LATAR BELAKANG
Sebelum lahirnya UU ini, Hak atas informasi khususnya berkaitan dengan Tata Ruang
sebenarnya sudah diatur dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hal ini
dapat dilihat dalam (pasal 13 huruf “f” dan “g”) yang mengatur bahwa Pemerintah
berkewajiban untuk mengembangkan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang
sekaligus menyebarluaskannya kepada masyarakat. Selain itu dalam Pasal 60, kaitannya
dengan hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang, setiap orang
salah satunya berhak untuk : a. mengetahui rencana tata ruang. Kedua hal tersebut
bertujuan agar publik mendapatkan akses yang cukup atas informasi penataan ruang.
Meski kedua Undang-undang tersebut sudah mengatur mengenai Hak dan Kewajiban
Akses Informasi bagi Masyarakat dan Badan Publik, namun selama ini, khusus berkaitan
dengan Penataan Ruang masih jarang terpenuhi. Berdasarkan pengalaman, sejak 2011
sampai dengan 2013, LBH Semarang telah mendorong hak akses informasi dan hak
partisipasi dalam penataan ruang. Dari 20 wilayah yang diadvokasi LBH Semarang,
terdapat 18 konflik Tata Ruang yang menggunakan strategi akses informasi. Dimana
rincian akses informasinya berupa Informasi perizinan, sebanyak 12 permohonan,
disusul RTRW sebanyak 9 permohonan dan AMDAL sebanyak 5 permohonan.
Dari akses informasi tersebut, terdapat 4 sengketa informasi dan konflik yang sama-
sama dapat diselesaikan. Hanya 2 sengketa informasi dan konflik yang sama-sama
belum selesai. Sementara, terdapat 10 sengketa informasi yang selesai baik melalui
Komisi Informasi Publik Provinsi Jawa Tengah maupun melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara namun kasus Tata Ruangnya belum selesai. Sementara secara umum dari hasil
akses informasi yang sudah dilakukan, untuk mendorong penyelesaian kasus atau
konflik tata ruang kemudian masyarakat menggunakan strategi non-litigasi atau
penyelesaian diluar pengadilan baik melalui loby maupun audiensi. Hanya 3 kasus yang
menggunakan strategi Litigasi atau penyelesaian kasus di pengadilan.
Belajar dari kasus-kasus konflik Tata Ruang di Jawa Tengah yang penyelesaiannya
menggunakan jaminan hak akses informasi dan partisipasi, ada yang berhasil dan ada
pula yang gagal. Contoh yang berhasil adalah komunitas di Pati melawan rencana
pendirian pabrik Semen oleh PT. Semen Gresik, penyelesaian konflik penggusuran PKL
Jl. Pahlawan Kota Semarang dan penolakan warga terhadap rencana pembangunan
menara tower BTS di Jalan Cempedak Selatan, Kota Semarang. Meski ada yang berhasil,
masih banyak pula yang gagal.
Berdasarkan pengalaman ada beberapa catatan, konflik penataan ruang yang gagal
diadvokasi menggunakan strategi hak akses informasi. Kegagalan tersebut kurang lebih
dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, masih belum siapnya beberapa pemerintah
daerah dalam mengimplementasikan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Seperti dari tidak siapnya atau belum adanya kelembagaan PPID
dalam pelayanan pemberian informasi terkait Penataan Ruang. Kedua, terkait
konfliknya sendiri belum banyak yang diselesaikan karena data yang diminta dengan
upaya penyelesaian tidak sesuai atau kurang. Sehingga berdasarkan catatan-catatan
tersebut melalui program kerjasama dengan Yayasan TIFA, YLBHI-LBH Semarang pada
tahun 2015 kembali mendorong Pemenuhan Hak Akses Informasi, Hak Partisipasi dan
Hak Akses Terhadap Keadilan Dalam Penataan Ruang di Jawa Tengah. Dimana salah
satu kegiatannya adalah Workshop yang memberikan pengetahuan dan nantinya
setelah itu mendorong secara aktif masyarakat korban atau yang sedang berkonflik
terkait Penataan Ruang agar Hak-haknya terpenuhi.
Tujuan Kegiatan
1. Untuk memberikan pengetahuan kepada komunitas terkait Hak Akses Informasi,
Hak Partisipasi dan Hak Akses Terhadap Keadilan Dalam Penataan Ruang.
2. Sebagai langkah awal merumuskan aktivitas mendorong advokasi pemenuhan
Hak Akses Informasi, Hak Partisipasi dan Hak Akses Terhadap Keadilan Dalam
Penataan Ruang.
PERKENALAN DAN KONTRAK BELAJAR
Kita ketahui bahwa hari ini di Kabupaten Rembang, Jepara, dan kota Semarang,
masyarakatnya menghadapi persoalan yang sama, konteksnya hari ini tidak hanya soal
pembangunan besar, tapi yang kadang-kadang menjadi persoalan konkrit di masyarakat
misalnya persoalan tower, yang mungkin di masyarakat desa tidak terlalu menjadi
persoalan, tapi di perkotaan menjadi persoalan luar biasa, menyangkut perijinan, di
Semarang, ada puluhan atau bahkan ratusan tower yang tidak punya ijin. Dan
Potensinya bisa merusak.
PESERTA:
1. Andiyono – LBH Semarang, Fasilitator workshop.
2. Waluyo – Formakoli Semarang
3. Ronny Maryanto – KP2KKN
4. Widi Nugroho – Pattiro Semarang
5. Rini – PPKLS Semarang
6. Karsono – Banyumanik Semarang
7. M. Rofik Sunarto – Fornel Jepara
8. Rouf Purnomo – Bringin Keling Jepara
9. Juremi – Bambungharjo Donorejo Jepara
10. M. Kahroni – Tubanan Kembang Jepara
11. Dwi Maheni S. – Semarang
12. Suciati – Semarang Selatan
13. Sukatno – Kemijen Semarang
14. Yanto – Tambak Dalam Semarang
15. Bung Karni – Timbrangan Gunem Rembang
16. Joko Prianto – JMPPK Rembang
17. Tri Suryani – JMPPK Rembang
18. Tutik Haryanti – JMPPK Rembang
19. Jumadi S. Rama – JMPPK Rembang
20. Mamieks – Gayamsari Semarang
21. Atma – Semarang
KONTRAK BELAJAR:
1. Peserta tepat waktu mengikuti jadual workshop
2. HP silent/getar
3. Merokok di luar [bergantian 2 orang]
4. Aktif mengikuti workshop
1. PENATAAN RUANG
Sebelum kita berbicara soal Penataan Ruang, kita perlu mengetahui lebih dahulu apa
ruang itu. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Ruang udara mempunyai batas yakni batas terbang 10.000 kaki. Ruang laut batasnya
adalah 200 mil dari tepi pantai. Dan ruang darat.
Seperti contoh gambar rumah yang tampak bertumpuk-tumpuk, dilihat dari atas. Dalam
konteks kota Semarang yang pada tahun 2013, dengan jumlah penduduk sekitar 1,7
juta, dan mempunyai kecenderuangan tiap tahun bertambah, hal ini membawa
konsekuensi pada pemenuhan akan kebutuhan rumah dan fasilitas lainnya, sementara
luas lahan tidak bertambah.
Bila ruang tidak ditata atau direncanakan dengan baik, salah satu akiatnya adalah ruang
terbuka hijau dapat berkurang karena berubah menjadi ruang terbangun. Padahal
ruang terbuka hijau sebagaimana amanat Undang-undang 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang bahwa ruang terbuka hijau sebagai wilayah minimal seluas 30% dari
total luas wilayah. 30% ini meliputi 20% ruang terbuka hijau yang bersifat publik
seperti lapangan atau taman kota dan 10% ruang terbuka hijau yang bersifat
privat.
Kota Semarang dengan maraknya pembangunan fisik dan kurangnya ruang terbuka
hijau dalam konteks kota Semarang, menyebabkan kenaikan muka air laut. Akibat
berikutnya adalah terjadi banjir rob. Ini dirasakan di Semarang Utara, bahkan di
wilayah Johar sebelum jalan ditinggikan, selalu tergenang rob yang tingginya bisa
mencapai lutut orang dewasa. Kerawanan akibat banjir rob ini mengancam terjadinya
banjir di lahan seluas 8,773 hektar. Sedangkan rob mengancam 3400 hektar, serta ada
120.000 penduduk yang terkena dampak banjir rob.
Jumlah penduduk yang semakin bertambah tiap tahun juga meniscayakan kebutuhan
akan ruang yang semakin meningkat. Sehingga fenomena alih fungsi sawah menjadi
lahan permukiman menjadi pemandangan kita sehari-hari di banyak sudut kota
Semarang. Lahan yang dulunya sawah, beralih fungsi menjadi perumahan dan
permukiman.
Ini yang terjadi di konteks lokal kota Semarang. Ada isu-isu global berkakitan dengan
Penataan Ruang. Salah satunya Pulau Kalimantan yang pernah dinobatkan sebagai
penghasil O2 terbesar nomor 2 setelah Amazon (Amerika), tapi sekarang dengan
berkurangnya luas lahan gambut di Kalimantan maka produksi O2 juga berkurang. Isu
global lainnya yaitu pemanasan global akibat radiasi matahari yang sebagiannya
terperangkap oleh gas-gas rumah kaca.
Sistem perencanaan dimulai dari Rencana Tata Ruang Nasional (RTRN) yang masuk
dalam Program Pembangunan nasional (Propenas). RTR Nasional ini meliputi
Rencana Sektor Kehutanan, sektor Pertambangan, sektor peratanian dan sektor-
sektor lain. Secara hirarki Rencana Tata Ruang Nasional akan dijabarkan lagi dalam
konteks wilayah Propinsi menjadi RTRW Propinsi. Dari RTRW Propinsi akan dijadikan
acuan dalam pembuatan RTRW Kabupaten/kota. Di lingkup Kabupaten/kota, RTRW
Kabupaten/kota outputnya menjadi Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten/kota,
kemudian melahirkan Program Pembangunan Daerah (Propeda). Output lain dari
Rencana Penggunaan Lahan Kabupaten/kota adalah penggunaan lahan
masyarakat/Rencana Tindak, kemudian bersama Propeda menjadi Rencana Investasi
Multi tahun/tahunan.
di bawah ini Contoh Pola Ruang yang berisi distribusi peruntukan ruang dalam satu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk Fungsi Lindung dan Peruntukan ruang
untuk Fungsi Budidaya. Kawasan lindung pada ruang dalam peta yang berwarna Hijau.
Kemudian Kawasan budidaya dengan bermacam-macam kawasan. Ada kawasan pusat
kota, permukiman terpadu, kawasan riset dan pendidikan tinggi terpadu, kawasan
bandara terpadu, industri terpadu, pergudangan terpadu, maritim terpadu, pelabuhan
terpadu, bisnis global terpadu, bisnis pariwisata terpadu, kawasan budaya terpadu dan
kawasan bisnis olah raga terpadu.
Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan. Sedangkan kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, SDM,
dan sumber daya buatan.
Kedua, Pemanfaatan Ruang, yakni upaya mewujudkan struktur ruang dan pola ruang.
Dari perencanaan ruang di atas diwujudkan dalam pola ruang misalnya di wilayah
perkotaan dengan berbagai fasilitas, jalan, jembatan, taman kota, dsb.
Peraturan zonasi dimaksudkan untuk mengatur apa yang boleh dan tidak boleh
dibangun dalam suatu kawasan.
Partisipasi dan akses pada keadailan dalam Penataan Ruang di Jawa Tengah untuk
menyampaikan materi tentang hak masyarakat atas informasi dan partisipasi dalam
Penataan Ruang. Inti dari materi ini pertama, Pengantar. Kedua, konsideran Undang-
undang Nomor 14 tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007. Ketiga,
Pengertian Penataan Ruang. Keempat, asas dan tujuan Penataan Ruang. Kelima,
hak & kewajian masyarakat. Keenam, partisipasi masyarakat dalam Penataan
Ruang. Ketujuh, Penyelesaian sengketa Penataan Ruang. Kedelapan, Ketentuan
pidana dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007. Kesembilan, realitas masalah
penyelenggaraan Penataan Ruang. Dan Kesepuluh, tips bagi masyarakat.
Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan Stuktur Ruang dan
Pola Ruang yang meliputi Penyusunan dan Penetapan Rencana Tata Ruang - Pasal 1
ayat (13). Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan Struktur Ruang dan
Pola Ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang melalui Penyusunan dan Pelaksanaan
Program beserta pembiayaannya - Pasal 1 ayat (14). Pengendalian Pemanfaatan
Ruang adalah upaya untuk mewujudkan Tertib Tata Ruang - Pasal 1 ayat (15).
Hak Masyarakat:
“Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a) Mengetahui rencana tata ruang;
b) Menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c) Memperoleh
penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d) Mengajukan keberatan kepada
pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
di wilayahnya; e) Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f)
Mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan
kerugian.” (Pasal 60 UU No.26 Th.2007).
Kewajiban Masyarakat:
“Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: a) menaati rencana tata ruang yang
telah ditetapkan; b) memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang; c) mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan d) memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.” (Pasal 61).
Sanksi administrasi:
Pelanggaran masyarakat atas Pasal 61, dikenai sanksi administratif sebagaimana
diatur dalam Pasal 63, yang menegaskan sbb: “Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 dapat berupa: a) peringatan tertulis; b) penghentian
sementara kegiatan; c) penghentian sementara pelayanan umum; d) penutupan lokasi; e)
pencabutan izin; f) pembatalan izin; g) pembongkaran bangunan; h) pemulihan fungsi
ruang; dan/atau i) denda administratif”.
Partisipasi masyarakat dalam Penataan Ruang secara tegas diatur dalam pasal 65 ayat
1 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 bahwa penyelenggaraan Penataan Ruang
dilaksanakan pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat
dalam penyelenggaraan Penataan Ruang dilakukan mulai dari proses penyusunan
rencana Tata Ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal
65 ayat 2 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007).
4. Pasal 70
1. Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
3. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
4. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
5. Pasal 71
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
6. Pasal 72
Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
7. Pasal 73
1. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai
dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai
pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari
jabatannya.
3. Pasal 74
1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal
71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan
denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi
berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.
2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa: a) pencabutan izin usaha; dan/atau b)
pencabutan status badan hukum.
3. Pasal 75
1. Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti
kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
Realitas Masalah Penyelenggaraan Penataan Ruang:
2. Penataan Ruang tidak sesuai dengan Kaidah Hukum yang berlaku.
3. Perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
seringkali dilakukan mengabaikan daya dukung lingkungan.
4. Abai terhadap pemenuhan akses informasi dan partisipasi publik dan berakibat
terlanggarannya hak atas keadilan masyarakat.
5. Terjadinya pergeseran fungsi ruang dari kawasan konservasi menjadi non
konservasi, lahan pertanian menjadi non pertanian.
6. Terjadinya dampak sosial ekonomi dan budaya yang menjadi pemicu terjadinya
konflik horisontal maupun Vertikal di masyarakat.
Dasar hukum : Undang-undang 26 tahun 2017, pasal 1 dan 3. Bahwa Penataan Ruang
ada tiga, yaitu:
1. Perencanaan tata ruang
2. Pemanfaatan ruang
3. Pengendalian pemanfaatan ruang
Yang tujuannya untuk mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, aman, produktif,
dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam
wadah NKRI.
RDTR rencana rinci untuk memperjelas RTRW, ini yang memerinci dari RTRW tadi.
Skalanya 1: 5000 s/d 1:1.000. RDTR disusun oleh Pemerintah Kota/Pemerintah
Kabupaten. Hingga skala 1:100.000 yang sebetulnya ada di kawasan tertentu, sesuai
pembagian Kabupaten/kota terkait. Dimana tempat-tempat yang berprioritas untuk
disusun berdasarkan skala 1:100.000 dalam bentuk RDTRK. Misalnya rumah penduduk
yang kelihatan terlalu padat, sehingga kami yang di kepemerintahan yang bertugas di
dinas Tata Ruang bisa melihat secara langsung tanpa harus dikawal dalam perencanaan.
Karna ini merupakan keterbukaan dalam penataan ruang di suatu wilayah yang
sifatnya operasional maka harus nampak dan jelas didalam peta RDRTK.
Perlu diinformasikan bahwa Jawa Tengah dalam skala yang lebih besar dan
memperjelas dalam penataan ruang dan untuk pencapaian dalam
keterbukaan/transparansi masyarakat dalam pengawalan Peraturan Daerah baik
Peraturan Daerah RTRW Propinsi Jawa Tengah maka Sejak Undang-undang 26 tahun
2007,yang mengalokasikan waktu yang sudah di tetapakan dengan batas waktu 2
tahun, dan itu harus sudah diselesaikan atau dipetakan RTRWP dan seharusnya 2 tahun
sesuai waktu yang sudah ditetpkan perda Daerah. Di Jawa Tengah, ada 35
Kabupaten/kota sudah yang sudah mengerjakan RTRW Kabupaten/kota. Sesuai data
yang sudah kita miliki RTRW nya.
Akan tetapi di Jawatengah salah satu Propinsi yang belum merencanakan terkait
pemetaan Tata ruang RDRTK. Dalam permasalan ini bukan berarti kita yang di Jawa
Tengah tidak serius menindaklanjuti permasalahan ini. Artinya proses perencanaan
sudah banyak dilakukan. Tetapi Peraturan Daerah memerlukan waktu dalam
penyusunan RDRTK terkait, artinya ada satu tahapan bahwa harus tim badan informasi
geospasial melakukan dorongan kepada dinas Tata Ruang dalam penyusunan dan
perencanaannya. Dengan harapan masyarakat bias ikut berpartisipasi dan mengawal
RDTR yang ada di Jawa Tengah.
Keterbukaan Informasi Publik untuk dikaitkan dengan Penataan Ruang yang selama ini
sedang berkonflik terkait dengan Penataan Ruang Seperti di Kabupaten Jepara,
Rembang sampai dan Kota Semarang. dimana penggunaan lahan yang seharusnya
untuk sawah, dibuat untuk perumahan. yang seharusnya pesisir laut untuk konservasi
dibuat industri. Dan ada beberapa persoalan hingga sampai sekarang dimana antar
instansi saling tumpang tindih dalam memberikan kebijakan.
Barangkali mungkin penataan di kementarian atau dinas Tata Ruang tidak sama dengan
kementrian lingkungan hidup. Teman-teman Rembang, nggak ketemu Kementrian
geologi dengan kementrian agraria misalnya dlm memberikan pandangan terhadap
Penataan ruang seperti itu apa. Ini memberikan persoalan.
Dan yang paling penting terkait dampak dalam UU KIP nomor 7, meningkatkan
pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan
layanan informasi yang berkualitas. Apa yang dimaksud dengan akses informasi publik.
Setiap informasi publik itu bersifat terbuka dan dapat diakses. Dan semua informasi
dapat diminta oleh setiap pengguna informasi dalam proses Penataan Ruang, seperti
RDTRKab/kota. Disitu diamanatkan bahwa prinsipnya informasi publik itu sifatnya
terbuka, misalnya RTRW. Zonasi, kapling-kapling, yang nanti akan dibuat seperti apa
dan masyarakat berhak mengetahui.
Ada informasi yang dikecualikan. Kalau dulu, itu yang namanya informasi itu semuanya
tertutup. dan yang dibuka hanya tertentu, untuk sekarang semuanya terbuka yang
ditutup hanya sebagian kecil. Memang dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi
Publik, ada informasi yang sifatnya dikecualikan, bersifat terbatas dan tetap. Yang
paling penting adalah dipasal 2 ayat 3: Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh
setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara
yang sederhana.
Di pasal 2 ayat 4: Badan Publik atau pemerintah yang menyatakan informasi
dikecualikan itu harus melalui pengujian. sebagai contoh: teman-teman Rembang
sempat mengajukan akses informasi soal zonasi. Atau titik koordinat. Oleh Badan
Publik, disampaikan bahwa informasi tersebut dikecualikan. Barangkali orang awam
mengatakan bahwa itu informasi dikecualikan, dan pasti tidak diproses. Padahal ketika
Badan Publik mengatakan itu dikecualikan maka informasi itu harus diuji konsekuensi
terlebih dahulu. Itu melibatkan kepentingan publik. Melibatkan masyarakat dan pakar
yang bisa mengatakan bahwa informasi itu dikeculaikan.
Jadi tidak bisa sewenang – wenang memutuskan bahwa informasi yang diminta
salahsatu informasi yang dikecualikan. Tetapi ketika pejabat berbicara bahwa informasi
yang sifatnya dikecualikan harus melalui proses yang cukup panjang, dimana di pasal 2
ayat 4 UU KIP. Informasi yang dikecualikan bersifat rahasia harus Sesuai dengan
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik pasal 2 ayat 4 : Informasi Publik yang
dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-undang, kepatutan, dan kepentingan
umum didasarkan pada pengujian tentang konsekwensi yang timbul apabila suatu
informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama
bahwa menutup informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar dari
pada membukanya, atau sebaliknya.”
Setiap informasi itu bersifat terbuka, ada sedikit yang dikecualikan. Ketika dikecualikan
maka harus dilakukan uji konsekuensi benar nggak ini dikecualikan, jangan-jangan
informasi nantinya akan berdampak pada masyarakat. Itu yang dimaksud dikecualikan.
Sebelum ada Undang-undang 14 tahun 2008. Dulu lebih banyak tertutup informasi. Tapi
yang bersifat terbuka itu sedikit. Sekarang, semua informasi sifatnya terbuka, hanya ada
1 kecil yang sifatnya dikecualikan, dengan alasan itu menjadi rahasia Negara, rahasia
politik. Untuk mengatakan informasi itu dikecualikan harus dilakukan uji konsekuensi
dan kepentingan publik.
Kemudian memaknai misalnya terbuka. Informasi yang terbuka itu ada 3 kategori:
1. Informasi yang tersedia setiap saat.
Berdasarkan permintaan, jadi kalau badan publik setiap saat orang minta mohon
informasi harus diberikan.
2. Informasi yang diumumkan berkala.
Tidak harus dilalui dengan proses permintaan. Badan publik harus mengumumkan
3. Informasi yang diumumkan serta-merta.
Tidak harus dilalui dengan proses permintaan. Badan publik harus mengumumkan.
Informasi yang Wajib Disediakan dan diumumkan secara berkala (Pasal 9 UU KIP):
Disediakan/diumumkan secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu tertentu
setidaknya setiap 6 bulan sekali. Penyebarluasan informasi disampaikan dengan cara
yang mudah dijangkau masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Informasi berkala ini misalnya profil badan publik. Misalnya Dinas Tata Ruang itu harus
membuat profil Dinas Tata Ruang, siapa pejabatnya, program kerjanya apa, kegiatan
apa saja. Laporan keuangan. Peraturan terkait dengan Penataan Ruang. Cara
memperoleh informasi. Itu yang harus diumumkan secara berkala. Jadi tanpa
masyarakat minta, itu mereka harus mengumukan. RTRW itu tidak harus panjenengan
minta, itu harus diumumkan. Kegiatannya juga harus diumumkan. Itu di pasal 9
Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karena itu informasi yang
diumumkan harus diinformasikan/disebarluaksan dengan cara yang mudah. Karena
sudah ada teknologi. Dengan standar teknologi sekarang, mempermudah memeroleh
informasi terkait Tata Ruang.
Zonasi, Titik koordinat dalam peraturan putusan Bupati/walikota itu juga bagian dari
informasi yang wajib diumumkan, karena sifatnya merupakan peraturan dari badan
publik. Itu tidak boleh ditutupi. Karena itu masuk dalam satu peraturan/keputusan.
Zonasi itu dikeluarkan dengan keputusan Bupati/walikota atau kepala daerah. Misalnya
PLTU Batang dalam menentukan zonasi itu terbuka. Tambak saya kena apa tidak.
Kelihatan. Karena ini sifatnya terbuka. Ketika badan publik mengatakan dikecualikan
maka harus diuji konsekuensi. Badan publik tidak bisa sembarang mengatakan
informasi yang diminta masyarakat bersifat dikecualikan. Dan Kasus di Rembang itu
tidak termasuk informasi yang dikecualikan.
Badan Publik yang dalam kegiatannya dapat menimbulkan dampak yang mengancam
hajat hidup orang banyak, yakni: Badan Publik yang berwewenang memberikan
perjanjian kerja/perizinan pihak dengan ketiga yang kegiatannya potensial berdampak
mengancam hajat hidup orang banyak. Badan Publik yang tupoksinya berkaitan dengan
penanggulangan bencana.
Kemudian Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat (pasal 11 UU KIP). Ini informasi
yang bersifat pasif, artinya untuk memperolehnya harus dilakukan dengan mengajukan
permintaan. Wajib dan rutin disediakan badan publik. Informasi yang wajib tersedia
setiap saat ini meliputi:
1. Daftar seluruh informasi publik;
2. Informasi tentang peraturan, keputusan dan atau kebijakan Badan Publik;
3. Seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan & diumumkan secara berkala
seperti : Informasi tentang profil badan publik. Ringkasan informasi tentang
program, kinerja, lap. Keuangan, lap akses informasi publik , peraturan
keputusan dll.
4. Informasi tentang organisasi administrasi kepegawaian dan keuangan.
5. Surat perjanjian dengan pihak ketiga beserta dokumen pendukungnya.
6. Surat-menyurat pimpinan/pejabat BP dalam rangka pelaksanaan tupoksi.
7. Syarat-syarat perizinan serta dokumen pendukungnya dan laporan penaatan izin
yang diberikan.
8. Data perbendaharaan/inventaris.
9. Renstra dan rencana kerja Badan Publik.
10. Agenda kerja pimpinan Satker.
11. Kegiatan pengelolaan danpelayanan informasi publik.
12. Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan dalam
pengawasan internal serta laporan penindakannya.
13. Daftar dan hasil kajian/penelitian.
14. Informasi publik yang telah dinyatakan terbuka melalui mekanisme
penyelesaian sengketa.
15. SOP keadaan darurat bagi penerima izin dan/pihak yang terikat perjanjian kerja.
16. Kebijakan yang disampaikan pejabat publik dlm pertemuan yang terbuka untuk
umum.
Informasi peraturan dan kebijakan, termasuk kinerja dari badan publik atau
pemerintah tersebut, keuangan, sesuai perjanjain dengan pihak ketiga, syrat perjinan
dan dokumen pendukung dan laporan.
Perlu dibedakan mana wilayah advokasi terkait dengan perkaranya dan wilayah
advokasi terkait akses informasi. Jadi akses informasi dan kasus beda. Akses informasi
yang diminta masyarakat untuk misalnya advokasi AMDAL. Misalnya informasi AMDAL.
Informasi AMDAL ibu bermsalha atau tidak itu kalau sudah dapat. Ini persoalan di
wilayah akses informasi kita belum dapat. Maka kalau tadi disampaikan akses informasi
adalah alat/cara supaya AMDAL ini diperoleh.
Ketika nanti informasi sudah diperoleh pasti mengarah pada penanganan perkara, mau
diapakan insituasi ini. Tapi sekali lagi akses informasi ini adalah alat. Jangan dianggap
akses ini untuk menyelesaikan kasus. Ini alat untuk memeroleh dokumen. Ibarat orang
perang. Perang tapi tidak punya senjata, ya percuma. Uji konsekuensi pada informasi
yang dikecualikan, itu harus mengacu terhadap beberapa hal tadi. Itu tugas badan
publik.
Tatacara pengecualian:
1. PPID melakukan pengujian konsekuensi berdasarkan alasan pada Pasal 17
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik sebelum menyatakan suatu
informasi sebagai informasi yang dikecualikan. Hasil pengujian konsekuensi
sebelum adanya permohonan wajib dimasukkan dalam daftar informasi yang
ditetapkan oleh PPID atas persetujuan atasan PPID. Dalam hal pengujian
konsekuensi dilakukan karena adanya permohonan, dan oleh karenanya perlu
dihitamkan atau dikaburkan tidak memerlukan persetujuan atasan PPID.
2. PPID yang melakukan pengujian konsekuensi berdasarkan alasan pada Pasal 17
huruf j Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik wajib menyebutkan
ketentuan yang secara jelas dan tegas pada undang-undang yang diacu yang
menyatakan suatu informasi wajib dirahasiakan.
3. Dalam pengujian konsekuensi, PPID wajib mempertimbangkan alasan-alasan
berikut:
1. Memastikan agar masyarakat dapat berpartisipasi secara efektif dalam
pembuatan keputusan yang memiliki dampak serius pada publik;
2. Memastikan agar masyarakat mendapat informasi mengenai kemungkinan
bahaya bagi kesehatan dan keselamatannya serta upaya-upaya yang memadai
untuk mencegahnya;
3. Memastikan agar pihak yang berwenang bertindak secara adil terhadap
masyarakat;
4. Memastikan agar masyarakat tidak mengalami kerugian akibat penyalahgunaan
wewenang;
5. Memastikan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dapat diketahui
oleh publik;
6. Memastikan akuntabilitas Badan Publik.
7. Alasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) harus dinyatakan secara
tertulis dan disertakan dalam surat pemberitahuan tertulis atas permohonan
informasi publik.
Terkait peran masyarakat menurut Undang-undang Penataan Ruang, itu jalan proses
perencanan masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian Penataan Ruang. Pemerintah mau membuat desa seperti apa,
panjenengan harus melibatkan panjenengan dalam proses perencanaan, pemanfaatan
dan pengendaliannya.
Dalam ketentuan Undang-undang Penataan Ruang, peran serta masyarakat ini penting.
Peran masyarakat dalam Penataan Ruang sifatnya kita mitra pemerintah dalam
pembangunan guna mewujudkan tertib Tata Ruang.
Bentuk peran masyarakat dalam Penataan Ruang, bisa dilihat dalam pasal 5, peran serta
masyarakat dalam perencanan Tata Ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Dalam pasal 6, disebutkan, Bentuk peran serta masyarakat
dalam perencanaan Tata Ruang dapat berupa :
1. Masukan mengenai:
1. Persiapan penyusunan RTR (Rencana Tata Ruang)
2. penentuan arah pengem-bangan wilayah/ kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah/kawasan;
4. perumusan konsepsi RTR;
5. penetapan RTR.
6. Bekerjasama dengan pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
Semuanya difasilitasi oleh pemerintah dan Pemerintah Daerah, sehingga berperan aktif
melibatkan:
7. Masyarakat yang terkena dampak
8. Masyarakat memiliki keahlian di bidang penataan ruang.
9. Masyarakat yang kegiatan pokoknya di bidang penataan ruang
Bentuk peran masyarakat dalam Pemanfaatan ruang, ini diatur dalam pasal 8
Undang-undang Penataan Ruang :
1. Masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang.
2. Kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat.
3. Memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan.
4. Peningkatan efisiensi, efektivitas & keserasian dalam pemanfaatan ruang darat,
laut, udara dan didalam bumi.
5. Menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam.
6. Investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Tata Cara Peran Masyarakat dalam Perencanaan Tata Ruang, diatur dalam Pasal
12 Undang-undang 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang :
1. Menyampaikan masukan mengenai arah pengembangan, potensi dan masalah,
rumusan konsepsi/rancangan rencana tata ruang melalui media komunikasi
dan/atau forum pertemuan; dan
2. Kerjasama dalam perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dua cara tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan Permendagri tentang Tata Cara
peran masyarakat dalam perencanaan Tata Ruang Propinsi dan Kabupaten/kota.
Kewajiban pemerintah dan Pemerintah Daerah terkait Penataan Ruang diatur dalam
pasal 15 Undang-undang Penataan Ruang yaitu perencanaan Tata Ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sedangkan tugas dan tanggung-jawab
pemerintah dan Pemerintah Daerah yaitu pembinaan dan pengawasan (Pasal 20
Undang-undang Penataan Ruang).
Sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang. Dalam rangka meningkatkan peran
masyarakat, Pemerintah dan pemerintah daerah “MEMBANGUN” sistem informasi dan
komunikasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 23)
Sudah ada website tentang Penataan Ruang. Di pasal 24, informasi dan komunikasi
Penataan Ruang paling sedikit memuat:
1. informasi tentang kebijakan, rencana, dan program penataan ruang yang sedang
dan/atau akan dilakukan, dan/atau sudah ditetapkan;
2. informasi rencana tata ruang yang sudah ditetapkan;
3. informasi arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan; dan
4. informasi arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang berisi
arahan/ketentuan peraturan zonasi, arahan/ketentuan perizinan,
arahan/ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Yang disebut pemohon informasi itu warga negara atau badan hukum itu bisa disebut
pemohon informasi. Kalau pemohonan informasi warga negara itu bisa 1 orang dan bisa
sekelompok orang.
Setiap Pemohon informasi publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada
atasan PPID berdasarkan alasan sebagai berikut:
1. Penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17.
2. Tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
3. Tidak ditanggapinya permintaan informasi
4. Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta
5. Tidak dipenuhinya permintaan informasi
6. Pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
7. Penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang-Undang
ini
5. Penguatan Komunitas
(diskusi kampung, dll)
Semarang :
1. Peta RTRW se kota Semarang.
2. RDTRK
3. Ijin pembangunan di kota Semarang.
1. PERKEMBANGAN AKSES INFORMASI PUBLIK DALAM PENATAAN
RUANG DI KABUPATEN JEPARA, REMBANG, DAN KOTA
SEMARANG DI JAWA TENGAH
9. Dari penjelasan
tersebut membuat
warga yang mayoritas
bermata pencaharian
sebagai nelayan
mendiskusikan
permasalahan yang
terjadi ditengah
kehidupan masyarakat,
seperti abrasi hingga
menyebabkan
terjadinya banjir di
Desa Bringin Raya
Kecamatan Bumiharo
(tempat dimana diskusi
kampung dilakukan),
sehingga menjadikan
masyarakat harus
mengungsi ketempat
lain, Keadaan ini terjadi
setelah usainya
pertambangan pasir
besi PT. Rantasi Mas
yang sudah dilakukan
selama 8 tahun.
10. Kesulitan
masyarakat membeli
bahan bakar minyak
solar juga menjadi
problema didalam
kebutuhan untuk bahan
bakar kapal saat
mencari ikan,
permasalahan itu
dikarnakan SPBU
berada jauh dikota
dengan jarak tempuh
kurang lebih 2 jam dari
desa sampai ke kota
tempat SPBU berada.
11. permasalahan
serupa yang terulang
kembali yang terjadi
setelah 3 tahun silam,
rusak/sobeknya jaring
– jaring ikan karna
terjangan kapal PLTU
pengangkut batu bara
yang beroperasi diluar
jadwal alur yang sudah
ada (sudah pernah ada
kesepakatan antara
nelayan dan PLTU. Isi
kesepakatan antara lain
kapal berlayar di siang
hari agar tidak
menabrak jaring
nelayan, namun
kesepakatan dilanggar
oleh pihak PLTU
Tanjung Jati.)
12. Terjadinya
perluasan lahan PLTU
Tanjung Jati B. yang
secara tiba-tiba karna
belum pernah adanya
sosialisasi secara
menyeluruh di lapisan
masyarakat sekitar dan
yang akan terkena
dampak secara
langsung dalam
pembangunan dan
perluasan PLTU
Tanjung Jati B.
Permasalahan ini juga
dikuatkannya setelah
diketahui PLTU yang
ternyata tidak ramah
terhadap lingkungan.
13. “Perjuangan
Belum berakhir dan
masih panjang” kata –
kata ini dilontarkan dari
salah satu warga
peserta diskusi, yang
akhirnya bisa jadi
sebuah perkataan yang
membuat peserta
lainnya semakin
bersatu dan semangat
demi tercapainya
kesejahteraan dan
keadilan.
15. dilanjut
mengatur strategi siapa,
kapan, dimana
permintaan informasi
akan diakses, sebelum
setelah disepakatinya
Hari Senin 16 February
2015 permintaan
informasi akan
dilaksanakan.
17. Kemudian
diagendakan
pertemuan tanggal 2
Maret 2015 untuk up
date mengenai
permohonan informasi.
8. Selain dari
keterangan diatas
warga juga
memberitahukan
adanya undangan
konsultasi public
perluasan PLTU
Tnjung Jati B. Unit
5&6, yang akan
dilaksanakan pad 3
Maret 2015. undangan
ditujukan kepada salah
satu warga dari desa
Balong .
9. Informasi
tersebut menggerakkan
warga dari kelompok
FORNEL dan warga dari
desa lainnya (yang
kemungkinan atau
bahkan daerah yang
memang terkena
dampak dari
operasional PLTU
Tanjung Jati B.) untuk
ikut serta menghadiri
konsultasi public yang
akan dilakukan PLTU
Tanjung Jati B
13. keterbutuhan
warga untuk
memperoleh informasi
public dan partisipasi
masyarakat dalam
pengawalan
pembangunan,
menjadikan keseriusan
Livein YLBHI LBH
Semarang didaerah
tersebut dalam
menjelaskan Hak
masyarakat asli Warga
Negara Indonesia
(WNI) untuk
mendapatkan
informasi publik yang
dijelaskan dalam UU
KIP Nomor 14 Tahun
2008, dan kewajiban
kepada badan publik
Negara untuk memberi
informasi.
14. warga
melanjutkan diskusi
bersama tentang apa
yang menjadi
keterbutuhan
informasi yang harus
diakses dan dipelajari
bersama untuk lebih
mengerti dan
memahami tentang
persoalan yang dialami
saat ini.
2. Senin, Toni dan 18. Kepala Akses informasi Cek perkembangan akses 4. Up dating
23 Maya Pejabat kepada PPID Rembang informasi yang telah hasil akses
Februa Pengelola yang dilakukan warga, dilakukan. LBH informasi
ri 2015 Informasi dan menghasilkan salinan Semarang melakukan
Dokumentasi dokumen; live-in untuk mengecek
Pemerintah akses informasi yang
Kabupaten 1. Jumlah telah dilakukan oleh
Rembang Penambang legal dan warga. Selain itu, juga
illegal di daerah untuk menyampaikan
19. Dinas PU Rembang. perkembangan dan
dan Perhutani. keterbutuhan gugatan
2. Informasi debit air di dipersidangan PTUN
20. BLH daerah Rembang. Semarang terkait
Kabupaten pendirian pabrik semen
Rembang. 3. RTRW
Kabupaten Rembang di Rembang yang saat ini
digugt oleh warga.
Untuk salinan
permintaan warga yang
lainnya belum dipenuhi
oleh PPID.
Diskusi kampung
dilaksanakan di Desa
Gunung Sari, Kec.
Candisari, Kab.
Semarang. Diskusi diikuti
20 peserta dari
kelompok komunitas
Peduli Anggaran Kota
Semarang (KOMPAK’S)
dan dan Komunitas
warga Gunung Sari.
2. Kamis,2 Andiyono 12. YLBHI LBH Setelah dilakukannya Kesepakatan komunitas 13. Up dating
6 dan Semarang akses informasi yang KOMPAKS’ untuk hasil akses
Februar Kastoni dilakukan komunitas memperluas jaringan di informasi
i 2015 KOMPAKS’. Dan Semrang dan
Informasi yangdiperoleh, meusyawarahkan hasil
kemudian informasi yang
mendiskusikan dan diperoleh.
memperkuat jaringan
komunitas.
3. Sabtu Kastoni 14. Asisten Hasil dari kesepakatan Setelah dilakukannya 6. Senin, 23
21 dan Atma administrasi masyarakat dan beberapa diskusi Maret Beberapa
Maret informasi dan komunitas KOMPAKS’ kampung di Semarang perwakilan
2015 kerjasama. adalah meminta data- tentang keterbukaan warga dan
data prosedur dalam informasi publik, LBH komunitas
15. Dishubkom pendirian menara Semarang bekerja sama Kompak’s
info kota telekomunikasi, dengan komunitas melakukan
Semarang. diantaranya: KOMPAKS’ berinisiatif akses informasi
untuk memperluas
1. Surat Keterangan jaringan di daerah
Penempatan kelompok komunitas
Titik Lokasi RW.07 Kel.Sawah Besar
Rencana Kec, Gayam Sari, yang
Pembangunan berkaitan dengan
Menara berdirinya menara
Telekomunikasi telekomunikasi. Dalam
dari Kepala Dinas peraturan pendirian
Tata Kota Tower atau Menara
Provinsi telekomunikasi yang
Jawatengah. sudah di atur dalam
2. Surat Keterangan Peraturan Menteri
Membangun Komunikasi dan
yang dikeluarkan Informatika Nomor:
oleh Kepala 02/Per/M.Kominfo/03
Dinas Penataan /2008 tentang
dan Pengawasan pedoman
Bangunan pembangunan dan
Provinsi Daerah penggunaan menara
Khusus Kota bersama
Semarang. telekomunikasi
(“Permenkominfo
3. Izin Penempatan 02/2008
Jaringan Utilitas
dan Bangunan Selain itu di atur juga
Pelengkap yang dalam Peraturan
dikeluarkan oleh bersama Menteri
Kepala Dinas Dalam Negeri, Menteri
Penerangan Jalan Pekerjaan Umum,
Umum dan Menteri Komunikasi
Sarana Jaringan dan Informatika dan
Utilitas Provinsi Kepala Badan
Jawatengah, Koordinasi Penanaman
karna jaringan Modal Nomor 18 Tahun
instalasi yang 2009; nomor:
berada pada 07/Prt/M/2009
menara tentang Pedoman
terhubung Pembangunan dan
dengan jaringan Penggunaan Bersama
utilitas pada Menara
Telekomunikasi
ruang publik. (“Peraturan Bersama
Menteri”).
4. Izin Mendirian
Bangunan (IMB) Dan dalam Pengaturan
menara Khusus menganai syarat
Telekomunikasi pembangunan menar
terdapat dalam Pasal 2
Izin Mendirikan Menara
s.d Pasal 7
dari intansi yang
Permenkominfo
berwenang
02/2008 adalah sebagai
berikut:
1. Menara harus
digunakan secara
bersama dengan
tetap
memperhatikan
kesinambungan
pertumbuhan
industry
telekomunikasi
demi efisiensi
dan efektifitas
penggunaan
ruang.
2. pembangunan
mereka dapat
dilaksanakan :
1. Penyelenggara
telekomonikasi
2. Penyedia menara
3. Kontraktor
menara
4. Pembangunan
menara harus
memiliki izin
mendirikan
menara dan
instansi yang
berwenang (yang
dimaksud izin
mendirikan
menara menurut
pasal 1 angka 10
permenkominfo
02/2008 adalah
izin mendirikan
bangunan sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku.
5. Membangun
menara harus
sesuai dengan
standar baku
tertentu untuk
menjamin
keamanan
lingkungan
dengan
memperhitungka
n factor-faktor
yang
menentukan
kekuatan dan
kestabilan
kontruksi
menara antara
lain:
1. Tempat/space
penempatan
antenna dan dan
perangkat
telekomunikasi
untuk
penggunaan
bersama
2. Ketinggian
menara
3. Struktur menara
4. Rangka struktur
menara
5. Pondasi menara
6. Kekuatan angin
7. Menara harus
dilengkapi
dengan sarana
pendukung dan
identitas
1. Pertanahan
2. Penangkal petir
3. Catu daya
4. Lampu halangan
penerbangan
5. Marka halangan
penerbangan
Identitas hokum
terhadap Menara
antara lain:
1. Nma
Pemilik
Menara
2. Lokasi
menara
3. Tinggi
menara
4. Tahun
pembuata
n/pemas
angan
menara
5. Kontrakt
or
menara
6. Beban
maksimu
m
menara
Didalam keterangan
peraturan pendirian
menara telokomunikasi
tersebut menggerakkan
niatan warga untuk
memperdalam
keberadaan menara
telekomunikasi yang
member dampak
negative pada warga
sekitar.
1. LATAR BELAKANG
Hak atas informasi, khususnya dalam penataan ruang, faktanya pemerintah masih
cenderung menutup diri. Sehingga penataan ruang yang seharusnya menjadi proses
dialog antara masyarakat, negara, dan modal untuk mengalokasikan ruang demi
kemakmuran bersama. Namun kenyataannya, dimaknai sebagai perebutan
pemanfaatan ruang antara masyarakat dengan pemilik modal. Sehingga dengan
mengatasnamakan investasi, seringkali kepentingan masyarakat dikalahkan. Bahkan hal
paling sederhana dari langkah awal keterlibatan, yaitu mendapatkan informasi
seringkali tidak dipenuhi.
Selain tidak dibukanya informasi kepada masyarakat oleh pemerintah, Kondisi ini
disebabkan karena ketidakpahaman masyarakat mengenai haknya untuk memperoleh
hak atas informasi dalam penataan ruang. Kalaupun masyarakat memahami hak atas
informasi dalam penataan ruang, masyarakat juga dihadapkan pada persoalan
mengenai cara mendapatkan akses informasi dan cara melakukan komplain jika badan
publik atau pemerintah tidak memenuhi hak atas informasi tata ruang. Keberadaan
Komisi Informasi Provinsi (KIP) di Jawa Tengah juga tidak banyak diketahui
masyarakat, apalagi keberadaan KIP yang belum mampu menjangkau untuk
menyelesaikan sengketa informasi publik di 35 kabupaten atau kota di Jawa Tengah.
Beberapa bulan yang lalu, atas keterbutuhan sebagaimana disampaikan diatas, melalui
program mendorong akses informasi, hak atas partisipasi dan hak akses keadilan dalam
penataan ruang di Jawa Tengah, LBH Semarang bersama masyarakat di wilayah
Semarang, Jepara, Rembang kemudian melakukan serangkain kegiatan advokasi hak
atas informasi, hak atas partisipasi dan hak akses keadilan dalam penataan ruang.
2. TUJUAN
1. Sharing hasil akses informasi berkaitan dengan Tata Ruang yang telah dilakukan;
2. Untuk melakukan tukar-menukar pengalaman dan pengetahuan tentang
advokasi hak atas informasi, hak atas partisipasi dan hak atas keadilan dalam
penataan ruang yang sudah dilakukan dimasing-masing daerah;
3. Untuk merumuskan simpulan dan rekomendasi, berdasarkan hasil sharing, tukar
pengalaman dan pengetahuan setelah melakukan advokasi hak atas informasi,
hak atas partipisapi dan hak atas keadilan dalam penataan ruang;
4. Untuk menyusun database konflik tata ruang
Rembang
1. 5 orang perwakilan JMPPK Rembang
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Acara siang hari ini adalah tindaklanjut dari yang dulu
pernah kita adakan di Hotel Metro Semarang, harapan kita peserta yang hari ini hadir,
kemarin di hotel juga mengikuti. Dalam FGD ini masing-masing yang hadir nanti juga
akan menyampaikan kondisi kekinian di daerah masing-masing, misalnya Jepara akses
informasi seperti apa. Kemudian di Rembang, Semarang, karena tipologi masing-masing
PPID juga berbeda-beda. Ada PPID di suatu kota lebih peduli ketika masyarakat mau
minta apa, langsung dikasih, ada juga PPID yang ketika kita minta informasi mereka
tanya dulu mau dibuat apa.
Kita akan dibantu fasilitator dari Staf Ahli Komisi Informasi Propinsi Jawa Tengah
Badan Publik Badan Publik Slamet Haryanto, SH. Belia kebetulan juga mantan Direktur
LBH Semarang periode 2011-2014. Harapannya ketika mas Slamet Haryanto kita
hadirkan, panjenengan semua akses informasi yang kemudian sampai berkonflik di
Komisi Informasi Jawa Tengah, nanti pak Slamet Haryanto juga bisa memfasilitasi untuk
mengonsep bagaimana caranya agar informasi yang kita minta bisa dikasih oleh Badan
Publik tersebut.
Karena sampai dengan saat ini pengalaman advokasi kita masih banyak Badan Publik
yang tertutup yang tidak mengasih informasi yang sebenarnya informasi adalah hak
panjenengan semua. Ketika kita akses informasi yang dimnta mau dibuat apa informasi
itu. Harapannya nanti kita simpulkan dari teman-teman Rembang, Jepara ketika sudah
dapat informasi mau dibuat apa, kita juga akan diskusikan apakah hanya untuk menjadi
yang penting kita dapat informasi, ataukah ini sebagai senjata untuk advokasi
selanjutnya bisa kita lakukan.
Sharing pengalaman akses informasi berkaitan dengan Tata Ruang dengan menjelaskan
kembali mekanisme mendapatkan informasi menurut Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008 sebagai review dari workshop akses informasi
yang telah dilakukan pada Januari 2015. Hal yang pertama yang ditekankan adalah
waktu permohonan informasi pada Badan Publik yaitu 10 hari kerja dan bila informasi
belum diberikan, diperpanjang 7 hari kerja. Setelah 17 hari kerja, pemohon informasi
harus memerhatikan apakah Badan Publik memberikan jawaban tertulis terkait
permohonan informasi dari pemohon informasi.
Ada beberapa kemungkinan jawaban tertulis dari Badan Publik terkait permohonan
informasi dari pemohon informasi (Undang-undang 14 tahun 2008 pasal 35 ayat),
yaitu:
1. Penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian
2. Tidak disediakan informasi.
3. Tidak ditanggapi permintaan informasi.
4. Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana diminta.
5. Tidak dipenuhinya permintan informasi.
6. Pengenaan biaya tidak wajar.
7. Pemenuhan informasi melebihi waktu yang diatur.
Bila pemohon informasi mengalami hal-hal di atas, harus segera mengirimkan surat
keberatan pada atasan PPID/Badan Publik dan atasan PPID harus memberikan jawaban
tertulis atas keberatan pemohon informasi dalam jangka waktu 30 hari kerja. Apabila
ini tidak juga dilakukan oleh atasan PPID, maka pemohon informasi dapat menempuh
sengketa informasi di Komisi Informasi Propinsi Jawa Tengah.
Keluhan lain disampaikan Bp. Jumadi (Rembang) terkait permohonan informasi yang
diajukan bapak Baskoro (Rembang), ternyata pihak Badan Publik (PT Semen Indonesia)
hanya memperbolehkan pak Baskoro untuk melihat dan membaca saja, dan tidak
diperkenakkan mengcopy atau scan/photo. Badan Publik beralasan ini sesuai putusan
Komisi Informasi Propinsi Jawa Tengah. Kalau hanya melihat dan membaca, apa
gunanya karena tidak akan maksimal pemanfaatannya untuk upaya advokasi
masyarakat Rembang.
Pengalaman lain terkait permohonan informasi disampaikan oleh Bp. Waluyo yang
ketika meminta informasi Amdal dua perusahaan di daerah Pringsurat, tidak
dikabulkan oleh Badan Publik, dengan alasan Bp. Waluyo bukan orang Pringsurat,
padahal menurut Undang-undang 14 tahun 2008, pemohon informasi itu bisa siapapun
yang membutuhkan informasi bisa mengajukan permohonan informasi, apalagi
informasi yang diminta terkait pembangunan atau perusakan lingkungan yang
dikuatirkan merugikan warga.
Akses informasi bisa dijadikan alat untuk advokasi kasus yang dihadapi warga ketika
berhadapan dengan perusahaan perusak lingkungan atau ingin sekedar mendapatkan
informasi dari Badan Publik. Terkait putusan Komisi Informasi atas permohonan
sengketa informasi yang diajukan Pak Baskoro, putusan Komisi Informasi Propinsi
Jawa Tengah sebenarnya ada dua hal. Pertama, membatalkan putusan termohon yang
menyatakan informasi yang diminta Pemohon merupakan informasi yang dikecualikan,
karena Komisi Informasi menilai putusan itu merupakan informasi yang wajib
disediakan setiap saat, karena menyangkut hajat hidup orang banyak (warga Rembang),
sehingga harus dicantumkan dalam website Termohon informasi.
Pasca workshop akses informasi pada akhir Januari 2015, ada rencana pengajuan
informasi ke PPID Kabupaten Jepara sebagai berikut:
1. Mengakses Ijin Lingkungan (AMDAL, RKL, RPL). DED (detail rencana proyek) PLTU
Tanjung Jati B. unit 5&6.
2. Dokumen tertulis alur dan jadwal operasi kapal PLTU Tanjung Jati pengangkut Batu
Bara keseluruh anggota Forum Nelayan (FORNEL).
3. Mengakses Informasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang terkait
informasi soal proses banding sengketa kasus Pasir Besi Guci Mas di Bandungharjo
di PTUN surabaya.
4. Mengakses salinan dokumen Amdal PLTU Tanjung Jati B. Unit 1&2, 3&4.
Namun karena kendala komunikasi dan kurang maksimalnya koordinasi di tingkat
masyarakat, sehingga hingga akhir April 2015, belum mengajukan permohonan
informasi ke PPID di lingkungan Kabupaten Jepara. Akan tetapi
pentingnya memahami hak akses informasi dalam rangka advokasi kasus yang dihadapi
masyarakat. Dalam kasus pendirian pabrik semen di Rembang, Penambahan Unit 5&6
PLTU Tanjung Jati B. di Jepara, penambangan pasir besi di Jepara, tidak lepas dari
kebutuhan untuk akses informasi yang harus didapatkan oleh warga masyarakat
setempat, bila ingin memaksimalkan perjuangannya dalam merebut hak-hak dasarnya.
WILAYAH SEMARANG:
5. Pemanfaatan lahan publik di trotoar untuk pendirian halte BRT (Bus Rapid
Transit) di kota Semarang membuat masyarakat Semarang terganggu atau
minimal ruang-ruang publik bagi masyarakat terkurangi dengan pendirian Halte
BRT tersebut. Akan didorong masyarakat untuk mengetahui informasi tentang
peruntukan ruang publik (trotoar) untuk pendirian halte BRT, adakah sesuai
dengan tata ruang kota Semarang dan tidak mengurangi ruang terbuka hijau di
kota Semarang. Dokumen yang akan dimintakan hak akses informasi ke Badan
Publik adalah 1). Data jumlah shelter BRT; dan 2). Peraturan Walikota
penggunaan Lahan Trotoar.
6. Kota Semarang bagian atas (diantaranya Mijen, Gunungpati, Tembalang)
terdapat daerah resapan air yang sekarang marak didirikan perumahan dan
permukiman. Ada 8 Kecamatan yang menjadi daerah resapan air, bila
pemanfaata lahan untuk perumahan dan permukiman tidak terkontrol akan
menimbulkan bencana untuk wilayah Semarang bagian bawah. Masyarakat
Semarang perlu didorong untuk mengetahui informasi tentang titik mana saja di
daerah Semarang bagian atas yang merupakan daerah resapan air. Dokumen
yang diperlukan untuk diajukan akses informasi ke Badan Publik adalah 1).
RDTRK kota Semarang; dan 2). Andal pembangunan kawasan perumahan dan
industri.
WILAYAH JEPARA:
7. Pertama, Penambangan pasir besi di wilayah Jepara mengancam adanya hutan
lindung, serta mengancam keberadaan sawah-sawah produktif di sekitar daerah
tambang pasir besi. Selain itu juga mengancam tambak-tambak yang dimiliki
masyarakat di Kecamatan Donorojo, Ujung Watu. Kedua, penguasaan tanah yang
sangat luas oleh PT. Gunung Sewu dengan ketidakjelasan penggunaan lahan.
Masyarakat masih diberi hak mengelola lahan tersebut dengan pembagian hak
pengelolaan lahan dibagi oleh Desa. Dokumen yang ingin diajukan akses
informasi adalah Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Jepara.
8. Informasi tentang Keputusan Putusan Banding PTUN di Surabaya
9. Informasi lahan di Bangsri, Bundo, Kabupaten Jepara
10. Kejelasan CSR PLTU Tanjung Jati B Unit 1,2,3,4
WILAYAH REMBANG:
11. Dengan proses pendirian pabrik Semen oleh PT. Semen Indonesia di Rembang,
sangat berpotensi merugikan masyarakat Rembang, karena keberadaan lahan
milik masyarakat yang dikuatirkan akan terganggu bahkan akan hancur bila
pembangunan pabrik semen itu tetap dilanjutkan. Dokumen Informasi yang akan
dimintakan hak akses informasi ke Badan Publik adalah :
1. Titik koordinat batas lokasi tambang batu gamping, tanah liat dan tapak pabrik
(ke PPID Kabupaten Rembang).
2. Data debit sumber mata air di sekitar CAT (Cadangan Air Tanah) Watuputih 10
tahun terakhir (ke PPID Kabupaten Rembang, Perum Perhutani KPH Divre I Jawa
Tengah dan PPID Kementrian Kehutanan)
3. Berita acara Serah Terima tukar menkar kawasan hutan calon tapak pabrik di
KPH Mantingan. (ke PPID Kementrian Kehutanan RI).
4. Kajian Lingkungan Hidup Strategis ke PPID Kabupaten Rembang.
5. Rencana Detail Tata Ruang Kota ke PPID Kabupaten Rembang
6. Data perolehan pengadaan tanah oleh PT Semen Indonesia (ke PPID Kabupaten
Rembang dan BPN Kabupaten Rembang).
7. Jumlah curah hujan 10 tahun terakhir (ke BLH Kabupaten Rembang).
KETERBUTUHAN AKSES INFORMASI UNTUK ADVOKASI KONFLIK TATA RUANG
Dalam rangka advokasi ke depan, perlu dibuat posisi kasus untuk masing-masing
wilayah (Rembang, Jepara dan Semarang), meliputi cerita terkait perkaranya. Sejak
kapan kasus itu mulai ada, permasalahan yang terjadi, pihak-pihak yang terlibat, dan
dampaknya terhadap masyarakat. Dari usulan-usulan peserta, telah disepakati rencana
tindak lanjut untuk masing wilayah (Rembang, Jepara dan Semarang) sebagai berikut:
semua kegiatan Penataan Ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Itu
dikenakan adanya sanksi, tapi saat kita lihat bersama-sama di Propinsi sendiri kadang-
kadang berbicara dengan teman perusahaan yang artinya kepemerintahan propinsi
bekerja sama dengan para pengusaha dalam pengaturan penataan ruang dalam
berbagai kepentingan yang saling menguntungkan antara kepemerintahan dan
perusahan. Dalam pasal 69-74 Undang-undang Penataan Ruang. Tapi yang jelas kita
harus sikapi, bagaimana kita tidak salah untuk mengatakan ini melanggar atau tidak.
Dan terkait problematika di Rembang, yang sekarang masih dalam proses uji publik.
Terkait Peraturan Daerah RTRW Propinsi Jawa Tengah No 6 tahun 2010. Dan Peraturan
Daerah 14 tahun 2013 RTRW Kabupaten Rembang, juga Keppres 26 tahun 2011
berkaitan dengan penataan Watuputih. Dalam peraturannya diusulkan untuk menjadi
lahan pertambangan dan industry yang sudah jelas ada Peraturan Daerahnya. Maka
kenapa suatu kawasan bisa digunakan untuk berbagai kegiatan seperti pertambangan,
sedangkan lahan tersebut sudah digunakan oleh warga sebagai pertanian yang sudah
dilakukan sejak turun temurun dari nenek moyang yang sudah dipakai untuk pertanian,
dan belakangan baru muncul adanya pertambangan. maka faktor-faktor dimana yang
dipakai untuk menetapkan kawasan yang sudah ditetapkan Peraturan Daerah sebagai
kawasan lindung, sebagai kawasan air tanah tapi kemudian muncul sebagai kawasan
pertambangan dan pabrik semen.
kembali pada konteks perencanaan yang sudah ditetapkan, artinya diperdakan. Berarti
kita menghargai Peraturan Daerah yang sudah ada. Apakah pertambangan yang ada
disitu, itu sesuai dengan Peraturan Daerah RTRW yang sesuai dengan RTRW Rembang
dan masyarakat berhak untuk mengontrol RTRWnya. Yang menjadi Permasalahannya
yaitu muncul beberapa titik yang di pergunakan sebagai kawasan lindung seperti
daerah cekungan watu putihit (CAT) tapi di peruntukkan untuk kegiatan lain seperti
pertambangan yang nantinya mengancam fungsi dari CAT yang berada di kawasan karst
gunung kendeng Rembang yang ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi. disini kita
mengontrol terhadap aturan yang ada di Peraturan Daerah bahwa proses Perijinan itu
sejauhmana dengsn perijinan yang ada. Adanya perijinan yang tidak sesuai dengan
penataan ruang menuju perijinan yang sesuai dengan Tata Ruang. saat melandaskan
pada Peraturan Daerah RTRW Kita lihat peruntukannya sebagai apa, ketika sudah
ditetapkan RTRW nya kita lihat peruntukan kawasannya, dimana pemetaan lahan
daerah lindungnya mana budidayanya ataupun diperuntukkkan sebagai kegiatan apa
saja. Kalau kegiatan yang dilakukan bertentangan dengan Peraturan Daerah maka itu
melanggar.
Ilustrasi tentang tanah petak sudah disebutkan Dari RTRW-P misalnya 2,5 juta RTRWN.
Kemudian RTRW-P 250.000. RTRW Kabupaten 50.000. RTRW kota 25.000 itu adalah
foto kondisi bumi dari satelit dalam melakukan Penataan Ruang. dari citra disini kita
buat alat pembantu dalam pemetakan suatu kawasan. dengan skala 1:20.000 jadi mulai
terlihat ada sawah dan dengan skala 1:3000 mulailah terlihat Hutan dan setrerusnya
sampai sekala yang lebih kecil yang akan menunjukan gambar semakin jelas dan
terpetakan. Akan tetapi informasi yang akan kita dapat masih bersifat makro dan pada
tingkat Kabupaten/kota semakin mikro. Kemudian di tingkat RDTRK dengan skala
lebih besar maka peta akan semakin terlihat detail, yang akan menunjukkan bahwa
disini terlihat adanya sungai. Ini salah satu sumber untuk melihat ruang yang ada dan
untuk menentukan kawasan a, b, c, yang intinya dari ilustrasi ini nanti akan terlihat
petak wilayah dalam penataan ruang.
Dalam Tata Ruang daerah pemetaannya bias semakin banyak karena dengan semakin
detail berfungsi semakin jelas. Dalam kondisi yang ada di Jawa Tengah merupakan
dengan kondisi skala 1:100.000. dan Kabupaten skala 1:25.000 sampai 50.000. Jadi ada
detail-detail yang sekarang ini sebenarnya sedang disusun di Kabupaten atau kota
untuk rencana detail masing-masing Kabupaten/kota.
secara hukum Tata Ruang berfungsi untuk membagi kawasan sebagai kawasan yang
ditetapkan untuk budidaya dan lindung, Jadi untuk pembangunan sebisa mungkin tidak
berada dikawasan lindung. Karena kawasan lindung mempunyai fungsi lingkungan
hidup.
Rencana detail dalam penataan ruang yang menunjukkan bahwa kawasan ini adlah
sebagai kawasan lindung, akan tetapi ada pojok-pojok dalam peta penataan ruang
tertentu yang bisa dimanfaatkan, dan karena pemanfaatan kawasan yang berbatasan
dengan kawasan lindung maupun kawasan budidaya itu dikenakan adanya syarat
dalam penggunaannya. seperti kenapa adanya pembuatan AMDAL. menyinggung
partisipasi yang sudah diatur didalam undang-undang dalam penyusunan Tata Ruang
dipersyaratkan dengan diadakannya konsultasi yang melibatkan masyarakat. Artinya
bagaimana supaya keterwakilan masyarakat itu benar-benar terwakili apakah dengan
mekanisme misalnya cukup anggota dewan saja, itu misalnya juga mekanisme
keterwakilan yang diakui, tapi biasanya di Kabupaten/kota yang tokoh masyarakat,
tokoh agama, itu merupakan representasi dari masyarakat. Dan tergantung bagaimana
mencari orang-orang yang bisa mewakili masyarakat.
Mengenai potensi intervensi pemilik modal. Pertama bahwa memang dalam Tata Ruang
ini kita melihat ada prinsip-prinsip keterkaitan keseimbangan dan keadilan yang harus
di tegakkan dalam Tata Ruang. Tidak hanya memperhatikan lingkungan saja tapi juga
memperhatikan kesejahteraan ekonomi masyarakat. yang seolah-olah investasi banyak
memengaruhi Tata Ruang, di Kabupaten/kota yang terjadi adalah Tata Ruang itu
menghambat investasi itu yang sering terjadi pada kenyataannya karena Tata Ruang
yang sesuai dengan aturan dalam perundang-undangan bisa menghambat investasi
para pemodal. Dalam penjelasan alokasi untuk kawasan industry, investor
mengharapkan yang mudah untuk ditawar hanya dengan reklamasi dalam penyelesaian
akhir pada pertambangan misalnya. usaha untuk memberikan masukan yang aman
artinya secara hukum dan lingkungan. Bahwa lebih baik investasi itu di lokasi-lokasi
untuk industri, lahan usaha, dengan memberikan mereka kemudahan-kemudahan . Ada
beberapa hal yang berhasil menggiring kesana, tapi banyak yang tidak berhasil. Dalam
pemanfaatan lahan untuk produksi ataupun pertambangan yang berbatasan langsung
dengan kawasan lindung maka dikenakan adanya perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian.
mengenai partisipasi masyarakat. Memang semua aspek itu sudah diperhitungkan
tentang partisipasi masyarakat. Sebagaimana contoh aturan yang lebih teknis, saya
yakin teman-teman di Kabupaten/kota sudah melakukan pelibatan masyarakat dalam
melakukan penyusunan Tata Ruang, karena menjadi salah satu syarat ketika RTRW
Tata Ruang, walaupun seolah-olah yang tanda tangan hanya 500 sekian disebutkan
sebagai partisipasi.
Tapi disebutkan misalnya ada aturan yang lebih teknis yang mempersyaratkan bahwa
partisipasi masyarakat yang besar harus sekian persen dari jumlah penduduk dan itu
lebih memudahkan lagi untuk mengantisipasi hal pandanaan, teknis, dsb. Dan
aturannya adalah harus misalnya 3 kali partisipasi yang seharusnya dilakukan mulai
dari tingkatan Kabupaten sampaidengan kecamatan hingga ke Desa, karna apapun
maksud dari penyusunan Tata Ruang adalah tidak hanya persoalan menyeimbangkan
pertumbuhan ekonomi masyarakat saja tapi juga aspek lingkungan.
Akan tetapi ada ketidak samaan Tata Ruang yang ditetapkan oleh Propinsi dengan Tata
Ruang yang ada di Kabupaten/kota. Fakta di daerah Remabang, bahwa perijinan itu
sudah ada dari BPN, dan ada yang masih memberikan ijin. Bagaimana sinkronisasi
perijinan antara Kabupaten/kota dan Propinsi soal Tata Ruang,
Peraturan Daerah tidak bisa dikatakan tidak menguntungkan bagi masyarakat.
Contohnya dengan adanya penambangan-penambangan di daerah di Jepara, atau
daerah Rembang, kenyataannya masih ada pelanggaran-pelanggaran. Yang perlu di
pertanyakan, jadi warga sudah mengetahui area-area mana yang itu kawasan hutan
lindung dan itu kawasan industri khususnya dan di mana kawasan yang di peruntukkan
sebagai kawasan sabuk hijau di area pesisir pantai di Jawa Tengah. Agar supaya warga
masyarakat juga tahu lahan yang peruntukannya untuk industridan untuk daerah
penghijauan.
Kami masyarakat ingin bagaimana bisa mengakses Peraturan Daerah maupun gambar
peta yang ada di Propinsi maupan kota Kabupaten, misalnya warga Kelurahan
Tanjugmas untuk bisa mengerti jalan arteri pelabuhan itu dipergunakan di RTRW kota
atau Propinsi yag sebenarnya, karena jalan tersebut masuk di dalam kawasan Propinsi.
Banyak sekali permasalan terkait perubahan alih fugnsi yang seharusnya menjadi lahan
perindustrian dan dalam pengelolaan limbah air yang tidak ke selokan tapi mengalir ke
kampung. Dan ini sering di abaikan oleh kepemerintahan dalam menanganinya dan
mengakibatkan masyarakat setempat yang harus menanggung dampak tersebut.
Pada kenyataannya perbedaan RTRW Propinsi dan Kabupaten/kota Jelas ada Di LP2B.
dimana setiap 5 tahun dilakukan evaluasi di tingkatan Propinsi. Yang pada evaluasi
tersebut berharap di Propinsi merubah semua kebijakan yang berakibat buruk untuk
masyarakat.
Banyak Badan Publik yang mengatakan informasi yang diminta itu dikecualikan atau
belum dikuasai. Akan tetapi masyarakat hanya bisa sekedar menerma jawaban
semacam itu dan pada dasarnya ada beberapa hal metode yang harus dilakukan yang
perlu masyarakat ketahui dengan harapan senyata-nyatanya informasi yang diminta itu
sebenarnya informasi yang dikecualikan. Pertama dengan uji konsekuensi bahaya.
Contoh: ini zonasi. Kalau sampai kena permukiman, sawah orang, atau mata air, dan
akan membahayakan masyarakat atau tidak. Kalau membahayakan masyarakat hingga
masyarakat tidak bisa mengakses mata air, maka informasi itu tidak disebut informasi
yang dikecualikan. Jadi dengan melihat bahayanya.
Ada beberapa dokumen yang pada saat ini baru diakses, terkait akses pembelian
gedung tua di kawasan kota lama Semarang. Dan apakah nantinya bisa mendapatkan
informasi karena menyangkut aparat penegak hukum. Kemungkinan inipun bisa jadi
menjadi dalih Pemerintah Kota untuk menolak permohonan. Dan yang perlu dijelaskan,
bahwa ini yang bisa diakses apakah dokumen ataupun proses hukum yang penyelidikan
atau penyidikan pada kasus pembelian gedung tua oleh pihak kepemerintahan
semarang.
Akan tetapi kasus itu masih dalam penyelidikan. Belum penyidikan. yang dimaksud
dalam sengketa itu ketika pro justitia. Kondisinya dalam rangka penyidikan, sudah ada
berita acara. Kalau dalam tahap penyelidikan belum disebut dengan sengketa, dan itu
belum dilakukan penyidikan menurut KUHAP. Baru penyelidikan. Dalam tahap
pencarian data kesana kemari, tapi belum pada ranah penyidikan, yang menurut
KUHAP disebut pro justitia atau dalam rangka Penyidikan mengungkap saksi dan
Tersangka disertai alat bukti.
Maka dari Pemerintah Kota, perkara ini adalah perkara yang sedang diproses didalam
penyidikan di Kepolisian. Ini wacana yang harus didiskusikan yang melibatkan pakar,
tapi Pemerintah Kota akan mengatakan itu. Setidaknya ini menjadi bahan penting untuk
ahli, bisa mengungkap berperkara itu seperti apa dalam proses pidana, ini penting
dilakukan, karena saya yakin Pemerintah Kota Semarang juga mengatakan demikian.
Kalau kita menggunakan mekanisme Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, itu
sangat dimungkinkan pasal itu didog terkait masih dalam proses sengketa itu akan
digunakan. Nah itu nanti tinggal dilakukan uji konsekuensi, apakah benar menyebutkan
seperti disebutkan Pemerintah Kota atau pakar yang lain. Tahapan sekarang masih
dalam tahapan mengakses informasi.
Dalam ketentuan peraturan Komisi Informasi maupun Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik pasal 5 itu ada satu pasal yang mengatatakan : ada pasal 6 yang
memungkinkan Badan Publik menyampaikan demikian: informasi publik yang tidak
dapat diberikan oleh Badan Publik salah satunya informasi yang belum dikuasai atau
didokumentasikan. Kalau belum dikuasai atau belum didokumentasikan ini yang kita
lihat nanti. Bahkan kita akan ke lapangan untuk melihat dokumen yang belum
didokumentasikan.
PPID kota Semarang, yang seharusnya sudah mulai terkait dengan dokumen-dokumen
yang dikuasai oleh SKPD juga. Namun setiap ada permintaan ke PPID, mereka
mengatakan mereka tidak menguasai dokumen tersebut. Ini mungkin dari rekan-rekan
Rembang juga, sebetulnya mintanya kemana? Apakah di Rembang itu ada PPID
pembantu atau tidak. Nah apakah PPID kota ini yang sebenarnya menjadi ujungtombak
dari Komisi Informasi, seperti nya tidak menyediakan informasi yang diminta oleh
masyarakat. Dngan melempar alasan mereka tidak menguasai informasi tersebut
sedangkan PPID kota ada di tempat lain. Proses mendapat mandat sebagai PPID kota
yang sebenarnya untuk mengkomunikasikan atau mengusahakan informasi publik
tersebut. Apakah ini mereka sengaja atau melempar. Karena dengan adanya PPID
pembantu, justru membikin rancu proses permohonan informasi tersebut. Jadi kalau
menurut kami lebih baik 1 PPID kota, yang nanti bisa melayani SKPD dimanapun.
Kalau tidak menguasai, kita bisa tanya siapa yang menguasai. Sifatnya hanya menunda.
Kita pastikan kapan bisa diberikan. Menyatakan tidak menguasai, tidak berarti tidak
memberikan, Tetap harus diberikan tinggal waktu harus dipastikan. Kalau
disengketakan kita bisa menentukan kamu harus memberikan sekian hari. Karena
informasi terbuka.
Begitu Badan Publik mengatkan informasi ini dikecualikan, sudah ada surat keputusan
belum. Kalau belum ada, namanya bukan informasi yang dikeculaikan. Kalau sudah ada
SKnya, itiu bisa di uji konsekuensi. Seperti yang dilakukan teman-teman di Rembang.
Hampir semua masyarakat yang konsern terhadap Penataan Ruang, LSM, kelompok-
kelompok masyarakat, termasuk kelompok masyarakat yang menjadi korban dari
rencana Penataan Ruang, pada waktu itu dilibatkan untuk memberi masukan. Memang
tidak semua kelompok masyarakat dilibatkan dan tidak semua kelompok masyarakat
peduli dalam Penataan Ruang. Ada LSM, kelompok korban banjir juga dilibatkan. Pelaku
usaha juga dilibatkan. Perhatian masyarakat terhadap Penataan Ruang itu minim.
Misalnya Simongan itu menurut RTRW wilayah disitu oleh Pemerintah Kota Semarang
akan direlokasi, karena bukan kawasan industry, akan tetapi disitu sudah berdiri
beberapa pabrik yang sudah beroperasi, karena pada waktu itu beberapa pengusaha
sudah tidak peduli, dianggap isu yang tidak menguntungkan terhadap kepentingannya.
Bayangkan bagaimana kalau Semarang semuanya dibuka untuk perumahan dan
industry, sedang lahan tersebut di gunakan sebagai lahan kawasan resapan air.
Pada tahun 2011-2013 LBH Semarang melembagakan atau membuat setiap advokasi
yang dilakukan dengan menggunakan strategi akses informasi, salah satunya di tahun
2011-2013 melakukan akses informasi kepada beberapa lembaga, baik pemerintah
Propinsi maupunpem Kabupaten/kota. Dimana berkaitan dengan Penataan Ruang dan
akses informasi, dan ada beberapa akses informasi yang berhasil diakses:
Dari dokumen itu, ini dilatarbleakangi oleh beberapa konflik yang kita akses dokumen
nya. Pertama, konflik militer dan masyarakat, ini ada di kebumen. Kemudian
pemerintah vs masyarakat. Dan swasta vs masyarakat. Swasta ini termasuk juga bumn.
Lebih banyak di badan swasta, baik ptpn, perhutani, dsb.
Dari hasil tadi kita akses informasi kita gunakan paling banyak untuk bahan suplay data
advokasi di luar pengadilan atau non litigasi. Entah lobby audiensi, mediasi. Diluar
pengadilan.
Kedua, untuk melawan dampak proyek ada juga yang sampai melaporkan ke KPK.
Kemudian untuk menggugat ke PTUN. Pertam Jepara, Batang dan Rembang.
Yang menarik ternyata 13% kasus itu sejak 2011-2013 kita mengakses informasi,
sampai dengan sengketa informasi di Komisi Informasi, ternyata disengketakan di
Komisi Informasi, sengketa informasi dan kasusnya belum selesai. Baik proses
pengajuan sampai dengan sengketa di Komisi Informasi.
Yang lain ada 25% terjadi penyelesaian sampai kepada sengketa informasi dan kasus
selesai. Sebanyak 62% itu sengketa Informasi selesai, tapi kasus belum selesai. Ini yang
kemudian menjadi perhatian. Harapannya kita mau memaksakan akses informasi untuk
menyelesaikan kasus tapi belum bisa, alasannya. Pertama, masyarakat sudah akses
informasi, diberikan, tapi ternyata informasi yang didapat oleh masyarakat tidak
dimanfaatkan. Misalnya Jepara kita dapat AMDAL, tapi keputusan Badan Perijinan
Terpadu, karena ternyata ketika akses informasi dilakukan, ini memang syarat formal.
Problem Penataan Ruang ini harus dicermati sejak di perencanaan. Karena AMDAL itu
dianggap ada, meskipun bermasalah dari partisipasi masyarakat yang formalitas. Tapi
cukup sulit jika kita menggugat. Karena mereka juga melakukan dengan didasari RTRW.
Sengketa informasi sudah selesai, nggak ada masalah. Tapi belum bisa menyelesaikan
kasus, karena ternyata ada beberapa hal yang tidak bisa digunakan.
Kedua, biasanya besar atau kecilnya tekanan publiknya. Misalnya Pati. Pati kita
menggunakan akses informasi untuk mendapatkan ijin eksplorasi. Ijin eksplorasi itu
kita gunakan dan kemudian kita gugat. Tapi ada LBH Semarang, pengacara, masyarakat
juga ikut mengawal terus. Peradilannya jadi baik waktu itu. Terus ada dari elemen
hakim waktu itu, pandangannya itu baik terkait dengan persoalan. Sehingga akhirnya
untuk kasus Pati dimana Semen Gresik, mereka kalah, mereka berpikir ulang, sehingga
sekarang tidak berani, dan beralih di daerah lain.
Jadi berhasil atau tidaknya dalam proses advokasi, kita dalam mendapatkan informasi
itu dipengaruhi solid atau tidaknya masyarakat untuk mendorong perubahan kebijakan.
Contoh kasus mbak Annisa juga akhirnya tidak jadi didirikan tower. Yang lain besarnya
skala kepentingan. Misalnya kayak Rembang hari ini, kepentingannya kan sangat besar.
Ada benturan. Sama halnya PLTU batang. kita dapat informasi banyak, tapi kesulitan.
Karena besarnya kepentingan. Misalnya ini dengan kawasan lindung, tapi masih bisa
dan tidak mengganggu fungsinya. kalau kepentingan ekonomi besar, itu biasanya juga
perjuangannya juga harus besar. Dalam konteks akses informasi dan proses yang sudah
dilalui, itu dapat informasi tapi tetap tidak bisa membuat, evaluasi kemarin, karena
nilainya yang besar sampai milyaran rupiah. Dan mengganggu kalau ini diputuskan
dibatalkan, maka prosesnya Bupati kuatir besok-besok bantuan akan sulit didapat. Ini
catatan-catatan yang kemudian menjadikan sengketa informasi itu selesai. Semua
proses dari mulai akses sampai sengekta. Bahkan Kudus sampai PTUN, ini satu-satunya
di Jawa Tengah sampai putusan Sengketa informasi harus melalui PTUN, karena
diupayakan terus, menang di Komisi Informasi, kemudian menggugat di PTUN.
Kita pernah mendapatkan peta pertambangan di Jawa Tengah yang di peroleh dari
ESDM, akan tetapi karna keterbatasan dalam hal pembacaan peta membuat kami sulit
dalam menganalisa peta tersebut, karena memang harus ada ilmunya khusus. Oleh
karena itu akses informasi tidak sekedar diakses dan diminta, akan tetapi kemudian kita
juga minta dijelaskn diwaktu akses informasi di berikan, buat catatan di petanya.
Sedangkan akses informasi hanya tidak bisa difoksukan pada satu komunitas karna
akan mengurangi kekutan dan kebersamaan antara komunitas satu dengan yang
lainnya.
Dari informasi yang pernah kita dapat misalnya kawasan geologi kendeng, informasinya
sedang disusun. Sedangkan permasalahan lokasi penambangan PT Semen Gresik yang
sudah jelas, tetapi permasalahannya disana ada lahan yang sudah dibebaskan, ada yang
dijual dan kita mau tahu yang sudah dibebaskan, atau dibeli dari Semen Gresik untuk
pertambangan melalui UU no.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
masyarakat berharap ada kebijakan bahwa hutan itu untuk dilindungi, bukan untuk
kawasan yang bisa di pergunakan untuk penambangan dan jangan sampai hutan di
manfaatkan sebagai ajang obyek untuk memeroleh keuntungan sesaat dan
mengesampingkan keterbutuhan kehidupan mendatang.