Anda di halaman 1dari 78

“ Mendorong Hak Akses Informasi,

Hak Partisipasi dan Hak Akses Terhadap Keadilan


dalam Penataan Ruang di Jawa Tengah “

Diselenggarakan atas kerjasama:


Yayasan TIFA – YLBHI-LBH Semarang
2015
Mendorong Hak Akses Informasi,
Hak Partisipasi dan Hak Akses Terhadap Keadilan
dalam Penataan Ruang di Jawa Tengah

LATAR BELAKANG

Lahirnya UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik memberi


harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan hak atas informasi publik. Selain itu,
Undang-undang ini juga memberikan kewajiban kepada badan publik negara dan badan
publik non negara untuk memberikan pelayanan informasi yang terbuka, transparan
dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Dalam seluruh sektor pelayanan
masyarakat, seharusnya UU tersebut menjadi acuan bagi pemerintah untuk terbuka
seperti halnya dalam urusan penataan ruang.

Sebelum lahirnya UU ini, Hak atas informasi khususnya berkaitan dengan Tata Ruang
sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hal ini
dapat dilihat dalam (pasal 13 huruf “f” dan “g”) yang mengatur bahwa Pemerintah
berkewajiban untuk mengembangkan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang
sekaligus menyebarluaskannya kepada masyarakat. Selain itu dalam Pasal 60, kaitannya
dengan hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, setiap orang
salah satunya berhak untuk : a. mengetahui rencana tata ruang. Kedua hal tersebut
bertujuan agar publik mendapatkan akses yang cukup atas informasi penataan ruang.

Meski kedua Undang-undang tersebut sudah mengatur mengenai Hak dan Kewajiban
Akses Informasi bagi Masyarakat dan Badan Publik, namun selama ini, khusus berkaitan
dengan Penataan Ruang masih jarang terpenuhi. Berdasarkan pengalaman, sejak 2011
sampai dengan 2013, LBH Semarang telah mendorong hak akses informasi dan hak
partisipasi dalam penataan ruang. Dari 20 wilayah yang diadvokasi LBH Semarang,
terdapat 18 konflik Tata Ruang yang menggunakan strategi akses informasi. Dimana
rincian akses informasinya berupa Informasi perizinan, sebanyak 12 permohonan,
disusul RTRW sebanyak 9 permohonan dan AMDAL sebanyak 5 permohonan.

Dari akses informasi tersebut, terdapat 4 sengketa informasi dan konflik yang sama-
sama dapat diselesaikan. Hanya 2 sengketa informasi dan konflik yang sama-sama
belum selesai. Sementara, terdapat 10 sengketa informasi yang selesai baik melalui
Komisi Informasi Publik Provinsi Jawa Tengah maupun melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara namun kasus Tata Ruangnya belum selesai. Sementara secara umum dari hasil
akses informasi yang sudah dilakukan, untuk mendorong penyelesaian kasus atau
konflik tata ruang kemudian masyarakat menggunakan strategi non-litigasi atau
penyelesaian diluar pengadilan baik melalui loby maupun audiensi. Hanya 3 kasus yang
menggunakan strategi Litigasi atau penyelesaian kasus di pengadilan.
Belajar dari kasus-kasus konflik Tata Ruang di Jawa Tengah yang penyelesaiannya
menggunakan jaminan hak akses informasi dan partisipasi, ada yang berhasil dan ada
pula yang gagal. Contoh yang berhasil adalah komunitas di Pati melawan rencana
pendirian pabrik Semen oleh PT. Semen Gresik, penyelesaian konflik penggusuran PKL
Jl. Pahlawan Kota Semarang dan penolakan warga terhadap rencana pembangunan
menara tower BTS di Jalan Cempedak Selatan, Kota Semarang. Meski ada yang berhasil,
masih banyak pula yang gagal.

Berdasarkan pengalaman ada beberapa catatan, konflik penataan ruang yang gagal
diadvokasi menggunakan strategi hak akses informasi. Kegagalan tersebut kurang lebih
dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, masih belum siapnya beberapa pemerintah
daerah dalam mengimplementasikan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Seperti dari tidak siapnya atau belum adanya kelembagaan PPID
dalam pelayanan pemberian informasi terkait Penataan Ruang. Kedua, terkait
konfliknya sendiri belum banyak yang diselesaikan karena data yang diminta dengan
upaya penyelesaian tidak sesuai atau kurang. Sehingga berdasarkan catatan-catatan
tersebut melalui program kerjasama dengan Yayasan TIFA, YLBHI-LBH Semarang pada
tahun 2015 kembali mendorong Pemenuhan Hak Akses Informasi, Hak Partisipasi dan
Hak Akses Terhadap Keadilan Dalam Penataan Ruang di Jawa Tengah. Dimana salah
satu kegiatannya adalah Workshop yang memberikan pengetahuan dan nantinya
setelah itu mendorong secara aktif masyarakat korban atau yang sedang berkonflik
terkait Penataan Ruang agar Hak-haknya terpenuhi.

Tujuan Kegiatan
1. Untuk memberikan pengetahuan kepada komunitas terkait Hak Akses Informasi,
Hak Partisipasi dan Hak Akses Terhadap Keadilan Dalam Penataan Ruang.
2. Sebagai langkah awal merumuskan aktivitas mendorong advokasi pemenuhan
Hak Akses Informasi, Hak Partisipasi dan Hak Akses Terhadap Keadilan Dalam
Penataan Ruang.
PERKENALAN DAN KONTRAK BELAJAR

Kita ketahui bahwa hari ini di Kabupaten Rembang, Jepara, dan kota Semarang,
masyarakatnya menghadapi persoalan yang sama, konteksnya hari ini tidak hanya soal
pembangunan besar, tapi yang kadang-kadang menjadi persoalan konkrit di masyarakat
misalnya persoalan tower, yang mungkin di masyarakat desa tidak terlalu menjadi
persoalan, tapi di perkotaan menjadi persoalan luar biasa, menyangkut perijinan, di
Semarang, ada puluhan atau bahkan ratusan tower yang tidak punya ijin. Dan
Potensinya bisa merusak.

PESERTA:
1. Andiyono – LBH Semarang, Fasilitator workshop.
2. Waluyo – Formakoli Semarang
3. Ronny Maryanto – KP2KKN
4. Widi Nugroho – Pattiro Semarang
5. Rini – PPKLS Semarang
6. Karsono – Banyumanik Semarang
7. M. Rofik Sunarto – Fornel Jepara
8. Rouf Purnomo – Bringin Keling Jepara
9. Juremi – Bambungharjo Donorejo Jepara
10. M. Kahroni – Tubanan Kembang Jepara
11. Dwi Maheni S. – Semarang
12. Suciati – Semarang Selatan
13. Sukatno – Kemijen Semarang
14. Yanto – Tambak Dalam Semarang
15. Bung Karni – Timbrangan Gunem Rembang
16. Joko Prianto – JMPPK Rembang
17. Tri Suryani – JMPPK Rembang
18. Tutik Haryanti – JMPPK Rembang
19. Jumadi S. Rama – JMPPK Rembang
20. Mamieks – Gayamsari Semarang
21. Atma – Semarang

KONTRAK BELAJAR:
1. Peserta tepat waktu mengikuti jadual workshop
2. HP silent/getar
3. Merokok di luar [bergantian 2 orang]
4. Aktif mengikuti workshop
1. PENATAAN RUANG

Sebelum kita berbicara soal Penataan Ruang, kita perlu mengetahui lebih dahulu apa
ruang itu. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Ruang udara mempunyai batas yakni batas terbang 10.000 kaki. Ruang laut batasnya
adalah 200 mil dari tepi pantai. Dan ruang darat.

Penataan Ruang diatur dalam Undang-undang 26 tahun 2007 tentang Penataan


Ruang dan PP 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dalam
Undang-undang 26 tahun 2007 dijelaskan bahwa “Penataan Ruang adalah suatu sistem
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.” Esensi Penataan Ruang adalah proses perencanaan Tata Ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk mewujudkan ruang yang aman,
nyaman, produktif (mempunyai nilai tambah) dan berkelanjutan (berwawasan
lingkungan).

Seperti contoh gambar rumah yang tampak bertumpuk-tumpuk, dilihat dari atas. Dalam
konteks kota Semarang yang pada tahun 2013, dengan jumlah penduduk sekitar 1,7
juta, dan mempunyai kecenderuangan tiap tahun bertambah, hal ini membawa
konsekuensi pada pemenuhan akan kebutuhan rumah dan fasilitas lainnya, sementara
luas lahan tidak bertambah.

Bila ruang tidak ditata atau direncanakan dengan baik, salah satu akiatnya adalah ruang
terbuka hijau dapat berkurang karena berubah menjadi ruang terbangun. Padahal
ruang terbuka hijau sebagaimana amanat Undang-undang 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang bahwa ruang terbuka hijau sebagai wilayah minimal seluas 30% dari
total luas wilayah. 30% ini meliputi 20% ruang terbuka hijau yang bersifat publik
seperti lapangan atau taman kota dan 10% ruang terbuka hijau yang bersifat
privat.

Kota Semarang dengan maraknya pembangunan fisik dan kurangnya ruang terbuka
hijau dalam konteks kota Semarang, menyebabkan kenaikan muka air laut. Akibat
berikutnya adalah terjadi banjir rob. Ini dirasakan di Semarang Utara, bahkan di
wilayah Johar sebelum jalan ditinggikan, selalu tergenang rob yang tingginya bisa
mencapai lutut orang dewasa. Kerawanan akibat banjir rob ini mengancam terjadinya
banjir di lahan seluas 8,773 hektar. Sedangkan rob mengancam 3400 hektar, serta ada
120.000 penduduk yang terkena dampak banjir rob.

Akibatnya terjadi penurunan muka tanah, dimana penurunan terbesar terjadi di


Tanjung Mas, Bagian Utara Kelurahan Genuk, Kota Semarang.
Dalam konteks Penataan Ruang terutama kota Semarang, jumlah pemakai jalan di kota
Semarang yang dilihat dari pemakaian kendaraan bermotor roda dua dan roda empat
yang setiap tahun terus meningkat juga menambah panjang jalan untuk
mengakomodasi jumlah kendaraan.

Jumlah penduduk yang semakin bertambah tiap tahun juga meniscayakan kebutuhan
akan ruang yang semakin meningkat. Sehingga fenomena alih fungsi sawah menjadi
lahan permukiman menjadi pemandangan kita sehari-hari di banyak sudut kota
Semarang. Lahan yang dulunya sawah, beralih fungsi menjadi perumahan dan
permukiman.

Ini yang terjadi di konteks lokal kota Semarang. Ada isu-isu global berkakitan dengan
Penataan Ruang. Salah satunya Pulau Kalimantan yang pernah dinobatkan sebagai
penghasil O2 terbesar nomor 2 setelah Amazon (Amerika), tapi sekarang dengan
berkurangnya luas lahan gambut di Kalimantan maka produksi O2 juga berkurang. Isu
global lainnya yaitu pemanasan global akibat radiasi matahari yang sebagiannya
terperangkap oleh gas-gas rumah kaca.

Bagaimana memulai menata ruang? Pertama, Menyusun Rencana Tata Ruang.


Perencanaan Tata Ruang ini dilakukan secara hirarkis dari RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) Nasional, RTRW Propinsi, RTRW Kabupaten/kota sampai rencana rinci Tata
Ruang (RDTR dan Ruang Kawasan).

Berikut ini perencanaan multi tingkat dan interaksinya:

Sistem perencanaan dimulai dari Rencana Tata Ruang Nasional (RTRN) yang masuk
dalam Program Pembangunan nasional (Propenas). RTR Nasional ini meliputi
Rencana Sektor Kehutanan, sektor Pertambangan, sektor peratanian dan sektor-
sektor lain. Secara hirarki Rencana Tata Ruang Nasional akan dijabarkan lagi dalam
konteks wilayah Propinsi menjadi RTRW Propinsi. Dari RTRW Propinsi akan dijadikan
acuan dalam pembuatan RTRW Kabupaten/kota. Di lingkup Kabupaten/kota, RTRW
Kabupaten/kota outputnya menjadi Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten/kota,
kemudian melahirkan Program Pembangunan Daerah (Propeda). Output lain dari
Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten/kota adalah penggunaan lahan
masyarakat/Rencana Tindak, kemudian bersama Propeda menjadi Rencana Investasi
Multi tahun/tahunan.

Muatan Rencana Tata Ruang, meliputi dua hal:


1. Rencana Struktur Ruang, terdiri dari :
1. Rencana sistem pusat permukiman seperti: pusat pelayanan, pusat kota, pusat
Kecamatan, pusat Kelurahan, dll.
2. Rencana Sistem jaringan prasarana seperti: jalan, listrik, air minum, drainase,
sampah, air limbah, telkom, pelabuhan, dll.
3. Rencana Pola Ruang, terdiri dari :
1. Peruntukan kawasan lindung, seperti: hutan lindung, ruang terbuka hijau, dll.
2. Peruntukan kawasan budidaya, seperti: perumahan, perdagangan, pendidikan,
kesehatan, perkantoran, dll.

di bawah ini Contoh Pola Ruang yang berisi distribusi peruntukan ruang dalam satu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk Fungsi Lindung dan Peruntukan ruang
untuk Fungsi Budidaya. Kawasan lindung pada ruang dalam peta yang berwarna Hijau.
Kemudian Kawasan budidaya dengan bermacam-macam kawasan. Ada kawasan pusat
kota, permukiman terpadu, kawasan riset dan pendidikan tinggi terpadu, kawasan
bandara terpadu, industri terpadu, pergudangan terpadu, maritim terpadu, pelabuhan
terpadu, bisnis global terpadu, bisnis pariwisata terpadu, kawasan budaya terpadu dan
kawasan bisnis olah raga terpadu.
Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan. Sedangkan kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, SDM,
dan sumber daya buatan.

Kedua, Pemanfaatan Ruang, yakni upaya mewujudkan struktur ruang dan pola ruang.
Dari perencanaan ruang di atas diwujudkan dalam pola ruang misalnya di wilayah
perkotaan dengan berbagai fasilitas, jalan, jembatan, taman kota, dsb.

Ketiga, Pengendalian Tata Ruang, dengan cara:


1. Peraturan Zonasi
2. Perizinan
3. Pemberian Insentif-Disinsentif
4. Pengenaan Sanksi

Peraturan zonasi dimaksudkan untuk mengatur apa yang boleh dan tidak boleh
dibangun dalam suatu kawasan.

Dalam pengendalian Tata Ruang ini juga ada sanksi meliputi:


1. Tidak mentaati Rencana Tata Ruang dan memanfaatkan ruang tidak sesuai ijin
(penjara maksimal 15 tahun dan atau denda maksimal Rp. 5M)
2. Tidak memberikan akses terhadap kawasan milik umum (penjara maksimal 1
tahun dan atau denda maksimal Rp. 100 juta)
3. Pejabat menerbitkan izin tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (Penjara
maksimal 5 tahun, denda maksimal Rp. 500 juta dan atau diberhentikan secara
tidak hormat).
4. HAK MASYARAKAT ATAS INFORMASI DAN PARTISIPASI
DALAM PENATAAN RUANG

Partisipasi dan akses pada keadailan dalam Penataan Ruang di Jawa Tengah untuk
menyampaikan materi tentang hak masyarakat atas informasi dan partisipasi dalam
Penataan Ruang. Inti dari materi ini pertama, Pengantar. Kedua, konsideran Undang-
undang Nomor 14 tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007. Ketiga,
Pengertian Penataan Ruang. Keempat, asas dan tujuan Penataan Ruang. Kelima,
hak & kewajian masyarakat. Keenam, partisipasi masyarakat dalam Penataan
Ruang. Ketujuh, Penyelesaian sengketa Penataan Ruang. Kedelapan, Ketentuan
pidana dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007. Kesembilan, realitas masalah
penyelenggaraan Penataan Ruang. Dan Kesepuluh, tips bagi masyarakat.

Sebelum kita mengetahui Undang-undang 14 tahun 2008 dan Undang-undang 26 tahun


2007, kita perliu mengetahui terlebih dahulu hal-hal pokok yang melatarbelakangi
lahirnya kedua Undang-undang ini dari sisi filosofis dan sosiologis. Ini lebih dikenal
dengan konsideran hukum.

Konsideran Undang-undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik diantaranya:
1. Bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi
ketahanan nasional.
2. Bahwa hak memeroleh informasi merupakan hak asasi manusia dan
Keterbukaan Informasi Publik merupakan salah satu ciri penting Negara
demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan
penyelenggaraan Negara yang baik.
3. Bahwa Keterbukaan Informasi Publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan Negara dan Badan Publik lainnya
dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
4. Bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk
mengembangkan masyarakat informasi.

Konsideran Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang :


1. Bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan international menuntut
penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum,
dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan Penataan Ruang yang baik sesuai
dengan landasan idiil Pancasila.
2. Bahwa keberasaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang
berkembang terhadap pentingnya Penataan Ruang sehingga diperlukan
penyelenggaraan Penataan Ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar
terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
Kita mulai dari pengertian apa itu Penataan Ruang. Dalam Undang-undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa Penataan Ruang adalah
suatu sistem proses Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang dan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang (Pasal 1 ayat 5).

Penataan Ruang harus dilaksanakan dengan memperhatikan Struktur Ruang yang


meliputi susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat sebagai satu
kesatuan yang tak terpisahkan - Pasal 1 ayat (3), serta memperhatikan Pola Ruang
atau pengaturan mengenai peruntukan ruang dalam suatu wilayah, baik peruntukan
Fungsi Lindung maupun Peruntukkan Ruang bagi Fungsi Budidaya (Pasal 1 ayat 4).

Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan Stuktur Ruang dan
Pola Ruang yang meliputi Penyusunan dan Penetapan Rencana Tata Ruang - Pasal 1
ayat (13). Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan Struktur Ruang dan
Pola Ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang melalui Penyusunan dan Pelaksanaan
Program beserta pembiayaannya - Pasal 1 ayat (14). Pengendalian Pemanfaatan
Ruang adalah upaya untuk mewujudkan Tertib Tata Ruang - Pasal 1 ayat (15).

Asas dan tujuan Penataan Ruang


Asas penyelenggaraan Penataan Ruang: “Penyelenggaraan Penataan Ruang berasaskan:
a) Keterpaduan; b) Keserasian, Keselarasan, dan Kesinambungan; c) Berkelanjutan; d)
Kebedayagunaan dan Keberhasilgunaan; e) Keterbukaan; f) Kebersamaan dan
Kemitraan; g) Perlindungan Kepentingan Umum; h) Kepastian Hukum dan Keadilan, dan
i) Akuntabilitas.” (Pasal 2 UU No.26 Th. 2007).

Tujuan penyelenggaraan Penataan Ruang: “Penyelenggaraan Penataan Ruang


bertujuan: Mewujudkan Ruang Wilayah Nasional yang Aman, Nyaman, Produktif dan
Berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, guna: a)
Terwujudnya keharmonisan antara Lingkungan Alam dan Lingkungan Buatan; b)
Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, dan c) Terwujudnya perlindungan
Fungsi Ruang dan Pencegahan Dampak Negatif terhadap Lingkungan akibat
Pemanfaatan Ruang.” (Pasal 3 UU No.26 Th. 2007).
3. HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

Hak Masyarakat:
“Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a) Mengetahui rencana tata ruang;
b) Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c) Memperoleh
penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d) Mengajukan keberatan kepada
pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
di wilayahnya; e) Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f)
Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan
kerugian.” (Pasal 60 UU No.26 Th.2007).

Kewajiban Masyarakat:
“Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: a) menaati rencana tata ruang yang
telah ditetapkan; b) memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang; c) mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan d) memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.” (Pasal 61).

Sanksi administrasi:
Pelanggaran masyarakat atas Pasal 61, dikenai sanksi administratif sebagaimana
diatur dalam Pasal 63, yang menegaskan sbb: “Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 dapat berupa: a) peringatan tertulis; b) penghentian
sementara kegiatan; c) penghentian sementara pelayanan umum; d) penutupan lokasi; e)
pencabutan izin; f) pembatalan izin; g) pembongkaran bangunan; h) pemulihan fungsi
ruang; dan/atau i) denda administratif”.

Partisipasi masyarakat dalam Penataan Ruang secara tegas diatur dalam pasal 65 ayat
1 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 bahwa penyelenggaraan Penataan Ruang
dilaksanakan pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat
dalam penyelenggaraan Penataan Ruang dilakukan mulai dari proses penyusunan
rencana Tata Ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal
65 ayat 2 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007).

Pelibatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana umum


Tata Ruang:
4. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
5. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi
6. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan rencana Tata Ruang wilayah kota.
Pelibatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Rinci
Tata Ruang:
1. Rencana Tata Ruang Pulau/kepulauan dan rencana Tata Ruang kawasan
strategis nasional.
2. Rencana Tata Ruang kawasan strategis Propinsi
3. Rencana detail Tata Ruang Kabupaten/kota dan rencana Tata Ruang kawasan
strategis Kabupaten/kota

Pelibatan masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang:


1. Memastikan bahwa pelaksanaan pemanfatan ruang tidak melanggar Pasl 32, 33,
34 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pelibatan masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang:


1. Pemantauan, pengawasan, pengaduan, ajukan gugatan.

Penyelesaian sengketa Penataan Ruang juga diatur dalam Undang-undang Nomor 26


tahun 2007 bahwa ada arahan penyelesaian sengketa Penataan Ruang pada tahap
pertama diupayakn melalui musyawarah mufakat (Pasl 67 ayat 1), dan diselesaikan
melalui pengadilan maupun di luar pengadilan (Pasal 67 ayat 2).

Ketentuan Pidana Dalam UU No.26 Tahun 2007:


1. Pasal 69
1. Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan
fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
3. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

4. Pasal 70
1. Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
4. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

5. Pasal 71
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

6. Pasal 72
Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

7. Pasal 73
1. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai
dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai
pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari
jabatannya.

3. Pasal 74
1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal
71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan
denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi
berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.
2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa: a) pencabutan izin usaha; dan/atau b)
pencabutan status badan hukum.

3. Pasal 75
1. Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti
kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
Realitas Masalah Penyelenggaraan Penataan Ruang:
2. Penataan Ruang tidak sesuai dengan Kaidah Hukum yang berlaku.
3. Perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
seringkali dilakukan mengabaikan daya dukung lingkungan.
4. Abai terhadap pemenuhan akses informasi dan partisipasi publik dan berakibat
terlanggarannya hak atas keadilan masyarakat.
5. Terjadinya pergeseran fungsi ruang dari kawasan konservasi menjadi non
konservasi, lahan pertanian menjadi non pertanian.
6. Terjadinya dampak sosial ekonomi dan budaya yang menjadi pemicu terjadinya
konflik horisontal maupun Vertikal di masyarakat.

Masyarakat perlu memahami dan menyadari pentingnya informasi mengenai penataan


ruang, agar mampu berpasrtisipasi secara memadai dalam proses penataan ruang pada
semua tingkatan (perencanaan tata tuang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang). Masyarakat sebaiknya bersikap proaktif terhadap berbagai agenda
pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang yang berdampak terhadap keberlanjutan fungsi ruang.

Masyarakat mulai mengakses berbagai informasi yang berkenaan dengan penataan


ruang, termasuk rencana detail tata ruang kota/ kabupaten/ provinsi, sebagai bahan
kajian lebihlanjut sebagai bagian dari proses advokasi permasalahan tata ruang yang
terjadi di berbagai wilayah. Masyarakat mulai mengkritisi secara tajam atas setiap
keputusan atau perinjinan pemanfaatan ruang yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip transparansi dan akuntabilitas serta bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
7. PERAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

Dasar hukum : Undang-undang 26 tahun 2017, pasal 1 dan 3. Bahwa Penataan Ruang
ada tiga, yaitu:
1. Perencanaan tata ruang
2. Pemanfaatan ruang
3. Pengendalian pemanfaatan ruang
Yang tujuannya untuk mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, aman, produktif,
dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam
wadah NKRI.

Perencanaan Tata Ruang :


1. RTRW Nasional, skalanya 1: 2.500.000
2. RTRW Propinsi, skalanya 1: 250.000
3. RTRW Kabupaten, skalanya 1:50.000
4. RTRW Kota, skalanya 1:25.000

RDTR  rencana rinci untuk memperjelas RTRW, ini yang memerinci dari RTRW tadi.
Skalanya 1: 5000 s/d 1:1.000. RDTR disusun oleh Pemerintah Kota/Pemerintah
Kabupaten. Hingga skala 1:100.000 yang sebetulnya ada di kawasan tertentu, sesuai
pembagian Kabupaten/kota terkait. Dimana tempat-tempat yang berprioritas untuk
disusun berdasarkan skala 1:100.000 dalam bentuk RDTRK. Misalnya rumah penduduk
yang kelihatan terlalu padat, sehingga kami yang di kepemerintahan yang bertugas di
dinas Tata Ruang bisa melihat secara langsung tanpa harus dikawal dalam perencanaan.
Karna ini merupakan keterbukaan dalam penataan ruang di suatu wilayah yang
sifatnya operasional maka harus nampak dan jelas didalam peta RDRTK.

Perlu diinformasikan bahwa Jawa Tengah dalam skala yang lebih besar dan
memperjelas dalam penataan ruang dan untuk pencapaian dalam
keterbukaan/transparansi masyarakat dalam pengawalan Peraturan Daerah baik
Peraturan Daerah RTRW Propinsi Jawa Tengah maka Sejak Undang-undang 26 tahun
2007,yang mengalokasikan waktu yang sudah di tetapakan dengan batas waktu 2
tahun, dan itu harus sudah diselesaikan atau dipetakan RTRWP dan seharusnya 2 tahun
sesuai waktu yang sudah ditetpkan perda Daerah. Di Jawa Tengah, ada 35
Kabupaten/kota sudah yang sudah mengerjakan RTRW Kabupaten/kota. Sesuai data
yang sudah kita miliki RTRW nya.
Akan tetapi di Jawatengah salah satu Propinsi yang belum merencanakan terkait
pemetaan Tata ruang RDRTK. Dalam permasalan ini bukan berarti kita yang di Jawa
Tengah tidak serius menindaklanjuti permasalahan ini. Artinya proses perencanaan
sudah banyak dilakukan. Tetapi Peraturan Daerah memerlukan waktu dalam
penyusunan RDRTK terkait, artinya ada satu tahapan bahwa harus tim badan informasi
geospasial melakukan dorongan kepada dinas Tata Ruang dalam penyusunan dan
perencanaannya. Dengan harapan masyarakat bias ikut berpartisipasi dan mengawal
RDTR yang ada di Jawa Tengah.

PP 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan Penataan Ruang. Ada 4 tahapan: Pertama


pengaturan mewujudkan adanya aturan-aturan yang dituntut oleh pemerintah pusat.
Kedua, Pembinaan dilakukan oleh pemerintah pusat juga pemerintah Propinsi. Ketiga
pelaksanaan, bahwa dalam rangka mewujudkan Tata Ruang harus didahului dengan
proses perancanaan. Keempat pemanfaatan dan pengendalian. Kelima adalah
pengawasan.

Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah pada tahap


Perencanaan:
1. Memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat
tentang proses penyusunan dan penetapan rencana tata ruang melalui media
komunikasi yang memiliki jangkauan sesuai dengan tingkat rencana.
2. Melakukan sosialisasi mengenai perencanaan tata ruang [sosialisasi melalui
media tatap muka antara lain dialog, seminar, lokakarya, diskusi, dan/atau
pameran dan sosialisasi melalui media elektronik antara lain penyiaran di media
radio dan/atau televisi dan rubrik tanya jawab melalui media internet].
3. Menyelenggarakan kegiatan untuk menerima masukan dari masyarakat
terhadap perencanan Tata Ruang. [konsultasi publik, lokakarya, seminar,
workshop]
4. Memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai
perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Kewajiban pemerintah dan Pemerintah Daerah pada Tahap


Pemanfaatan:
1. Memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat
tentang pemanfaatan ruang melalui media komunikasi.
2. Melakukan sosialisasi rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan
3. Melaksanakan pemanfaatan ruang sesuai peruntukannya yang telah ditetapkan
dalam rencana Tata Ruang.
4. Memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan megenai pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban pemerintah dan Pemerintah Daerah pada Tahap


Pengendalian:
5. Memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat
tentang pengendalian pemanfaatan ruang melalui media komunikasi.
6. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengendalian pemanfaatan
ruang.
7. Memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai arahan
dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
8. Menyediakan sarana yang memudahkan masyarakat dalam menyampaikan pe,
pengaduan atau laporan terhadap dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. [sarana: ketersediaan peralatan, proses dan prosedur yang mudah
dijangkau dan dipergunakan oleh masyarakat.

Bentuk peran masyarakat dalam Perencanaan:


Memberikan masukan mengenai:
1. Persiapan penyusunan rencana Tata Ruang.
2. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan
3. Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan
4. Perumusan konsepsi rencana Tata Ruang dan atau
5. Penetapan rencana Tata Ruang.

Kerjasama dengan pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat


dalam perencanaan Tata Ruang.

6. KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM PENATAAN RUANG

Keterbukaan Informasi Publik untuk dikaitkan dengan Penataan Ruang yang selama ini
sedang berkonflik terkait dengan Penataan Ruang Seperti di Kabupaten Jepara,
Rembang sampai dan Kota Semarang. dimana penggunaan lahan yang seharusnya
untuk sawah, dibuat untuk perumahan. yang seharusnya pesisir laut untuk konservasi
dibuat industri. Dan ada beberapa persoalan hingga sampai sekarang dimana antar
instansi saling tumpang tindih dalam memberikan kebijakan.

Barangkali mungkin penataan di kementarian atau dinas Tata Ruang tidak sama dengan
kementrian lingkungan hidup. Teman-teman Rembang, nggak ketemu Kementrian
geologi dengan kementrian agraria misalnya dlm memberikan pandangan terhadap
Penataan ruang seperti itu apa. Ini memberikan persoalan.

dalam Undang-undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, ini


merupakan alat atau instrumen dimana masyarakat bisa menggunakan instrumen ini
untuk memperoleh dokumen, untuk melengkapi data yang masyarakat butuhkan untuk
advokasi kebijakan Tata Ruang. Yang mana hak atas informasi publik itu dijamin oleh
konstitusi/Undang-undang Dasar 1945.
Dipasal 28f Undang-undang Dasar 1945 sudah mengamanatkan bahwa setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosial serta berhak untuk mencapai memeroleh, memiliki,
menyimpan informasi dengan menggunakan segala saluran yang tersedia. Di konstitusi
kita di Undang-undang Dasar 1945 pasal 28f inilah merupakan landasan hukum yang
bisa kita gunakan terkait dengan bahwa masyarakat berhak atas informasi publik. Ini
sudah diatur. pasal 28f inilah yang menjadiikan landasan terbentuknya Undang-undang
14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang Dasar 1945 ini
yang jadi landasan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik itu diundangkan
hingga sekarang menjadi acuan kita bersama dalam rangka memeroleh informasi
publik.

Undang-undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di pasal 3. Yang


mana Undang-undang ini menjamin warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik. Program kebijakan publik dan produk pengambilan
keputusan. Jadi setiap pemerintah daerah setiap badan publik itu berkewajiban
memberikan informasi pada masyarakat, karena di Undang-undang ini menjamin
bahwa setiap warga negara itu berhak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang
akan dibuat oleh Pemerintah Daerah setempat yang kaitannya dengan Penataan Ruang.

Tujuan kedua di pasal 3 Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik: Mendorong


partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Jadi setiap ada
kebijakan yang menyangkut pemerintah, diharapkan bahwasanya Undang-undang ini
dapat memberikan peran serta masyarakat untuk terlibat dalam penyusunan kebijakan
tersebut yang mana terkait dengan Penataan Ruang.

Dan yang paling penting terkait dampak dalam UU KIP nomor 7, meningkatkan
pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan
layanan informasi yang berkualitas. Apa yang dimaksud dengan akses informasi publik.
Setiap informasi publik itu bersifat terbuka dan dapat diakses. Dan semua informasi
dapat diminta oleh setiap pengguna informasi dalam proses Penataan Ruang, seperti
RDTRKab/kota. Disitu diamanatkan bahwa prinsipnya informasi publik itu sifatnya
terbuka, misalnya RTRW. Zonasi, kapling-kapling, yang nanti akan dibuat seperti apa
dan masyarakat berhak mengetahui.
Ada informasi yang dikecualikan. Kalau dulu, itu yang namanya informasi itu semuanya
tertutup. dan yang dibuka hanya tertentu, untuk sekarang semuanya terbuka yang
ditutup hanya sebagian kecil. Memang dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi
Publik, ada informasi yang sifatnya dikecualikan, bersifat terbatas dan tetap. Yang
paling penting adalah dipasal 2 ayat 3: Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh
setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara
yang sederhana.
Di pasal 2 ayat 4: Badan Publik atau pemerintah yang menyatakan informasi
dikecualikan itu harus melalui pengujian. sebagai contoh: teman-teman Rembang
sempat mengajukan akses informasi soal zonasi. Atau titik koordinat. Oleh Badan
Publik, disampaikan bahwa informasi tersebut dikecualikan. Barangkali orang awam
mengatakan bahwa itu informasi dikecualikan, dan pasti tidak diproses. Padahal ketika
Badan Publik mengatakan itu dikecualikan maka informasi itu harus diuji konsekuensi
terlebih dahulu. Itu melibatkan kepentingan publik. Melibatkan masyarakat dan pakar
yang bisa mengatakan bahwa informasi itu dikeculaikan.

Jadi tidak bisa sewenang – wenang memutuskan bahwa informasi yang diminta
salahsatu informasi yang dikecualikan. Tetapi ketika pejabat berbicara bahwa informasi
yang sifatnya dikecualikan harus melalui proses yang cukup panjang, dimana di pasal 2
ayat 4 UU KIP. Informasi yang dikecualikan bersifat rahasia harus Sesuai dengan
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik pasal 2 ayat 4 : Informasi Publik yang
dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-undang, kepatutan, dan kepentingan
umum didasarkan pada pengujian tentang konsekwensi yang timbul apabila suatu
informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama
bahwa menutup informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar dari
pada membukanya, atau sebaliknya.”

Setiap informasi itu bersifat terbuka, ada sedikit yang dikecualikan. Ketika dikecualikan
maka harus dilakukan uji konsekuensi benar nggak ini dikecualikan, jangan-jangan
informasi nantinya akan berdampak pada masyarakat. Itu yang dimaksud dikecualikan.
Sebelum ada Undang-undang 14 tahun 2008. Dulu lebih banyak tertutup informasi. Tapi
yang bersifat terbuka itu sedikit. Sekarang, semua informasi sifatnya terbuka, hanya ada
1 kecil yang sifatnya dikecualikan, dengan alasan itu menjadi rahasia Negara, rahasia
politik. Untuk mengatakan informasi itu dikecualikan harus dilakukan uji konsekuensi
dan kepentingan publik.

Ini klasifikasi informasi berdasarkan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik.


Ada informasi yang bisa dikategorikan informasi. Di lingkungan Badan Publik. Tadi yang
saya sampaikan ada informasi yang dikecualikan, ada informasi yang bersifat terbuka.
Ini informasi yang ada di lingkungan badan publik. Informasi yang dikecualikan harus
dilakukan uji konsekuensi lebih dahulu. Uji konsekuensi itu mengatakan bahwa itu
dikecualikan, maka itu dikecualikan tapi kalau mengatakan itu terbuka maka informasi
itu harus dibuka.

Uji konsekuensi harus melalui beberapa hal:


7. Dapat menghambat proses penegakan hukum. Contoh: ketika pembangunan
waduk Logung misalnya ternyata ada proses ada dugaan markup dalam
pembebasan lahan itu sudah masuk penyidikan. Kemudian teman-teman pingin
melakukan advokasi terhadap kasus tersebut. Teman-teman akan melakukan
akses informasi. Ketika informasi tersebut disampaikan bahwa itu dikecualikan.
Maka hal yang dapat disampaikan, itu kalau menghambat penegakan hukum.
Maka informasi ini tidak saya berikan, karena informasi in dikecualikan. Ini salah
satu kategorikan.
8. Dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan
perlindungan dari persaingan tidak sehat. Misalnya ada BUMN yang punya
rahasia dagang, kemudian masyarakat minta rahasia dagang itu. Kalau rahasia
dagang itu diberikan akan mengganggu kepentingan perlindungan hak kekayaan
intelektual dan persaingan usaha tidak sehat. Ini beberapa hal yang menjadi
konsekuensi ketika badan publik mengatakan dikecualikan. Dan masih banyak
lagi.
9. Dapat membahayakan pertahanan dan keamanan Negara. Misalnya saya minta
berapa sih kekuataa militer Indonesia. Kalau dibuka, pasti akan semua orang
tahu. Misalnya saya mau minta bagaimana strategi Negara Indonesia dalam
menghadapi ancaman dari luar. Kalau ini dibuka, justru itu akan membahayakan
pertahanan dan keamanan Negara. Ini adalah argumentasi ketika informasi
dikeluarkan. Konsekuensinya begitu.
10. Dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
11. Dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
12. Dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri :
13. Dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan
terakhir ataupun wasiat seseorang; di bank itu punya standar tidak semua orang
itu meminta data pribadi ke bank, misalnya panjenengan minta nomor rekening
saya, berapa nilainya, itu tidak bisa, kecuali lembaga yang berwenang untuk itu,
karena itu menyangkut sifat pribadi.
14. Dapat mengungkap rahasia pribadi (misal rekaman medik). Orang luar minta
data pasien, kecual keluarga. Kalau kita minta data, tidak bisa dan itu masuk data
yang dikecualikan.
15. Memorandum atau surat­surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang
menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau
pengadilan;
16. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang­Undang.

Kemudian memaknai misalnya terbuka. Informasi yang terbuka itu ada 3 kategori:
1. Informasi yang tersedia setiap saat.
Berdasarkan permintaan, jadi kalau badan publik setiap saat orang minta mohon
informasi harus diberikan.
2. Informasi yang diumumkan berkala.
Tidak harus dilalui dengan proses permintaan. Badan publik harus mengumumkan
3. Informasi yang diumumkan serta-merta.
Tidak harus dilalui dengan proses permintaan. Badan publik harus mengumumkan.

Informasi yang Wajib Disediakan dan diumumkan secara berkala (Pasal 9 UU KIP):
Disediakan/diumumkan secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu tertentu
setidaknya setiap 6 bulan sekali. Penyebarluasan informasi disampaikan dengan cara
yang mudah dijangkau masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala mencakup:


1. Profil Badan Publik
2. Program/kegiatan yg tengah dijalankan
3. Kegiatan dan kinerja BP
4. Laporan keuangan;
5. Ringkasan akses informasi
6. Peraturan/keputusan dari BP
7. Hak dan tata cara memperoleh informasi;
8. Tatacara pengaduan penyalahgunaan wewenang pejabat BP;
9. Pengumuman pengadaan brg jasa;
10. Prosedur peringatan dini/evakuasi keadaan darurat di setiap kantor Badan
Publik.

Informasi berkala ini misalnya profil badan publik. Misalnya Dinas Tata Ruang itu harus
membuat profil Dinas Tata Ruang, siapa pejabatnya, program kerjanya apa, kegiatan
apa saja. Laporan keuangan. Peraturan terkait dengan Penataan Ruang. Cara
memperoleh informasi. Itu yang harus diumumkan secara berkala. Jadi tanpa
masyarakat minta, itu mereka harus mengumukan. RTRW itu tidak harus panjenengan
minta, itu harus diumumkan. Kegiatannya juga harus diumumkan. Itu di pasal 9
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karena itu informasi yang
diumumkan harus diinformasikan/disebarluaksan dengan cara yang mudah. Karena
sudah ada teknologi. Dengan standar teknologi sekarang, mempermudah memeroleh
informasi terkait Tata Ruang.

Zonasi, Titik koordinat dalam peraturan putusan Bupati/walikota itu juga bagian dari
informasi yang wajib diumumkan, karena sifatnya merupakan peraturan dari badan
publik. Itu tidak boleh ditutupi. Karena itu masuk dalam satu peraturan/keputusan.
Zonasi itu dikeluarkan dengan keputusan Bupati/walikota atau kepala daerah. Misalnya
PLTU Batang dalam menentukan zonasi itu terbuka. Tambak saya kena apa tidak.
Kelihatan. Karena ini sifatnya terbuka. Ketika badan publik mengatakan dikecualikan
maka harus diuji konsekuensi. Badan publik tidak bisa sembarang mengatakan
informasi yang diminta masyarakat bersifat dikecualikan. Dan Kasus di Rembang itu
tidak termasuk informasi yang dikecualikan.

Informasi yang harus diumumkan Serta Merta (Pasal 10 Undang-undang Keterbukaan


Informasi Publik). Ini wajib diumumkan tanpa penundaan. Kemudian menyangkut
ancaman terhadap hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Informasi aktif;
artinya informasi yang wajib diumumkan seketika terjadinya keadaan yang dapat
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Misalnya: informasi
tentang bencana, kerusuhan massal, dll. Contoh : seharusnya kasus tanah longsor yang
ada di Banjarnegara, tidak terjadi, kalau badan publik tersebut itu sudah
menginformasikan kalau wilayah tersebut merupakan wilayah yang berpotensi longsor,
rawan longsor. Perkaranya tidak pernah diinformasikan padahal itu informasi yang
sifatnya serta-merta. Ahli geologi ada, sudah tahu daerah mana yang rawan banjir,
longsor, kalau tingkat Semarang, berapa penurunan tanah tiap tahun di Semarang utara.
Mereka punya data. Harusnya itu merupakan informasi yang diumumkan serta-merta,
jadi tanpa adanya kejadian Banjarnegara, harusnya badan publik aktif. Itu informasi
yang diumumkan serta-merta.

Badan Publik yang dalam kegiatannya dapat menimbulkan dampak yang mengancam
hajat hidup orang banyak, yakni: Badan Publik yang berwewenang memberikan
perjanjian kerja/perizinan pihak dengan ketiga yang kegiatannya potensial berdampak
mengancam hajat hidup orang banyak. Badan Publik yang tupoksinya berkaitan dengan
penanggulangan bencana.

Kemudian Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat (pasal 11 UU KIP). Ini informasi
yang bersifat pasif, artinya untuk memperolehnya harus dilakukan dengan mengajukan
permintaan. Wajib dan rutin disediakan badan publik. Informasi yang wajib tersedia
setiap saat ini meliputi:
1. Daftar seluruh informasi publik;
2. Informasi tentang peraturan, keputusan dan atau kebijakan Badan Publik;
3. Seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan & diumumkan secara berkala
seperti : Informasi tentang profil badan publik. Ringkasan informasi tentang
program, kinerja, lap. Keuangan, lap akses informasi publik , peraturan
keputusan dll.
4. Informasi tentang organisasi administrasi kepegawaian dan keuangan.
5. Surat perjanjian dengan pihak ketiga beserta dokumen pendukungnya.
6. Surat-menyurat pimpinan/pejabat BP dalam rangka pelaksanaan tupoksi.
7. Syarat-syarat perizinan serta dokumen pendukungnya dan laporan penaatan izin
yang diberikan.
8. Data perbendaharaan/inventaris.
9. Renstra dan rencana kerja Badan Publik.
10. Agenda kerja pimpinan Satker.
11. Kegiatan pengelolaan danpelayanan informasi publik.
12. Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan dalam
pengawasan internal serta laporan penindakannya.
13. Daftar dan hasil kajian/penelitian.
14. Informasi publik yang telah dinyatakan terbuka melalui mekanisme
penyelesaian sengketa.
15. SOP keadaan darurat bagi penerima izin dan/pihak yang terikat perjanjian kerja.
16. Kebijakan yang disampaikan pejabat publik dlm pertemuan yang terbuka untuk
umum.
Informasi peraturan dan kebijakan, termasuk kinerja dari badan publik atau
pemerintah tersebut, keuangan, sesuai perjanjain dengan pihak ketiga, syrat perjinan
dan dokumen pendukung dan laporan.

Informasi yang dikecualikan bersifat ketat, terbatas dan tidak mutlak:


17. Bersifat ketat artinya, pengecualian informasi dilakukan dengan pengujian
secara seksama dengan mempertimbangkan berbagai aspek legal, kepatutan,
dan kepentingan umum.
18. Bersifat terbatas artinya, alasan pengecualian hanya didasarkan pada ketentuan
pasal 17 UU KIP, dan dengan memperhatikan jangka waktu pengecualian
informasi.
19. Informasi yang telah dikecualikan dapat dinyatakan terbuka untuk melindungi
kepentingan umum yang lebih besar.

Perlu dibedakan mana wilayah advokasi terkait dengan perkaranya dan wilayah
advokasi terkait akses informasi. Jadi akses informasi dan kasus beda. Akses informasi
yang diminta masyarakat untuk misalnya advokasi AMDAL. Misalnya informasi AMDAL.
Informasi AMDAL ibu bermsalha atau tidak itu kalau sudah dapat. Ini persoalan di
wilayah akses informasi kita belum dapat. Maka kalau tadi disampaikan akses informasi
adalah alat/cara supaya AMDAL ini diperoleh.

Ketika nanti informasi sudah diperoleh pasti mengarah pada penanganan perkara, mau
diapakan insituasi ini. Tapi sekali lagi akses informasi ini adalah alat. Jangan dianggap
akses ini untuk menyelesaikan kasus. Ini alat untuk memeroleh dokumen. Ibarat orang
perang. Perang tapi tidak punya senjata, ya percuma. Uji konsekuensi pada informasi
yang dikecualikan, itu harus mengacu terhadap beberapa hal tadi. Itu tugas badan
publik.

Tatacara pengecualian:
1. PPID melakukan pengujian konsekuensi berdasarkan alasan pada Pasal 17
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik sebelum menyatakan suatu
informasi sebagai informasi yang dikecualikan. Hasil pengujian konsekuensi
sebelum adanya permohonan wajib dimasukkan dalam daftar informasi yang
ditetapkan oleh PPID atas persetujuan atasan PPID. Dalam hal pengujian
konsekuensi dilakukan karena adanya permohonan, dan oleh karenanya perlu
dihitamkan atau dikaburkan tidak memerlukan persetujuan atasan PPID.
2. PPID yang melakukan pengujian konsekuensi berdasarkan alasan pada Pasal 17
huruf j Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik wajib menyebutkan
ketentuan yang secara jelas dan tegas pada undang-undang yang diacu yang
menyatakan suatu informasi wajib dirahasiakan.
3. Dalam pengujian konsekuensi, PPID wajib mempertimbangkan alasan-alasan
berikut:
1. Memastikan agar masyarakat dapat berpartisipasi secara efektif dalam
pembuatan keputusan yang memiliki dampak serius pada publik;
2. Memastikan agar masyarakat mendapat informasi mengenai kemungkinan
bahaya bagi kesehatan dan keselamatannya serta upaya-upaya yang memadai
untuk mencegahnya;
3. Memastikan agar pihak yang berwenang bertindak secara adil terhadap
masyarakat;
4. Memastikan agar masyarakat tidak mengalami kerugian akibat penyalahgunaan
wewenang;
5. Memastikan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat diketahui
oleh publik;
6. Memastikan akuntabilitas Badan Publik.
7. Alasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) harus dinyatakan secara
tertulis dan disertakan dalam surat pemberitahuan tertulis atas permohonan
informasi publik.

Landasan Penataan Ruang:


1. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang  memberi warna bagi
penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang lebih baik. Terkait dengan
peran masyarakat dalam Penataan Ruang  adanya ruang yang lebih luas untuk
peran masyarakat pada proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
2. Peran masyarakat dalam penataan ruang  berperan sebagai “Mitra
Pemerintah” dalam pembangunan guna mewujudkan tertib tata ruang.
3. Lahirnya PP Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran
Masyarakat dalam Penataan Ruang oleh Ditjen Bina Pembangunan Daerah
bersama dengan BKPRN sebagaimana amanat UU No. 26/2007  diharapkan
dapat menjadi acuan/pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
Masyarakat dalam keterlibatannya pada penataan ruang.

Terkait peran masyarakat menurut Undang-undang Penataan Ruang, itu jalan proses
perencanan masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian Penataan Ruang. Pemerintah mau membuat desa seperti apa,
panjenengan harus melibatkan panjenengan dalam proses perencanaan, pemanfaatan
dan pengendaliannya.
Dalam ketentuan Undang-undang Penataan Ruang, peran serta masyarakat ini penting.
Peran masyarakat dalam Penataan Ruang sifatnya kita mitra pemerintah dalam
pembangunan guna mewujudkan tertib Tata Ruang.

Bentuk peran masyarakat dalam Penataan Ruang, bisa dilihat dalam pasal 5, peran serta
masyarakat dalam perencanan Tata Ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Dalam pasal 6, disebutkan, Bentuk peran serta masyarakat
dalam perencanaan Tata Ruang dapat berupa :
1. Masukan mengenai:
1. Persiapan penyusunan RTR (Rencana Tata Ruang)
2. penentuan arah pengem-bangan wilayah/ kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah/kawasan;
4. perumusan konsepsi RTR;
5. penetapan RTR.
6. Bekerjasama dengan pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Semuanya difasilitasi oleh pemerintah dan Pemerintah Daerah, sehingga berperan aktif
melibatkan:
7. Masyarakat yang terkena dampak
8. Masyarakat memiliki keahlian di bidang penataan ruang.
9. Masyarakat yang kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang

Bentuk peran masyarakat dalam Pemanfaatan ruang, ini diatur dalam pasal 8
Undang-undang Penataan Ruang :
1. Masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang.
2. Kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat.
3. Memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan.
4. Peningkatan efisiensi, efektivitas & keserasian dalam pemanfaatan ruang darat,
laut, udara dan didalam bumi.
5. Menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam.
6. Investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang (pasal 9


Undang-undang Penataan Ruang), berupa:
1. Masukan terkait arahan dan/ atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
2. Keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
3. Pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
4. Pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Tata Cara Peran Masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang, diatur dalam Pasal
12 Undang-undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang :
1. Menyampaikan masukan mengenai arah pengembangan, potensi dan masalah,
rumusan konsepsi/rancangan rencana tata ruang melalui media komunikasi
dan/atau forum pertemuan; dan
2. Kerjasama dalam perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dua cara tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan Permendagri tentang Tata Cara
peran masyarakat dalam perencanaan Tata Ruang Propinsi dan Kabupaten/kota.

Tata Cara Peran Masyarakat dalam Pemanfaatan Ruang (Pasal 13 Undang-undang


26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang):
1. Menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang melalui media
komunikasi dan/atau forum pertemuan;
2. Kerjasama dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. Pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
4. Penaatan terhadap izin pemanfaatan ruang.

Tata Cara Peran Masyarakat dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang (Pasal 14


Undang-undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang):
1. Menyampaikan masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi kepada pejabat yang
berwenang;
2. memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang;
3. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
4. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Kewajiban pemerintah dan Pemerintah Daerah terkait Penataan Ruang diatur dalam
pasal 15 Undang-undang Penataan Ruang yaitu perencanaan Tata Ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sedangkan tugas dan tanggung-jawab
pemerintah dan Pemerintah Daerah yaitu pembinaan dan pengawasan (Pasal 20
Undang-undang Penataan Ruang).

Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam Perencanaan Tata Ruang


tertuang dalam pasal 16 Undang-undang Penataan Ruang yakni:
1. Memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat
tentang proses penyusunan dan penetapan RTR melalui media komunikasi yang
memiliki jangkauan sesuai tingkat rencana;
2. Melakukan sosialisasi mengenai perencanaan tata ruang;
3. Menyelenggarakan kegiatan menerima masukan dari masyarakat terhadap
perencanaan tata ruang;
4. Memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai
perencanaan tata ruang.

Dalam hal Pemanfaatan Ruang, pasal 17 Undang-undang Penataan Ruang


mengatur kewajian pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat
tentang pemanfaatan ruang melalui media komunikasi;
2. Melakukan sosialisasi RTR yang telah ditetapkan;
3. Pemanfaatan ruang sesuai peruntukannya yang telah ditetapkan dalam RTR;
4. Memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai
pemanfaatan ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan dalam hal Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Pemerintah dan


Pemerintah Daerah berkewajiban sesuai pasal 18 Undang-undang Penataan
Ruang untuk :
1. Memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat
tentang pengendalian pemanfaatan ruang melalui media komunikasi;
2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengendalian pemanfaatan
ruang;
3. Memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai arahan
dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Menyediakan sarana yang memudahkan masyarakat dalam menyampaikan
pengaduan atau laporan terhadap dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.

Tentunya penyampaian informasi pemerintah kepada masyarakat terkait perencanaan


Tata Ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal19 Undang-undang Penataan
Ruang).

Sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang. Dalam rangka meningkatkan peran
masyarakat, Pemerintah dan pemerintah daerah “MEMBANGUN” sistem informasi dan
komunikasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 23)

Sudah ada website tentang Penataan Ruang. Di pasal 24, informasi dan komunikasi
Penataan Ruang paling sedikit memuat:
1. informasi tentang kebijakan, rencana, dan program penataan ruang yang sedang
dan/atau akan dilakukan, dan/atau sudah ditetapkan;
2. informasi rencana tata ruang yang sudah ditetapkan;
3. informasi arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan; dan
4. informasi arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang berisi
arahan/ketentuan peraturan zonasi, arahan/ketentuan perizinan,
arahan/ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Yang namanya zonasi, koordinasi merupakan informasi yang wajib diinformasikan.


Kemudian pembangunan Sisteminf dan Komunikasi Penataan Ruang, di pasal 25
Undang-undang Penataan Ruang, dari tingkat nasional, Propinsi dan Kabupaten/kota
mempunyai tanggung-jawab membangun sistem informasi dan komunikasi. Di tingkat
nasional, tanggung-jawabnya di Menteri/Pimpinan LPNK, di Propinsi, yang
bertanggung-jawab Gubernur dan Kabupaten/kota yang bertanggung-jawab adalah
Bupati/Walikota.

Konsekuensi Hukum ketika Badan Publik tidak melaksanakan Undang-undang


Keterbukaan Informasi Publik:
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau
tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi
Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia
setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan
sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). (pasal 52 UU No.14 tahun 2008). Tuntutan
pidaa dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 Undang-undang
Keterbukaan Informasi Publik, Ini dapat dijalankan setelah putusan Komisi Informasi
mempunyai sudah berkekuatan hukum tidak dilaksanakan.

Yang disebut pemohon informasi itu warga negara atau badan hukum itu bisa disebut
pemohon informasi. Kalau pemohonan informasi warga negara itu bisa 1 orang dan bisa
sekelompok orang.

Lingkup Badan Publik (menurut Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik)


1. Eksekutif
2. Legislatif,
3. Yudikatif, dan
4. Badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, atau
5. Organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Kewajiban Badan Publik dalam Pelayanan Informasi:
1. Menyediakan dan memberikan informasi.
2. Menetapkan standar prosedur operasional.
3. Menunjuk dan mengangkat PPID.
4. Menyediakan sarana dan prasarana.
5. Menetapkan standar biaya.
6. Menyediakan anggaran.
7. Menanggapi keberatan.
8. Membuat dan mengumumkan laporan pelayanan informasi.

Hak Badan Publik :


1. Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
3. Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
4. Informasi yang dapat membahayakan Negara;
5. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari
persaingan usaha tidak sehat;
6. informasi yang berkaitan dengan hak­hak pribadi;
7. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
8. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Tugas dan Tanggung-jawab PPID:


Menurut PP 61 tahun 2010 (Pasal 14):
1. Penyediaan, penyimpanan, pendokumentasian, dan pengamanan informasi;
2. Pelayanan informasi sesuai dengan aturan yang berlaku;
3. Pelayanan Informasi Publik yang cepat, tepat, dan sederhana;
4. Penetapan prosedur operasional penyebarluasan Informasi Publik;
5. Pengujian Konsekuensi;
6. Pengklasifikasian Informasi dan/atau pengubahannya;
7. Penetapan Informasi yang Dikecualikan yang telah habis Jangka Waktu
Pengecualiannya sebaga informasi Publik yang dapat diakses; dan
8. Penetapan pertimbangan tertulis atas setiap kebijakan yang diambil untuk
memenuhi hak setiap orang atas Informasi Publik.

Menurut Permendagri 35 tahun 2010 (Pasal 9):


1. Mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan pengumpulan bahan informasi dan
dokumentasi dari PPID Pembantu;
2. Menyimpan, mendokumentasikan, menyediakan dan memberi pelayanan
informasi kepada publik;
3. Melakukan verifikasi bahan informasi publik;
4. Melakukan uji konsekuensi atas informasi yang dikecualikan;
5. Melakukan pemutakhiran informasi dan dokumentasi; dan
6. Menyediakan informasi dan dokumentasi untuk diakses oleh masyarakat.

Mekanisme perolehan informasi menurut Undang-undang Keterbukaan


Informasi Publik:

Pengelolaan Keberatan Informasi:


Keberatan dan Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi

Setiap Pemohon informasi publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada
atasan PPID berdasarkan alasan sebagai berikut:
1. Penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17.
2. Tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
3. Tidak ditanggapinya permintaan informasi
4. Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta
5. Tidak dipenuhinya permintaan informasi
6. Pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
7. Penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang-Undang
ini

Asalan sebagaimana dimaksud dalam point b s/d g dapat diselesaikan secara


musyawarah oleh kedua belah pihak.

PRESENTASI DAN DISKUSI KELOMPOK

1. PRESENTASI KELOMPOK 1: Semarang

No. Identifikasi Masalah Konflik Tata Ruang Upaya yang Dilakukan


1. Reklamasi Pantai (PRPP) 1. Alih fungsi sabuk pantai 2. Akses Informasi
menjadi perumahan. terkait permasalahan
yg ada.
2. Alih fungsi lahan di 3. Nelayan kehilangan 8. Memastikan
daerah resapan. mata pencaharian. penegakan Peraturan
4. Terjadi rob dan banjir Daerah.
5. Kawasan lindung jadi 9. Perijinan oleh Dinas-
perumahan & industri. dinas terkait harus
6. Hilangnya habitat lokal. sesuai Peraturan
7. Berkurangnya lahan Daerah.
terbuka hijau.
1. PRESENTASI KELOMPOK 2 - REMBANG

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN AKSES INFORMASI DALAM PENATAAN RUANG

No. Persoalan Tata Ruang Upaya yang Dilakukan Usulan Penyelesaian


Masalah
REMBANG
1. 1. Peraturan Daerah 1. Tetap mempertahankan Menetapkan kawasan
RTRW Propinsi No. 6 kawasan tersebut demi tersebut sebagai bentang
tahun 2010 tentang kelangsungan alam karst.
Watu Putih kawasan ekosistem alam, dengan
lindung imbuhan air. cara melakukan
2. Peraturan Daerah audiensi, diskusi Belum ada penetapan
Kabupaten No. 4 dengan pe, aksi, gugatan menteri tentang kawasan
tahun 2011 tentang ke PTUN. karst.
Watuputih adalah 2. Meminta dokumen
kawasan lindung terkait dengan
geologi. penambangan dan Mendorong Pemerintah
3. Keppres No. 26 pabrik semen. Daerah usul pada Menteri
tahun 2011 tentang 3. Konsolidasi lintas menjadi kawasan karst
Penetapan Cekungan wilayah. dengan Pemkot.
Air tanah bahwa 4. Melakukan survei
Watuputih lapangan tentang
merupakan keberadaan sumber
cekungan air tanah. mata air, goa, sungai
bawah tanah sebagai
penciri kawasan kars.
5. Akses informasi ke
PPID
2. Perubahan PP No. 24 6. Mempertahankan Ditetapkan kembalike PP no.
tahun 2010 menjadi PP fungsi hutan sebagai 24 tahun 2010.
No. 61 tahun 2012 pengatur tata air dan
tentang Penggunaan lingkungan.
Kawasan Hutan, Psl 4 7. Koordinasi dengan Mencari data: SK Ijin prinsip
(2)I bahwa perum Perhutani KPH tukar guling lahan dan Berita
penggunaan kawasan Mantingan. Acara Tanah Pengganti.
hutan untuk kegiatan
diluar kehutanan hanya
untuk industri yang
terkait dengan
kehutanan menjadi
industri primer selain
hasil hutan.
3. Kawasan pertanian 8. Tetap mempertahankan Seharusnya pemerintah
akan dialihfungsikan lahan pertanian demi mendukung petani dan
menjadi pertambangan. menjaga ketahanan memfasilitasi segala bentuk
pangan nasional. yang berhubungan dengan
pertanian serta menciptakan
cara/terobosan baru demi
memajukan dunia pertanian.
Akses informasi ke
Pemerintah Daerah Jawa
Tengah.

1. PRESENTASI KELOMPOK 3 - JEPARA

Pasir Besi di Jepara


Dampak dari Penambangan Liar:
1. Warga sekitar terkena/terancam dampaknya
2. Kemungkinan besar warga khususnya Kecamatan Donorejo akan kehilangan
mata pencahariannya.
3. Kemungkinan besar merambah ke wilayah lain Keling, bisa juga sampai ke
Kabupaten Pati.

Dampak dari PLTU Jepara:


1. Tidak komitmennya PLN Persero
2. Dampak petani yang disebabkan oleh bocornya limbah PLTU yang tidak terurus.
3. Dampak warga yang sudah tidak dapat menikmati air berish yang disebabkan
limbah PLTU.
4. Dampak nelayan disebabkan adanya intek dan karemkan banyaknya ikan yang
tersedot oleh water intek: nelayan sangat kesulitan menangkap ikan di wilayah
tersebut.
5. Banyaknya kapal batubara yang melanggar perjanjian dengan nelayan Jepara
Utara, maka terjadinya banyak korban jaring nelayan yang rusak disebabkan
tertabrak kapal tersebut dan pihak PLN Persero / PLTU Tanjung Jati B tidak mau
memberikan ganti rugi.
RENCANA TINDAK LANJUT

KOMUNITAS JARINGAN KEBIJAKAN


1. Akses Informasi 6. Bertukar kontak 9. AMDAL kawasan
Semarang: 7. Berjejaring dengan 10. KLHS
1. RTRW (Peta) komunitas Kawasan
2. RDTRK 8. Berjejaring dengan 11. Review RTRW
3. Perijinan tower dan jaringan di Jakarta Jawa Tengah.
RTRW (Pembangunan) (YLBHI, Desantara, 12. Perubahan
Rembang Kontras, HuMa, Walhi, Peraturan Menteri
1. KLHS kawasan Kendeng FSNSDA, Gusdurian, 13. Mengawal
Utara. KIARA). Peraturan Daerah
2. Berita Acara Serah Tower
terima tukar-menukar 14. Pemetaan
kawasan hutan. perijinan
3. RDTRK 15. Membuka
4. Pengadaan tanah untuk ruang komunikasi
pabrik semen kepada pengambil
5. DED. keputusan.
6. Jumlah penambang legal
dan illegal.
Pati
1. AMDAL perluasan
PLTU.
2. Program-program CSR.
3. Pengumuman Arus
Kapal
4. DED

5. Penguatan Komunitas
(diskusi kampung, dll)

Semarang :
1. Peta RTRW se kota Semarang.
2. RDTRK
3. Ijin pembangunan di kota Semarang.
1. PERKEMBANGAN AKSES INFORMASI PUBLIK DALAM PENATAAN
RUANG DI KABUPATEN JEPARA, REMBANG, DAN KOTA
SEMARANG DI JAWA TENGAH

1. Live In (Diskusi Kampung) Akses Informasi Di Jepara


No Tgl. PJ INSTANSI YANG INFORMASI YANG DI URAIAN KETERANGAN
DI MINTA MINTA

1. 12 (Andiyono, 1. kepala badan 1. Mengakses Ijin 5. Setelah 18. Senin, 12


Februari Februari Beberapa
Kastoni, Eti penanaman Lingkungan (AMDAL, diselenggarakannya
2015 perwakilan dari
Oktaviani modal dan RKL, RPL). DED (detail workshop Hak Akses
beberapa warga
dan Ega) pelayanan rencana proyek) PLTU Informasi, Hak melakukan akses
perijinan Tanjung Jati B. Partisipasi, dan Hak informasi
terpadu Atas Keadilan Dalam
(bpmppt)pemeri 1. Mengakses Penataan Ruang di
ntah kabupaten Informasi APBN Jawatengah di
jepara. Kabupaten Jepara Semarang pada tanggal
(akses pembangunan 27 – 29 Januari, yang
2. kepala pejabat SPBN) diwakili dari beberapa
pengelola
informasi dan 2. Memperbanyak komunitas atau warga,
salah satunya dari
dokumentasipem informasi dalam bentuk kabupaten Jepara
erintah dokumen tertulis alur
kabupaten dan jadwal operasi 6. YLBHI-LBH
jepara. kapal PLTU Tanjung Jati Semarang
pengangkut Batu Bara menindaklanjuti
keseluruh anggota dengan di adakannya
Forum Nelayan diskusi kampung
(FORNEL). dengan komunitas
3. Mengakses dikabupaten Jepara,
Informasi ke Pengadilan dengan tujuan
Tata Usaha Negara memberikan
(PTUN) Semarang penyampaian hasil
terkait informasi soal workshop dan diskusi
proses banding perumusan advokasi,
sengketa kasus Pasir serta mekanisme cara
Besi Guci Mas di meminta dan
Bandungharjo di PTUN memperoleh informasi,
surabaya. sekaligus
memberitahukan dan
4. Di pertemuan menjelaskan akan
berikutnya Senin, 2 diadakan dan
Maret 2015 YLBHI LBH dilaksanakannya
Semarang akan Program sms gatway.
memberikan informasi
7. Diskusi kampung
tentang Kajian Ulang berada di Tempat
AMDAL, RTL, RKL PT. Pelelangan Ikan (TPI)
Rantai Mas atas Bringin Jaya, diikuti 22
pertimbangan peserta dari kelompok
terjadinya abrasi hingga komunitas Forum
mengakibatkan banjir Nelayan (FORNEL) dan
besar setelah warga dari Desa
pertambangan pasir Bandungharjo,
besi yang dilakukan PT. Banyumanis, Bayuran,
Rantai Mas yang sudah Bumiharjo, Bringin dan
dilakukan selama 8 Kali Garang.
tahun.
8. Diskusi dimulai
dari pukul 13.00 –
17.00, YLBHI-LBH
Semarang menjelaskan
Hak masyarakat asli
Warga Negara
Indonesia (WNI) untuk
mendapatkan informasi
publik yang dijelaskan
dalam UU KIP Nomor
14 Tahun 2008, dan
kewajiban kepada
badan publik Negara
untuk memberi
informasi.

9. Dari penjelasan
tersebut membuat
warga yang mayoritas
bermata pencaharian
sebagai nelayan
mendiskusikan
permasalahan yang
terjadi ditengah
kehidupan masyarakat,
seperti abrasi hingga
menyebabkan
terjadinya banjir di
Desa Bringin Raya
Kecamatan Bumiharo
(tempat dimana diskusi
kampung dilakukan),
sehingga menjadikan
masyarakat harus
mengungsi ketempat
lain, Keadaan ini terjadi
setelah usainya
pertambangan pasir
besi PT. Rantasi Mas
yang sudah dilakukan
selama 8 tahun.

10. Kesulitan
masyarakat membeli
bahan bakar minyak
solar juga menjadi
problema didalam
kebutuhan untuk bahan
bakar kapal saat
mencari ikan,
permasalahan itu
dikarnakan SPBU
berada jauh dikota
dengan jarak tempuh
kurang lebih 2 jam dari
desa sampai ke kota
tempat SPBU berada.

11. permasalahan
serupa yang terulang
kembali yang terjadi
setelah 3 tahun silam,
rusak/sobeknya jaring
– jaring ikan karna
terjangan kapal PLTU
pengangkut batu bara
yang beroperasi diluar
jadwal alur yang sudah
ada (sudah pernah ada
kesepakatan antara
nelayan dan PLTU. Isi
kesepakatan antara lain
kapal berlayar di siang
hari agar tidak
menabrak jaring
nelayan, namun
kesepakatan dilanggar
oleh pihak PLTU
Tanjung Jati.)

12. Terjadinya
perluasan lahan PLTU
Tanjung Jati B. yang
secara tiba-tiba karna
belum pernah adanya
sosialisasi secara
menyeluruh di lapisan
masyarakat sekitar dan
yang akan terkena
dampak secara
langsung dalam
pembangunan dan
perluasan PLTU
Tanjung Jati B.
Permasalahan ini juga
dikuatkannya setelah
diketahui PLTU yang
ternyata tidak ramah
terhadap lingkungan.

13. “Perjuangan
Belum berakhir dan
masih panjang” kata –
kata ini dilontarkan dari
salah satu warga
peserta diskusi, yang
akhirnya bisa jadi
sebuah perkataan yang
membuat peserta
lainnya semakin
bersatu dan semangat
demi tercapainya
kesejahteraan dan
keadilan.

14. diskusi yang


berlangsung
menghasilkan
penjelasan beberapa
permasalahan terkait
keterbutuhan informasi
yang dibutuhkan
masyarakat untuk di
akses.

15. dilanjut
mengatur strategi siapa,
kapan, dimana
permintaan informasi
akan diakses, sebelum
setelah disepakatinya
Hari Senin 16 February
2015 permintaan
informasi akan
dilaksanakan.

16. warga tambah


jelas dan lebih mudah
untuk menyusun
strategi selanjutnya.

17. Kemudian
diagendakan
pertemuan tanggal 2
Maret 2015 untuk up
date mengenai
permohonan informasi.

2. Sabtu, Live in di 1. Dishumkominfo Menghasilkan poin- 1. Menindaklanjuti 10. Menindak


28 jepara Kabupaten poin penting yang akan pertemuan terakhir di lanjuti /
Februa (Andiyono, Jepara. diajukan kepada PLTU Desa Bumiharjo, mengawal
ri 2015 Toni & Tanjung Jati B. dalam Kecamatan Donorejo, informasi yang
Lutfi) 2. PPID pertemuan konsultasi Kabupaten Jepara. yaitu di akses dari
Pemrakarsa public, diantaranya: diskusi kampung perwakilan
PLTU Tanjung terkait keterbutuhan beberap awarga
Jati B. 3. Keberatan dengan Informasi Publik. anggota
tidak adanya komunitas
pemulihan lingkungan 2. Pada diskusi Fornel.
selanjutnya tgl. 2 Maret
4. Pembuatan filter air 2015 bertempat di Desa 11. Menganal
untuk kebutuhan Bandungharjo isis
PLTU yang Kecamatan Donorejo, permaslahan
menggunakan air laut, Kabupaten Jepara. yang muncul
dengan membuat Masyarakat dari setelah
penyaringan alat yang perwakilan warga Desa diadakan
betul – betul Bumiharjo, Bringin, permintaan
menjamin ikan dengan Balong, Banyumanis, informasi di
ukuran sekecil apapun Ujungwatu, Badan Publik
tidak tersedot Bandungharjo, Jambu, Terkait oleh
5. Filter cerobong asap Tubanan dan kelompok warga
PLTU dengan Forum Nelayan komunitas
teknologi canggih (FORNEL). Fornel.
sehingga debu dari 3. pembangunan 12. Senin, 2
PLTU tidak mengotori PLTU Tanjung Jati B. Maret 2015
lingkungan sekitar dari keterangan warga, Melakukan
6. Secepatnya bahwa belum dibuatnya akses informasi
menanggapi persyaratan pembuatan terkait
permasalah apabila AMDAL (Analisis kebutuhan
adanya kecelakaan Dampak Lingkungan) setelah
seperti hilang dan PLTU Tanjung Jati B. diadakannya
rusaknya jaring para diskusi secara
nelayan dan yang 4. sebagaimana internal oleh
lainnya yang di Peraturan Pemerintah komunitas
akibatkan oleh kapal N0.27 Tahun 1999 Fornel.
pengangkut batu bara mengenai "Analisis
yang tidak mematuhi Mengenai Dampak
jadwal alur kapal Lingkungan Hidup".
sesuai MOU. Yang digunakan sebagai:
7. Berupaya serentak 5. Bahan bagi
untuk menyuarakan perencanaan
menghentikan pembangunan
operasional PLTU wilayah
Tanjung Jati B unit
5&6. Karna unit 1&2, 6. Membantu
4&5 sudah banyak proses
menimbulkan pengambilan
petmasalahan di keputusan
lingkungan tentang
masyarakat. kelayakan
lingkungan hidup
8. Mengakses salinan dari rencana
dokumenAnalisis usaha dan/atau
Dampak Lingkungan kegiatan
PLTU Tanjung Jati B.
Unit 1&2, 3&4. 7. Memberi
masukan untuk
penyusunan
disain rinci
teknis dari
rencana usaha
dan/atau
kegiatan
Memberi
masukan untuk
penyusunan
rencana
pengelolaan dan
pemantauan
lingkungan
Hidup.

8. Selain dari
keterangan diatas
warga juga
memberitahukan
adanya undangan
konsultasi public
perluasan PLTU
Tnjung Jati B. Unit
5&6, yang akan
dilaksanakan pad 3
Maret 2015. undangan
ditujukan kepada salah
satu warga dari desa
Balong .

9. Informasi
tersebut menggerakkan
warga dari kelompok
FORNEL dan warga dari
desa lainnya (yang
kemungkinan atau
bahkan daerah yang
memang terkena
dampak dari
operasional PLTU
Tanjung Jati B.) untuk
ikut serta menghadiri
konsultasi public yang
akan dilakukan PLTU
Tanjung Jati B

13. Live In (Diskusi Kampung) Akses Informasi Di Rembang


No Tgl. PJ INSTANSI YANG INFORMASI YANG DI URAIAN KETERANGAN
DI MINTA MINTA

1. 14 Mazaya 1. Kepala Pejabat Dari live-in tersebut 9. Setelah 17. Senin, 23


Februa Latifasari , Pengelola menghasilkan diselenggarakannya Februari Beberapa
perwakilan dari
ri 2014 Lutfil Informasi dan kesepakatan bersama workshop Hak Akses
warga melakukan
khakim,dan Dokumentasi akan: Informasi, Hak akses informasi
Kastoni Pemerintah Partisipasi, dan Hak
Kabupaten Kajian Lingkungan Atas Keadilan Dalam
Rembang Hidup Strategis Penataan Ruang di
(KLHS) Kawasan Jawatengah bertempat
2. Dinas PU dan Kendeng Utara di Semarang pada
Perhutani. (Khususnya di tanggal 27 – 29 Januari,
yang diwakili dari
3. BLH Kabupaten kawasan Rembang) beberapa komunitas
Rembang. atau warga, salah
Rencana Detail Tata satunya dari
Ruang Kota (RDTRK) kabupaten Rembang.
Kabupaten Rembang.
10. YLBHI-LBH
Detailed Engineering Semarang
Design (DED) Terkait menindaklanjuti
Tentang Rencana dengan di adakannya
Penyusunan Detail diskusi kampung
Kawasan atau area di dengan komunitas
daerah Rembang. dikabupaten Rembang,
Berita Acara Serah dengan tujuan
Terima tukar memberikan
menukar kawasan penyampaian hasil
hutan antara PT. workshop dan diskusi
Semen Indonesia Tbk. perumusan advokasi,
Dengan pihak serta mekanisme cara
perhutani. Terkait meminta dan
pembangunan pabrik memperoleh informasi,
PT. Semen Indonesia sekaligus
Tbk. Sebagian adalah memberitahukan dan
dikawasan perhutani menjelaskan akan
kawasan kendeng diadakan dan
utara didaerah dilaksanakannya
Rembang. Program sms gatway.

Pengadaan Tanah 11. Diskusi kampung


untuk PT.Semen berada di Desa
Indonesia Timbrangan, Dirumah
(PT./Perusahan/Pena Bp.Toni, Diskusi diikuti
mbang/Pelaku 23 peserta dari
eksploitasi) di kawan kelompok komunitas
Kendeng Utara Jaringnan Masyarakat
didaerah Rembang. Peduli Pegunungan
Kendeng (JM-PPK) dan
Jumlah Penambang warga dari Desa
legal dan illegal di Timbrangan,
daerah Rembang. Tegaldowo dan
Kadiwono.
Batas – Batas tanah
warga dengan 12. Diskusi dimulai
perhutani di daerah dari pukul 13.00 –
rembang. 17.00, sebelum diskusi
dimulai YLBHI-LBH
Informasi debit air di Semarang berdialog
daerah Rembang. dengan warga tetatang
permasalahan yang
dialami Masyarakat
sekitar yang saat ini
terjadi yaitu tentang
pendirian pabrik PT.
Semen Indonesia Tbk.
dipegunungan
Kendeng Utara
Kecamatan Gunem,
Pendirian dan
Penambangan pabrik
semen ditolak warga,
dengan alasan menjaga
kelestarian lingkungan
dan ekologi untuk
keberlangsungan
hidup sekarang dan
seterusnya, karna
mayoritas penduduk
sekitar adalah bermata
pencaharian sebagai
petani dan
menggantungkan
kehidupan sehari-
harinya didaerah
kawasan gunung
kendeng.

13. keterbutuhan
warga untuk
memperoleh informasi
public dan partisipasi
masyarakat dalam
pengawalan
pembangunan,
menjadikan keseriusan
Livein YLBHI LBH
Semarang didaerah
tersebut dalam
menjelaskan Hak
masyarakat asli Warga
Negara Indonesia
(WNI) untuk
mendapatkan
informasi publik yang
dijelaskan dalam UU
KIP Nomor 14 Tahun
2008, dan kewajiban
kepada badan publik
Negara untuk memberi
informasi.

14. warga
melanjutkan diskusi
bersama tentang apa
yang menjadi
keterbutuhan
informasi yang harus
diakses dan dipelajari
bersama untuk lebih
mengerti dan
memahami tentang
persoalan yang dialami
saat ini.

15. Dalam diskusi,


banyak sekali cerita
dari warga yang
sifatnya adalah
bentukn ketidak adilan
kepemerintahan dalam
pelaksanaan dan
pengembangan
pembangunan Rencana
Tata Ruang Wilayah
(RTRW) didaerah
rembang, karna ada
banyaknya penambang
batu kapur dikawasan
pegunungan kendeng
utara yang ada
dirembang. Baik
pertambangan legal
maupun illegal, dan
karna banyaknya tanah
yang berada dilokasi
tambang yang sifat
tanahnya masih
bersetatus Letter D.
dengan alasan karna
masih banyaknya
warga yang belum
mengerti dalam
mekanisme pembuatan
Sertifikat tanah melalui
Badan Pertanahan
Negara (BPN).

16. Setelah beberapa


jam dari diskusi yang
berlangsung dan
menghasilkan
penjelasan beberapa
permasalahan terkait
keterbutuhan
informasi yang
dibutuhkan
masyarakat untuk di
akses. Kemudian
dilanjut mengatur
strategi siapa, kapan,
dimana permintaan
informasi akan diakses,
sebelum setelah
disepakatinya Hari
Senin 16 February
2015. Permintaan
informasi akan
dilaksanakan “kalo bisa
secepatnya, karna lebih
cepat lebih baik”
perkataan salahsatu
warga karna saking
semangatnya untuk
memperoleh informasi
yang dibutuhkan.
sehingga warga
tambah jelas dan lebih
mudah untuk
menyusun strategi
selanjutnya.

2. Senin, Toni dan 18. Kepala Akses informasi Cek perkembangan akses 4. Up dating
23 Maya Pejabat kepada PPID Rembang informasi yang telah hasil akses
Februa Pengelola yang dilakukan warga, dilakukan. LBH informasi
ri 2015 Informasi dan menghasilkan salinan Semarang melakukan
Dokumentasi dokumen; live-in untuk mengecek
Pemerintah akses informasi yang
Kabupaten 1. Jumlah telah dilakukan oleh
Rembang Penambang legal dan warga. Selain itu, juga
illegal di daerah untuk menyampaikan
19. Dinas PU Rembang. perkembangan dan
dan Perhutani. keterbutuhan gugatan
2. Informasi debit air di dipersidangan PTUN
20. BLH daerah Rembang. Semarang terkait
Kabupaten pendirian pabrik semen
Rembang. 3. RTRW
Kabupaten Rembang di Rembang yang saat ini
digugt oleh warga.

Untuk salinan
permintaan warga yang
lainnya belum dipenuhi
oleh PPID.

5. Live In (Diskusi Kampung) Akses Informasi Di Semarang


No Tgl. PJ INSTANSI YANG INFORMASI YANG DI URAIAN KETERANGAN
DI MINTA MINTA

1. 13 Andiyono 6. Dishubkominfo Dari live-in tersebut Setelah 11. Senin, 16


Februar dan kota Semarang. menghasilkan diselenggarakannya Februari
i 2014 Kastoni kesepakatan bersama workshop Hak Akses Beberapa
akan: Informasi, Hak perwakilan
Partisipasi, dan Hak Atas warga dan
Keadilan Dalam komunitas
Penataan Ruang di Kompak’s
Rencana Detail Tata
Jawatengah bertempat di melakukan
Ruang Wilayah
Semarang pada tanggal akses informasi
(RDTRW) Kota
27 – 29 Januari, yang
Semarang.
diwakili dari beberapa
Peta Rencana Tata komunitas atau warga,
Ruang Wilayah salah satunya dari
(RTRW) Kota kabupaten Rembang,
Semarang YLBHI-LBH Semarang
menindaklanjuti dengan
Perijinan Tower di adakannya diskusi
kampung dengan
Raperda dalam
komunitas didaerah
pembangunan Tower.
Semarang, dengan tujuan
memberikan
penyampaian hasil
workshop dan diskusi
perumusan advokasi,
serta mekanisme cara
meminta dan
memperoleh informasi,
sekaligus
memberitahukan dan
menjelaskan akan
diadakan dan
dilaksanakannya
Program sms gatway.

Diskusi kampung
dilaksanakan di Desa
Gunung Sari, Kec.
Candisari, Kab.
Semarang. Diskusi diikuti
20 peserta dari
kelompok komunitas
Peduli Anggaran Kota
Semarang (KOMPAK’S)
dan dan Komunitas
warga Gunung Sari.

Diskusi dimulai dari


pukul 13.00 – 17.00,
Pesatnya pembangunan
di kota semarang
membuat Kami dari
YLBHI-LBH Semarang
menerangkan tentang
Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW), Karna
keterbutuhan warga
untuk memperoleh
informasi public dan
partisipasi masyarakat
dalam pengawalan
pembangunan,
menjadikan keseriusan
Livein YLBHI LBH
Semarang menjelaskan
mekanisme dan Hak
masyarakat asli Warga
Negara Indonesia (WNI)
untuk mendapatkan
informasi publik yang
dijelaskan dalam UU KIP
Nomor 14 Tahun 2008,
dan kewajiban kepada
badan publik Negara
untuk memberi
informasi.

Dari Penjelasan tentang


Informasi Publik,
membuat warga untuk
melanjutkan diskusi
bersama tentang apa
yang menjadi
keterbutuhan informasi
yang harus diakses dan
dipelajari bersama untuk
lebih mengerti dan
memahami tentang
persoalan yang dialami
saat ini,

Setelah beberapa jam


dari diskusi yang
berlangsung dan
menghasilkan
penjelasan beberapa
permasalahan terkait
keterbutuhan informasi
yang dibutuhkan
masyarakat untuk di
akses. Kemudian dilanjut
mengatur strategi siapa,
kapan, dimana
permintaan informasi
akan diakses.

2. Kamis,2 Andiyono 12. YLBHI LBH Setelah dilakukannya Kesepakatan komunitas 13. Up dating
6 dan Semarang akses informasi yang KOMPAKS’ untuk hasil akses
Februar Kastoni dilakukan komunitas memperluas jaringan di informasi
i 2015 KOMPAKS’. Dan Semrang dan
Informasi yangdiperoleh, meusyawarahkan hasil
kemudian informasi yang
mendiskusikan dan diperoleh.
memperkuat jaringan
komunitas.

3. Sabtu Kastoni 14. Asisten Hasil dari kesepakatan Setelah dilakukannya 6. Senin, 23
21 dan Atma administrasi masyarakat dan beberapa diskusi Maret Beberapa
Maret informasi dan komunitas KOMPAKS’ kampung di Semarang perwakilan
2015 kerjasama. adalah meminta data- tentang keterbukaan warga dan
data prosedur dalam informasi publik, LBH komunitas
15. Dishubkom pendirian menara Semarang bekerja sama Kompak’s
info kota telekomunikasi, dengan komunitas melakukan
Semarang. diantaranya: KOMPAKS’ berinisiatif akses informasi
untuk memperluas
1. Surat Keterangan jaringan di daerah
Penempatan kelompok komunitas
Titik Lokasi RW.07 Kel.Sawah Besar
Rencana Kec, Gayam Sari, yang
Pembangunan berkaitan dengan
Menara berdirinya menara
Telekomunikasi telekomunikasi. Dalam
dari Kepala Dinas peraturan pendirian
Tata Kota Tower atau Menara
Provinsi telekomunikasi yang
Jawatengah. sudah di atur dalam
2. Surat Keterangan Peraturan Menteri
Membangun Komunikasi dan
yang dikeluarkan Informatika Nomor:
oleh Kepala 02/Per/M.Kominfo/03
Dinas Penataan /2008 tentang
dan Pengawasan pedoman
Bangunan pembangunan dan
Provinsi Daerah penggunaan menara
Khusus Kota bersama
Semarang. telekomunikasi
(“Permenkominfo
3. Izin Penempatan 02/2008
Jaringan Utilitas
dan Bangunan Selain itu di atur juga
Pelengkap yang dalam Peraturan
dikeluarkan oleh bersama Menteri
Kepala Dinas Dalam Negeri, Menteri
Penerangan Jalan Pekerjaan Umum,
Umum dan Menteri Komunikasi
Sarana Jaringan dan Informatika dan
Utilitas Provinsi Kepala Badan
Jawatengah, Koordinasi Penanaman
karna jaringan Modal Nomor 18 Tahun
instalasi yang 2009; nomor:
berada pada 07/Prt/M/2009
menara tentang Pedoman
terhubung Pembangunan dan
dengan jaringan Penggunaan Bersama
utilitas pada Menara
Telekomunikasi
ruang publik. (“Peraturan Bersama
Menteri”).
4. Izin Mendirian
Bangunan (IMB) Dan dalam Pengaturan
menara Khusus menganai syarat
Telekomunikasi pembangunan menar
terdapat dalam Pasal 2
Izin Mendirikan Menara
s.d Pasal 7
dari intansi yang
Permenkominfo
berwenang
02/2008 adalah sebagai
berikut:

1. Menara harus
digunakan secara
bersama dengan
tetap
memperhatikan
kesinambungan
pertumbuhan
industry
telekomunikasi
demi efisiensi
dan efektifitas
penggunaan
ruang.

2. pembangunan
mereka dapat
dilaksanakan :

1. Penyelenggara
telekomonikasi

2. Penyedia menara

3. Kontraktor
menara

4. Pembangunan
menara harus
memiliki izin
mendirikan
menara dan
instansi yang
berwenang (yang
dimaksud izin
mendirikan
menara menurut
pasal 1 angka 10
permenkominfo
02/2008 adalah
izin mendirikan
bangunan sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku.

5. Membangun
menara harus
sesuai dengan
standar baku
tertentu untuk
menjamin
keamanan
lingkungan
dengan
memperhitungka
n factor-faktor
yang
menentukan
kekuatan dan
kestabilan
kontruksi
menara antara
lain:

1. Tempat/space
penempatan
antenna dan dan
perangkat
telekomunikasi
untuk
penggunaan
bersama

2. Ketinggian
menara

3. Struktur menara

4. Rangka struktur
menara

5. Pondasi menara
6. Kekuatan angin

7. Menara harus
dilengkapi
dengan sarana
pendukung dan
identitas

Saran pendukung harus


sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
yang berlaku, antara lain:

1. Pertanahan

2. Penangkal petir

3. Catu daya

4. Lampu halangan
penerbangan

5. Marka halangan
penerbangan

Identitas hokum
terhadap Menara
antara lain:

1. Nma
Pemilik
Menara

2. Lokasi
menara

3. Tinggi
menara

4. Tahun
pembuata
n/pemas
angan
menara

5. Kontrakt
or
menara

6. Beban
maksimu
m
menara

Didalam keterangan
peraturan pendirian
menara telokomunikasi
tersebut menggerakkan
niatan warga untuk
memperdalam
keberadaan menara
telekomunikasi yang
member dampak
negative pada warga
sekitar.

7. FOCUS GROUP DISCUSSION ANALISA HASIL AKSES


INFORMASI DAN PENYUSUNAN SISTEM DATABASE
KONFLIK TATA RUANG
Diselenggarakan atas kerjasama:
Yayasan TIFA – YLBHI-LBH Semarang
2015
FOCUS GROUP DISCUSSION ANALISA HASIL AKSES
INFORMASI DAN PENYUSUNAN SISTEM DATABASE
KONFLIK TATA RUANG

1. LATAR BELAKANG

Undang-Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Informasi Keterbukaan Publik secara resmi


di berlakukan tepat pada tanggal 30 April 2010, akan tetapi dalam pelaksanaanya
ternyata belum cukup memberikan yang signifikan bagi keterbukaan arus informasi
Publik. Masyarakat masih merasa kesulitan dalam melakukan akses informasi publik.
Pemerintah daerah sebagai pengelola informasi publik terkesan tidak siap untuk
membukanya, mekanisme pelayanan informasi serta pejabat pengelola informasi dan
dokumentasi (PPID) Yang menjadikan Badan Publik sampai sekarang belum tersedia,
sedangkan dalam proses-proses legislatif sangat tertutup dan sangat sulit untuk
diketahui publik.

Hak atas informasi, khususnya dalam penataan ruang, faktanya pemerintah masih
cenderung menutup diri. Sehingga penataan ruang yang seharusnya menjadi proses
dialog antara masyarakat, negara, dan modal untuk mengalokasikan ruang demi
kemakmuran bersama. Namun kenyataannya, dimaknai sebagai perebutan
pemanfaatan ruang antara masyarakat dengan pemilik modal. Sehingga dengan
mengatasnamakan investasi, seringkali kepentingan masyarakat dikalahkan. Bahkan hal
paling sederhana dari langkah awal keterlibatan, yaitu mendapatkan informasi
seringkali tidak dipenuhi.

Penyelenggaraan asas keterbukaan dengan membuka akses informasi seluas-luasnya


dalam penataan ruang sebagaimana mandat dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang
penataan ruang, ternyata belum memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Tidak
diberikannya hak informasi tersebut menghambat hak masyarakat berpartisipasi
dalam proses-proses pengalokasian ruang (proses perencanaan sampai dengan evaluasi
tata ruang) termasuk pemantauan tata ruang. Adapun jenis-jenis informasi yang
dibutuhkan untuk memungkinkan partisipasi masyarakat dalam penataan ruang Jawa
Tengah adalah pengalokasian ruang dan ijin – ijin yang ada di atasnya.

Selain tidak dibukanya informasi kepada masyarakat oleh pemerintah, Kondisi ini
disebabkan karena ketidakpahaman masyarakat mengenai haknya untuk memperoleh
hak atas informasi dalam penataan ruang. Kalaupun masyarakat memahami hak atas
informasi dalam penataan ruang, masyarakat juga dihadapkan pada persoalan
mengenai cara mendapatkan akses informasi dan cara melakukan komplain jika badan
publik atau pemerintah tidak memenuhi hak atas informasi tata ruang. Keberadaan
Komisi Informasi Provinsi (KIP) di Jawa Tengah juga tidak banyak diketahui
masyarakat, apalagi keberadaan KIP yang belum mampu menjangkau untuk
menyelesaikan sengketa informasi publik di 35 kabupaten atau kota di Jawa Tengah.

Beberapa bulan yang lalu, atas keterbutuhan sebagaimana disampaikan diatas, melalui
program mendorong akses informasi, hak atas partisipasi dan hak akses keadilan dalam
penataan ruang di Jawa Tengah, LBH Semarang bersama masyarakat di wilayah
Semarang, Jepara, Rembang kemudian melakukan serangkain kegiatan advokasi hak
atas informasi, hak atas partisipasi dan hak akses keadilan dalam penataan ruang.

Setelah melakukan advokasi tentunya menghasilkan pengalaman maupun pengetahuan


tentang hak atas informasi, hak atas partisipasi dan hak akses keadilan dalam penataan
ruang. Dimana pengetahuan tersebut sangat penting dan sangat menarik apabila dibagi
satu sama lain maupun didokumentasikan agar dapat menjadi pengetahuan bagi
masyarakat secara luas. Untuk itu YLBHI-LBH Semarang bersama Yayasan TIFA akan
menyelenggarakan workshop Pertukaran informasi advokasi tata ruang menggunakan
jaminan hak akses informasi.

2. TUJUAN

1. Sharing hasil akses informasi berkaitan dengan Tata Ruang yang telah dilakukan;
2. Untuk melakukan tukar-menukar pengalaman dan pengetahuan tentang
advokasi hak atas informasi, hak atas partisipasi dan hak atas keadilan dalam
penataan ruang yang sudah dilakukan dimasing-masing daerah;
3. Untuk merumuskan simpulan dan rekomendasi, berdasarkan hasil sharing, tukar
pengalaman dan pengetahuan setelah melakukan advokasi hak atas informasi,
hak atas partipisapi dan hak atas keadilan dalam penataan ruang;
4. Untuk menyusun database konflik tata ruang

5. WAKTU DAN TEMPAT

Hari, tanggal : Jum’at – Sabtu, 8-9 Mei 2015


Waktu : 09.00 – selesai
Tempat : Hotel Dalu
Jl. Majapahit 282 Semarang, Jawa Tengah
6. PESERTA

1. Roni Maryanto (KP2KKN)


2. 2 orang komunitas korban Tower Gayamsari (Ibu Mamiek, dkk)
3. 2 orang komunitas korban Tower Semarang Selatan (Ibu Anisa, dkk)
4. Waluyo (Formakoli)
5. Ani Kusrini (Vocal Point)
6. Pattiro Semarang
7. 1 orang komunitas korban tower Mijen
8. 1 orang komunitas korban tower Genuk Karangroto
Jepara
1. 2 orang perwakilan dari Fornel (Nurhadi, dkk)
2. 3 orang dari komunitas Bandungharjo, Banyumanis dan Ujungwatu

Rembang
1. 5 orang perwakilan JMPPK Rembang

2. NARASUMBER DAN FASILITATOR


1. Komisi Informasi Publik Jawa Tengah
2. Misbakhul Munir (YLBHI-LBH Semarang)
3. Perwakilan masyarakat yang telah melakukan akses informasi

SAMBUTAN DIREKTUR LBH SEMARANG – MISBAKHUL MUNIR, S.H.

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Acara siang hari ini adalah tindaklanjut dari yang dulu
pernah kita adakan di Hotel Metro Semarang, harapan kita peserta yang hari ini hadir,
kemarin di hotel juga mengikuti. Dalam FGD ini masing-masing yang hadir nanti juga
akan menyampaikan kondisi kekinian di daerah masing-masing, misalnya Jepara akses
informasi seperti apa. Kemudian di Rembang, Semarang, karena tipologi masing-masing
PPID juga berbeda-beda. Ada PPID di suatu kota lebih peduli ketika masyarakat mau
minta apa, langsung dikasih, ada juga PPID yang ketika kita minta informasi mereka
tanya dulu mau dibuat apa.

Kita akan dibantu fasilitator dari Staf Ahli Komisi Informasi Propinsi Jawa Tengah
Badan Publik Badan Publik Slamet Haryanto, SH. Belia kebetulan juga mantan Direktur
LBH Semarang periode 2011-2014. Harapannya ketika mas Slamet Haryanto kita
hadirkan, panjenengan semua akses informasi yang kemudian sampai berkonflik di
Komisi Informasi Jawa Tengah, nanti pak Slamet Haryanto juga bisa memfasilitasi untuk
mengonsep bagaimana caranya agar informasi yang kita minta bisa dikasih oleh Badan
Publik tersebut.

Karena sampai dengan saat ini pengalaman advokasi kita masih banyak Badan Publik
yang tertutup yang tidak mengasih informasi yang sebenarnya informasi adalah hak
panjenengan semua. Ketika kita akses informasi yang dimnta mau dibuat apa informasi
itu. Harapannya nanti kita simpulkan dari teman-teman Rembang, Jepara ketika sudah
dapat informasi mau dibuat apa, kita juga akan diskusikan apakah hanya untuk menjadi
yang penting kita dapat informasi, ataukah ini sebagai senjata untuk advokasi
selanjutnya bisa kita lakukan.

Perkenalan Peserta FGD:


1. Juremi – Jepara. Donorejo, Kabupaten Bandungharjo. Masyarakat korban pasir
besi.
2. Sugeng haryanto – masyarakat korbantamban gpasir besi. Fornel Jepara Utara.
3. Waluyo – Formakoli Semarang.
4. Bungkarni – JMPPK . Masyarakat korban pabrik semen Indonesia.
5. Paciati – JMPPK Rembang.
6. Jumadi – Yayasan Karya Alam Lestari. JMPPK Rembang.
7. Tutik – JMPPK Rembang.
8. Sukarno – Masyarakat Mijen. Forum Kota Semarang.
9. Sri Mulyanti – Kandri Semarang.
10. M Rofiq Sunarto – Fornel Jepara
11. Solihul Hadi – Fornel Jepara
12. Nanang Cahyo Hadi – Fornel Jepara
13. Muh Zaeni – Fornel Jepara. Masyarakat korban PLTU
14. Rini – Komunitas Lamper Kidul
15. Suci – Komunitas Lamper Kidul
16. Heni – Komunitas Genuk Indah
SHARING HASIL AKSES INFORMASI BERKAITAN DENGAN TATA RUANG YANG
TELAH DILAKUKAN

Sharing pengalaman akses informasi berkaitan dengan Tata Ruang dengan menjelaskan
kembali mekanisme mendapatkan informasi menurut Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008 sebagai review dari workshop akses informasi
yang telah dilakukan pada Januari 2015. Hal yang pertama yang ditekankan adalah
waktu permohonan informasi pada Badan Publik yaitu 10 hari kerja dan bila informasi
belum diberikan, diperpanjang 7 hari kerja. Setelah 17 hari kerja, pemohon informasi
harus memerhatikan apakah Badan Publik memberikan jawaban tertulis terkait
permohonan informasi dari pemohon informasi.

Ada beberapa kemungkinan jawaban tertulis dari Badan Publik terkait permohonan
informasi dari pemohon informasi (Undang-undang 14 tahun 2008 pasal 35 ayat),
yaitu:
1. Penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian
2. Tidak disediakan informasi.
3. Tidak ditanggapi permintaan informasi.
4. Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana diminta.
5. Tidak dipenuhinya permintan informasi.
6. Pengenaan biaya tidak wajar.
7. Pemenuhan informasi melebihi waktu yang diatur.

Bila pemohon informasi mengalami hal-hal di atas, harus segera mengirimkan surat
keberatan pada atasan PPID/Badan Publik dan atasan PPID harus memberikan jawaban
tertulis atas keberatan pemohon informasi dalam jangka waktu 30 hari kerja. Apabila
ini tidak juga dilakukan oleh atasan PPID, maka pemohon informasi dapat menempuh
sengketa informasi di Komisi Informasi Propinsi Jawa Tengah.

Ada kebingungan Peserta (Waluyo-Formakoli Semarang) dalam menghitung jangka


waktu pengiriman surat keberatan ke Badan Publik, sejak pengajuan informasi ke
Badan Publik. Apakah jangka waktu pengajuan keberatan ke atasan Badan Publik 30
hari kerja ditambah jawaban tertulis dari atasan Badan Publik kepada pemohon
informasi yang juga 30 hari kerja, ini dirasakan terlalu lama. Fasilitator menjelaskan,
bahwa jangka waktu ini maksimal, bila sebelum 30 hari kerja, sudah ada jawaban
tertulis dari Badan Publik, maka apabila tidak puas bisa langsung mengajukan
keberatan kepada atasan PPID dan tidak perlu menunggu 30 hari kerja. Sedangkan
jawaban tertulis dari atasan PPID kepada pemohon informasi memang maksimal 30
hari kerja. Dari sini kita bisa melihat apakah PPID dan atasan PPID menaati Undang-
undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik atau tidak. Ini merupakan
analisa terhadap hasil akses informasi.
Sebagai contoh dari pengalaman Badan Publik Baskoro yang meminta mengajukan
sengketa informasi ke Komisi Informasi Propinsi Jawa Tengah karena permohonan
informasinya terkait titik koordinat Cekungan Air Tanah (CAT) yang menurut bapak
Baskoro bila tidak diketahui oleh masyarakat akan merugikan kepentingan masyarakat
di sekitar CAT tersebut. Komisi Informasi memutuskan bahwa informasi yang minta
oleh pak Baskoro harus dibukan oleh PPID dan diberikan kepada pak Baskoro sebagai
pemohon informasi.
Point Dari Akses Informasi
mekanisme memeroleh informasi menurut Undang-undang Keterbukaan Informasi
Publik nomor 14 tahun 2008 yaitu pengajuan informasi dan pengajuan keberatan. Salah
satu peserta dari Jepara (Nanang) menceritakan pengalamannya dalam advokasi kasus
PLTU di Jepara dimana ketika Nanang sebagai pemohon informasi menginginkan
informasi tentang rencana pengembang, namun informasi yang diinginkan didapat
tanpa harus mengirimkan surat, melainkan dengan lobby. Menanggapi pengalaman dari
Jepara ini, fasilitator menjelaskan bahwa informasi yang kita inginkan akan bisa
dijadikan senjata untuk proses advokasi melawan kebijakan yang tidak benar baik
lewat jalur pengadilan (litigasi) maupun non litigasi.

Keluhan lain disampaikan Bp. Jumadi (Rembang) terkait permohonan informasi yang
diajukan bapak Baskoro (Rembang), ternyata pihak Badan Publik (PT Semen Indonesia)
hanya memperbolehkan pak Baskoro untuk melihat dan membaca saja, dan tidak
diperkenakkan mengcopy atau scan/photo. Badan Publik beralasan ini sesuai putusan
Komisi Informasi Propinsi Jawa Tengah. Kalau hanya melihat dan membaca, apa
gunanya karena tidak akan maksimal pemanfaatannya untuk upaya advokasi
masyarakat Rembang.

Pengalaman lain terkait permohonan informasi disampaikan oleh Bp. Waluyo yang
ketika meminta informasi Amdal dua perusahaan di daerah Pringsurat, tidak
dikabulkan oleh Badan Publik, dengan alasan Bp. Waluyo bukan orang Pringsurat,
padahal menurut Undang-undang 14 tahun 2008, pemohon informasi itu bisa siapapun
yang membutuhkan informasi bisa mengajukan permohonan informasi, apalagi
informasi yang diminta terkait pembangunan atau perusakan lingkungan yang
dikuatirkan merugikan warga.

Akses informasi bisa dijadikan alat untuk advokasi kasus yang dihadapi warga ketika
berhadapan dengan perusahaan perusak lingkungan atau ingin sekedar mendapatkan
informasi dari Badan Publik. Terkait putusan Komisi Informasi atas permohonan
sengketa informasi yang diajukan Pak Baskoro, putusan Komisi Informasi Propinsi
Jawa Tengah sebenarnya ada dua hal. Pertama, membatalkan putusan termohon yang
menyatakan informasi yang diminta Pemohon merupakan informasi yang dikecualikan,
karena Komisi Informasi menilai putusan itu merupakan informasi yang wajib
disediakan setiap saat, karena menyangkut hajat hidup orang banyak (warga Rembang),
sehingga harus dicantumkan dalam website Termohon informasi.

Kedua, memerintahkan pada termohon informasi untuk membuka informasi kepada


Pemohon Informasi (Bapak Baskoro) dengan melihat dan mengetahui informasi
sebagaimana dimaksud kepada Pemohon dalam jangka waktu 10 hari. Jadi jelas
informasi harus dibuka kepada pemohon informasi, bahkan Komisi Informasi
mengkategorikan informasi yang diminta Pemohon itu merupakan informasi yang wajib
disediakan setiap saat, sehingga harus terpublikasi dengan salah satunya tersedia dalam
website perusahaan (termohon informasi) yang dapat didownload oleh siapapun yang
membutuhkan. Sehingga kalaupun warga atau pemohon informasi ingin mendapatkan
informasi tersebut dengan memfoto atau mendapatkan informasi tersebut secara fisik
atau digital, seharusnya diperbolehkan, karena Komisi Informasi memutuskan
informasi tentang titik koordinat CAT Watuputih itu sebagai informasi yang harus
tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik.

Bp. Jumadi (Rembang) juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan informasi dengan


mekanisme sesuai Undang-undang 14 tahun 2008, karena seringkali Badan Publik
menggunakan batas waktu maksimal sesuai Undang-undang Keterbukaan Informasi
Publik yaitu 10 hari kerja ditambah 7 hari kerja. Apalagi setelah 17 hari kerja, jawaban
dari Badan Publik seringkali tidak memuaskan pemohon informasi, karena dijawab
secara tertulis, tapi menyatakan informasi yang diminta pemohon tidak tersedia di
instansi PPID. Terakhir menurut pak Jumadi, permohonan informasi yang diajukan pak
Baskoro (Rembang) tentang titik koordinat CAT di Rembang, cuma dibolehkan
membaca dan melihat saja, padahal titik koordinat itu kan banyak sekali, sehingga sulit
menghafalkan. Dokumen itu tidak diberikan kepada pemohon informasi, memfoto pun
tidak boleh.

Refleksi Pengajuan Akses Informasi oleh masyarakat kepada Badan Publik :


1. Badan Publik seringkali memanfaatkan jangka waktu pengajuan informasi
sesuai Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008
dengan maksimal, sehingga seringkali informasi yang diminta masyarakat baru
direspon setelah 17 hari kerja, itupun seringkali jawabannya pemohon informasi
(masyarakat) misalnya bahwa informasi yang diminta pemohon informasi tidak
tersedia di PPID (Badan Publik)/Termohon informasi.
2. Respon surat jawaban dari PPID kepada Pemohon informasi (untuk kasus di
Rembang, tidak disertai dengan tanggal), seringkali menyulitkan Pemohon
informasi untuk menghitung jangka waktu pengajuan akses informasi untuk
melangkah ke pengajuan keberatan ke atasan PPID.
3. Putusan Komisi Informasi (untuk kasus pengajuan informasi oleh JMPPK/Bp.
Baskoro) disalah artikan oleh PPID dengan melarang termohon memiliki
sepenuhnya informasi yang diminta, melainkan hanya dibolehkan melihat dan
membaca, sedangkan permohohan informasi yang diminta pak Baskoro adalah
mendapat copy (softcopy atau hardcopy) dari dokumen informasi tersebut.
4. Diperlukan pendekatan/lobby (dari pengalaman di Semarang) kepada Badan
Publik atau PPID agar informasi yang diinginkan diberikan kepada masyarakat
yang membutuhkan informasi, dengan tidak meninggalkan dan tetap
mengupayakan lewat mekanisme pengajuan informasi sesuai Undang-undang
Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008. Namun pendekatan/lobby
akan susah diterapkan pada daerah dimana Badan Publik sarat dengan konflik
kepentingan, seperti kasus PLTU Jepara, PLTU Batang, Pendirian Semen
Indonesia di Rembang, dsb.
PRESENTASI HASIL DISKUSI ANALISA HASIL AKSES INFORMASI

ANALISA HASIL AKSES INFORMASI


[ WARGA REMBANG ]

No. Aktivitas Akses Informasi Waktu Hasil Kendala


1. Kajian Lingkungan Hidup 6 Februari 2-15
Strategis (KLHS) Kawasan s/d 11 Maret 2015 Tidak ada 1.Sulit akses
Kendeng Utara (Khususnya di data
kawasan Rembang) 2.Waktu lama
2. Rencana Detail Tata Ruang Kota 6 Februari 2-15 3.Biaya
(RDTRK) Kabupaten Rembang. s/d 11 Maret 2015 Tidak ada 4.SDM
3. Detailed Engineering Design 6 Februari 2-15
(DED) Terkait Tentang Rencana s/d 11 Maret 2015 Tidak ada
Penyusunan Detail Kawasan
atau area di daerah Rembang.
4. Berita Acara Serah Terima 6 Februari 2-15
tukar menukar kawasan hutan s/d 11 Maret 2015 Tidak ada
antara PT. Semen Indonesia
Tbk dengan pihak perhutani
terkait pembangunan pabrik
PT. Semen Indonesia Tbk.
Sebagian adalah dikawasan
perhutani kawasan kendeng
utara didaerah Rembang.
5. Pengadaan Tanah untuk 6 Februari 2-15
PT.Semen Indonesia (PT. / s/d 11 Maret 2015 Tidak ada
Perusahan/ Penambang /
Pelaku eksploitasi) di kawan
Kendeng Utara didaerah
Rembang.
6. Jumlah Penambang legal dan 6 Februari 2-15 Tidak ada
illegal di daerah Rembang. s/d 11 Maret 2015
7. Batas tanah warga dan 6 Februari 2-15 Tidak ada
Perhutani s/d 11 Maret 2015
8. Informasi Debit Air di Rembang 6 Februari 2-15 Tidak ada
s/d 11 Maret 2015

ANALISA HASIL AKSES INFORMASI


[ WARGA SEMARANG ]

No. Aktivitas Akses Informasi Waktu Hasil Kendala


1 Peraturan Daerah RTRW kota Maret 2015 Ada informasi Kedekatan/
Semarang lobby.
2. RDTRK kota Semarang Maret 2015 Ada informasi Kedekatan/
lobby.
3. Perijinan Tower di kota Semarang Maret 2015 Ada informasi Kedekatan/
lobby.

ANALISA HASIL AKSES INFORMASI


[ WARGA SEMARANG ]

Pasca workshop akses informasi pada akhir Januari 2015, ada rencana pengajuan
informasi ke PPID Kabupaten Jepara sebagai berikut:

1. Mengakses Ijin Lingkungan (AMDAL, RKL, RPL). DED (detail rencana proyek) PLTU
Tanjung Jati B. unit 5&6.
2. Dokumen tertulis alur dan jadwal operasi kapal PLTU Tanjung Jati pengangkut Batu
Bara keseluruh anggota Forum Nelayan (FORNEL).
3. Mengakses Informasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang terkait
informasi soal proses banding sengketa kasus Pasir Besi Guci Mas di Bandungharjo
di PTUN surabaya.
4. Mengakses salinan dokumen Amdal PLTU Tanjung Jati B. Unit 1&2, 3&4.
Namun karena kendala komunikasi dan kurang maksimalnya koordinasi di tingkat
masyarakat, sehingga hingga akhir April 2015, belum mengajukan permohonan
informasi ke PPID di lingkungan Kabupaten Jepara. Akan tetapi

SHARING PENGALAMAN ADVOKASI MENGGUNAKAN MEKANISME HAK AKSES


INFORMASI

pentingnya memahami hak akses informasi dalam rangka advokasi kasus yang dihadapi
masyarakat. Dalam kasus pendirian pabrik semen di Rembang, Penambahan Unit 5&6
PLTU Tanjung Jati B. di Jepara, penambangan pasir besi di Jepara, tidak lepas dari
kebutuhan untuk akses informasi yang harus didapatkan oleh warga masyarakat
setempat, bila ingin memaksimalkan perjuangannya dalam merebut hak-hak dasarnya.

WILAYAH SEMARANG:
5. Pemanfaatan lahan publik di trotoar untuk pendirian halte BRT (Bus Rapid
Transit) di kota Semarang membuat masyarakat Semarang terganggu atau
minimal ruang-ruang publik bagi masyarakat terkurangi dengan pendirian Halte
BRT tersebut. Akan didorong masyarakat untuk mengetahui informasi tentang
peruntukan ruang publik (trotoar) untuk pendirian halte BRT, adakah sesuai
dengan tata ruang kota Semarang dan tidak mengurangi ruang terbuka hijau di
kota Semarang. Dokumen yang akan dimintakan hak akses informasi ke Badan
Publik adalah 1). Data jumlah shelter BRT; dan 2). Peraturan Walikota
penggunaan Lahan Trotoar.
6. Kota Semarang bagian atas (diantaranya Mijen, Gunungpati, Tembalang)
terdapat daerah resapan air yang sekarang marak didirikan perumahan dan
permukiman. Ada 8 Kecamatan yang menjadi daerah resapan air, bila
pemanfaata lahan untuk perumahan dan permukiman tidak terkontrol akan
menimbulkan bencana untuk wilayah Semarang bagian bawah. Masyarakat
Semarang perlu didorong untuk mengetahui informasi tentang titik mana saja di
daerah Semarang bagian atas yang merupakan daerah resapan air. Dokumen
yang diperlukan untuk diajukan akses informasi ke Badan Publik adalah 1).
RDTRK kota Semarang; dan 2). Andal pembangunan kawasan perumahan dan
industri.

WILAYAH JEPARA:
7. Pertama, Penambangan pasir besi di wilayah Jepara mengancam adanya hutan
lindung, serta mengancam keberadaan sawah-sawah produktif di sekitar daerah
tambang pasir besi. Selain itu juga mengancam tambak-tambak yang dimiliki
masyarakat di Kecamatan Donorojo, Ujung Watu. Kedua, penguasaan tanah yang
sangat luas oleh PT. Gunung Sewu dengan ketidakjelasan penggunaan lahan.
Masyarakat masih diberi hak mengelola lahan tersebut dengan pembagian hak
pengelolaan lahan dibagi oleh Desa. Dokumen yang ingin diajukan akses
informasi adalah Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Jepara.
8. Informasi tentang Keputusan Putusan Banding PTUN di Surabaya
9. Informasi lahan di Bangsri, Bundo, Kabupaten Jepara
10. Kejelasan CSR PLTU Tanjung Jati B Unit 1,2,3,4

WILAYAH REMBANG:
11. Dengan proses pendirian pabrik Semen oleh PT. Semen Indonesia di Rembang,
sangat berpotensi merugikan masyarakat Rembang, karena keberadaan lahan
milik masyarakat yang dikuatirkan akan terganggu bahkan akan hancur bila
pembangunan pabrik semen itu tetap dilanjutkan. Dokumen Informasi yang akan
dimintakan hak akses informasi ke Badan Publik adalah :
1. Titik koordinat batas lokasi tambang batu gamping, tanah liat dan tapak pabrik
(ke PPID Kabupaten Rembang).
2. Data debit sumber mata air di sekitar CAT (Cadangan Air Tanah) Watuputih 10
tahun terakhir (ke PPID Kabupaten Rembang, Perum Perhutani KPH Divre I Jawa
Tengah dan PPID Kementrian Kehutanan)
3. Berita acara Serah Terima tukar menkar kawasan hutan calon tapak pabrik di
KPH Mantingan. (ke PPID Kementrian Kehutanan RI).
4. Kajian Lingkungan Hidup Strategis ke PPID Kabupaten Rembang.
5. Rencana Detail Tata Ruang Kota ke PPID Kabupaten Rembang
6. Data perolehan pengadaan tanah oleh PT Semen Indonesia (ke PPID Kabupaten
Rembang dan BPN Kabupaten Rembang).
7. Jumlah curah hujan 10 tahun terakhir (ke BLH Kabupaten Rembang).
KETERBUTUHAN AKSES INFORMASI UNTUK ADVOKASI KONFLIK TATA RUANG

JEPARA REMBANG SEMARANG


1. Amdal PLTU TanjungJati 1. Titik Koordinat  Bupati Kasus Shelter BRT
B 1-4  Badan Publik Rembang 1. Jumlah selter BRT
pemerintah 2. Data debit sumber mata 2. Peraturan Walikota BRT
2. Besaran Dana CSR PLTU air di sekitar CAT tentang penggunaan
TanjungJati B 1-4 --> Watuputih 10 tahun lahan trotoar yang
PLTU terakhir (ke Dinas PU dan digunakan selter  untuk
3. Ijin Lokasi pembangunan Perhutani) melihat penyalahgunaan
PLTU Jepara  Badan 3. Berita acara serah terima ruang publik untuk
Publik pemerintah tukar menukar kawasan pejalan kaki dan ruang
4. Titik Koordinat hutan  Kementrian terbuka hijau.
pembangunan PLTU Kehutanan. Daerah Resapan Air
Jepara  Badan Publik 4. KLHS  PPID Kabupaten (Semarang Atas):
pemerintah Rembang. Gunugnpati, mijen, selma
5. Luasan lahan untuk 5. RDTRK  PPID lahan itu diguankan untuk
Rencana PLTU Unit 5 dan Kabupaten Rembang industri dan perumahan.
6 6. Data perolehan Informasi yang dibutuhkan:
6. Kajiani Ilmiah PLTU Unit pengadaan tanah PT RDTRK
1-4 Semen Indonesia  BPN Andal
7. Anggaran PLTU unit 5-6 Kabupaten Rembang Untuk monitoring evaluasi
8. RTRW Kabupaten Jepara 7. Jumlah Curah Hujan 10 pengendalian banjir dan
tahun terakhir  BLH rob.
Dimintakan ke Badan Kabupaten Rembang. Minta ke Badan Publik:
Publik: 1. Pemerintah Kota
Pemerintah Kabupaten Dimintakan ke Badan Semarang/
Jepara, Publik: Dishubkominfo
Pengelola PLTU Jepara Pemerintah Kabupaten
Rembang, BPN, Dinas PU
Kabupaten Rembang, Perum
Perhutani KPH Kebonharjo.
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL)

Dalam rangka advokasi ke depan, perlu dibuat posisi kasus untuk masing-masing
wilayah (Rembang, Jepara dan Semarang), meliputi cerita terkait perkaranya. Sejak
kapan kasus itu mulai ada, permasalahan yang terjadi, pihak-pihak yang terlibat, dan
dampaknya terhadap masyarakat. Dari usulan-usulan peserta, telah disepakati rencana
tindak lanjut untuk masing wilayah (Rembang, Jepara dan Semarang) sebagai berikut:

RENCANA PENGAJUAN AKSES INFORMASI


[ WARGA JEPARA ]

No. Aktivitas Akses Informasi Waktu Termohon


1. Amdal PLTU Tanjung Jati B 1,2 11 Mei 2015 Dishumkominfo
dan 3,4 Kabupaten Jepara
2. Dana CSR PLTU Tanjung Jati B 11 Mei 2015 PPID Pemrakarsa
Unit 1-4 PLTU TJB
3. Ijin Lokasi untuk Rencana 11 Mei 2015 Dishumkominfo
PLTU Tanjung Jati B Unit 5-6 Kabupaten Jepara
4. Titik Koordinat Rencana 11 Mei 2015 Dishumkominfo
Pembangunan PLTU Tanjung Kabupaten Jepara
Jati B unit 5-6
5. Luas Lahan untuk Rencana 11 Mei 2015 Dishumkominfo
Pembangunan PLTU Tanjung Kabupaten Jepara
Jati B Unit 5-6
6. Anggaran Pembangunan PLTU 11 Mei 2015 Dishumkominfo
Tanjung Jati B Unit 5-6 Kabupaten Jepara
7. RTRW Kabupaten Jepara 11 Mei 2015 Dishumkominfo
Kabupaten Jepara

RENCANA PENGAJUAN AKSES INFORMASI


[ WARGA REMBANG ]

No. Aktivitas Akses Informasi Waktu Termohon


1. Titik Koordinat  Bupati 11 Mei 2015 Dishubkominfo
Rembang Kabupaten Rembang
2. Data debit sumber mata air di 11 Mei 2015 Dinas PU dan
sekitar CAT Watuputih 10 Perhutani
tahun terakhir.
3. Berita acara serah terima 11 Mei 2015 Kementrian
tukar menukar kawasan Kehutanan
hutan.
4. KLHS Pembangunan pabrik 11 Mei 2015 PPID Kabupaten
semen oleh PT. Semen Rembang
Indonesia.
5. RDTRK Kabupaten Rembang 11 Mei 2015 PPID Kabupaten
Rembang
6. Data perolehan pengadaan 11 Mei 2015 BPN Kabupaten
tanah PT Semen Indonesia Rembang

7. Jumlah Curah Hujan 10 tahun 11 Mei 2015 BLH Kabupaten


terakhir. Rembang

RENCANA PENGAJUAN AKSES INFORMASI


[ WARGA SEMARANG ]

No. Aktivitas Akses Informasi Waktu Termohon


1. Kasus Shelter BRT 11 Mei 2015 Dishubkominfo kota
1. Jumlah Shelter BRT di kota Semarang
Semarang
2. Peraturan Walikota tentang
penggunaan lahan trotoar.
2. Daerah Resapan Air 11 Mei 2015 Dishubkominfo kota
(Semarang bagian Atas): Semarang
1. RDTRK
2. ANDAL [pembangunan
kawasan perumahan dan
industri]
2. Hasil Pembelajaran
Mengimpletasikan UU no.14 Tahun 2008 yang mengatur dan menjeaskan tentang
keterbukaan informasi public, dimana masyarakat berhak mengetahui, melakukan dan
memahami informasi yang sifatnya umum untuk bisa disebarluaskan dengan harapan
masyarakat biasa ikut aktif dan ikut serta dalam pembangunan daerah dan berwawasan
luas menuju kesejahteran yang berkaitan dengan penataan ruang dimana perda
setempat mengatur dan mengendalikan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayang) secara
luas dalam suatu daerah tertentu dan secara Detail dengan dibutuhkannya RDRTK
(Rencana Detail Ruang Tata Kota). Dimana keterbukaan informasi yang sudah di
berlakukan tepat pada 30 April 2010 sampai dengan saat ini dengan harapan adanya
keterbukaan antara masyarakat dan kepemerintahan. Adapun setelah di adakannya
pelatihan bersama oleh LBH Semarang Yang bekerjasama dengan Yayasan Tifa dengan
mengenalkan dan mempraktekkan informasi public di 3 daerah Kabupaten, Jepara,
Rembang dan Kota semarang dengan mengundang perwakilan dari 3 komunitas dan
melibatkan beberpa lembaga yang pada nantinya biasa mennyalurkan kepada
masyarakat sekitar. Di jepara, Rembang dan kota Semarang mengenai pengalaman atas
hak informasi dan hak akses informasi dalam penataan ruang membuahkan keberanian
warga dalam memperoleh dan meminta informasi kepada badan public terkait yang di
gunakan untuk mempelajari daerahnya masing – masing dengan keterbukaan informasi
menjadikan warga untuk mengkritisi dengan adanya ketidak sesuain dalam penataan
ruang di daerah. Seperti data – data dokumen yang di cantumkan warga Kabupaten
Jepara, rembang, Dan Kota Semarang, dari data tersebut di gunakan oleh LBH semarang
bersama warga dari 3 daerah untuk memudahkan proses advokasi selanjutnya dan
mendorong lembaga kepemerintahan terkait dalam merubah kebijakan yang tidak
sesuai dalam pensejahterakan rakyat.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, terlihat jelas bahwa kebutuhan


pemanfaatan UU No.14 Tahun 2008 di dalam keterbukaan informasi Publik adalah
mutlak untuk diadakan guna kepentingan peningkatan kualitas pengetahuan serta
membka kembali kesadaran Masyarakat. Bahwa secara garis besar UU No.14 tahun
2008 memiliki peranan yang seharusnya perlu ditingkatkan dalam keterbukaan
informasi sebagaimana berikut:

1. Memperluas akses PPID


PPID dapat membuka akses yang lebih luas terhadap Informasi yang sifatnya umum
kepada Masyarakat. Dengan PPID, kegiatan pembangunan dalam perkembangan
daerah dapat dikawal langsung oleh masyarakat, akan tetapi pembangunan dapat
berlangsung di mana saja dan kapan saja asal masyarakat yang bersangkutan tidak
mengetahui dan tidak mau tahu tentang informasi-informasi yang bersangkutan,
atau bahkan karena dari PPID sendiri yang memang tertutup karna sebuah
kepentingan pribadi.
Maka dari itu adanya dorongan penyederhanaan untuk PPID pembantu di wilayah
Contohnya, aplikasi PPID/menempatkan PPID pembantu di masing2 kecamatan
atau kelurahan terkait keterbuakaan informasi public.
Membuat PPID pembantu di wilayah untuk menyederhanakan akses masyarakat
dalam meminta ataupun memperoleh informasi, dimana PPID pembantu telah
memberi kesempatan kepada mereka (Masyarakat) yang misalnya waktunya
terbatas karena pekerjaan menjadi tetap bisa mengikuti perkembangan dengan
bantuan adanya PPID Pembantu.

2. Meningkatkan efisiensi PPID


Efisiensi dalam bidang keterbukaan informasi publik berarti sebuah informasi bisa
tersampaikan dengan kualitas terbaik dan menuju hasil yang optimal tanpa biaya
yang mahal. Pemanfaatan PPID memungkinkan hal itu terjadi. Melalui pemanfaatan
PPID, Masyarakat/penduduk setempat dapat melakukan kegiatan akses informasi
sesuai dengan Keterbutuhan dengan tidak mengenyampingkan keterbutuhan
kewajibannya untuk memenuhi hidup. Selain itu bagi warga masyarakat yang
memiliki disiplin diri dan motivasi untuk belajar yang tinggi untuk biasa
memperluas pengetahuan dan kritis dengan keadaan sekitar, pemanfaatan PPID
dapat mempercepat proses untuk mencapai tingkat kesejahteraan, dan memperluas
pilihan informasi sesuai dengan kebutuhn dan kondisi wilayah
masyarakat/penduduk sekitar melalui kegiatan akses informasi.

3. Memperbaiki proses pemerolehan informasi


PPID dengan segala potensi dan kemampuannya dalam menyajikan informasi yang
variatif dalam berbagai format mampu mengantarkan proses mendapatkan
informasi yang lebih baik guna memberikan hasil informasi yang lebih optimal pada
warga masyarakat.
PPID memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas pemerolehan informasi,serta
menyiapkan masyarakat untuk perkembangan yang dikendalikan oleh pihak2 asing.
Dalam pemanfaatannya, PPID diharapkan bisa menghasilkan suatu
kegiatan pengalaman informasi yang efektif yang dapat mendorong keingintahuan
kesadaran intelektual masyarakat dan sehingga mendorong masyarakat untuk
berperan aktif dalam proses pembentukan pengetahuannya dalam pengawalan
pembangunan.

4. Memperbaiki sistem pengelolaan


Dalam hal mengolah dan memperbaiki keterbukaan informasi, PPID dapat
dipergunakan untuk membantu mengelola dan mengolah data-data informasi yang
di butuhkan ataupun tidak di butuhkan oleh masyarakat tapi perlunya masyarakat
mengetahui tentang informasi yang berkembang baik dalam hal penataan rung
meskipun informasi yang sifatnya umum ini di minta ataupun tidak diminta oleh
masyarakat tetaplah di sediakan guna pengetahuan dan pembelajaran dalam
pemetaan.Hal ini dilakukan demi menghasilkan suatu Lembaga PPID yang
berkualitas yang mampu menyediakan data informasi yang akurat, mudah
dipergunakan, serta dapat diperoleh dengan tepat waktu.

Selain beberapa peranan PPID dalam mempermudah dalam keterbukaan informasi


publik, PPID juga memiliki peranan-peranan lain yang lebih spesifik dalam dunia
Keterbukaan Informasi Publik. Peranan tersebut lebih terkait kepada kegiatan saling
keterbukaan melalui informasi yang sebagaimana PPID sebagai Lembaga sentral dalam
sebuah sistem pendokumentasian dari informasi.
1. Kebijakan Penataan Ruang dan Masyarakat yang Terabaikan

Dalam Mempertimbangkan suatu kawasan dalam penataan ruang dan banyaknya


masyarakat lapisan bawah yang belum paham terkait penataan ruang, karna yang
hanya masyarakat tahu adanya satu kawasan yang memang diperuntukkan sebagai
kawasan yang biasa dibuat, pertanian, permukiman dan tidak tahunya masyarakat atas
kawasan yang diperuntukkan sebagai pertambangan. Sedangkan penetapan batas suatu
kawasan pertanian sudah seringkali tidak sesuai, sementara jumlah penduduk dan
keturunan terus bertambah, sehingga dengan otomatis lahan yang dimiliki seperti
pertanian dialihkan fungsinya sebagai lahan selain pertanian. Dan Karena dalam
kurangnya keterbukaan informasi yang sangat minim misalnya dalam konsultasi public
dalam penataan ruang yang hanya melibatkan beberapa masyarakat seperti
masyarakat yang hanya dekat dengan kepemerintahan dan bisa diajak kerjasama dalam
proyek – proyek kepentingan kepemerintahan yang bisa mendapatkan informasi terkait
penataan ruang dan pembangunan.
Sedangkan kalau kita kembali pada esensi, output dari Penataan Ruang itu ada dua
esensi. Kawasan Lindung dan kawasan budidaya. Kemudian hal-hal yang disampaikan
terkait dengan peruntukan suatu kawasan yang notabene kawasan budidaya itu
Peruntukannya bermacam-macam. Ada yang digunakan sebagai pertanian, kemudian
permukiman, perdagangan/jasa, ada juga yang diperuntukan sebagai perkantoran
pemerintah, dsb.
Sedangkan lahan yang sudah terbagi ataupunpun terpetakan kadang atau bahkan tidak
bisa dirubah kembali, tapi dengan adanya kegiatan yang meningkat dan bertumbuh
kembang serta bertambahnya penduduk membuat keadaan membutuhkan banyak
ruang-ruang. Dalam rangka penentuan ruang-ruang tadi pemerintah seharusnya
memperhitungkan sesuai dengan kondisi yang ada sesuai dengan konteks
perencanaan.

Ada eksisting yang sebenarnya mengatur letak kawasan permukiman kemudian


perdagangan akan diletakkan begitu juga dengan kawasan perindustrian dimana
industry tersebut diletakkan. Kegiatan tersebutlah yang masuk dalam rangka
perencanaan, sehingga diprediksi Tata ruang diperhitungkan sampai dengan perkiraan
20 Tahun yang akan datang.
Ruang yang terbatas, misalnya kita butuh mengidentifikasi kebutuhan. Kebutuhan ini
yang masyarakat bisa memberikan informasi, Sehingga dasarnya tadi ada faktor
eksisting, sehingga dalam perencanaan jangan sampai diluar kegiatan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan tadi. Daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sangat perlu
diperlukan, sehingga dalam pemanfaatan kawasan yang bermacam-macam apalagi di
kawasan perkotaan yang membutuhkan fasilitas sarana prasarana misalnya sarana
kawasan pasar, butuh sarana lingkungan misalnya seperti lapangan, taman, tempat
bermain dsb.
Kemudian tadi ada pengendalian kawasan lingkungan yang lestari yang sudah
disampaikan secara umum, bahwa kita tidak bisa meninggalkan kaidah Peraturan
Daerah yang ada. bahwa hirarki Tata Ruang itu harus sinergi, Kita punya RTRWN,
RTRWP, dan RTRW Kota. Kalau kita masuk dalam peta Jawa Tengah. Dalam Peraturan
Daerah No. 6 tahun 2010 tentang RTRW Propinsi Jawa Tengah. Bahwa luasan lahan
pertanian ini identik dengan apa yang diamanahkan dalam Undang-undang 41 tahun
2009 tentang LP2B. Lahan pertanian berkelanjutan. Dalam menentukan lahan
berkelanjutan di Jawa Tengah sudah ditetapkan. Misalnya 1 juta hektar ini adalah di
Jawa Tengah, kemudian Jawa Tengah ada di 35 Kabupaten kota. ini dibagi ke dalam 35
Kabupaten kota, sehingga terjadi perbedaan LP2Bnya daerah Rembang dengan yang
ada di Jepara berbeda. Sementara kita sudah punya Peraturan Daerah 2 tahun 2013
tentang Peraturan Daerah LP2B di Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, dan diikuti oleh
Peraturan Daerah LP2B di Kabupaten/kota. misalnya Rembang beban LP2B misalnya
100 hektar, kemudian dijabarkan oleh RTRW Rembang, juga 100 hektar, di Kecamatan
dan di desa- desa. Dan ini sebenarnya permasalahan dimana memang Undang-undang
itu terkadang datang tapi kita harus mengikuti undang – undang tersebut sehingga
banyak daerah di Kabupaten/kota baru proses ke LP2B.

semua kegiatan Penataan Ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Itu
dikenakan adanya sanksi, tapi saat kita lihat bersama-sama di Propinsi sendiri kadang-
kadang berbicara dengan teman perusahaan yang artinya kepemerintahan propinsi
bekerja sama dengan para pengusaha dalam pengaturan penataan ruang dalam
berbagai kepentingan yang saling menguntungkan antara kepemerintahan dan
perusahan. Dalam pasal 69-74 Undang-undang Penataan Ruang. Tapi yang jelas kita
harus sikapi, bagaimana kita tidak salah untuk mengatakan ini melanggar atau tidak.
Dan terkait problematika di Rembang, yang sekarang masih dalam proses uji publik.
Terkait Peraturan Daerah RTRW Propinsi Jawa Tengah No 6 tahun 2010. Dan Peraturan
Daerah 14 tahun 2013 RTRW Kabupaten Rembang, juga Keppres 26 tahun 2011
berkaitan dengan penataan Watuputih. Dalam peraturannya diusulkan untuk menjadi
lahan pertambangan dan industry yang sudah jelas ada Peraturan Daerahnya. Maka
kenapa suatu kawasan bisa digunakan untuk berbagai kegiatan seperti pertambangan,
sedangkan lahan tersebut sudah digunakan oleh warga sebagai pertanian yang sudah
dilakukan sejak turun temurun dari nenek moyang yang sudah dipakai untuk pertanian,
dan belakangan baru muncul adanya pertambangan. maka faktor-faktor dimana yang
dipakai untuk menetapkan kawasan yang sudah ditetapkan Peraturan Daerah sebagai
kawasan lindung, sebagai kawasan air tanah tapi kemudian muncul sebagai kawasan
pertambangan dan pabrik semen.
kembali pada konteks perencanaan yang sudah ditetapkan, artinya diperdakan. Berarti
kita menghargai Peraturan Daerah yang sudah ada. Apakah pertambangan yang ada
disitu, itu sesuai dengan Peraturan Daerah RTRW yang sesuai dengan RTRW Rembang
dan masyarakat berhak untuk mengontrol RTRWnya. Yang menjadi Permasalahannya
yaitu muncul beberapa titik yang di pergunakan sebagai kawasan lindung seperti
daerah cekungan watu putihit (CAT) tapi di peruntukkan untuk kegiatan lain seperti
pertambangan yang nantinya mengancam fungsi dari CAT yang berada di kawasan karst
gunung kendeng Rembang yang ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi. disini kita
mengontrol terhadap aturan yang ada di Peraturan Daerah bahwa proses Perijinan itu
sejauhmana dengsn perijinan yang ada. Adanya perijinan yang tidak sesuai dengan
penataan ruang menuju perijinan yang sesuai dengan Tata Ruang. saat melandaskan
pada Peraturan Daerah RTRW Kita lihat peruntukannya sebagai apa, ketika sudah
ditetapkan RTRW nya kita lihat peruntukan kawasannya, dimana pemetaan lahan
daerah lindungnya mana budidayanya ataupun diperuntukkkan sebagai kegiatan apa
saja. Kalau kegiatan yang dilakukan bertentangan dengan Peraturan Daerah maka itu
melanggar.

Ilustrasi tentang tanah petak sudah disebutkan Dari RTRW-P misalnya 2,5 juta RTRWN.
Kemudian RTRW-P 250.000. RTRW Kabupaten 50.000. RTRW kota 25.000 itu adalah
foto kondisi bumi dari satelit dalam melakukan Penataan Ruang. dari citra disini kita
buat alat pembantu dalam pemetakan suatu kawasan. dengan skala 1:20.000 jadi mulai
terlihat ada sawah dan dengan skala 1:3000 mulailah terlihat Hutan dan setrerusnya
sampai sekala yang lebih kecil yang akan menunjukan gambar semakin jelas dan
terpetakan. Akan tetapi informasi yang akan kita dapat masih bersifat makro dan pada
tingkat Kabupaten/kota semakin mikro. Kemudian di tingkat RDTRK dengan skala
lebih besar maka peta akan semakin terlihat detail, yang akan menunjukkan bahwa
disini terlihat adanya sungai. Ini salah satu sumber untuk melihat ruang yang ada dan
untuk menentukan kawasan a, b, c, yang intinya dari ilustrasi ini nanti akan terlihat
petak wilayah dalam penataan ruang.
Dalam Tata Ruang daerah pemetaannya bias semakin banyak karena dengan semakin
detail berfungsi semakin jelas. Dalam kondisi yang ada di Jawa Tengah merupakan
dengan kondisi skala 1:100.000. dan Kabupaten skala 1:25.000 sampai 50.000. Jadi ada
detail-detail yang sekarang ini sebenarnya sedang disusun di Kabupaten atau kota
untuk rencana detail masing-masing Kabupaten/kota.

secara hukum Tata Ruang berfungsi untuk membagi kawasan sebagai kawasan yang
ditetapkan untuk budidaya dan lindung, Jadi untuk pembangunan sebisa mungkin tidak
berada dikawasan lindung. Karena kawasan lindung mempunyai fungsi lingkungan
hidup.
Rencana detail dalam penataan ruang yang menunjukkan bahwa kawasan ini adlah
sebagai kawasan lindung, akan tetapi ada pojok-pojok dalam peta penataan ruang
tertentu yang bisa dimanfaatkan, dan karena pemanfaatan kawasan yang berbatasan
dengan kawasan lindung maupun kawasan budidaya itu dikenakan adanya syarat
dalam penggunaannya. seperti kenapa adanya pembuatan AMDAL. menyinggung
partisipasi yang sudah diatur didalam undang-undang dalam penyusunan Tata Ruang
dipersyaratkan dengan diadakannya konsultasi yang melibatkan masyarakat. Artinya
bagaimana supaya keterwakilan masyarakat itu benar-benar terwakili apakah dengan
mekanisme misalnya cukup anggota dewan saja, itu misalnya juga mekanisme
keterwakilan yang diakui, tapi biasanya di Kabupaten/kota yang tokoh masyarakat,
tokoh agama, itu merupakan representasi dari masyarakat. Dan tergantung bagaimana
mencari orang-orang yang bisa mewakili masyarakat.
Mengenai potensi intervensi pemilik modal. Pertama bahwa memang dalam Tata Ruang
ini kita melihat ada prinsip-prinsip keterkaitan keseimbangan dan keadilan yang harus
di tegakkan dalam Tata Ruang. Tidak hanya memperhatikan lingkungan saja tapi juga
memperhatikan kesejahteraan ekonomi masyarakat. yang seolah-olah investasi banyak
memengaruhi Tata Ruang, di Kabupaten/kota yang terjadi adalah Tata Ruang itu
menghambat investasi itu yang sering terjadi pada kenyataannya karena Tata Ruang
yang sesuai dengan aturan dalam perundang-undangan bisa menghambat investasi
para pemodal. Dalam penjelasan alokasi untuk kawasan industry, investor
mengharapkan yang mudah untuk ditawar hanya dengan reklamasi dalam penyelesaian
akhir pada pertambangan misalnya. usaha untuk memberikan masukan yang aman
artinya secara hukum dan lingkungan. Bahwa lebih baik investasi itu di lokasi-lokasi
untuk industri, lahan usaha, dengan memberikan mereka kemudahan-kemudahan . Ada
beberapa hal yang berhasil menggiring kesana, tapi banyak yang tidak berhasil. Dalam
pemanfaatan lahan untuk produksi ataupun pertambangan yang berbatasan langsung
dengan kawasan lindung maka dikenakan adanya perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian.
mengenai partisipasi masyarakat. Memang semua aspek itu sudah diperhitungkan
tentang partisipasi masyarakat. Sebagaimana contoh aturan yang lebih teknis, saya
yakin teman-teman di Kabupaten/kota sudah melakukan pelibatan masyarakat dalam
melakukan penyusunan Tata Ruang, karena menjadi salah satu syarat ketika RTRW
Tata Ruang, walaupun seolah-olah yang tanda tangan hanya 500 sekian disebutkan
sebagai partisipasi.
Tapi disebutkan misalnya ada aturan yang lebih teknis yang mempersyaratkan bahwa
partisipasi masyarakat yang besar harus sekian persen dari jumlah penduduk dan itu
lebih memudahkan lagi untuk mengantisipasi hal pandanaan, teknis, dsb. Dan
aturannya adalah harus misalnya 3 kali partisipasi yang seharusnya dilakukan mulai
dari tingkatan Kabupaten sampaidengan kecamatan hingga ke Desa, karna apapun
maksud dari penyusunan Tata Ruang adalah tidak hanya persoalan menyeimbangkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat saja tapi juga aspek lingkungan.
Akan tetapi ada ketidak samaan Tata Ruang yang ditetapkan oleh Propinsi dengan Tata
Ruang yang ada di Kabupaten/kota. Fakta di daerah Remabang, bahwa perijinan itu
sudah ada dari BPN, dan ada yang masih memberikan ijin. Bagaimana sinkronisasi
perijinan antara Kabupaten/kota dan Propinsi soal Tata Ruang,
Peraturan Daerah tidak bisa dikatakan tidak menguntungkan bagi masyarakat.
Contohnya dengan adanya penambangan-penambangan di daerah di Jepara, atau
daerah Rembang, kenyataannya masih ada pelanggaran-pelanggaran. Yang perlu di
pertanyakan, jadi warga sudah mengetahui area-area mana yang itu kawasan hutan
lindung dan itu kawasan industri khususnya dan di mana kawasan yang di peruntukkan
sebagai kawasan sabuk hijau di area pesisir pantai di Jawa Tengah. Agar supaya warga
masyarakat juga tahu lahan yang peruntukannya untuk industridan untuk daerah
penghijauan.
Kami masyarakat ingin bagaimana bisa mengakses Peraturan Daerah maupun gambar
peta yang ada di Propinsi maupan kota Kabupaten, misalnya warga Kelurahan
Tanjugmas untuk bisa mengerti jalan arteri pelabuhan itu dipergunakan di RTRW kota
atau Propinsi yag sebenarnya, karena jalan tersebut masuk di dalam kawasan Propinsi.
Banyak sekali permasalan terkait perubahan alih fugnsi yang seharusnya menjadi lahan
perindustrian dan dalam pengelolaan limbah air yang tidak ke selokan tapi mengalir ke
kampung. Dan ini sering di abaikan oleh kepemerintahan dalam menanganinya dan
mengakibatkan masyarakat setempat yang harus menanggung dampak tersebut.
Pada kenyataannya perbedaan RTRW Propinsi dan Kabupaten/kota Jelas ada Di LP2B.
dimana setiap 5 tahun dilakukan evaluasi di tingkatan Propinsi. Yang pada evaluasi
tersebut berharap di Propinsi merubah semua kebijakan yang berakibat buruk untuk
masyarakat.

2. Keterbukaan Informasi Yang masih tertutup

Banyak Badan Publik yang mengatakan informasi yang diminta itu dikecualikan atau
belum dikuasai. Akan tetapi masyarakat hanya bisa sekedar menerma jawaban
semacam itu dan pada dasarnya ada beberapa hal metode yang harus dilakukan yang
perlu masyarakat ketahui dengan harapan senyata-nyatanya informasi yang diminta itu
sebenarnya informasi yang dikecualikan. Pertama dengan uji konsekuensi bahaya.
Contoh: ini zonasi. Kalau sampai kena permukiman, sawah orang, atau mata air, dan
akan membahayakan masyarakat atau tidak. Kalau membahayakan masyarakat hingga
masyarakat tidak bisa mengakses mata air, maka informasi itu tidak disebut informasi
yang dikecualikan. Jadi dengan melihat bahayanya.
Ada beberapa dokumen yang pada saat ini baru diakses, terkait akses pembelian
gedung tua di kawasan kota lama Semarang. Dan apakah nantinya bisa mendapatkan
informasi karena menyangkut aparat penegak hukum. Kemungkinan inipun bisa jadi
menjadi dalih Pemerintah Kota untuk menolak permohonan. Dan yang perlu dijelaskan,
bahwa ini yang bisa diakses apakah dokumen ataupun proses hukum yang penyelidikan
atau penyidikan pada kasus pembelian gedung tua oleh pihak kepemerintahan
semarang.
Akan tetapi kasus itu masih dalam penyelidikan. Belum penyidikan. yang dimaksud
dalam sengketa itu ketika pro justitia. Kondisinya dalam rangka penyidikan, sudah ada
berita acara. Kalau dalam tahap penyelidikan belum disebut dengan sengketa, dan itu
belum dilakukan penyidikan menurut KUHAP. Baru penyelidikan. Dalam tahap
pencarian data kesana kemari, tapi belum pada ranah penyidikan, yang menurut
KUHAP disebut pro justitia atau dalam rangka Penyidikan mengungkap saksi dan
Tersangka disertai alat bukti.

Maka dari Pemerintah Kota, perkara ini adalah perkara yang sedang diproses didalam
penyidikan di Kepolisian. Ini wacana yang harus didiskusikan yang melibatkan pakar,
tapi Pemerintah Kota akan mengatakan itu. Setidaknya ini menjadi bahan penting untuk
ahli, bisa mengungkap berperkara itu seperti apa dalam proses pidana, ini penting
dilakukan, karena saya yakin Pemerintah Kota Semarang juga mengatakan demikian.
Kalau kita menggunakan mekanisme Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, itu
sangat dimungkinkan pasal itu didog terkait masih dalam proses sengketa itu akan
digunakan. Nah itu nanti tinggal dilakukan uji konsekuensi, apakah benar menyebutkan
seperti disebutkan Pemerintah Kota atau pakar yang lain. Tahapan sekarang masih
dalam tahapan mengakses informasi.
Dalam ketentuan peraturan Komisi Informasi maupun Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik pasal 5 itu ada satu pasal yang mengatatakan : ada pasal 6 yang
memungkinkan Badan Publik menyampaikan demikian: informasi publik yang tidak
dapat diberikan oleh Badan Publik salah satunya informasi yang belum dikuasai atau
didokumentasikan. Kalau belum dikuasai atau belum didokumentasikan ini yang kita
lihat nanti. Bahkan kita akan ke lapangan untuk melihat dokumen yang belum
didokumentasikan.

PPID kota Semarang, yang seharusnya sudah mulai terkait dengan dokumen-dokumen
yang dikuasai oleh SKPD juga. Namun setiap ada permintaan ke PPID, mereka
mengatakan mereka tidak menguasai dokumen tersebut. Ini mungkin dari rekan-rekan
Rembang juga, sebetulnya mintanya kemana? Apakah di Rembang itu ada PPID
pembantu atau tidak. Nah apakah PPID kota ini yang sebenarnya menjadi ujungtombak
dari Komisi Informasi, seperti nya tidak menyediakan informasi yang diminta oleh
masyarakat. Dngan melempar alasan mereka tidak menguasai informasi tersebut
sedangkan PPID kota ada di tempat lain. Proses mendapat mandat sebagai PPID kota
yang sebenarnya untuk mengkomunikasikan atau mengusahakan informasi publik
tersebut. Apakah ini mereka sengaja atau melempar. Karena dengan adanya PPID
pembantu, justru membikin rancu proses permohonan informasi tersebut. Jadi kalau
menurut kami lebih baik 1 PPID kota, yang nanti bisa melayani SKPD dimanapun.

Hampir 35 Kabupaten/kota sudah mempunyai PPID, bahkan sampai di tingkat desa.


PPID itu bisaanya diSKkan. SK PPID. Ada yang namanya atasan PPID, ada yang namanya
PPID utama, ada PPID Pembantu. Ini bisanya di SK kan di 35 Kabupaten/kota. Atasan
PPID itu biasanya dijabat oleh bisa Sekda atau walikota/Bupati. PPID utama itu kalau
tidak Dishubkominfo atau Humas. PPID pembantu itu SKPD atau dinas. Bahkan sampai
tingkat desa jadi PPID pembantu.
Logikanya tidak mungkin yang namanya sampai tidak menguasai dokumen yang
diminta. Berarti kalau demikian, yang namanya PPID tersebut tidak pernah
mengkoordinasikan informasi yang setiap saat diminta oleh masyarakat. Tidak pernah
dirapatkan. Banyak kejadian, mintanya kesini, tapi yang menguasai SKPD lain.

Akan tetapi secara normatif hukum menurut Undang-undang Keterbukaan Informasi


Publik, pasal 6 ayat 3 huruf i itu diperbolehkan seseorang apabila ada bukti PPID
menyatakan informasi itu tidak didokumentasikan. Kalau tidak menguasai berarti tidak
pernah kerja untuk mengumpulkan seluruh informasi yang ada di PPID pembantu.
Kalau demikian begitu harus disengketakan. Agar informasi yang tadi dinyatakan tidak
dikuasai dan tidak didokemtasi, harus disediakan. Karena bukan menunda, tapi harus
diberikan. Seperti contohnya saat masyarakat ataupun pendamping dari masyarakat
yang terkena dampak lingkungan dan mengakses informasi kepada BLH, maka dari BLH
harus memberikan pada PPID utama tadi untuk bisa memberikan informasi yang
diminta. Secara normatif diperbolehkan tetapi fakta akhirnya harus diproses.

Kalau tidak menguasai, kita bisa tanya siapa yang menguasai. Sifatnya hanya menunda.
Kita pastikan kapan bisa diberikan. Menyatakan tidak menguasai, tidak berarti tidak
memberikan, Tetap harus diberikan tinggal waktu harus dipastikan. Kalau
disengketakan kita bisa menentukan kamu harus memberikan sekian hari. Karena
informasi terbuka.
Begitu Badan Publik mengatkan informasi ini dikecualikan, sudah ada surat keputusan
belum. Kalau belum ada, namanya bukan informasi yang dikeculaikan. Kalau sudah ada
SKnya, itiu bisa di uji konsekuensi. Seperti yang dilakukan teman-teman di Rembang.

Hampir semua masyarakat yang konsern terhadap Penataan Ruang, LSM, kelompok-
kelompok masyarakat, termasuk kelompok masyarakat yang menjadi korban dari
rencana Penataan Ruang, pada waktu itu dilibatkan untuk memberi masukan. Memang
tidak semua kelompok masyarakat dilibatkan dan tidak semua kelompok masyarakat
peduli dalam Penataan Ruang. Ada LSM, kelompok korban banjir juga dilibatkan. Pelaku
usaha juga dilibatkan. Perhatian masyarakat terhadap Penataan Ruang itu minim.

Misalnya Simongan itu menurut RTRW wilayah disitu oleh Pemerintah Kota Semarang
akan direlokasi, karena bukan kawasan industry, akan tetapi disitu sudah berdiri
beberapa pabrik yang sudah beroperasi, karena pada waktu itu beberapa pengusaha
sudah tidak peduli, dianggap isu yang tidak menguntungkan terhadap kepentingannya.
Bayangkan bagaimana kalau Semarang semuanya dibuka untuk perumahan dan
industry, sedang lahan tersebut di gunakan sebagai lahan kawasan resapan air.

Pada tahun 2011-2013 LBH Semarang melembagakan atau membuat setiap advokasi
yang dilakukan dengan menggunakan strategi akses informasi, salah satunya di tahun
2011-2013 melakukan akses informasi kepada beberapa lembaga, baik pemerintah
Propinsi maupunpem Kabupaten/kota. Dimana berkaitan dengan Penataan Ruang dan
akses informasi, dan ada beberapa akses informasi yang berhasil diakses:

Pertama, menyangkut kaitan perijinan proyek pembangunan untuk kepentingan


umum, pertambangan yang ternyata ada 12 pertambangan yang tersebar di daerah
Jawa Tengah. dan AMDAL yang berhasil kita akses 5 dokumen AMDAL. Kemudian
Peraturan Daerah RTRW, kemudian surat keputusan menteri, hal lain yang berkaitan
dengan Penataan Ruang. Selanjutnya ada rencana teknis proyek. DED kita juga akses.
Detail Engineering Design. Kemudian Pengukuhan Batas. karena pada tahun 2011-2013
kita juga bersama teman-teman Cilacap dan Kebumen kita coba mengakses pengukuhan
batas kawasan hutan. Kemudian informasi kesehtana ini teman-teman Jepara, di
tempatnya pak Bakri. Kemudian NJOP. Kemudian program-program subsidi perumahan
rakyat, kemudian laporan akhir. Kemudian tahunan, Peta proyek kemudian data ganti
rugi di Kudus, kemudian HGU di Kendal dan Cilacap. Kemudian Pajak dan dokumen lain
yang kita akses.

Dari dokumen itu, ini dilatarbleakangi oleh beberapa konflik yang kita akses dokumen
nya. Pertama, konflik militer dan masyarakat, ini ada di kebumen. Kemudian
pemerintah vs masyarakat. Dan swasta vs masyarakat. Swasta ini termasuk juga bumn.
Lebih banyak di badan swasta, baik ptpn, perhutani, dsb.
Dari hasil tadi kita akses informasi kita gunakan paling banyak untuk bahan suplay data
advokasi di luar pengadilan atau non litigasi. Entah lobby audiensi, mediasi. Diluar
pengadilan.
Kedua, untuk melawan dampak proyek ada juga yang sampai melaporkan ke KPK.
Kemudian untuk menggugat ke PTUN. Pertam Jepara, Batang dan Rembang.

Yang menarik ternyata 13% kasus itu sejak 2011-2013 kita mengakses informasi,
sampai dengan sengketa informasi di Komisi Informasi, ternyata disengketakan di
Komisi Informasi, sengketa informasi dan kasusnya belum selesai. Baik proses
pengajuan sampai dengan sengketa di Komisi Informasi.

Yang lain ada 25% terjadi penyelesaian sampai kepada sengketa informasi dan kasus
selesai. Sebanyak 62% itu sengketa Informasi selesai, tapi kasus belum selesai. Ini yang
kemudian menjadi perhatian. Harapannya kita mau memaksakan akses informasi untuk
menyelesaikan kasus tapi belum bisa, alasannya. Pertama, masyarakat sudah akses
informasi, diberikan, tapi ternyata informasi yang didapat oleh masyarakat tidak
dimanfaatkan. Misalnya Jepara kita dapat AMDAL, tapi keputusan Badan Perijinan
Terpadu, karena ternyata ketika akses informasi dilakukan, ini memang syarat formal.
Problem Penataan Ruang ini harus dicermati sejak di perencanaan. Karena AMDAL itu
dianggap ada, meskipun bermasalah dari partisipasi masyarakat yang formalitas. Tapi
cukup sulit jika kita menggugat. Karena mereka juga melakukan dengan didasari RTRW.
Sengketa informasi sudah selesai, nggak ada masalah. Tapi belum bisa menyelesaikan
kasus, karena ternyata ada beberapa hal yang tidak bisa digunakan.

Kedua, biasanya besar atau kecilnya tekanan publiknya. Misalnya Pati. Pati kita
menggunakan akses informasi untuk mendapatkan ijin eksplorasi. Ijin eksplorasi itu
kita gunakan dan kemudian kita gugat. Tapi ada LBH Semarang, pengacara, masyarakat
juga ikut mengawal terus. Peradilannya jadi baik waktu itu. Terus ada dari elemen
hakim waktu itu, pandangannya itu baik terkait dengan persoalan. Sehingga akhirnya
untuk kasus Pati dimana Semen Gresik, mereka kalah, mereka berpikir ulang, sehingga
sekarang tidak berani, dan beralih di daerah lain.
Jadi berhasil atau tidaknya dalam proses advokasi, kita dalam mendapatkan informasi
itu dipengaruhi solid atau tidaknya masyarakat untuk mendorong perubahan kebijakan.
Contoh kasus mbak Annisa juga akhirnya tidak jadi didirikan tower. Yang lain besarnya
skala kepentingan. Misalnya kayak Rembang hari ini, kepentingannya kan sangat besar.
Ada benturan. Sama halnya PLTU batang. kita dapat informasi banyak, tapi kesulitan.
Karena besarnya kepentingan. Misalnya ini dengan kawasan lindung, tapi masih bisa
dan tidak mengganggu fungsinya. kalau kepentingan ekonomi besar, itu biasanya juga
perjuangannya juga harus besar. Dalam konteks akses informasi dan proses yang sudah
dilalui, itu dapat informasi tapi tetap tidak bisa membuat, evaluasi kemarin, karena
nilainya yang besar sampai milyaran rupiah. Dan mengganggu kalau ini diputuskan
dibatalkan, maka prosesnya Bupati kuatir besok-besok bantuan akan sulit didapat. Ini
catatan-catatan yang kemudian menjadikan sengketa informasi itu selesai. Semua
proses dari mulai akses sampai sengekta. Bahkan Kudus sampai PTUN, ini satu-satunya
di Jawa Tengah sampai putusan Sengketa informasi harus melalui PTUN, karena
diupayakan terus, menang di Komisi Informasi, kemudian menggugat di PTUN.

Inisiatif yang sudah dilakukan:


3. Akses informasi (uji akses)
4. Perluasan strategi advokasi kepada komunitas (Semarang -Jepara-Rembang).
5. Pendokumentasian secara khusus konflik-konflik Tata Ruang.

Kita pernah mendapatkan peta pertambangan di Jawa Tengah yang di peroleh dari
ESDM, akan tetapi karna keterbatasan dalam hal pembacaan peta membuat kami sulit
dalam menganalisa peta tersebut, karena memang harus ada ilmunya khusus. Oleh
karena itu akses informasi tidak sekedar diakses dan diminta, akan tetapi kemudian kita
juga minta dijelaskn diwaktu akses informasi di berikan, buat catatan di petanya.
Sedangkan akses informasi hanya tidak bisa difoksukan pada satu komunitas karna
akan mengurangi kekutan dan kebersamaan antara komunitas satu dengan yang
lainnya.
Dari informasi yang pernah kita dapat misalnya kawasan geologi kendeng, informasinya
sedang disusun. Sedangkan permasalahan lokasi penambangan PT Semen Gresik yang
sudah jelas, tetapi permasalahannya disana ada lahan yang sudah dibebaskan, ada yang
dijual dan kita mau tahu yang sudah dibebaskan, atau dibeli dari Semen Gresik untuk
pertambangan melalui UU no.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
masyarakat berharap ada kebijakan bahwa hutan itu untuk dilindungi, bukan untuk
kawasan yang bisa di pergunakan untuk penambangan dan jangan sampai hutan di
manfaatkan sebagai ajang obyek untuk memeroleh keuntungan sesaat dan
mengesampingkan keterbutuhan kehidupan mendatang.

Berkaitan dengan permasalan pembangunan yang melibatkan penataan ruang ynag


tidak pro atau bertentangan dengan masyarakat yang dikarenakan komunikasi yang
kurang jelas dan belum difasilitasi oleh pemerintah yang berhubungan dengan
peraturan dalam pembuatan peta wilayah dalam pembuatan RTRW yang harus
melibatkan Masyarakat, karna dengan diadakannya kounikasi yang baik dan
diadakannya sosialisasi, masyarakat bisa ikut bersama kepemerintahan dalam
kemajuan pembangunan. Dan faktanya pemerintah belum begitu terbuka sehingga
terjadi penolakan di beberapa daerah terkait pembangunan dan tataruang.

Anda mungkin juga menyukai