Sepsis adalah sindrom klinis yang dicetuskan oleh infeksi; ditandai dengan
sejumlah gejala klinis meliputi demam atau hipotermia, leukositosis atau
lekopenia, takhikardia dan tidakipnea. Sepsis sampai saat ini menjadi masalah
baik di negara berkembang maupun negara maju, baik dari segi morbiditas,
mortalitas, maupun ekonomi. Pemanfaatan kemajuan ilmu kedokteran untuk
pengelolaan sepsis dan syok septik berupa dipakainya peralatan monitoring
invasif, saranadiagnostik yang lebih canggih, obat vasopresor dan inotropis yang
lebih baik serta antibiotik yang lebih kuat memang dapat menekan angka
kematian, namun diikuti dengan peningkatan biaya yang sangat besar untuk
persatuan nyawa yang diselamatkan. Tingginya angka kematian dan konsekuensi
biaya yang harus dikeluarkan mengharuskan kita mengubah paradigma
pengelolaan sepsis; dari tindakan yang baru dikerjakan setelah sepsis dan
komplikasinya terjadi; ke arah tindakan penanganan infeksi sebelum sepsis dan
komplikasinya terjadi. Pada naskah ini akan di ulas patogenesis-patofisiologi
infeksi-sepsis, penanganan klinis serta pemberian terapi antimikrobial yang tepat.
a. Definisi
Terdapat beberapa istilah yang erat kaitannya dengan infeksi serta sepsis,
Inflamasi adalah respons lokal yang dipicu oleh jejas atau kerusakan jaringan,
bertujuan untuk menghancurkan, melarutkan bahan
penyebab, jejas atau pun jaringan yang mengalami jejas, yang ditandai
dengan gejala klasik dolor, color, rubor, tumor dan functio laesa. Infeksi adalah
ditemukannya organisme pada ternpat yang normal steril, yang biasanya disertai
dengan respons inflamasi tubuh. Bakteremia adalah ditemukan bakteri di dalam
darah, dibuktikan dengan biakan, dapat bersifat transien. Septisemia (Septicemia)
adalah bakteremia disertai dengan gejala klinis yang bermakna.
Sepsis adalah infeksi disertai dengan respons sistemik; respons sistemik
tersebut ditandai dengan 2 atau lebih tanda: temperatur > 38° atau kurang dari 36
°C; denyut jantung > 90/menit; respirasi > 20 /menit atau PaCO2 < 32 mmHg (<
4.3 kPa), sel darah putih > 12.000/mm3, < 4.000/mm3; atau > 10% bentuk
immature/band.
Sepsis syndrome adalah gejala klinis infeksi disertai dengan respons
sistemik yang menyebabkan gangguan organ berupa: insufisiensi respirasi,
disfungsi renal, asidosis atau gejala mental. Septic shock adalah sepsis syndrome
disertai dengan hipotensi dan adanya gangguan perfusi. Refractory septic shock
adalah syok septik yang berlangsung lebih dari satu jam tanpa respons terhadap
intervensi cairan atau obat farmakologis.
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) merupakan istilah baru
yang banyak dipakai; SIRS adalah manifestasi klinis inflamasi sistemik yang
dapat merupakan respons terhadap infeksi (fokal/sistemik), atau noninfeksi
(misalnyalukabakar, pankreatitis). Dikatakan sepsis bila SIRS tersebut disebabkan
oleh infeksi; fokal maupun sistemik.
b. Etiologi
Penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram-negatif (60% sampai 70%
kasus), yang berbagai produknya dapat menstimulasi sel-sel imun yang kemudian
akan terpacu untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi. Produk yang
berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan
struktur dominan pada membran luar bakteri gram-negatif. LPS merangsang
peradangan jaringan, demam dan syok pada hospes yang terinfeksi. Struktur lipid
A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam hospes.
Stapilokokus, Pneumokokus, Streptokokus dan organisme gram positif
lainnya dapat menyebabkan kasus sepsis pada sejumlah 20 sampai 40% dari
keseluruhan kasus. Organ paru merupakan tempat sumber infeksi terbanyak
diikuti abdomen dan saluran kemih. Sekitar 20% sampai 30% dari penderita
sumber infeksi yang pasti tidak diketahui. Biakan darah yang positif merupakan
contoh infeksi yang serius tetapi biakan darah yang positif hanya didapatkan
sekitar 30% dari jumlah penderita sepsis. Walaupun demikian secara umum sepsis
dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, atau pun jamur. Respons
septik umumnya terjadi apabila mikroorganisme komensal yang berada di salah
satu tempat di tubuh penderita (saluran gastrointestinal, kulit, saluran empedu,
saluran napas, saluran kencing, dan lain-lain) masuk ke dalam aliran darah, dan
menyebar ke seluruh tubuh. Dapat pula sepsis terjadi akibat infeksi lokal di salah
satu bagian tubuh oleh suatu mikroorganisme tertentu kemudian masuk ke dalam
aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh secara langsung atau akibat tindakan
medis misalnya: pemasangan kateter intravena/ buli-buli, tindakan operasi,
pemasangan alat bantu napas, dan lain-lain. Mikroorganisme juga dapat masuk
dari luar tubuh ke dalam aliran darah lewat jarum suntik yang tidak steril.
Kadang-kadang sumber infeksi tidak ditemukan.
c. Patofisiologi
Terjadinya infeksi dan sepsis erat kaitannya dengan faktor host dan faktor
mikrobiologi.
1. Faktor host
Infeksi terjadi bila mikroorganisme dapat melewati lapisan-lapisan
pertahanan tubuh/barrier. Barrier pertama berupa pertahanan
mekanis/kimiawi; misalnya kulit atau mukosa yang utuh, sekresi tubuh yang
bersifat bakterisidal atau bakteristatik, pergerakan silia, refleks batuk dan
sebagainya. Lapisan kedua pertahanan tubuh adalah sel-sel fagosit yang
umumnya bersifat nonspesifik; yang akan memusnahkan setiap invasi.
Lapisan pertahanan tubuh ketiga adalah yang bersifat spesifik terhadap
antigen-bahan asing tertentu. Gangguan pada barrier pertama, kedua atau
ketiga atau kombinasi memudahkan terjadinya infeksi. Secara umum faktor
host yang berperan dalam memudahkan timbulnya sepsis pada infeksi adalah:
penyakit dasar, status gizi, status metabolik pasien; adanya infeksi fokal
sebelumnya, pemakaian peralatan invasif pada lingkungan rumah sakit
(kateter urine, vena sentral), penekanan imunitas tubuh akibat pemberian
steroid, kemoterapi, radiasi.
2. Faktor mikrobiologi
Faktor mikrobiologi penting perannya sebagai pencetus segala perubahan
patogenesis dan patofisiologi yang terjadi, dan juga terkait dengan pemilihan
obat antibiotika yang sesuai. Telah diketahui bahwa kemungkinan terjadinya
syok septik pada infeksi oleh mikroorganisme-mikroorganisme tidak sama.
Pada era pra-antibiotik, syok septik tersering karena: Streptococcus
pneumonia; Streptococcus grup A, Staphylococcus aureus, Haemophylus
influenza, Neisseria meningitidis, Salmonella spp. Namun akhir-akhir ini
organisme gram-negatif merupakan patogen utama penyebab bakteremia.
d. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000 : 509) manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
1. Umum: panas, hipotermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi,
sklerema.
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatogemali
3. Saluran napas: apnu, dispnu, takipnu,retraksi, napas cuping hidung,
merintih, sianosis
4. Sistem kardiovaskular: pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab,
hipotensi, takikardia, bradikardia
5. System saraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol, high pitched cry
6. Hematology: ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan
e. Pemeriksaan Penunjang
Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, pungsi lumbal, analisis
dan kultur urin, serta foto dada.
Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada biakan
darah. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan neutropenia dengan
pergeseran ke kiri (imatur:total seri granulosit>0,2). Selain itu dapat dijumpai
pula trombositopenia. Adanya peningkatan reaktans fase akut seperti C-
reactive protein (CPR) memperkuat dugaan sepsis. Diagnosis sebelum terapi
diberikan (sebelum hasil kultur positif) adalah tersangka sepsis
(Mansjoer,2000:509).
f. Penatalaksanaan
Dasar pengelolaan sepsis adalah sebagai berikut.
