Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/283347664

UPAYA KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN AGROFORESTRI DI SUBANG


SELATAN

Conference Paper · December 2012

CITATIONS READS

0 9,468

3 authors:

Rizka Maria Hilda Lestiana


Indonesian Institute of Sciences Research Center for Geotechnology LIPI
12 PUBLICATIONS   14 CITATIONS    8 PUBLICATIONS   10 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Asep Mulyono
Indonesian Institute of Sciences
17 PUBLICATIONS   7 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pemetaan Daerah Rawan Gerakan Tanah Jalur Lintas Barat Lampung Barat View project

All content following this page was uploaded by Asep Mulyono on 01 November 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ISBN: 978-979-8636-19-6

UPAYA KONSERVASI TANAH DAN AIR


DENGAN AGROFORESTRI DI SUBANG SELATAN

Rizka Maria1, Hilda Lestiana1, dan Asep Mulyono2

1
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
Kompleks LIPI, Gd 70, Jl Sangkuriang Bandung 40135
2
UPT LUTBMB Liwa LIPI
Email: rizka_maria@yahoo.com

Abstrak
Daerah Subang bagian selatan memiliki sumber daya alam yang sangat potensial dan
diusahakan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pengelolaan sumberdaya
alam untuk kepentingan ekonomi terkadang mengabaikan faktor lingkungan, salah satu
contohnya adalah deforestasi yang menyebabkan lahan kritis. Masalah ini bertambah berat
dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan menjadi lahan usaha lain.
Eksploitasi lahan yang berlebihan adalah perluasan lahan perkebunan yang menggeser luas
hutan konservasi. Berdasarkan data tutupan lahan tahun 1999 – 2009 luas lahan hutan
berkurang 6.05 % sedangkan luas lahan perkebunan bertambah 22.79 %. Alih fungsi lahan
hutan menjadi lahan perkebunan akan menimbulkan banyak masalah seperti penurunan
kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan
iklim lokal. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya konservasi dengan penekanan pada
pemulihan kualitas lingkungan terutama konservasi tanah dan air, namun tetap memperhatikan
kemajuan perekonomian masyarakat disekitarnya. Salah satu metode yang dapat diterapkan di
daerah Subang bagian selatan adalah metode agroforestri. Agroforestri dalam konservasi tanah
dan air dengan menerapkan perpaduan pola tanam dan kolaborasi berbagai macam kegiatan
ekonomi yang mengarah pada perbaikan kondisi lingkungan.
Kata kunci : konservasi lahan dan air, agroforestri, perekonomian masyarakat.

Abstract
The Southern part of Subang has plenty of natural resources which has been utilized to its
maximum for the welfare of the residents. The management of natural resources for economic
interests sometimes ignore environmental factors. One example is the deforestation that causes
land degradation. This problem becomes more severe with the increasing of total forest land area
converted to other businesses. Excessive land exploitation is the expansion of plantation shifting
the area of forest conservation. Based on the land cover data in 1999 – 2009, the forest land area
decreases 6.05% while the plantation area increased 22.79%. Land conversion of forests into
plantations causes many problems such as decreased soil fertility, erosion, extinction of flora and
fauna, floods, droughts and even local climate change. To overcome these problems conservation

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012 167
ISBN: 978-979-8636-19-6

measures are required with an emphasis on the restoration of environmental quality, especially
soil and water conservations. The implementation of conservation measures shall consider the
economic development of the surronding community. A method that can be applied in the South
Subang area is part of agroforestry method. Agroforestry in the conservation of soil and water
mixing the cropping patterns and collaboration of a wide range of economic activities that lead to
the improvement of environmental conditions.
Keywords: soil and water conservation, agroforestry, community economy.

PENDAHULUAN
Sumberdaya alam yang berupa hutan, tanah, dan air mempunyai peranan yang penting
dalam kelangsungan hidup manusia sehingga dalam pemanfaatannya perlu dilakukan secara
bijaksana. Kerusakan sumberdaya alam hutan yang terjadi saat ini telah menyebabkan
terganggunya keseimbangan lingkungan hidup daerah aliran sungai. Kondisi seperti ini tercermin
pada sering terjadinya erosi, banjir dan kekeringan (Asdak, 2004). Tekanan yang besar terhadap
sumber daya alam oleh aktivitas manusia, salah satunya, dapat ditunjukkan adanya perubahan
tutupan lahan yang begitu cepat.
Kerusakan daerah aliran sungai sangat erat hubungannya dengan kelestarian hutan di
daerah hulu sebagai daerah tangkapan hujan (Zulrasdi, 2005). Lahan kritis dan erosi tanah
merupakan salah satu permasalahan yang timbul berkaitan dengan faktor penurunan kualitas
lingkungan, sehingga mengakibatkan kesuburan tanah menurun, keseimbangan hidrologi
terganggu serta peningkatan frekuensi banjir dan longsor. Menurut Arsyad (2000), konservasi
tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Sistem pengelolaan air dan lahan
dengan pendekatan konservasi difokuskan pada penanggulangan erosi permukaan dan menjaga
hilangnya kesuburuan tanah. Tanpa adanya teknik-teknik penanaman yang baik, maka akan
semakin banyak lahan yang kritis yang menyebabkan produktifitasnya akan menurun.
Daerah subang bagian selatan memiliki sumber daya alam yang sangat potensial sehingga
perlu diberdayakan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan
sumberdaya alam untuk kepentingan ekonomi terkadang mengabaikan faktor lingkungan. Menurut
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Subang, Ir. H. Samsuddin, bahwa pada
tahun 2006 kecamatan yang paling luas dan rawan terdapat lahan kritis di wilayah Kabupaten
Subang Selatan terletak di wilayah Cijambe seluas 4.745 ha, Cisalak 1.631 ha, dan Sagalaherang
mencapai 800 ha, sedangkan di daerah Subang lainnya di bawah 500 ha. Total luas lahan hutan
yang digarap masyarakat sekitar 12.000 ha, sementara lahan hutan yang digarap Perhutani sekitar
20.000 ha. Dari 12.000 ha hutan yang dikelola masyarakat, 4.000 ha dalam kondisi kritis.
Kebanyakan lahan yang mengalami kritis di daerah Subang bagian selatan adalah di Kecamatan
Cijambe (www.kabarindonesia.com).

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik wilayah dan metode konservasi lahan
dan air di kawasan Subang bagian selatan. Diharapkan dengan mengetahui karakteristik iklim,
tanah, topografi dan tutupan lahan dapat menunjang keberhasilan usaha konservasi untuk
mengatasi kekritisan lahan di kawasan Subang selatan.

168 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012
ISBN: 978-979-8636-19-6

LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian di wilayah Subang bagian Selatan meliputi Kecamatan Jalancagak,
Sagalaherang, Ciater, Cisalak, Tanjungsiang dan Cijambe (Gambar 1.).

Gambar 1. Daerah Penelitian di Wilayah Subang bagian Selatan

METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap kegiatan yang meliputi:
1. Pengumpulan data sekunder, peta-peta tematik serta analisis data.
2. Survei lapangan berupa pengumpulan data primer terdiri dari ground check (pengamatan,
pengukuran) dan pengambilan sampel tanah.
3. Kegiatan di studio berupa pengolahan data serta analisis berbagai peta tematik
Data- data yang dipakai adalah data curah hujan, data kemiringan lereng, jenis tanah, jenis
batuan, dan data penggunaan lahan. Data curah hujan dihitung berdasarkan empat stasiun curah
hujan pada tahun 1999 dan 2009. Kemiringan lereng merupakan hasil ekstraksi dari peta kontur
yang diperoleh dari peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000. Jenis tanah diperoleh dari hasil
pengambilan conto tanah di lapangan dengan mengacu pada peta tanah Kabupaten Subang skala
1:250.000 yang dikeluarkan oleh Puslittanak. Jenis batuan merupakan hasil pengamatan lapangan
yang mengacu pada peta Geologi yang dikeluarkan oleh Pusat Survey Geologi skala 1:100.000.
Penggunaan lahan diperoleh dari peta penggunaan lahan Bakosurtanal 2004 dan interpretasi visual
citra ALOS tahun 2009. Dari beberapa data tersebut diatas kemudian dilakukan analisis untuk
melihat kekritisan lahan, kemudian mencari metode konservasi tanah yang cocok diterapkan di
daerah ini.

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012 169
ISBN: 978-979-8636-19-6

HASIL PENELITIAN/DISKUSI
Curah hujan
Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang berperan terhadap kejadian erosi, tetapi
yang sering terjadi justru dipercepat oleh tindakan manusia (Sutedjo, 2002). Selain pola hujan,
jenis, dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah juga mempengaruhi erosi di daerah tropis
(Arsyad, 2000). Pengolahan data curah hujan daerah Subang selatan disusun dengan melakukan
interpolasi spasial pada data-data stasiun pengamatan hujan yang ada di Subang pada tahun
pengamatan 2008. Data-data stasiun hujan tersebut diperoleh dari berbagai instansi seperti PTPN
VIII Ciater Jawa Barat dan BPLHD Subang. Sebagai langkah awal adalah menghitung curah hujan
rata rata bulanan dan tahunan setiap stasiun dengan metode perhitungan aritmatik. Data curah
hujan yang diperoleh dari masing-masing stasiun penakar curah hujan yang telah dihitung dengan
metode aritmatik kemudian dilakukan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode Kurva
Massa.
Berdasarkan data curah hujan hujan tahun 1999 – 2009 terlihat bahwa kondisi curah hujan di
Subang selatan relatif tinggi. Nilai curah hujan bulanan rata- rata 280 mm/bulan dan curah hujan
tahunan rata- rata 2129 mm/thn (Gambar 2). Nilai curah hujan tahunan di Subang bagian selatan
>2000 mm berpeluang besar menimbulkan erosi, apalagi di wilayah pegunungan yang lahannya
didominasi oleh berbagai jenis tanah. Tingginya curah hujan sangat potensial memicu terjadinya
banjir dan longsor apabila kondisi tutupan lahan tidak kuat menahan beban tanah.

1400
1200
Curah Hujan Subang Selatan Tahun 2000 - 2009
1000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
800
600
400
200
0
JAN
JAN

JAN

JAN

JAN

NOP

JAN

JAN
MEI
JUL
SEP
NOP

MEI
JUL
SEP
NOP

MEI
JUL
SEP
NOP

MEI
JUL
SEP

JAN

MEI
JUL
SEP

JAN

JAN
NOP

MEI
JUL
SEP
NOP

MEI
JUL
SEP
NOP

MEI
JUL
SEP
NOP

MEI
JUL
SEP
NOP

MEI
JUL
SEP
NOP
MAR

MAR

MAR

MAR

MAR

MAR

MAR

MAR

MAR

MAR

Gambar 2. Grafik Pola Curah Hujan Tahun 1999 -2009

Topografi
Peta kemiringan lereng diperoleh dari hasil ekstraksi data topografi (kontur) pada peta Rupa
Bumi indonesia skala 1 : 25.000. Pada daerah penelitian, satuan geomorfologi dibagi menjadi lima
satuan morfologi, dimana pembagian ini dibagi berdasarkan kemiringan lerengnya. Satuan lereng
sangat curam dengan kemiringan lereng lebih besar dari 25%, satuan lereng curam dengan
kemiringan lereng antara 15 - 25 %, satuan lereng agak curam dengan kemiringan lereng 8 - 15%,
satuan lereng datar sampai miring dengan kemiringan dibawah 3 - 8%, dan satuan lereng datar
dengan kemiringan dibawah 0 - 3% (Gambar 3).
Topografi di daerah Subang selatan sangat beragam. Dimulai dari kemiringan lereng landai
(3 - 8%) sampai kemiringan lereng sangat curam (>25%). Secara genetis satuan morfologi ini

170 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012
ISBN: 978-979-8636-19-6

dibentuk oleh satuan batuan yang mempunyai sifat kekerasan yang tinggi. Proses yang berlangsung
adalah denudasional, erosi intensif, dan gerakan tanah.

