarth,
2002). Williams & Wilkins (2011) menyampaikan umumnya otitis media dari
nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang
relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran
timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit
oleh hiperplasi limfoid pada submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah ini
disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah,
akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang
datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan
virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
Otitis media ini sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
tuba eustakhius. Saat bakteri masuk melalui saluran eustakhius mereka dapat
menyebabkan infeksi disaluran telinga tengah sehingga terjadinya
pembengkakan disekitar saluran, tersumbatnay saluran dan datanglah sel-sel
darah putih untuk melawan bakteri, sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Sumbatan pada tuba eustachius merupakan faktor utama
penyebab terjadinya penyakit ini, dengan terganggunaya fungsi tuba eustachius
maka tergangu pula pencegahan invasi kuman masuk ke dalam telinga tengah
dan terjasi peradangan menyebabkan transudasi cairan hingga suprasi jika lender
bertambah banyak pendengarna dapat terganggu karena gendang telinga dan
tulang-tulang kecil penghubung tidak dapat bergerak bebas (Nurarif, 2016)
WOC

Perubahan tekanan udara Gangguan tuba eustachius


tiba-tiba (alergi, infeksi,
sumbatan)
- Sekret Pencegahan Kuman masuk
- Tampon invasi kuman kedalam telinga
- tumor terganggu tengah

Erosi pada kanalis Peradangan Nyeri Tekanan udara


semisirkularis Akut negative ditelinga
tengah
Meningkatkan
Resiko produksi cairan
cedera serosa Efusi

Akumulasi cairan Retraksi


mukosa serosa memrban timpani

Rupture membran timpani Hantaran udara


karena desakan yang diterima
menurun

Sekret keluar dna Gangguan


Gangguan
berbau tidak enak persepsi sensor
citra tubuh
(otorrhoe)

Sumber : (Nurarif, 2016) (Adams, G L., Boies, L R., Higler, P H., 1997) (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat.
1. Adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan
pendengaran konduktif.
2. Nyeri telinga
3. Demam
4. Kehilangan pendengaran
5. Tinitus
6. Membran timpani sering tampak merah dan menggelembun

Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, otitis media akut dapat


dibagi menjati 5 stadium (Nurarif, 2016):

1. Stadium oklusi tuba eustachius


Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif
di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat.
Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media
serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang
telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga
sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang
hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial
serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani. Pasien tampak
sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
bertambah berat. Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi
iskemia, thrombophlebitis dan nekrosis mukosa serta submukosa.
Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulen kuman yang
tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula
gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur tenang.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan
mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah
maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.

E. DIAGNOSIS MEDIS
Otitis Media Akut

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Williams & Wilkins (2011) menyebutkan pemeriksaan penunjang untuk otitis
adalah sebagai berikut:
1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak
dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas. Setelah otoskop
ditempelkan rapat-rapat pada liang telinga, diberikan tekanan positif dan
negatif. Jika terdapat udara dalam timpanum,maka udara itu akan tertekan
sehingga membran timpani akan terdorong ke dalarn pada pemberian
tekanan positif, dan keluar pada tekanan ncgatif. Gerakan menjadi lamban
atau tidak terjadi pada otitis media serosa atau mukoid. Pada otitis media
serosa, membran timpani tampak berwarna kekuningan, sementara pada
otitis media mukoid terlihat lebih kusan dan keruh (Adams, 1997)
2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui
organisme penyebab.
3. Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukkan
organisme penyebab.
b. Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Williams & Wilkins (2011), penatalaksanaan otitis media akut
meliputi:
1. Terapi antibiotik, seperti amoksilin
Pemberian antibiotic pada anak-anak dapat diberikan dengan dosis rendah
dalam janga waktu 3 bulan di musin dingin (Adams, 1997)
2. Analgetik seperti aspirin atau asetaminofen
3. Sedatif (pada anak kecil)
4. Terapi dekongestan nasofaring
Penatalaksanaan bergantung pada efektivitas terapi (misalnya dosis
antibiotika oral dan durasi terapi), virulensi bakteri, dan status fisik pasien.
Dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang tepat dan awal. Bila terjadi
pengeluaran cairan bisa diresepkan preparat otik antibiotika. (Brunner &
Suddarth, 2002)

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Anjurkan kepada keluarga untuk menjaga kebersihan telinga anak dengan
tidak mengorek atau sering disentuh bagian saluran telinga dan jaga telinga
agar tetap kering
b. Anjurkan anak untuk istirahat yang cukup untuk mengatasi infeksi
c. Menegaskan kembali kepada keluarga bahwa liang telinga dapat bersih
dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibersihkan dengan “cutton buts”
d. Hindari penerbangan saat menderita infeksi telinga

I. KOMPLIKASI
Menlurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi otitis media akut meliputi
komplikasi sekunder mengenai mastoid dan komplikasi intrakranial serius,
seperti meningitis atau abses otak dapat terjadi meskipun jarang. Sedangkan
menurut Williams & Wilkins (2011), komplikasi otitis media akut antara lain:
a. Ruptur membran timpani yang terjadi secara spontan
b. Perforasi yang terjadi secara terus-menerus
c. Otitis media kronik
d. Mastoiditis
e. Meningitis
Meningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen). Penyebab
meningitis antara lain adalah adanya rhinorhea, otorhea pda basis kranial
yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan
luar. Angka kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang per 100.000
orang. Terdapat 11 pasien penderita meningitis dari 4160 kasus otitis
media supuratif kronik.
f. Kolesteatoma
g. Abses, septikemia
h. Limfadenopati, leukositosis
i. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
j. Vertigo

J. PROGNOSIS
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat
(antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup).
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Nama pasien, tanggal lahir, usia , Pendidikan, Pekerjaan, Nomor
Rekam medis
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien berupa nyeri, ada cairan yang keluar
dari telinga
c. Riwaya penyakit sekarang
Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan minyak,
kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga, alsan pasien masuk
rumah sakit
d. Riwayat penyakit dahulu
penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat
operasi
e. Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab
dimungkinkan Otitis Media berhubungan dengan luasnya sel mastoid
yang dikaitkan sebagai faktor genetik
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien
2) Tanda-tanda vital: Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 (Blood): Nadi meningkat
B3 (Brain): Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran
menurun, vertigo, pusing, refleks
kejut
B5 (Bowel): Nausea vomiting
B6 (Bone): Malaise, alergi
3. Pengkajian Psikososial
a. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b. Aktivitas terbatas
c. Menarik diri dari lingkungn sosial
3) Antropometri : Mengukur TB, BB, IMT, LiLLA
4) Pemeriksaan sistem Pendengaran

Telinga
Inspeksi, Palpasi :
Telinga kanan Telinga kiri

Aurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-). (-).
Preaurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-), fistula (-), abses (-). (-), fistula (-), abses (-).
Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-), fistula (-), abses (-). (-), fistula (-), abses (-).
Palpasi Nyeri pergerakan aurikula (-), Nyeri pergerakan aurikula (-),
nyeri tekan tragus (-). nyeri tekan tragus (-).

Otoskopi :

Telinga kanan Telinga kiri

MAE Edema (-), hiperemis (-), serumen Edema (-), hiperemis (+),
(-), furunkel (-). serumen (-), furunkel (-).
Membran Intak, berwarna putih, refleks cahaya Perforasi sentral
timpani (+).

Fungsional (Tes Pendengaran / Garpu Tala) :

Tes Telinga kanan Telinga kiri

Rinne Positif Negatif


Weber Lateralisasi ke kiri
Schwabach Sama dengan pemeriksa Memanjang
Hidung dan Sinus Paranasal
Inspeksi, Palpasi
Deviasi tulang hidung (-), bengkak daerah hidung dan sinus paranasal (-
Krepitasi tulang hidung (-), nyeri tekan hidung dan sinus paranasal
Rinoskopi Anterior :
Rinoskopi anterior Cavum nasi dextra Cavum nasi sinistra
Mukosa hidung Hiperemis (-), sekret (-), Hiperemis (-), sekret (+),
massa (-), atrofi (-). massa (-), atrofi (-).
Septum Deviasi (-), dislokasi (-). Deviasi (+) ½ cm,
dislokasi (-).
Konka inferior dan Edema (-), atrofi (-). Edema (+), atrofi (-).
Media
Meatus inferior dan Sekret (-), polip (-). Sekret (-), polip (-).
Media

Rinoskopi Posterior : tidak dilakukan pemeriksaan

Tenggorokan
Inspeksi, Palpasi :
a. Mukosa: hiperemis (-), edema (-)
b. Tonsil: T1-T1
c. Pembesaran kelenjar limfe : (-)

5) Pemeriksaan Penujang
a) Pemeriksaan audiometri
b) Pemeriksaan radiologi : foto Rontgen Proyeksi Mayer atau
Owen
c) Laboratorium : pemeriksaan darah rutin

B. Diagnosis Keperawatan
D.0077 Nyeri Akut b.d Proses Inflamasi
DS:
- Mengeluh Nyeri
DO :
- Tampak meringis
- Gelisah
D.0083 Gangguan citra tubuh b.d proses penyakit
DS :
- Mengungkapakan perasaan negative terhadap perubahan tubuh
- Mengungkapkan kekwatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
DO:
- Hubungan sosial berubah

D.0136 Risiko Cedera d.d terpapar pathogen


C. Intervensi Keperawatan

NO. DIAGNOSIS TUJUAN/ KRITERIA HASIL INTERVENSI


D.0077 Setelah diberikan intervensi keperawatan selama Manajement Nyeri
2x 24 jam, maka tingkat nyeri Observasi
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi,
- Meringis menurun kualitas, intensitas nyeri
- Gelisa menurun - Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon non verbal
Terapuetik
- Berikan Teknik non farmakologis
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri pada
keluarga
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik
Pemberian Analgesik
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi Riwayat alergi obat
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian obta
Terapeutik
- Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan
efek lainnya
Edukasi
- Jelaskan efek samping obat dan terapi kepada
keluarga
D.0083 Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam , maka Promosi Citra Tubuh
citra tubuh Observasi
- Verbalisasi kekhawatiran pada - Identifikasi perubahan citra tubuh yang
penolakan atau reaksi orang lain mengakibatkan isolasi sosial
menurun Terapuetik
- Verbalisasi perasaan negative tentang - Diskusikan cara mengembangakan harapan citr tubuh
perubahan tubuh menurun secara realistic bersama keluarga
- Hubungan sosial membaik - Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
Edukasi
- Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan
perubahan citra tubuh

D.0136 Setelah diberikan intervensi keperawatan selama Manajement Keselamatan Lingkunag


2x 24 jam, maka tingkat cedera Observasi
- Kejadian cedera menurun - Identifikasi kebutuhan keselamatan An.
- Ekspersi wajah kesakitan menurun - Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
- Toleransi aktivitas meningkat Terapuetik
- Nafsu makan meningkat - Modifikais lingkungan untuk meminimalkan bahaya
dan risiko
- Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
Edukasi
Anjurkan keluarga atau pasien risiko tinggi bahaya lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Adams, G L., Boies, L R., Higler, P H. (1997). Bioes : Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: EGC
Brunner, Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Kumar V., Cotran R S., Robbins S L. (2009). Buku Saku Dasar Patologi
Penyakit cetakan 1. Jakarta: EGC
Nurarif, A H., Kusuma H., (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC, dalam Berbagai Kasus Jilid 2.
Jogjakarta: Mediaction Publishing
Rahajoe N., Supriyanto, B. (2012). Buku Ajar Respiratori Anak Edisi 1. IDAI
Soepaardi, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Williams, Wilkins. (2011). Nursing:Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala
Penyakit. Jakarta: PT Indeks
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indoneisa; Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indoneisa; Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indoneisa; Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai