Oleh:
B. ETIOLOGI
Brunner&Suddarth (2002) menjelaskan otitis media akut disebabkan oleh :
a. Masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya
steril.
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah
Streptoccocus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan Hemophylus
influenzae (sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun)
(Nurarif, 2016). Williams & Wilkins (2011) menambahkan bakteri
penyebab otitis media akut adalah Staphylococcus aureus, Escherecia
coli, Pneumococcus, Streptococcus anhaemolyticus, Proteus vulgaris,
dan Pseudomonas aerugenosa.
b. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachi seperti obstruksi
yang diakibatkaan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi
jaringan di sekitarnya (misalnya: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau
reaksi alergi (misalnya: rinitis alergika)
c. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan
disekitarnya (misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi
alergi(misalkan rhinitis alergika). Pada anak-anak, makin sering
terserangISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut
(OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya
pendek,lebar, dan letaknya agak horisontal.
a. Usia
Biasanya terjadi pada usia anak-anak
b. Sosio-ekonomi
Kejadian tertinggi pada populasi dengan higiene rendah, penduduk padat
dan malnutrisi
c. Iklim
Sering terjadi pada musim dingin khususnya pada musim salju
d. Ras
Lebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih daripada kulit hitam
e. Adanya massa pada nasofaringeal, contohnya polip, karsinoma, limpoma
f. Gangguan pernapasan
Rinitis dan sinusitis kronis memproduksi mukus yang terinfeksi yang
mana akan memasuki tuba eustachius, sehingga menyebabkan infeksi
pada tuba eustachius
g. Alergi
Faktor alergi yang menyebabkan otitis media akut belum diketahui
secara pasti
h. Sindrom imunodefisiens
C. PATOFISIOLOGI
Otitis media akut dapat terjadi akibat adanya bakteri masuk melalui tuba
eusthaci akibat kontaminasi sekresi dari nasofaring. Bakteri juga bisa masuk
telinga tengah bila ada perforasi membrana timpani (Brunner & Suddarth,
2002). Williams & Wilkins (2011) menyampaikan umumnya otitis media dari
nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang
relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran
timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit
oleh hiperplasi limfoid pada submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah ini
disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah,
akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang
datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan
virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
Otitis media ini sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
tuba eustakhius. Saat bakteri masuk melalui saluran eustakhius mereka dapat
menyebabkan infeksi disaluran telinga tengah sehingga terjadinya
pembengkakan disekitar saluran, tersumbatnay saluran dan datanglah sel-sel
darah putih untuk melawan bakteri, sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Sumbatan pada tuba eustachius merupakan faktor utama
penyebab terjadinya penyakit ini, dengan terganggunaya fungsi tuba eustachius
maka tergangu pula pencegahan invasi kuman masuk ke dalam telinga tengah
dan terjasi peradangan menyebabkan transudasi cairan hingga suprasi jika lender
bertambah banyak pendengarna dapat terganggu karena gendang telinga dan
tulang-tulang kecil penghubung tidak dapat bergerak bebas (Nurarif, 2016)
WOC
Sumber : (Nurarif, 2016) (Adams, G L., Boies, L R., Higler, P H., 1997) (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat.
1. Adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan
pendengaran konduktif.
2. Nyeri telinga
3. Demam
4. Kehilangan pendengaran
5. Tinitus
6. Membran timpani sering tampak merah dan menggelembun
E. DIAGNOSIS MEDIS
Otitis Media Akut
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Williams & Wilkins (2011) menyebutkan pemeriksaan penunjang untuk otitis
adalah sebagai berikut:
1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak
dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas. Setelah otoskop
ditempelkan rapat-rapat pada liang telinga, diberikan tekanan positif dan
negatif. Jika terdapat udara dalam timpanum,maka udara itu akan tertekan
sehingga membran timpani akan terdorong ke dalarn pada pemberian
tekanan positif, dan keluar pada tekanan ncgatif. Gerakan menjadi lamban
atau tidak terjadi pada otitis media serosa atau mukoid. Pada otitis media
serosa, membran timpani tampak berwarna kekuningan, sementara pada
otitis media mukoid terlihat lebih kusan dan keruh (Adams, 1997)
2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui
organisme penyebab.
3. Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas terhadap eksudat menunjukkan
organisme penyebab.
b. Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Williams & Wilkins (2011), penatalaksanaan otitis media akut
meliputi:
1. Terapi antibiotik, seperti amoksilin
Pemberian antibiotic pada anak-anak dapat diberikan dengan dosis rendah
dalam janga waktu 3 bulan di musin dingin (Adams, 1997)
2. Analgetik seperti aspirin atau asetaminofen
3. Sedatif (pada anak kecil)
4. Terapi dekongestan nasofaring
Penatalaksanaan bergantung pada efektivitas terapi (misalnya dosis
antibiotika oral dan durasi terapi), virulensi bakteri, dan status fisik pasien.
Dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang tepat dan awal. Bila terjadi
pengeluaran cairan bisa diresepkan preparat otik antibiotika. (Brunner &
Suddarth, 2002)
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Anjurkan kepada keluarga untuk menjaga kebersihan telinga anak dengan
tidak mengorek atau sering disentuh bagian saluran telinga dan jaga telinga
agar tetap kering
b. Anjurkan anak untuk istirahat yang cukup untuk mengatasi infeksi
c. Menegaskan kembali kepada keluarga bahwa liang telinga dapat bersih
dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibersihkan dengan “cutton buts”
d. Hindari penerbangan saat menderita infeksi telinga
I. KOMPLIKASI
Menlurut Brunner & Suddarth (2002), komplikasi otitis media akut meliputi
komplikasi sekunder mengenai mastoid dan komplikasi intrakranial serius,
seperti meningitis atau abses otak dapat terjadi meskipun jarang. Sedangkan
menurut Williams & Wilkins (2011), komplikasi otitis media akut antara lain:
a. Ruptur membran timpani yang terjadi secara spontan
b. Perforasi yang terjadi secara terus-menerus
c. Otitis media kronik
d. Mastoiditis
e. Meningitis
Meningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen). Penyebab
meningitis antara lain adalah adanya rhinorhea, otorhea pda basis kranial
yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan
luar. Angka kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang per 100.000
orang. Terdapat 11 pasien penderita meningitis dari 4160 kasus otitis
media supuratif kronik.
f. Kolesteatoma
g. Abses, septikemia
h. Limfadenopati, leukositosis
i. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
j. Vertigo
J. PROGNOSIS
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat
(antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup).
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Nama pasien, tanggal lahir, usia , Pendidikan, Pekerjaan, Nomor
Rekam medis
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien berupa nyeri, ada cairan yang keluar
dari telinga
c. Riwaya penyakit sekarang
Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan minyak,
kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga, alsan pasien masuk
rumah sakit
d. Riwayat penyakit dahulu
penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat
operasi
e. Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab
dimungkinkan Otitis Media berhubungan dengan luasnya sel mastoid
yang dikaitkan sebagai faktor genetik
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum pasien
2) Tanda-tanda vital: Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 (Blood): Nadi meningkat
B3 (Brain): Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran
menurun, vertigo, pusing, refleks
kejut
B5 (Bowel): Nausea vomiting
B6 (Bone): Malaise, alergi
3. Pengkajian Psikososial
a. Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b. Aktivitas terbatas
c. Menarik diri dari lingkungn sosial
3) Antropometri : Mengukur TB, BB, IMT, LiLLA
4) Pemeriksaan sistem Pendengaran
Telinga
Inspeksi, Palpasi :
Telinga kanan Telinga kiri
Aurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-). (-).
Preaurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-), fistula (-), abses (-). (-), fistula (-), abses (-).
Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa
(-), fistula (-), abses (-). (-), fistula (-), abses (-).
Palpasi Nyeri pergerakan aurikula (-), Nyeri pergerakan aurikula (-),
nyeri tekan tragus (-). nyeri tekan tragus (-).
Otoskopi :
MAE Edema (-), hiperemis (-), serumen Edema (-), hiperemis (+),
(-), furunkel (-). serumen (-), furunkel (-).
Membran Intak, berwarna putih, refleks cahaya Perforasi sentral
timpani (+).
Tenggorokan
Inspeksi, Palpasi :
a. Mukosa: hiperemis (-), edema (-)
b. Tonsil: T1-T1
c. Pembesaran kelenjar limfe : (-)
5) Pemeriksaan Penujang
a) Pemeriksaan audiometri
b) Pemeriksaan radiologi : foto Rontgen Proyeksi Mayer atau
Owen
c) Laboratorium : pemeriksaan darah rutin
B. Diagnosis Keperawatan
D.0077 Nyeri Akut b.d Proses Inflamasi
DS:
- Mengeluh Nyeri
DO :
- Tampak meringis
- Gelisah
D.0083 Gangguan citra tubuh b.d proses penyakit
DS :
- Mengungkapakan perasaan negative terhadap perubahan tubuh
- Mengungkapkan kekwatiran pada penolakan atau reaksi orang lain
DO:
- Hubungan sosial berubah
Adams, G L., Boies, L R., Higler, P H. (1997). Bioes : Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta: EGC
Brunner, Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Kumar V., Cotran R S., Robbins S L. (2009). Buku Saku Dasar Patologi
Penyakit cetakan 1. Jakarta: EGC
Nurarif, A H., Kusuma H., (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC, dalam Berbagai Kasus Jilid 2.
Jogjakarta: Mediaction Publishing
Rahajoe N., Supriyanto, B. (2012). Buku Ajar Respiratori Anak Edisi 1. IDAI
Soepaardi, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Williams, Wilkins. (2011). Nursing:Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala
Penyakit. Jakarta: PT Indeks
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indoneisa; Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indoneisa; Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indoneisa; Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI