Anda di halaman 1dari 21

BAB V

MODE PENGENDALI

Tujuan Instruksional Khusus


Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Memahami gerakan dan perintah yang dikeluarkan oleh controller
2. Membedakan gerakan mode tidak kontinyu dan mode kontinyu
3. Menghitung waktu osilasi pada mode tidak kontinyu dua posisi dan tiga posisi
4. Menghitung output pengendali pada mode kontinyu.
5. Membedakan mode pengendali kontinyu Proporsional dan gabungan
6. Menghitung dan menggambarkan grafik gerakan pengendali pada sistem
pengendalian kontinyu

Controller memberikan sinyal kontrol kepada elemen control akhir berdasarkan


perbedaan antara pengukuran variabel dinamis terhadap set point. Sekarang
bagaimanakah respon controller tersebut terhadap deviasi yang terjadi ?
Kita ambil sebuah contoh berikut, sebuah setrika otomatis dengan thermostat sebagai
pengatur temperatur merupakan sebuah contoh sederhana respon controller, ketika
dihidupkan pertama kali dengan pengaturan panas untuk kain katun maka relai listrik
pada setrika akan tersambung sehingga arus listrik akan mengalir ke pelat pemanas pada
bagian bawah setrika ditunjukkan dengan nyala lampu indikator setrika, dan ketika
thermostat yang juga berfungsi sebagi pengukur temperatur mendeteksi panas yang sesuai
dengan pengaturan temperatur untuk jenis kain katun, maka relai listrik akan terputus
sehingga arus listrik juga berhenti mengalir ke pelat pemanas setrika. Saat setrika mulai
digunakan untuk menyetrika kain katun yang dingin, maka terjadi perpindahan panas dari
pelat panas setrika ke kain katun, menyebabkan pelat pemanas berkurang panasnya.
Berkurangnya panas ini menyebabkan termostat akan menyambungkan kembali relay
listrik agar pelat pemanas kembali ke temperatur sesuai pengaturan panas untuk kain
katun, lampu indikator pada setrika akan hidup menunjukan arus listrik mengalir ke pelat
pemanas.
Pengendalian dilakukan tidak secara kontinyu melainkan terputus – putus, arus listrik
mengalir dan terhenti sesuai temperatur yang yang terdeteksi oleh thermostat.
Perhatikan gambar berikut,

49
Gambar 5.1 Diagram Pengendalian secara kontinyu
Pada gambar 5.1, saat temperatur proses dalam tangki turun maka controller
memerintahkan katup control untuk membuka aliran steam lebih besar, namun tak seperti
setrika yang gerakan pengendalian terputus – putus, pada pengendalian di gambar 5.1
katup terbuka dengan gerakan halus sehingga panas yang masuk akan lebih mudah
mencapai set point karena gerakan katup control disesuaikan dengan error antara
pengukuran terhadap set point.

5.1 Mode Tidak kontinyu


5.1a Mode On – Off
Mode kontinyu dimulai dari pengendalian 2 posisi controller; on – off, karena itu mode
pengendali ini sering disebut juga mode on-off, dimana controller hanya mengeluarkan
dua harga output berdasarkan error yang terjadi. Secara matematis persamaannya dapat
ditulis berikut ini,
%P = 100 % ketika %Ep < 0%
%P = 0 % ketika %Ep > 0%
Hubungan diatas menyatakan saat harga pengukuran dibawah harga set point (harga %Ep
= negative) maka controller akan memerintahkan elemen control aktif untuk bergerak
maksimum, sedangkan saat harga pengukuran berada diatas harga set point (harga %Ep =
positif) maka controller akan memerintahkan elemen control akhir untuk bergerak
minimum.
Untuk contoh setrika di atas, ketika temperature belum tercapai maka relai listrik akan
mengalirkan arus listrik ke pelat panas hingga thermostat mendeteksi panas pada pelat
tercapai, barulah kemudian relai listrik terputus. Pada pengendalian dua posisi ini,
elemen control akhir bergerak hanya pada dua posisi, yaitu 0 % dan 100 % atau minimum

50
dan maksimum sepanjang rentang control diantara harga set point, akibatnya pada
pengendalian dua posisi ini terdapat daerah netral. Daerah netral adalah daerah rentang
pengukuran dimana pengendali tidak melakukan gerakan atau tidak memberi perintah
gerakan kepada elemen control akhir.

100%

0%

-Ep Ep=0 +Ep

Gambar 5.2 Daerah netral

Misalkan untuk gambar 5.2 di atas diatur set point pada temperature 75 oC, dengan daerah
netral ±10oC, maka rentang pengukuran adalah 75oC + 10oC dan 75oC – 10oC yang akan
menjadi input bagi controller untuk memberikan perintah kepada elemen control akhir.
Saat pengukuran berada di bawah rentang hingga ke temperature 75 oC + 10oC, maka
controller akan menyambungkan relai listrik sehingga arus listrik akan memanaskan
pelat panas setrika, ketika pengukuran mendeteksi panas melewati 75 oC + 10oC, maka
controller akan memutuskan arus listrik pada relay ke pelat panas, temperature kemudian
akan turun, relai tetap terputus hingga temperature berada di bawah temperature 75oC –
10oC.
Contoh 1.
Sebuah system pengendali ketinggian cairan mengkonversikan secara linier perubahan
dari pengukuran pada daerah 20 m – 30 m menjadi sinyal control 4 mA – 20 mA. Sebuah
relay dari pengendali dua posisi berfungsi membuka dan menutup katup control pada
bagian masukan ke tangki. Katup akan terbuka pada saat sinyal control 10 mA dan
menutup saat sinyal control 12 mA.
a. Tentukan hubungan antara ketinggian cairan dan arus listrik
b. Hitunglah daerah netral dalam satuan meter.

51
Solusi :
a. Hubungan linier antara ketinggian dan sinyal kontrol, Y = mX + C untuk Y =
harga pengukuran dan X = harga sinyal control, maka:
20 m = m . 4mA + C
30 m = m . 20mA + C
Dan didapat,
m = 0,625 m/mA dan C = 17,5 m
Sehingga hubungan antara ketinggian dan arus listrik adalah,

Y = 0,625 m/mA . X + 17,5 m

b. Relai menutup saat sinyal kontrol 12 mA, yaitu pada saat ketinggian cairan dalam
tangki sebesar…
Y = 0,625 m/mA (12 mA) + 17,5 m
Y = 25 m. Ketinggian maksimum (H1) adalah 25 m
Relay membuka saat sinyal control 10 mA, yaitu pada saat ketinggian cairan
dalam tangki sebesar…
Y = 0,625 m/mA (10 mA) + 17,5 m
Y = 23,75 m. Ketinggian minimum (H2) adalah 23,75 m
Maka daerah netral adalah H1 – H2
= 25 m – 23,75 m
= 1,25 m
Katup control akan menutup aliran masuk ke tangki saat pengukuran melebihi ketinggian
maksimum 25 m yaitu sebanding dengan sinyal control 12 mA dan akan membuka aliran
masuk ke tangki ketika ketinggian tangki kurang dari 23,75m. Antara 23,75 m ke 25 m
katup control akan tetap tertutup dan antara 25 m ke 23,75 m posisi katup akan berada
pada posisi terbuka.

Contoh 2.
Sebuah tangki dipanaskan dengan sebuah heater listrik dengan set point diatur pada
temperature 100oC. Sebuah termokopel digunakan sebagai transduser temperature yang
akan mengukur temperature dalam tangki kemudian memberikan hasil pengukuran ke
controller on/off. Controller on/off tersebut mempunyai control lag 0,5 menit dengan
daerah netral sebesar ± 4% dari set point. Saat temperature kurang dari batas minimum,
52
heater akan hidup dan pemanasan dalam tangki terjadi dengan laju pemanasan 40C/menit,
sedangkan saat temperature terukur melebihi temperature maksimum maka heater akan
mati dan pemanasan terhenti, temperature kemudian akan turun dengan laju 20C/menit.
a. Hitunglah waktu satu perioda osilasi
b. Gambarkan grafik temperature terhadap waktu perioda osilasi
c. Gambarkan grafik %P terhadap waktu perioda osilasi
Solusi :
a. Set point 1000C dan daerah netral ± 4%
Maka,
-∆Ep = 1000C – (4/100 x 1000C ) = 960C
+∆Ep = 1000C + (4/100 x 1000C ) = 1040C
Apabila pengendalian dimulai dari setpoint, maka temperature akan turun secara
linier dari temperature set point ke temperature minimum 960C (T1) dengan
persamaan sebagai berikut,
T1 = Tsp – (laju turun . rentang waktu dari Tsp ke T1)
Sehingga,
𝑇𝑠𝑝−𝑇1
Rentang waktu dari Tsp ke T1 = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟
(100 − 96)𝐶
t1 = 2 𝐶/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

t1 = 2 menit
mulai dari temperature 1000C terjadi penurunan dengan laju 20C/menit hingga
mencapai temperature 960C selama 2 menit, controller on/off ini mempunyai control
lag sebesar 0,5 menit, yang berarti controller terlambat memberikan perintah kepada
elemen control akhir (heater) untuk hidup memanaskan cairan dalam tangki, sehingga
penurunan temperature tetap terjadi selama 0,5 menit. Control lag ini menyebabkan
tercapainya lonjakan temperatur minimum (undershoot temperature).
Undershoot Temp. = Temperatur minimum – (control lag x laju penurunan)
Tus = 960C - ( 0,5 menit x 20C/menit)
= 960C - 10C
Tus = 950C

Setelah mencapai temperatur Tus 950C, heater baru hidup untuk memanaskan cairan
dalam tangki dengan laju pemanasan 40C/menit hingga mencapai temperature
maksimum 1040C.

53
T2 = Tus + (laju pemanasan . rentang waktu dari Tus ke T2)
Sehingga,
𝑇2−𝑇1
Rentang waktu dari T1 ke T2 = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛
(104 − 95)𝐶
t2 = 4 𝐶/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

t2 = 2,25 menit
Temperatur naik selama 2,25 menit hingga mencapai temperature 1040C. Seharusnya
heater kemudian mati karena batas error atas adalah 1040C, namun karena controller
mempunyai control lag 0,5 menit, heater tetap hidup selama 0,5 menit mengakibatkan
terjadinya lonjakan temperatur maksimum (overshoot temperature).
Overshoot Temp. = Temperatur maksimum + (control lag x laju pemanasan)
Tov = 1040C + ( 0,5 menit x 40C/menit)
= 1040C + 20C
Tov = 1060C
Dari temperature 1060C terjadi penurunan temperature karena heater mati dengan laju
penurunan 20C/menit. Satu perioda osilasi adalah satu perioda putaran dari posisi titik
awal balik ke posisi tersebut kembali. Satu perioda osilasi pengendalian temperature
dalam tangki disini karena dimulai dari temperature set point maka penghitungan
waktu satu perioda osilasi adalah hingga temperature set point tercapai kembali, yaitu
dari 1000C ke Tus (t1) kemudian ke Tov (t2) balik ke 1000C (t3).
T3 = Tov - (laju penurunan . rentang waktu dari Tov ke Tsp)
Sehingga,
𝑇𝑜𝑣−𝑇𝑠𝑝
Rentang waktu dari Tov ke Tsp = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛
(106 − 100)𝐶
T3 = 2 𝐶/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

T3 = 3 menit

Sehingga satu perioda osilasi didapat ,


PO = t1 + t2 + t3 + 2(control lag)
PO = 2 menit + 2,25 menit + 3 menit + 2 (0,5 menit)
= 8,25 menit

54
Tov = 106 C

104 C

t1 t3
100 C menit
t2

96 C

Tus = 95 C

Gambar 5.3 Grafik Temperatur terhadap waktu Perioda osilasi

100% t2

CL
%P

t3
t1
0% menit

Gambar 5.4 Grafik 2. %P terhadap waktu perioda osilasi

5.1b Mode Tiga Posisi


Mode tiga posisi merupakan perbaikan dari mode dua posisi atau mode on/off yang
hanya mempunyai dua posisi elemen control akhir, yaitu maksimum dan minimum atau
hidup/mati. Pada mode tiga posisi, controller memberikan tiga output berbeda
berdasarkan rentang error yang dapat dituliskan persamaannya sebagai berikut,
%P = 0 %, saat Ep > +∆EP
%P = 50 %, saat -∆EP < Ep < +∆EP
%P = 100 %, saat Ep < -∆EP
Persamaan diatas menyatakan bahwa selama error berada diantara -∆EP hingga +∆EP
maka controller akan memberikan output sebesar 50 %, baru setelah error melewati +∆EP
output berubah menjadi 0 %, sedangkan ketika error melewati -∆EP maka output menjadi
100 %. Rentang daerah netral pada pengendali on/off menjadi rentang -∆EP hingga
55
+∆EP yang berarti pada daerah netral tersebut, controller hanya akan memberikan output
sebesar 50%. Rentang 0% ,50% dan 100% akan membuat element control akhir bergerak
lebih cepat disbanding dari 0% langsung ke 100% atau dari 100% ke 0%.

+∆EP

-∆EP waktu

100%

%P
50% waktu

0%

Gambar 5.5 Hubungan Perioda Osilasi dengan Error (%Ep) dan Output Ccontroller (%P)

Contoh 1.
Sebuah alat penukar panas dikendalikan oleh controller tiga posisi untuk daerah 4 mA –
20 mA dan daerah pengukuran 100 K – 300 K dengan ketentuan sebagai berikut,
 Pada saat sinyal control <10 mA, katup control steam terbuka penuh
(100%) dan temperatur naik dengan laju 5 K/menit
 Pada saat sinyal control berada antara 10 mA – 14 mA, katup control
steam mulai menutup (50%) sehingga temperature naik perlahan 3
K/menit
 Pada saat sinyal control > 14 mA, katup control steam tertututp (0%),
sehingga terjadi penurunan temperatur sebesar 2 K/menit.
Controller tersebut mempunyai control lag sebesar 2 menit, hitunglah waktu satu perioda
osilasi dan gambarkan grafik %P dan Temperatur terhadap perioda osilasi tersebut
apabila temperature awal adalah 165 K.

56
Solusi :
Hubungan garis lurus antara sinyal ukur terhadap sinyal control
Y =mX+C
100 K = m (4 mA) + C | x 5 500 K = m (20mA) + 5C
300 K = m (20 mA) + C | x 1 300 K = m (20mA) + C
_____________________
200 K = 4 C
Maka C = 50 K
Sehingga 100 K = m (4mA) + 50 K
(100 K – 50 K) = m.(4mA)
Dan didapatlah gradient garis lurus (m) = 50 K / 4 mA
(m) = 12,5 K/mA
Untuk sinyal control 10 mA,
Y = 12,5 K/mA (X) + C
Y10mA = 12,5 K/mA (10 mA) + 50 K  175 K
Y14mA = 12,5 K/mA (14 mA) + 10 K  225 K

Sehingga rentang daerah netral pengendalian adalah antara 175 K – 225 K

Temperatur awal = To = 165 K, <dari batas bawah 175 K (<10 mA), berarti katup
control steam akan terbuka penuh, akan terjadi pemanasan dalam alat penukar
panas dengan laju pemanasan 5K/menit.

𝑇2−𝑇1
Waktu dari 165 K ke 175 K adalah t1 =𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛
(175−165)
t1 = 5 𝐾/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 2 menit

Saat temperature 175 K tercapai, controller karena memiliki control lag sebesar 2
menit maka katup kontrol steam akan tetap terbuka 100% selama 2 menit,
sehingga akan terjadi Tovershoot diatas 175 K.

Tovershoot = T2 + (control lag x laju pemanasan dari T1 ke T2)


Tov= 175 K + (2 menit x 5 K/menit)
Tov= 185 K

57
Temperatur 185 K (>10 mA) sehingga katup control steam mulai menutup ke
posisi 50 %, dan laju pemanasan menurun dari 5 K/menit menjadi 3 K/menit ke
temperature batas atas 225 K.

𝑇𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑇2
Waktu dari 185 K ke 225 K adalah t2 =𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛
(225−185)
t2 = 5 𝐾/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 13,33 menit

Saat temperature 225 K tercapai, controller karena memiliki control lag sebesar 2
menit maka katup kontrol steam akan tetap terbuka 50% selama 2 menit, sehingga
akan terjadi Tovershoot kedua diatas 225 K.

Tovershoot2 = Tbatas atas + (control lag x laju pemanasan Tbatas atas)


Tov2= 225 K + (2 menit x 3 K/menit)
Tov2= 231 K

Temperatur 231 K ini melebihi temperature batas atas 225 K (>14 mA) sehingga
katup kotrol steam menutup (0%), tidak ada steam mengalir ke penukar panas
sehingga temperature turun dengan laju 2 K/menit dari Tov2 ke temperature batas
atas (225 K).

𝑇𝑜𝑣2−𝑇𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠
Waktu dari 231 K ke 225 K adalah t3 = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛
(231−225)
t3 = 2 𝐾/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 3 menit

Saat temperature 225 K tercapai, controller karena memiliki control lag sebesar 2
menit maka katup kontrol steam akan tetap terbuka 50% selama 2 menit, sehingga
akan terjadi Tundershoot di bawah temperatur 225 K.

Tundershoot = Tbatas atas - (control lag x laju pemanasan dari Tov2 ke Tbatas atas)
Tus= 225 K - (2 menit x 2 K/menit)
Tus= 221 K

58
Pada temperature 221 K (antara 10 mA – 14 mA), posisi katup control steam
adalah 50 % sehingga kembali terjadi pemanasan dari 221 K ke batas atas 225 K.

𝑇𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠−𝑇𝑢𝑠
Waktu dari 221 K ke 225 K adalah t4 = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛

(225−221)
t4 = 3 𝐾/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 1,3 menit

Waktu satu perioda osilasi untuk tiga posisi dimulai dari titik awal hingga ke titik
dimana pengulangan yang sama akan terjadi lagi. Jadi untuk contoh soal di atas,
waktu satu perioada osilasi dimulai dari waktu t1 (temperature 165 K) hingga t4,
karena apabila perhitungan setelah t4 dilanjutkan akan didapatkan perhitungan
Tov3 yang sama dengan Tov2, kemudian mengulang seperti gerakan ke t4 dan
seterusnya.
Waktu (1) PO = t1 + t2 + t3 + t4 + 3 control lag
= 2 menit + 13,33 menit + 3 menit +1,3 menit + 3(2 menit)
= 25,63 menit
b. Grafik % P dan Temperatur terhadap waktu.
t3
225 C
t4
Tus
menit
t2
175 C

165 t1
C
Gambar 5.6 Grafik Temperatur terhadap waktu Perioda osilasi
t3
100%

%P
t2
50%
CL
t4
t1 CL
0% menit

59
Gambar 5.7 Grafik %P terhadap waktu perioda osilasi

Latihan soal
1. Tangki dengan diameter 2 m dan tinggi 6 m dikendalikan dengan controller 2 posisi
yang bekerja pada daerah pengukuran 3 m – 6 m dan sinyal control 3 psi – 15 psi
dengan ketentuan sebagai berikut :
 Pada saat sinyal control 8 psi, katup masukan membuka (100%) sehingga
cairan mengisi tangki dengan laju aliran masuk 2,75 m3/menit.
 Pada saat sinyal control 12 psi, katup masukan menutup sehingga tidak ada
cairan masuk mengisi tangki (0%).
Controller tersebut mempunyai control lag sebesar 1 menit, sedangkan laju aliran
keluar tangki adalah konstan sebesar 1,5 m3/menit.
 Hitunglah waktu dua perioda osilasi
 Gambarkan grafik %P dan Ketinggian (m) terhadap waktu.

2. Pada soal diatas controller diubah menjadi mode tiga posisi dengan ketentuan sebagai
berikut,
 Pada saat sinyal control <8 psi, katup masukan membuka (100%) sehingga
cairan mengisi tangki dengan laju aliran masuk 2,75 m3/menit.
 Pada saat sinyal control berada diantara 8 psi - 12 psi, katup masukan mulai
menutup sehingga cairan masuk mengisi tangki (50%) dengan laju 2,25
m3/menit.
 Pada saat sinyal control >12 psi, katup masukan menutup sehingga tidak ada
cairan masuk mengisi tangki (0%).
Controller tersebut mempunyai control lag sebesar 1 menit dengan laju aliran keluar
tangki adalah konstan sebesar 1,5 m3/menit.
 Hitunglah waktu dua perioda osilasi
 Gambarkan grafik %P dan Ketinggian (m) terhadap waktu.

5.2 Mode Pengendali Kontinyu


Berlainan dengan mode tidak kontinyu yang memberikan output dalam keadaan
terputus – putus, maka pengendali kontinyu memberikan output dalam keadaan terus
menerus untuk setiap error yang terjadi.

60
Contoh :
Suatu pengukuran temperature fluida bekerja pada daerah temperature 00C – 1000C
yang kemudian menjadi input sinyal control 3 psi – 15 psi untuk menggerakkan
katup aliran masuk steam ke dalam tangki fluida. Apabila diasumsikan hubungan
gerakan katup control dan pengukuran adalah linier dan saat stabil harga nominal
output controller adalah 50 % ~ laju aliran 4 m3/menit, maka :
a. Hitunglah harga pengukuran (Cm) pada saat harga output controller 60 % dan
tentukan besar aliran steam.
b. Gambarkan grafik %P terhadap harga sinyal control.
Solusi :
Hubungan garis lurus (linier) antara pengukuran dan sinyal control dituliskan menjadi
persamaan berikut,
Y =m.X + C
1000C = m . (15psi)+ C
00C = m . (3psi) + C -
1000C = m .(12psi)
m = 1000C / 12 psi  m = 8,330C/psi
Sehingga, 1000C = m. (15psi) + C
1000C = 8,33 oC/psi (15psi) + C  C = -25

Persamaan linier didapat Y = m . X + C


Y = 8,330C/menit. X - 250C
Pada saat output sinyal 50 %, maka sinyal control adalah …
Sinyal kontrol−Sinyal minimum Sinyal kontrol −3 psi
%P = =
rentang sinyal kontrol 15 psi−3 psi
Sinyal kontrol −3 psi
0,5 = 15 psi−3 psi

Sinyal control = 9 psi


Maka harga pengukuran (Cm) adalah Y = 8,330C/menit. (9psi) - 250C
Cm = 500C
Pada saat output sinyal 60 %, berarti katup manutup 60 % maka sinyal control adalah

Sinyal kontrol−Sinyal minimum Sinyal kontrol −3 psi


%P = rentang sinyal kontrol
= 15 psi−3 psi

61
Sinyal kontrol −3 psi
0,6 = 15 psi−3 psi

Sinyal control = 10,2 psi

Maka harga pengukuran (Cm) adalah Y = 8,330C/menit. (10,2psi) - 250C

Cm = 600C

Dengan harga pengukuran tersebut maka besar aliran fluida adalah,

Qs(stabil) = 4 m3/menit saat T = 500C  %P = 50 % terbuka, 50 % menutup

Saat %P = 60 % menutup, berarti aliran terbuka hanya 40 %

Bukaan katup X laju saat stabil


Qs(1) = bukaan katup saat stabil

0,4 X 4,0
Qs(1) = = 3,2 m3/menit
0,5

Katup kontrol steam akan mengecilkan aliran steam yang masuk.

100%

%P

50 %

0%

3 psi 9 psi 15 psi %Ep

Gambar 5.8 Hubungan % keluaran output terhadap sinyal kontrol

Mode kontinyu sebenarnya terdiri dari tiga jenis mode tunggal, yaitu : proporsional,
derivatif, dan integral. Dalam pemakaian, biasanya mode control tunggal tersebut
digabung untuk meningkatkan kebaikan yang ada dan memperkecil/menghilangkan
kekurangan yang ada.

5.2a Mode Proporsional

62
Pada mode proporsional yang merupakan perbaikan dari mode dua posisi mempunyai
hubungan lurus yang mulus antara output controller dan error. Pada rentang error di dekat
set point, setiap harga error mempunyai hubungan satu-satu yang mencakup dari 0% P
hingga 100% P yang disebut pita proporsional (Proporsional Band). Mode proporsional
dapat dibuat persamaan berikut :
P = Kp. Ep + Po
dimana :
Kp = Konstanta proporsional antara error dan output alat kontrol.
Po = Output controller pada saat tak terdapat error.
Pita proporsional diberikan dalam persen sebesar 100/Kp. Kesalahan output controller
yang melebihi proporsional band akan jenuh pada 100% atau 0% tergantung pada tanda
kesalahan. Gambar 5.6 menunjukkan hubungan proporsional band dan error.

100%
Kp2

SP
50%
KP1

0%

Pb kecil

PB besar

Gambar 5.9 Grafik Konstanta Proporsional

Harga Po sering dipilih pada 50% untuk memberikan ayunan yang sama diatas dan
dibawah set point.
OFFSET :
Yaitu error sisa pada titik pengoperasian variable yang dikendalikan ketika terjadi
perubahan beban. Besar Offset dapat lebih besar dari Kp, yang juga mengurangi
proporsional band.
Untuk melihat bagaimana offset muncul perhatikan contoh berikut :
- Pada sebuah sistem yang mempunyai beban harga nominal rendah dengan pengendali
(alat kontrol) pada 50% dengan error = 0 seperti pada gambar 5.7 berikut. Apabila
muncul error transien, sistem akan merespon dengan merubah keluaran kendali

63
sehubungan dengan transien untuk mengembalikan error ke posisi nol. Misalkan,
sebuah beban proses muncul yang memerlukan perubahan tetap pada keluaran output
untuk menghasilkan keadaan error nol, tetapi karena hubungan pada proporsional
adalah hubungan linier satu-satu antara output controller dan error, jelas terlihat
bahwa error nol yang baru tak akan dapat tercapai, system mempunyai offset yang
tetap dalam usaha mencapai posisi baru yang diinginkan oleh kondisi beban baru.

100%

%P

50%
Offset

0%
Ep
Error

Gambar 5.10 Offset

Contoh soal :
Pada sebuah pengendali ketinggian yang dioperasikan dengan mode proporsional, katup
3
masukan berhubungan lurus dengan skala faktor aliran sebesar 10 m ⁄jam/%P dari

keluaran control. Keluaran control nominal adalah 50% dengan konstanta Kp = 10%/%.
Sebuah beban proses muncul ketika aliran melalui katup keluar berubah dari 500 m3 ⁄jam
menjadi 600 m3 ⁄jam . Hitunglah keluaran control yang baru (P) dan tentukan error
offsetnya!
Pemecahan :
Qb1 = 500 m3 ⁄jam dengan %P = 50%
Dan Qb2 = 600 m3 ⁄jam
3
Hubungan antara Qa dan Qb = 10 m ⁄jam/%P

Sehingga :
P untuk Qa setelah beban proses (Qa2) adalah,
600 m3 ⁄jam
P (Qa2) = 3
10 m ⁄jam/%P

P = 60%

Untuk mode proporsional diketahui persamaan,


P = Kp. Ep + Po

64
60% = 10%⁄% . Ep + 50%
Sehingga,
P − Po 60% − 50%
Ep = − =
Kp 10%⁄%
Ep = 1%

APLIKASI :
Error offset membatasi penggunaan mode proporsional sehingga baik digunakan hanya
ketika dimungkinkan reset manual terhadap titik kerja untuk mengurangi offset.
Mode proporsional umumnya digunakan untuk proses yang mempunyai beban proses
kecil atau waktu kelambatan proses kecil, karena waktu kelambatan proses kecil maka
proporsional band juga kecil (Kp kecil) sehingga offset juga kecil.

5.2b Mode Integral


Mode ini sering disebut dengan mode RESET, dan dapat ditulis dengan persamaan
berikut :
dP⁄dt = Ki. Ep
Dimana :
dP/dt = Laju perubahan output pengendali (%/s)
Ki = Konstanta integral (%⁄𝑠⁄%)

Waktu integral adalah 1/Ki


Persamaan untuk output keluaran adalah :
t
P = Ki ∫0 Ep(t). dt + Po
Persamaan ini menunjukkan bahwa harga keluaran P tergantung pada error ketika
pengamatan dimulai (t = 0). Jika error berlipat ganda, laju output keluaran juga akan
berlipat ganda. Konstanta Ki menunjukkan skala antara error dan P. Karenanya, harga Ki
yang besar berarti error kecil menghasilkan laju yang besar, begitupun sebaliknya.

APLIKASI :
Pada beban proses, akan terjadi pengendalian yang cepat yang akan menggerakkan EKA
dengan cepat, ketika EKA bekerja dan error menurun, EKA kemudian memperlambat
gerakannya sehingga sistem membawa error ke posisi nol dengan lambat. Apabila

65
terdapat proses lag yang besar, error akan berosilasi di daerah nol dan akan dapat
menyebabkan sikling.
Umumnya mode integral tidak dipergunakan secara tunggal, dan dipergunakan hanya
untuk proses dengan proses lag kecil dan kapasitas yang kecil pula.

5.2c Mode Derivatif


Mode tunggal terakhir dalam proses kontinyu adalah mode derivatif dimana keluaran
controllernya tergantung pada laju perubahan error. Mode ini sering juga disebut mode
antisipasi atau mode laju. Kelemahannya adalah mode ini tak dapat digunakan secara
tunggal ketika error = 0 atau konstan karena output controller tidak akan mempunyai
harga keluaran.
Persamaan untuk keluarannya dapat ditulis :
dEp
P = Kd. + Po
dt
Dimana :

Kd = Konstanta derivatif (%⁄𝑠⁄%)

dEp/dt = Laju perubahan error (%/s)

Konstanta derivatif juga disebut laju waktu derivatif dan biasanya dinyatakan dalam
satuan waktu.

APLIKASI :
Mode derivatif memperbaiki/mempercepat respon transien terhadapa sistem control dan
memberikan efek menstabilkan sistem. Responnya terhadap laju perubahan menghasilkan
koreksi yang berarti sebelum error semakin besar (antisipasi error) yang akan sangat
berarti bagi sistem control apabila perubahan bebannya terjadi secara tiba-tiba, karena
mode derivatif ini melawan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluaran yang
dikontrol, sehingga efeknya adalah menstabilkan sistem loop tertutup dan meredam
osilasi yang terjadi.

5.2d Mode gabungan


Mode Proporsional Integral
Mode ini merupakan gabungan dari mode proporsional dan integral sehingga
persamaannya :

66
t
P = Kp. Ep + Kp. Ki ∫ Ep(t). dt + Po
0

Keuntungan dari mode ini adalah tetap dipertahankannya hubungan linier satu-satu
proporsional sedangkan mode integral mengeliminasi offset yang terjadi.
Offset muncul ketika beban proses memerlukan harga output baru dan tak dapat diberikan
harga keluaran yang baru dan mengijinkan error menjadi nol ketika terjadi perubahan
beban. Aksi integral secara efektif memberikan reset operasi ketika terjadi perubahan
beban.

APLIKASI :
Dikarenakan offset dapat dieliminasi oleh aksi integral, maka mode ini dapat dikarenakan
untuk sistem yang mempunyai perubahan beban besar. Tetapi karena waktu integral,
proses haruslah mempunyai perubahan beban yang cukup lambat untuk mencegah osilasi
yang diakibatkan oleh overshoot aksi integral.

Mode Proporsional Derivatif


Mode ini melibatkan pengendalian bertingkat antara mode proporsional derivatif dan
dapat ditulis :
dEp
P = Kp. Ep + Kp. Kd + Po
dt
Jelas disini, offset tak dapat dieliminasi, namun dapat mengendalikan perubahan beban
yang cepat selama kesalahan offset dari beban masih dapat diterima.

Mode Proporsional Integral Derivatif


Gabungan ketiga mode tunggal ini dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
t
dEp
P = Kp. Ep + Kp. Ki ∫ Ep(t). dt + Kp. Kd + Po
0 dt
Mode ini banyak digunakan untuk mengontrol respon katup pengendali jenis actuator
hidrolik. Mode D berfungsi untuk mempertinggi kecepatan respon, mode I mencegah
terjadinya error offset dengan hubungan satu-satu dari proporsional, menghasilkan
pengendalian yang terbaik dari pengendalian sebelumnya.

67
Rangkuman
Pengendalian dapat dilakukan dengan memilih mode pengendali untuk controller
secara tidak kontinyu atau kontinyu. Mode tidak kontinyu adalah mode pengendalian
awal yang disempurnakan menjadi mode pengendalian kontinyu, namun mode tidak
kontinyu masih tetap dipergunakan di industri untuk pengendalian sederhana.

Latihan soal :
1. Sebuah Setrika bekerja dengan pengendalian kontinyu untuk temperature 350 C –
850C yang sebanding dengan input controller 4 mA – 20 mA.
a. Hitunglah arus listrik yang disuplai pada saat 750C.
b. Gambarkan grafik %P terhadap mA
2. Sebuah CSTR berjaket pendingin digunakan untuk tepat reaksi eksotermis A  B
pada temperature reaksi 700C. Sensor thermometer yang digunakan beroperasi
pada range 00C – 1500C yang diubah menjadi sinyal 3 psi – 15 psi. Apabila saat
Temperatur reaksi laju aliran pendingin adalah 200 mL/menit, hitunglah aliran
pendingin saat harga pengukuran :
a. 400C
b. 1000C
3. Dari grafik berikut :

2%

5
%Ep T (detik)
2

-3%

Harga konstanta Kp = 2 , Ki = 2,2 s-1 dan Kd = 2


Harga Po = 50 %
Hitunglah harga P untuk grafik tersebut apabila digunakan mode pengendali
kontinyu Proporsional, PI, PD dan PID.

68
69

Anda mungkin juga menyukai