Gambar 3. Peta Kemiringan lereng daerah Subang selatan

Jenis tanah
Sebagian besar jenis tanah yang terdapat di Subang selatan adalah berjenis asosiasi Andisol
dan Entisol. Karakteristik tanah Entisol mempunyai konsistensi lepas tingkat agregasi rendah,
peka terhadap erosi dan kandungan hara tesedia rendah. Sedangkan karakteristik tanah andisol
mempunyai unsur hara yang cukup tinggi yang merupakan hasil pelapukan dan rombakan dari abu
vulkanik. Tanah ini sangat subur sehingga tanah jenis ini baik untuk ditanami.
Jenis tanah pada daerah Subang selatan adalah dari ordo Andisols dan Entisols (biasa
ditemui pada ketinggian >1.000 m dpl) serta Inceptisols (700-1.000 m dpl). Sifat-sifat fisik tanah
cukup baik, yaitu struktur tanah umumnya remah atau lepas dengan kedalaman tanah (solum)
dalam, mempunyai aerasi baik dan porositas tinggi. Namun karena lahan-lahan tersebut terletak
pada topografi yang berlereng, dengan curah hujan tinggi serta budi daya yang intensif, maka
kepekaan tanahnya terhadap erosi sangat tinggi. Suganda (1997) membuktikan bahwa bedengan
yang dibuat searah lereng dan setiap 4,50 m dibuat guludan memotong lereng nyata mengurangi
jumlah tanah yang tererosi. Dalam tanah yang tererosi terbawa sejumlah unsur-unsur hara yang
sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Teknik konservasi tanah dan cara-cara pencegahan
erosi terbukti dapat mengurangi jumlah hara yang hilang dari dalam tanah (Sinukaban, 1990).
Tutupan lahan
Sebagai gambaran awal, digunakan peta penggunaan lahan yang diperoleh dari peta Rupa
Bumi Indonesia. Penggunaan lahan di kawasan Jalancagak bervariasi dikelompokkan menjadi
beberapa bagian sesuai dengan dengan penggunaannya. Variasi penggunaan lahan di Kawasan
Jalancagak sangat beragam. Mulai dari kawasan konservasi yaitu hutan, kawasan budidaya berupa
kebun, sawah, sawah tadah hujan, semak belukar, tanah berbatu, tanah ladang dan air tawar serta
kawasan sosial yaitu pemukiman.

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012 171
ISBN: 978-979-8636-19-6

Dari peta penggunaan lahan peta RBI tahun 2004 dan hasil interpretasi visual citra ALOS
tahun 2009, variasi penggunaan lahan di Subang Selatan sangat beragam. Mulai dari kawasan
konservasi (hutan), kawasan budidaya (kebun, sawah, ladang), serta kawasan sosial (pemukiman).
Selama kurun waktu 10 tahun (1999 - 2009) terjadi perubahan tutupan lahan signifikan dari
kawasan konservasi menjadi kawasan budidaya (Tabel 1).
Tabel 1. Perubahan tutupan lahan dari tahun 1999 - 2009

Penggunaan Tahun 1999 Tahun 2009 Perubahan


Lahan Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %
Hutan 63.42 15.39 36.84 9.34 -26.58 -6.05
Kebun 110.15 26.72 195.23 49.51 85.08 22.79
Tegalan 131.15 31.91 39.46 10.01 -92.05 -21.09
Persawahan 84.82 20.58 87.97 22.31 3.14 1.73
Pemukiman 22.30 5.41 34.82 8.83 12.52 3.42
TOTAL 416.26 100.00 416.26 100.00

Berdasarkan data tutupan lahan tahun 1999 - 2009, perubahan luas lahan sangat menonjol
pada kawasan konservasi (hutan) menjadi kawasan budidaya (kebun). Luas lahan hutan berkurang
6.05 % sedangkan luas lahan perkebunan bertambah 22.79%. (Gambar 4).

Grafik Perubahan Luas Tutupan Lahan Tahun 1999 - 2009

Pemukiman
Persawahan
Tegalan
Kebun
Hutan

-150 -100 -50 0 50 100


Luas Lahan (Ha)

Gambar 4. Grafik Perubahan Luas Tutupan Lahan Tahun 1999 -2009

Alih fungsi lahan di kawasan konservasi menjadi lahan perkebunan disadari menimbulkan
banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir,
kekeringan dan bahkan perubahan pemanasan global.
Peran agroforestri dalam konservasi air dan tanah
Salah satu metode yang dapat diterapkan di daerah Subang bagian selatan adalah metode
agroforestri. Agroforestri adalah perpaduan pola tanam dan kolaborasi antara berbagai macam
kegiatan ekonomi, yang mengarah pada perbaikan kondisi lingkungan, sehingga manfaat multi
fungsi dapat dirasakan (Gambar 5).

172 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012
ISBN: 978-979-8636-19-6

Sistem perbaikan lahan konservasi

Hutan Alami Hutan Buatan

Agroforestri Perkebunan

Gambar 5. Diagram sistem perbaikan lahan konservasi

Pola agroforestry merupakan suatu sistem pola tanam yang memadukan berbagai jenis
pohon dengan tanaman semusim, pola ini telah diterapkan oleh petani di berbagai daerah dengan
berbagai iklim, jenis tanah dan jenis tanaman yang bervariasi sehingga bisa menghasilkan produk
yang bernilai ekonomi, dengan mengoptimalkan dan meningkatkan produktivitas lahan di samping
dapat mempertahankan aspek ekologi (Pambudi, 2008). Untuk menunjang keberhasilan program
rehabilitasi suatu kawasan, salah satunya melalui budidaya agroforestri yang melibatkan
masyarakat setempat. Dengan sistem budidaya agroforestri ini selain mengurangi lahan kritis juga
menambah pendapatan masyarakat.
Penerapan pola agroforestri dapat dipadukan dengan upaya-upaya konservasi lainnya,
seperti pembuatan teras bangku, saluran pembuangan dan pembuatan bangunan lainnya, sehingga
sedimentasi dapat ditekan. Selain tumpang sari tanaman tahunan dan tanaman semusim (pangan)
juga dapat dimasukan tanaman hortikultura dan rumput pakan ternak.
Peran agroforestri dalam mengatasi kekritisan lahan antara lain 1)Meningkatkan peresapan
airtanah, 2)Mengurangi aliran permukaan, 3)Mencegah banjir di hilir, 4)Mengurangi laju
evapotranspirasi, 5)Meningkatkan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah, 6)Menjaga base-
flow di musim kemarau, 7)Perlindungan terhadap ekologi daerah hulu, 8)Mengurangi suhu
permukaan tanah, 9)Mengurangi erosi tanah.
Jenis Tanaman Dalam Kegiatan Agroforestri Sebagai Upaya Konservasi
Dalam pemilihan jenis tanaman selain memperhatikan faktor klimatis juga diupayakan
menentukan vegetasi asli di tempat tersebut sebagai sumber jenis pohon yang dapat tumbuh baik
di berbagai tempat. Hal ini dapat menghindarkan pemaksaan pengembangan jenis pohon yang
kurang sesuai dengan iklim daerah Subang. Pertimbangan lain adalah penguasaan teknologi
pengembangan dan penyediaan benihnya. Berdasarkan data iklim dan topografi, beberapa tanaman
hutan yang dapat ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan di kawasan Subang selatan seperti
yang terlihat pada Tabel 2 dan 3.

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012 173
ISBN: 978-979-8636-19-6

Tabel 2. Beberapa Jenis Tanaman Hutan dan karakteristik iklimnya

Kebutuhan iklim
Ketinggian
No Jenis Tanaman Curah Hujan Kelembaban
(m dpl) Suhu (oC)
(mm/thn) (%)
1 Agathis 1 - 1000 2000 - 4000 20 - 30 -
2 Gamal 0 - 2200 500 - 2500 20 - 29 -
3 Kaliandra 0 - 1750 2000 - 4000 22 - 32 -
4 Lamtoro Merah 0 - 1200 2000 - 2500 - 55 - 70
5 Pinus 200 - 2000 1500 - 4000 - -
6 Sengon 1 - 1500 2000 - 4000 22 - 34 -
Sumber : Arsyad (1989)

Pemilihan jenis tamanan bukan hal yang sederhana. Selain faktor pengembangan iklim,
pertimbangan faktor ekologis dan sosial ekonomi masyarakat sekitar juga berpengaruh dalam
keberhasilan program konservasi air dan tanah. Dalam rangka mengembalikan kesuburan tanah
diperlukan jenis-jenis dan pola perpaduan kegiatan yang mampu meningkatkan produktifitas lahan,
seperti tanaman legume yang mampu mengikat N di udara, serta sistem agrosilvopasoral
(kombinasi tanaman pertanian, kehutanan dan peternakan) yang dapat meningkatkan unsur hara
tanah, dan porositas tanah yang memudahkan terjadinya infiltrasi, sehinggga memperbaiki sistem
hidrologi.
Tabel 3. Beberapa Jenis Tanaman Tahunan dan karakteristik iklimnya

