Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblast. Pada mola
hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan
berkembang kenjadi keadaan patologik. Frekuensi Mola banyak ditemukan di negara
– negara asia, Afrika dan Amerika latin dari pada di negara – negara barat. Di negara
– negara barat dilaporkan angka kejadian mola hidatidosa berkisar 1:200 atau 2000
kehamilan sedangkan di negara – negara berkembang angka kejadian mola hidatidosa
berkisar 1:100 atau 600 kehamilan setiap tahunnya. Keadaan seperti ini biasanya
dijumpai lebih sering pada umur reproduksi (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi
dengan meningkatkan paritas kemungkinan menderita mola lebih besar. Untuk itu
sebagai calon dokter khususnya yang berada di negara – negara yang sedang
berkembang, perlu untuk mengetahui kasus mola hidatidosa.
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Yang dimaksud mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang


tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenarasi hidropik. Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter
sampai 1-2 cm.

B. KLASIFIKASI

1. Mola Hidatidosa Komplek (Klasik)


Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih.
Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa
sentimeter dan sering berkelompok – kelompok menggantung pada tangkai
kecil. Temuan Histologik ditandai oleh:
 Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus
 Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
 Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
 Tidak adanya janin dan amnion

2. Mola Hidatidosa Parsial


Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan
terkadang tampak janin atau setidaknya kantung amnion. Terjadi perkembangan
hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular,
sementara villi – villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang
masih berfungsi tidak terkena.
C. ETIOLOGI

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor – faktor yang dapat


menyebabkan antara lain :
 Faktor ovum
 Keadaan sosioekonomi yang rendah
 Paritas tinggi
 Kekurangan Protein
 Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

D. TANDA DAN GEJALA

Pada awalnya gejala mola tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan


kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat
keluhannya sering lebih hebat. Perdarahan juga merupakan gejala utama mola
hidatidosa. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan pasien datang
berobat kerumah sakit. Gejala ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai
ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit -
sedikit atau sekaligus banyak sehingga dapat menyebabkan syok bahkan
kematian. Selanjutnya perkembangan pesat, sehingga pada umumnya ukuran
uterusnya lebih besar dari usia kehamilan.

Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan
preeklamsia (eklamsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklamsia pada mola
terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir
ini banyak dipermasalahkan ialah tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata
menganjurkan agar setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis
secara aktif seperti kita selalu mencari tanda-tanda preeklamsia pada tiap
kehamilan biasa. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-
paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-
paru tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang
jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli
paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.

Mola hidatidosa sering disertai kista lutein, baik unilateral maupun


bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan,
tetapi ada juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu
follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2%,
tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola
dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapat
degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista.

E. DIAGNOSIS

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan


amenorhea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari usia kehamilan
dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balottmen pada palpasi,
gerakan janin dan bunyi jantung janin pada auskultasi, tidak ada kerangka janin
pada pemeriksaan Rontgen.

Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human


Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah maupun urin. Peninggian hCG,
terutama dari hari ke 100. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG,
dimana pada kasus mola hidatidosa menunjukkan gambaran yang khas, yaitu
gambaran badai salju (snow flake patten) atau gambaran sarang lebah (honey
comb).
Diagnosis yang paling tepat bila didapatkan pengeluaran gelembung
mola. Namun, menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah
terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang
banyak dan dapat menyebabkan keadaan umum pasien menurun. Terbaik ialah
bila dapat mendiagnosis sebelum mola keluar.

F. KOMPLIKASI

 Perdarahan yang hebat sampai syok


 Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
 Infeksi sekunder
 PTG (Penyakit Tropoblas Ganas)

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 3 tahap berikut ini :

1. Perbaikan Keadaan Umum


Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk
memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit
lain seperti preeklamsia atau tirotoksikosis.

2. Pengeluaran Jaringan Mola


 Vacum kuretasi
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa
pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi dapat diberi uterotonika.
Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan
sendok kuret yang tumpul. Tindakan kuretase cukup dilakukan sekali
saja, asal dipastikan bahwa hasil kuret bersih. Kuret kedua biasanya
dilakukan bila ada indikasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan darah
untuk menjaga bila terjadi perdarahan yang banyak dimana hal ini dapat
menyebabkan terjadinya syok bahkan kematian.
 Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan
cukup mempunyai anak. Alasan untuk dilakukannya histerektomi adalah
karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk
terjadi keganasan. Batasan yang dianggap layak untuk dilakukannya
Histerektomi adalah usia diatas 35 tahun dan dengan memiliki anak 3
orang.

3. Pemeriksaan Tindak Lanjut

Pemeriksaan ini diperlukan mengingat adanya kemungkinan terjadinya


keganasan setelah mola hidatidosa. Tes hCG harus mencapai normal pada 8
minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar 1 tahun. Pemeriksaan
kadar hCG diselenggarakan tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama
3 minggu, dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan sampai kadar hCG
menjadi negatif. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk tidak hamil
agar tidak mengacaukan pemantauan kadar hCG. Pasien dapat menggunakan
kondom dan mengkonsumsi pil kontrasepsi dengan tujuan mencegah
kehamilan.

H. PROGNOSIS
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi,
payah jantung, atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian mola hidatidosa
hampir tidak ada lagi. Akan tetapi dinegara berkembang masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2 % dan 5,7%. Sebagian dari pasien mola akan sehat kembali
setelah jaringan dikeluarkan, tetapi ada juga sekelompok perempuan yang
kemudian menderita keganasan menjadi koriokarsinoma.

Anda mungkin juga menyukai