1. Menghilangkan fokus infeksi, misalnya pada abses dengan tindakan
pembedahan.
2. Menghilangkan/menghindari faktor pencetus; misalnya: tindakan
kateterisasi urine.
3. Membunuh kuman penyebab. dengan pemberian antimikrobial yang tepat.
4. Meminimalkan efek interaksi host-mikroba; misalnya dengan bahan yang
bekerja terhadap mediator sepsis.
5. Meningkatkan pertahanan host; dengan memperbaiki penyakit dasar,
menghilangkan penyebab keadaan immunocompromized.
6. Mengobati komplikasi dari infeksi-sepsis.
Pada pasien yang sakit berat dan keadaan klinis mundur, perlu
pemeriksaan yang lebih lengkap dan terapi empiris antibiotika harus segera
dimulai. Terapi kernudian dapat diubah bila hasil biakan darah telah
diketahui. Secara praktis cara terapi empiris ini didasarkah atas anamnesis,
intuisi, perkiraan patogen yang paling mungkin.
Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh lebih dininya keadaan
infeksi dicurigai, tindakan diagnostik yang tepat, terapi awal antimikrobial
yang tepat dan agresif, supportive care yang menyeluruh, memulihkan
perubahan predisposisi. Kecurigaan terjadinya sepsis pada infeksi harus
diikuti dengan usaha identifikasi cepat organisme penyebab penyakit serta uji
suseptibilitas obat antimikrobial. Obat antimikrobial merupakan terapi utama
sepsis. Namun usaha perbaikan penyakit dasar/predisposisi juga merupakan
hal kritis.
Terapi leukemia, misalnya merupakan faktor utama penyembuhan,
tidak tergantung pada obat antimikrobial yang dipilih. Dilepasnya kateter
intravena atau kateter urine saluran kencing mungkin akan menghilangkan
gejala dan kesembuhan infeksi. Telah terbukti bahwa bakteremia yang terjadi
sebagai akibat manipulasi saluran kencing akan sembuh meskipun diberi
antibiotikayang tidak sesuai dengan kepekaan kuman. Juga terdapat
pengalaman dengan usaha mengadakan drainage abses atau menghilangkan
fokus infeksi misalnya viscera yang mengalami obstruksi akan sangat
memengaruhi penyembuhan. Usaha pemberian antimikrobial terhadap abses
yang besar-adalah sia-sia; meskipun fokus-fokus infeksi kecil dapat
disterilkan dengan terapi antimikrobial yang agresif. Banyak dilaporkan
bahwa pemakaian antimikrobia untuk gram-negatif bakteremia secara
bermakna menurunkan angka kematian. Namun sebetulnya banyak faktor
berperan di samping introduksi obat antimikrobial yang menghasilkan
perbaikan, misalnya lebih agresifnya usaha diagnosis dan memulai terapi,
serta perbaikan supportive care.
Pemberian obat antimikrobial spektrum luas sebelum hasil biakan
diketahui memang membawa risiko resistensi antibiotik di samping toksisitas
obat. Oleh karena itu, kadang-kadang pada pasien yang mempunyai daya
tahan yang cukup kuat, terapi empiris dapat ditunda karena masih cukup
waktu untuk pengambilan sampel dan tes kepekaan (misalnya kasus SEE
tanpa payah jantung, atau emboli). Tetapi terapi empiris perlu diberikan segera
pada pasien kritis dan akan diubah setelah hasil biakan diketahui. Terapi
kombinasi dengan beberapa alasan berikut.
1. Terapi kombinasi akan dapat mencakup banyak diagnosis termasuk gram
positif dan negatif, yang secara klinis sukar dibedakan.
2. Polymicrobial infection mungkin terjadi, dengan demikian pemberian
dua obat mungkin akan mengatasi infeksi kembar.
3. Pemakaian kombinasi mungkin akan mengatasi timbulnya kuman yang
resisten dengan cara menghilangkan subpopulasi kuman yang resisten
terhadap salah satu antibiotika yang dipakai.
4. Dua antibiotik mungkin bekerja sinergistik atau aditif, sehingga dapat
meningkatkan aktivitas obat.
Pengobatan yang tepat pada infeksi ditentukan oleh pemilihan
antimikroba yang tepat. Dalam situasi klinis, maka pemilihan antimikroba
yang tepat ditentukan oleh 3 faktor utama.
1. Identitas mikroorganisme penyebab infeksi harus diketahui, paling tidak
sesuai dengan dugaan secara statistik.
2. Terdapat informasi akurat mengenai kepekaan mikroorganisme penyebab
terhadap antimikroba.
3. Adanya faktor host yang member kesimpulan obat mana yang paling
tepat dapat dipakai (misalnya ada tidaknya riwayat reaksi samping obat,
umur, abnormalitas genetik/metabolisme, fungsi organ hati dan ginjal,
tempat infeksi).
Kebanyakan infeksi pada daya pertahanan tubuh yang normal dapat di
atasi dengan antibiotika tunggal. Namun kadang-kadang digunakan kombinasi
antibiotika. Kombinasi 2 obat dapat menghasilkan efek aditif, sinergis, namun
dapat berefek antagonis. Pemakaian kombinasi yang rasional adalah untuk
mencegah timbulnya strain resisten, terdapat infeksi polimikrobial, terapi awal
sepsis, mengurangi toksisitas, ada efek sinergisme. Kerugian dari terapi
kombinasi adalah: kemungkinan terjadinya antagonis, biaya meningkat, efek
samping mungkin lebih bermacam-macam.
Dalam pemberian antibiotika, pilihan bagaimana cara memberikan
sangat menentukan. Oral biasanya dipakai untuk infeksi ringan dan pasien
poliklinis; namun tidak semua obat dapat dipakai oral. Evaluasi efisien
tidaknya obat ditentukan dengan berbagai cara; namun yang paling penting
adalah keadaan klinis. Penentuan kadar obat memang juga bermanfaat;
terutama untuk mencapai dosis terapi yang hendak dicapai; terutama bila
klirens obat berjalan cepat.
Tabel 2. Rekomendasi pemberian antibiotika untuk terapi awal (presumptive)
sepsis
No.
1. Community acquired infection pada pasien nonneutropeni (netrofil >
1000/mm3) Dicurigai sebagai sumber: urineary tract
sefalosporin generasi 3 atau piperacillin, mezlocillin, azlocillin, ticarcillin
atau quinolon;
semua +/- aminoglikosida
B. Sumber bukan urineary tract:
sefalosporin generasi 3 + metronidazole, atau
ticarcillin-clavulonat atau ampicillin-sulbactam atau
piperacillin-tazobactam;
semua +/- aminoglikosida
2. Hospital acquired infection, pasien nonneutropeni:
sefalosporin generasi 3 + metronidazole atau
ticarcillin-clavulonat atau ampisilin-sulfbactam atau piperacillin-
tazobactam
semua + aminoglikosida atau
imipenem
semua + aminoglikosida
3. Hospital acquired infection, pasien neutropeni
ticarcillin-clavulonat, piperacillin-tazobactam
semua + aminoglikosida;
atau
imipenem +/- aminoglikosida
atau
ceftazidim + metronidazole + aminoglikosida
4. Thermal injury sampai paling sedikit 20% luas permukaan tubuh:
- ceftriaxzon + aminoglikosida atau
- vancomycin + antipseudomonal penicilin + aminoglikosida
5. Telah diketahui atau dicurigai resisten terhadap gentamisin:
Sebagai aminogiikosida dipakai amikasin
6. Dicurigai infeksi kateter intravena terpasang
Tambahkan vancomycin
Di atas adalah pilihan pemberian pada terapi awal dan hendaknya diubah atas
dasar hasil biakan Sumber: Young (2005)
d. Sistem syaraf
1) Kurangnya aktivitas : lethargi, hiporefleksia, koma, sakit kepala,
pusing, pingsan.