Kebutuhan iklim
Ketinggian (m
No Jenis Tanaman Curah Hujan Suhu Kelembaban
dpl) o
(mm/thn) ( C) (%)
1 Cengkeh 600 – 900 2000 – 3000 21 - 32 -
2 Durian 0 – 1000  1200 24 - 30 -
3 Kakao 0 – 1000 1250 – 3000 21 - 30 -
4 Kopi 500 – 2000 2000 – 3000 17 - 21 -
5 Lamtoro 0 – 1000 600 – 2500 20 - 34 -
6 Mangga 0 – 500  1000 27 – 34 -
7 Manggis 0 - 800  1000 22 - 32 -
8 Nangka 0 – 700 1500 – 2500 24 - 30 -
9 Petai 0 – 1500 600 – 2500 20 - 34 -
10 Sirsak 0 – 1000 1500 – 3000 250-32 -
11 Sukun 0 – 700 1500 – 2500 24 - 30 -
12 Turi 0 – 1000 600 - 2500 22 - 32 -
Sumber : Kartasapoetra (1993) dan Setiawan (1995)

Dengan demikian pemilihan jenis tanaman sangat diperlukan pada sistem agroforestri.
Kombinasi agroforestri dalam upaya konservasi lebih di konsentrasikan pada komposisi jenis, dan
strata tajuk yang dibentuk. Hal ini terkait dengan penutupan lahan yang sangat berpengaruh
terhadap hidrologi suatu lahan.

174 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012
ISBN: 978-979-8636-19-6

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis iklim, topografi, jenis tanah dan tutupan lahan maka sistem agroforestri
yang cocok diterapkan di wilayah penelitian adalah :
1. Budidaya tanaman menetap pada sebidang lahan.
2. Untuk memperbaiki sistem hidrologi maka pemilihan tanaman budidaya harus memiliki
karakteristik tumbuh yang kuat terhadap kondisi tanah, topografi dan curah hujan yang tinggi,
memiliki jenis perakaran yang kuat sehingga bisa mencegak longsor dan lahan kritis.
3. Mengkombinasikan pertanaman semusim dan tahunan secara berdampingan atau berurutan,
tanpa atau dengan pemeliharaan ternak.
4. Menerapkan teknik konservasi yang sesuai dengan kebudayaan petani setempat.
Penerapan dan pengelolaan agroforestri dapat mengatasi alih fungsi lahan sekaligus masalah
ketersediaan pangan. Dengan penerapan agroforestri mampu mengembalikan fungsi konservasi
tanah dan air sebagai sistem penyangga, sehingga dapat mengatasi permasalahan penurunan
kualitas lahan dan peningkatan perekonomian masyarakat. Konservasi lahan merupakan upaya
mempertahankan keaslian serta kelestarian lahan, serta untuk mendapatkan keberlanjutan produksi
lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap dibawah ambang batas.

UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan selesainya tulisan ini kami sampaikan ucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat
Penelitian Geoteknologi LIPI, atas fasilitas dan kesempatannya untuk melakukan penelitian ini.
Terima kasih juga di sampaikan dari Tim Penelitian untuk semua pihak yang telah memberikan
bantuan masukan dan kerjasamanya semenjak dalam penelitian hingga penerbitan tulisan ini.
Penelitian ini di biayai atas beban anggran DIPA Tematik, Pusat Penelitian Geoteknologi tahun
anggaran 2012.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010, Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi Lembaga
Sumberdaya, IPB. Bogor.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Kartasapoetra, A.G, dan M.M. Sutedjo. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Penerbit
Rineka Cipta. Jakarta
Pambudi, A ., 2008. Agroforestry. BPDAS Jenneberang, Kabupaten Gowa.
Rahim, E. S., 2003 . Pengendalian Erosi Tanah. Pustaka Buana, Bandung.
Setiawan, 1995. Penghijauan Lahan Kritis. Penebar Swadaya. Jakarta
Sinukaban, N. 1990. Pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pemberian mulsa jerami terhadap
produksi tanaman pangan dan erosi hara. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, 9, 32-38.

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012 175
ISBN: 978-979-8636-19-6

Suganda, H.M. S. Djunaedi, D. Santoso, dan S. Sukmana. 1997. Pengaruh cara pengendalian erosi
terhadap aliran permukaan tanah tererosi dan produksi sayuran pada Andisols. Jurnal Tanah
dan Iklim, 15, 38-50.
Sutedjo, M.M., dan A.G Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Penerbit Bineka Cipta.
Jakarta.
www.kabarindonesia.com, Longsor di daerah Subang, diakses tanggal 1 Desember 2012
Zulrasdi, Noer Sjofjendi, 2005. Pertanian di Daerah Aliran Sungai, Lembaga Informasi Pertanian,
BPPT Sumatera Barat.

176 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI - 2012

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai