Disusun oleh :
Tiada kata yang lebih pantas daripada syukur di dunia ini kepada Allah Swt.
Shalawat serta salam selalu tersampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Sang
revolusioner akhlak insan. Tanpa rahmat-Nya penyusun tidak dapat menyelesaikan
makalah ini secara tepat.
Terima kasih kami haturkan kepada Dr. Malik Ibrahim. M.Ag. sebagai
pengampu kami di mata kuliah Akhlak dan Tasawuf dengan kesabaran dan
keistiqomahannya mengajari kami hingga kami terang dalam pengetahuan.
Tentunya makalah ini jauh dari kata sempurna, namun penyusun mencoba
secara maksimal agar makalah ini dapat digunakan tidak hanya untuk penyusun tapi
juga oleh seluruh kalangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dengan sangat
atas kekurangan kami dalam makalah ini baik dari segi penulisan dan materi.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
2.2. Penyebaran aliran atau organisasi tarekat di Indonesia secara historis .... 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Allah Swt menurunkan Islam sebagai agama kepada Nabi Muhammad Saw
untuk kemaslahatan dunia akhirat secara lahir batin. Didalamnya terkandung aspek
keyakinan (akidah), hukum (syariat), dan batin (hakikat).1 Secara keseluruhan,
ketiga aspek tersebut tidak ada artinya apabila disandarkan kepada akhlakul
karimah seseorang. Akhlak dianalogikan sebagai angka 1, sedangkan yang lainnya
dianalogikan sebagai angka 0 yang penempatannya setelah angka 1. Angka 1
apabila disandarkan nol disampingnya maka akan menjadi nilai lebih, namun
apabila tanpa angka 1 maka angka 0 itu tidak ada nilai atau artinya.
Akhlak adalah suatu fundamental dari diri manusia. Sesuatu yang melekat dan
tidak bisa diabaikan atas tindakannya. Akhlak terlihat dalam sikap, ucapan, dan
tindakannya seseorang. Bahkan, dalam suatu hadis Rasulullah Saw bersabda:
Akhlak dalam bahasa Arab berasal dari kata khuluk berarti perilaku, sedangkan
dalam KBBI suatu budi pekerti atau kelakuan. Dalam Islam akhlak lebih
dimaksudkan sebagai suatu perilaku yang menghubungkan makhluk-Nya dengan
Allah Swt. Adapun pengertian akhlak menurut sang Hujjatul Islam yakni Abu
Hamid Al-Ghazali yaitu Akhlak adalah satu sifat yang terpatri dalam jiwa yang
darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirkan dirinya dan
merenung terlebih dahulu.3 Namun, diatas akhlak ada yang disebut dengan taqwa.
1
Alba, Cecep. 2012. Tasawuf dan Tarekat Dimensi Estoris Ajaran Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Hlm. 1
2
http://www.irfanabunaveed.net/2016/07/mendudukkan-hadits-aku-diutus-untuk.html
3
http://pengertianahli.id/2013/10/pengertian-akhlak-menurut-para-ahli.html
1
Taqwa menurut Al-Ghazali yaitu sesuatu yang bisa dicapai dengan tercapainya
akhlakul karimah dibarengi dengan dzikir kepada Allah Swt (ath-Thusi 2017).
Untuk mencapai taqwa tersebut. Banyak ulama yang membuat organisasi untuk
menopang atau membuat jalan agar tercapainya taqwa tersebut. Adapun organisasi
tersebut sering disebut tarekat. Di Indonesia sendiri banyak sekali aliran atau
organisasi tarekat yang beredar, salah satunya yaitu Tarekat Naqsabandiah yang
persebarannya terbesar di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Tarekat
2.1.1. Pengertian
Tarekat (Arab: Tarîqah) berarti: 1. jalan, cara; 2. keadaan; 3. mazhab, aliran;
goresan/garis pada sesuatu; 5. tiang tempat berteduh, tongkat payung; atau 6. yang
terkenal dari suatu kaum. Dalam pengertian istilahî, tarekat berarti: 1.
pengembaraan mistik pada umumnya, yaitu gabungan seluruh ajaran dan aturan
praktis yang diambil dari al-Qur’an, sunnah Nabi Saw, dan pengalaman guru
spiritual; 2. persaudaraan sufi yang biasanya dinamai sesuai dengan nama
pendirinya.4
Tarekat dalam istilah Ilmuan Barat sering disebut Sufi Order. Kata order
digunakan dalam kelompok monastik besar Kristen seperti Fransiscan dan
Benedictan. Disepakati bersama bahwa kata order sebagai sekelompok manusia
yang hidup bersama dalam naungan disiplin yang sama. Namun pengartian yang
lebih rinci kata tersebut, terdapat perbedaan diantara Islam dan Kristen. Yakni
pemaknaan dalam kristen keharusan hidup mebujang bagi rahib-rahib Kristen,
sedangkan dalam Islam lebih sebagai institusi penyedia layanan sebagai pemandu
perjalanan mistik.5
Adapun Tarekat menurut istilah ulama tasawuf: 1. Jalan kepada Allah dengan
mengamalkan ulmu Tauhid, Fikih, dan Tasawuf; 2. Cara atau kaifiat mengerjakan
sesuatu amalan unuk mencapai sesuatu tujuan.6
Dari beberapa definisi di atas, dapat kita telusuri bahwa tarekat pada awalnya
adalah sebuah jalan pendekatan diri seorang hamba kepada Allah Swt. Namun
seiring berkembangnya zaman, banyaknya ulama yang berpola pikir dan pandangan
yang sama saling bahu membahu membuat suatu organisasi tarekat tersebut.
4
Fata, Ahmad Khoirul. 2011. “Tarekat.” Jurnal Al-Ulum 373-384. Hlm. 374
5
Ibid., Hlm. 375
6
Said, H. A. Fuad. 1996. Hakikat Tarikat Naqsyabandiah. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Hlm.
6
3
Ilmu tasawuf menerangkan: bahwa “syariat” itu hanyalah peraturan-peraturan
belaka, “tarekatlah” yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan syariat itu.
Apabila “syariat” dan “tarekat” itu sudah dapat dikuasai, maka lahirlah “hakikat”
yang tidaklain daripada perbaikan keadaan dan ahwal, sedangkan tujuan ialah
“ma’rifat” yaitu mengenal Tuhan dan mencintai-Nya yang sebesar-besarnya dan
sebaik-baiknya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “syarait itu perkataanku, Tarekat
itu perbuatanku dan hakekat itu ialah kelakuanku”.7
2.1.2. Metode-Metode (tarekat) untuk bersatu dengan Tuhan
Untuk mencapai Hakikat (liqa Allah) bertemu dengan Allah kaum sufi
mengadakan kegiatan batin, riadhah/latihan dan mujahadah/perjuangan rohani.
Metode-metode itu antara lain:
Hulul (Tuhan menjelma ke dalam Insan)
Al-Isyraq (cahaya dari segala cahaya)
Ittihad (Tuhan dan hamba berpadu menjadi satu)
Ittisal (hamba dapat menghubungkan diri dengan Tuhan)
Wihdatul-wujud (yang ada hanya satu)
Dalam istilah Sufi, perkataan “tarikat” berarti metode, cara atau jalan mendekati
Tuhan untuk “ma’rifat”. Bahwa adanya makhluk ini, karena Tuhan sebagai Khalik
ingin dikenal siapa Dia. Kesadaran diri sebagai makhluk, merupakan dorongan
untuk berkeinginan mencapai “ma’rifat” yakni mengenal tuhan atau “ liqa Allah”
sebaik-baiknya untuk siapa dipersembahkan segala amal-ibadah kita itu.
Karena tarekat itu adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka
orang-orang yang menjalankan tarekat itu harus menjalankan syari’at dan si murid
harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syari’at agama.
b. Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak dan
menlaksanakan perintah guru.
c. Tidak mencari-cari keringat dalam beramal agar tercapai kesempurnaan
yang hakiki.
7
Zahri, Dr. Mustafa. 1979. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
4
d. Berbuat dan mengisi waktu se-efisien mungkin dengan segala wirid dan
do’a guna pemantapan serta kekhusukan dalam mencapai maqomat
(stasion) yang lebih tinggi.
e. Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang menodai amal.
Secara umum dasar-dasar dari semua tarekat dapat disimpulkan dalam lima hal :
a. Menuntut ilmu untuk menegakkan perintah.
b. Cinta kepada syekh dan persaudaraan untuk mendapatkan penglihatan yang
tajam.
c. Meninggalkan rukhsah dan takwil untuk memelihara keutamaan.
d. Mengisi waktu dengan wirid-wirid untuk selalu menghadirkan tuhan dalam
hati.
e. Mencurigai diri dari segala sesuatu agar dapat keluar dari hawa nafsu.
(Ahmad al-Kamas al-Khanawi : 11)8
Amalan-amalan yang dilakukan para penganut tarekat, antara lain :
1) Zikir, yaitu ingatan yang terus-menerus kepada Allah dalam hati serta
menyebutkan dengan lisan. Zikir ini berguna alat kontrol bagi hati, ucapan
dan perbuatan agar tidak menyimpang dari garis yang sudah ditetepkan
Allah.
2) Muzik, yaitu membaca wirid dan syair tertentu diiringi dengan bunyi-
bunyian (instrumental) music seperti memukul rebana dan alat musik
lainnya.
3) Rotib, yaitu mengucapkan lafadz la ilaha illallah dengan gaya gerak dan
irama tertentu.
4) Menari, yaitu gerakan yang dilakukan untuk mengiringi wirid-wirid tertentu
guna memunculkan suasana khidmat.
5) Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas sewaktu melakukan zikir.
2.1.3. Hubungan Tasawuf dan Tarekat
Tarekat mempunyai hubungan substansial dan fungsional dengan tasawuf.
Tarekat pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt
8
Utara, Tim Penyusun Lain Sumatera. 1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Sumatera Utara: Penerbit
Lain.
5
dan wadah suatu komunitas manusia yang menjadi pengikut seorang syekh.
Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga yang bersatu dan mengikuti
sejumlah pengikut dengan aturan-aturan sebagaimana disebut di atas. Dengan kata
lain, tarekat adalah tasawuf yang melembaga. Tasawuf adalah usaha mendekatkan
diri kepada Allah Swt, sedangkan tarekat adalah jalan yang ditempuh seseorang
dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah.9
Sebagai wadah yang terlembaga, tarekat merupakan kelanjutan dari pengikut-
pengikut sufi yang terdahulu. Perubahan tasawuf ke tarekat sebagai lembaga dapat
dilihat dari peran seorang tokoh sufi yang kemudian berkembang menjadi tarekat
yang lengkap dengan simbol-simbol dan unsur-unsur yang sudah dijelaskan di atas.
Dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat itu tidak saja ditunjukan kepada aturan dan cara-
cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat dan bukan pula terhadap
kelompok yang menjadi pengikut salah satu syekh tarekat, tetapi meliputi segala
aspek ajara-ajaran yang ada dalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji,
dan sebagainya, yang semuanya adalah merupakan jalan atau cara mendekatkan diri
kepada Allah Swt.
2.2. Penyebaran aliran atau organisasi tarekat di Indonesia secara historis
Tarekat-tarekat yang pernah ada dan berkembang di Indonesia cukup banyak,
akan tetapi sebagian hanya namanya saja yang tinggal sedangkan keterangan
mengenai tarikat tersebut memerlukan penelitian yang lebih lanjut, karena data-data
yang berhasil diperoleh hanya sedikit sekali.
9
Solihin, dan Rasyid Anwar. 2005. Akhlak Tasawuf Manusia Etika. Bandung: Nuansa.
6
Menurut tarekat Qadiriyah, siapa yang tinggi cita-citanya naiklah martabatnya.
Siapa yang memelihara kehormatan, maka Allah memelihara kehormatannya.
Siapa yang baik khidmatnya, kekallah ia dalam petunjuk. Siapa yang membesarkan
Allah (karena nikmat-Nya), maka dia mendapat tambahan nikmat dari-Nya.
Diantara amalan-amalan tarekat Qadiriyah, maka zikir adalah lafadz yang paling
penting. Antara satu aliran dengan aliran lainnya, lafadz zikirnya tidak semua sama.
7
besi yang tajam. Dabus ini berkembang di Jawa Barat. Tarekat Rifaiyah antara lain
mempunyai tiga prinsip, yaitu : tidak menerima sesuatu, tidaak menolak sesuatu,
dan tidak menunggu sesuatu.
8
Tarekat Khalwatiyah disebarkan di Banten oleh Syekh Yusuf al-Khalawati al-
Makasari pada zaman pemerintah Sultan Ageng Tirtayasa. Syekh Yusuf meniggal
padad tahun 1699 M sebagai pahlawan adama dan tanah air.
9
pesat pada masa Khedive Ismail. Sehubungan dengan sifatnya yang popular, di
Mesir tersebar beberapa cerota yang berhubungan keajaiban-keajaiban dan
karamah para pendiri tarekat Bektasyi.
Pada masa Sultan Mahmud II, Tarekat Bektasyi dibubarkan, tetapi di Mesir
justru mendapatkan perlindungan dan mengalami perkembangan karena penguasa
Mesir pada waktu itu berasal dari kalangan tentara Turki pengikut tarekat Bektasyi.
Dari ketiga cabang tersebut ada perpaduan antara tarekat Naqsabandiah dengan
cabangnya. Salah satunya tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah yaitu perpaduan dua
tarekat yang diciptakan oleh seorang sufi bernama Ahmad Khatib Sambasi dari
Kalimantan sekitar pertengahan abad 19.
Untuk melihat lebih jauh, kita juga perlu mencari bukti bagaimana tarekat ini
telah berkembang dan diamalkan di Indonesia pada abad 19. Laporan-laporan yang
diberikan sebelum Snouck membuktikan bahwa tarekat ini telah tersebar di Cianjur,
Sumedang dan Sukabumi. Bahkan di Cianjur, menurut informasi ini, seluruh
bangsawan telah bergabung dengan tarekat Naqsabandiyah. Bupati dan penghulu
kepala Cianjur sendiri adalah seorang pengikut Naqsabandiyah, dan beberapa
saudaranya malah menjadi guru tarekat. Informasi lain dari van den Berg (1883)
mengatakan bahwa tarekat Naqsabandiyah juga telah diamalkan oleh orang Aceh,
Jawa Tengah dan Jawa Timur.10
10
Noupal, Muhammad. 2016. “Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia Abad 19.” Intizar 297-318.
Hlm. 303
10
pedesaan. Sekitar tahun 1860-an Tarekat Naqsabandiah berkembang di Riau dan
Sumatera Barat karena pengaruh Syekh Ismail Minangkabau
Dugaan sementara dapat kita berikan bahwa sampai awal abad 20, tarekat
Naqsabandiyah telah diamalkan oleh banyak penduduk. Sepanjang masa inilah kita
melihat gerakan tarekat menemukan momentumnya di Indonesia.
Dari catatan sejarah tersebut, dapat diduga bahwa tarekat Naqsabandiah sudah
berkembang di dataran Indonesia sejak abad 19. Dalam momentumnya, Suminto
mencatatkan tiga kejadian penting yaitu peristiwa Cianjur (1885), pemberontakan
Cilegon (1888) dan peristiwa Garut (1919) sebagai aksi gerakan tarekat.
Bahkan “sejak semula muslim Indonesia lebih menghargai mistik12 dari pada
syariat, berfikir atau merenung yang bersifat keagamaan. Aktivitas mistik lebih
11
Ibid., Hlm. 304
12
Menurut KBBI “Subsistem yang ada dalam hampir semua agama dan sistem religi untuk
memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan; tasawuf; suluk,
hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia biasa
11
dipentingkan dari pada menunaikan kewajiban beribadah yang tidak terbilang
banyaknya”. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa “mistik dalam bentuknya yang
beraneka ragam itu telah memancarkan pengaruhnya kepada seluruh lapisan
masyarakat”.
Unsur mistik atau mungkin lebih tepat disebut sinkretik, memang melekat dalam
Islam di Nusantara, khususnya Jawa. Tetapi kita akan kesulitan menentukan apakah
unsur sinkretik itu memang timbul dari tarekat atau ikut masuk ke dalam tarekat.
Biasanya informasi dari pemerintah Belanda tentang sinkretisme ini selalu
berhubungan dengan kepercayaan, bukan tarekat. Misalnya ketika pendapat yang
lazim ketika itu mengatakan bahwa orang Indonesia bukanlah muslim betulan;
kepribadian orang Indonesia masih dibentuk oleh agama-agama sebelumnya
(Hindu, Buddha dan kepercayaan animisme). Juga pada tahun 1883, Poensen,
seorang penginjil Protestan mengatakan bahwa mayoritas dari keseluruhan jumlah
penduduk mengaku sebagai muslim, tetapi “yang mereka ketahui tentang Islam
tidak lebih dari pada sunatan, puasa, daging babi itu haram dimakan, adanya grebeg
besar dan grebeg mulud dan berbagai hari raya lainnya.14
Tentunya hal seperti ini tidak dapat dimasukkan dalam tarekat. Tetapi
kecenderungan ke arah itu pernah dikemukakan oleh Snouck sendiri; ketika ia
mengatakan bahwa “sangatlah besar perhatian dari masyarakat Jawa untuk
13
Ibid., Hlm. 304
14
Ibid., Hlm. 305
12
memiliki cara-cara ajaib agar dapat memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat;
bagaimana para penipu yang licin mengambil kesempatan untuk menyalahgunakan
keinginan, yang disertai sifat mudah percaya, untuk menarik orang-orang yang lugu
ke dalam tarekat mereka, dan kemudian mempergunakan kepatuhan dan
kedermawanan mereka untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri”.
Bahkan ia juga melihat bahwa masih berlaku kehidupan yang terpengaruh oleh
bayangan kegaiban, berbagai adat kebiasaan dan khayalan keberhalaan semasa
sebelum Islam masuk ke Jawa, seperti juga daerah lain. Penyalahgunaan dan
pemujaan berhala masih ada di mana-mana. Yang lebih buruk lagi adalah bahwa
para Syekh dan pembantu mereka (khalîfah) yang baik maupun yang buruk dari
tarekat-tarekat yang sah, yang patuh kepada hukum, secara besar-besaran
menyalahgunakan jabatan sebagai pencari nafkah atau sebagai dasar untuk
kekuasaan pribadi seperti yang terjadi pada tarekat Naqsabandiyah”.
13
Bila persoalan bid’ah dalam tarekat diidentikkan dengan unsur mistik, maka
tulisan-tulisan seperti Serat Gotoloco, Dormogandul, Centini atau Cebolek adalah
bukti yang dapat kita majukan. Kitab-kitab tersebut bertanggung jawab terhadap
kesesatan dalam dunia tasawuf; selain beberapa terjemahan Jawa tentang syari’ah
dan akidah yang kurang baik dari sumber aslinya.
Kecenderungan tarekat ke arah mistik mungkin lebih tepat bila kita hubungkan
dengan cerita-cerita keramat (karâmah) yang berkembang di kalangan penduduk.
Snouck sendiri pernah menyebutkan cerita-cerita ini, yang tidak saja berkembang
di kalangan penduduk tetapi juga di kalangan orang-orang terpelajar. “Tentang
setiap wali, demikian Snouck, ada dongengnya sendiri, dengan keramat-keramat,
Yaitu tanda-tanda keajaiban karunia Allah, sebagai tema utama. Para wali bergerak
melintasi angkasa, di dalam air, di bawah tanah dengan kecepatan yang mustahil
bagi manusia biasa”.15
Tetapi tentu saja citra mistik yang melekat dalam tarekat sampai pada abad 19
tidak seluruhnya benar. Al-Raniri, misalnya menekankan pentingnya syari’at dalam
praktek tasawuf dengan menulis sebuah buku berjudul Sirat al-Mustaqim. Dialah
orang pertama di Nusantara yang menjelaskan perbedaan antara penafsiran dan
pemahaman yang salah maupun yang benar atas doktrin-doktrin dan praktek-
praktek sufi. Penekanan kepada aspek syari’ah juga terlihat dengan diterimanya
Ihya`‘Ulum al-Din karya al-Ghazali sebagai buku ajar guru sufi di madrasah
Haramain. Seorang ulama Palembang, Syaikh Abd al-Samad, menulis Hidayat al-
Salikin dan Sair al-Salikin yang merupakan terjemahan dari Bidayat al-Hidayah
dan Lubab Ihya` Ulum al-Din karya al-Ghazali. Menurut Quzwain, al-Falimbani
merasa terpanggil untuk menerjemahkan kitab-kitab tasawuf yang dianggapnya
dapat memberikan bimbingan yang benar dan efektif bagi para penggemar tasawuf
yang belum memiliki dasar pengetahuan agama yang kuat.
Tarekat pada abad 19 cenderung dinilai sebagai kemunduran bagi umat Islam,
tapi bila menelisik sejarah justru tarekat mempunyai andil penting dalam
perkembangan kehidupan masyarakat nusantara. Seperti paparan pendapat Dosen
15
Ibid., Hlm. 306
14
Pascasarjana Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung DR. Ajid Tohir,
"Dulu sekitar tahun 1970-an kelompok thariqah menjadi sasaran empuk kelompok
reformis karena thariqah dianggap sebagai kemunduran Islam. Padahal sebenarnya
thariqah punya peran besar dalam melawan penjajah.”16
Sampai sekarang, tarekat Naqsabandiah masih sangat eksis di Indonesia. Bahkan
Organisasi Islam di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) resmi
memproklamirkan bahwa tarekat Naqsabandiah sebagai aliran tarekat yang dianut
di bawah kepengurusan badan otonom JATMAN (Jamiyyah Ahli Thariqah Al
Mu'tabarah An Nahdliyyah) disamping 44 aliran tarekat lainnya.
Karena dalam aspek historis, NU yang didirikan oleh Syekh Hasyim Asy’ari
merupakan pengitkut tarekat Qadariyah Naqsabandiah dan juga adanya persamaan
dalam gaya kepemimpinan mereka yang menggunakan kepemimpinan yang
paternalistik dan kharismatik sekaligus.17
16
http://www.nu.or.id/post/read/57609/tarekat-adalah-pilar-dan-ruh-nu
17
Arifan, Fadh Ahmad. 2014. “Kaitan Antara NU dengan Tasawuf dan Tarekat.” - 1-4. Hlm. 2
15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Tarekat (Arab: Tarîqah) berarti: 1. jalan, cara; 2. keadaan; 3. mazhab,
aliran; goresan/garis pada sesuatu; 5. tiang tempat berteduh, tongkat
payung; atau 6. yang terkenal dari suatu kaum. Dalam pengertian istilahî,
tarekat berarti: 1. pengembaraan mistik pada umumnya, yaitu gabungan
seluruh ajaran dan aturan praktis yang diambil dari al-Qur’an, sunnah Nabi
Saw, dan pengalaman guru spiritual; 2. persaudaraan sufi yang biasanya
dinamai sesuai dengan nama pendirinya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alawi, Abdullah, dan Aiz Luthfi. 2015. NU Online. 14 Februari. Diakses Oktober
4, 2018. http://www.nu.or.id/post/read/57609/tarekat-adalah-pilar-dan-ruh-
nu.
Alba, Cecep. 2012. Tasawuf dan Tarekat Dimensi Estoris Ajaran Islam. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Arifan, Fadh Ahmad. 2014. “Kaitan Antara NU dengan Tasawuf dan Tarekat.” -
1-4.
Naveed, Irfan Abu. 2016. Irfan Abu Naveed. 1 Juli. Diakses Oktober 4, 2018.
http://www.irfanabunaveed.net/2016/07/mendudukkan-hadits-aku-diutus-
untuk.html.
Solihin, dan Rasyid Anwar. 2005. Akhlak Tasawuf Manusia Etika. Bandung:
Nuansa.
Utara, Tim Penyusun Lain Sumatera. 1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. Sumatera
Utara: Penerbit Lain.
Zahri, Dr. Mustafa. 1979. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina
Ilmu.
17