2) Peningkatan aktivitas : iritabilitas, tremor, kejang.
3) Gerakan bola mata tidak normal
4) Tonus otot menigkat/berkurang.
e. Sistem Saluran cerna
Anoreksia, diare, adanya darah dalam feses, distensi abdomen.
f. Sistem Hemopoeitik
Jaundice, pucat, ptechie, cyanosis, splenomegali.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kultur (luka, sputum, urine, darah) : mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis.
2) SDP : Ht mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi, leukositosis, dam trombositopenia.
3) Elektrolit serum : Asidosis, perindahan cairan dan perubahan
fungsi ginjal.
4) Glukosa serum : Hiperglikemia.
5) GDA : Alkalosis respiratory dan hipoksemia.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis).
b. Hyperthermi
c. Penurunan perfusi jaringan kardiopulmonal
d. Resiko tinggi defisit volume cairan.
e. Nyeri akut
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intervensi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis)
NOC :
1. Immune Status
2. Knowledge : Infection control
3. Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
NIC :
Pertahankan teknik aseptif
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Pertahankan teknik isolasi
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
b. Hyperthermi
NOC: Thermoregulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama………..pasien
menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil:
Suhu 36 – 37C
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik:
Kelola Antibiotik
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
c. Penurunan perfusi jaringan kardiopulmonal
NOC :
Cardiac pump Effectiveness
Circulation status
Tissue Prefusion : cardiac, periferal
Vital Sign Status
Setelah dilakukan asuhan keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan
kardiopulmonal teratasi dengan kriteria hasil:
Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
CVP dalam batas normal
Nadi perifer kuat dan simetris
Tidak ada oedem perifer dan asites
Denyut jantung, AGD, ejeksi fraksi dalam batas normal
Bunyi jantung abnormal tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Kelelahan yang ekstrim tidak ada
Tidak ada ortostatikhipertensi
NIC :
Monitor nyeri dada (durasi, intensitas dan faktor-faktor presipitasi)
Observasi perubahan ECG
Auskultasi suara jantung dan paru
Monitor irama dan jumlah denyut jantung
Monitor angka PT, PTT dan AT
Monitor elektrolit (potassium dan magnesium)
Monitor status cairan
Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi
Monitor peningkatan kelelahan dan kecemasan
Instruksikan pada pasien untuk tidak mengejan selama BAB
Jelaskan pembatasan intake kafein, sodium, kolesterol dan lemak
Kelola pemberian obat-obat: analgesik, anti koagulan, nitrogliserin,
vasodilator dan diuretik.
Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung, kontrol stimulasi lingkungan)
e. Nyeri akut
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan Pasien dapat mengontrol nyeri,
dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
NIC :
Weight Management
Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara intake makanan,
latihan, peningkatan BB dan penurunan BB
Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang dapat
mempengaruhi BB
Diskusikan bersama pasien mengenai kebiasaan, gaya hidup dan faktor
herediter yang dapat mempengaruhi BB
Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang berhubungan dengan
BB berlebih dan penurunan BB
Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan
Perkirakan BB badan ideal pasien
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Daftar Pustaka
Bone RC, 1991. Gram Negative Sepsis, Background, Clinical Features and
Intervention. Chest 100: 802-8.
Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA, Schein RMH,
Sibbald WJ, 1992. The ACCP/SCCM consensus conference. Definition
for sepsis and Organ failure and guidelines for the use of innovative
therapies in Sepsis. Chest 101:1644-55.
Frank MO, Mandell GL, 1995. Immunomodulator. Dalam buku: Mandell GL,
Bennet JE, Dolin R (editor). Mandell, Douglas and Bennet's Principles
and Practice of Infectious Disease 4th edition. Churchill Livingstone New
York, p. 450-8.
Hollenberg SM, Parrillo, 1998. Shock. Dalam buku: Fauci AS, Barunwald E,
Isselbacher K, Wilson JD, Martin JP, Rasper DL, Hause SL, Longo DL
(editor). Harrison's Principles of Internal Medicine 14th edition Vol 1
International edition. New York: ..McGraw-Hill Health Profesion Divison.
p.214-22.