Anda di halaman 1dari 1

<?xml version="1.0"?

>
<ROOT>
<DOCUMENT>
<TITLE>KPP HAM Trisakti Tetap Akan Berikan Rekomendasi</TITLE>

<TEXT>Jakarta, Kompas - Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM)
Trisakti dan Semanggi I-II tetap akan membuat kesimpulan dan menyampaikan
rekomendasi mengenai hasil penyelidikannya, meskipun perwira TNI/Polri tidak mau
memenuhi panggilan KPP HAM. Namun, demikian, panggilan kedua terhadap sejumlah
perwira TNI/Polri telah dilayangkan kepada mereka. Hal itu dikatakan Ketua KPP HAM
Albert Hasibuan kepada Kompas di Jakarta akhir pekan lalu. Hasibuan masih
mengharapkan perwira TNI/Polri itu memenuhi panggilan KPP HAM. "Tapi, kalau mereka
menolak, ya sudah. Kita akan tetap membuat kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan
keterangan saksi-saksi lain yang telah kita dengar. Rekomendasi itu tentunya akan
merugikan mereka sendiri," ujarnya.

Hasibuan mengakui tenggang waktu yang diberikan Komisi Nasional (Komnas) HAM hanya
satu bulan. Pada saat tenggang waktu habis, KPP HAM akan menyerahkan rekomendasi
dan kesimpulan mereka kepada Komnas HAM. "Kita berharap Komnas HAM menggunakan
kewenangan subpoena untuk memanggil para perwira TNI/Polri," paparnya. Ditambahkan,
KPP HAM telah mendengarkan lebih dari 40 saksi berkaitan dengan kasus Trisakti dan
Semanggi I-II. Keterangan saksi itu ada yang menunjuk keterlibatan para perwira
TNI/Polri dalam ketiga peristiwa itu.

Untuk itulah, KPP HAM bermaksud memanggil perwira TNI/Polri untuk mengonfirmasikan
keterangan saksi-saksi itu. "Kalau mereka tidak mau datang, ya sudah kita tetap
akan membuat kesimpulan dan rekomendasi yang tentunya negatif bagi mereka,"
ujarnya. Menanggapi pernyataan praktisi hukum Adnan Buyung Nasution bahwa
Pengadilan HAM Ad hoc hanya bisa dibentuk setelah DPR sudah menyimpulkan ada dugaan
pelanggaran berat HAM, menurut Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan Munir, adalah sangat tidak tepat.

"Bagaimana mungkin DPR mampu menilai ada tidaknya pelanggaran berat HAM, tanpa
melalui penyelidikan dan penyidikan terlebih dahulu," kata Munir. "Taruhlah DPR
menyimpulkan ada dugaan pelanggaran berat HAM dan membentuk Pengadilan HAM Ad hoc.
Lantas kalau Komnas HAM dan Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dan penyidikan
ternyata tidak ada kasus, Keputusan Presiden (Keppres) tentang pembentukan
Pengadilan HAM Ad Hoc akan sia-sia saja. Dimana-mana proses pengadilan itu dimulai
dari penyelidikan dahulu," kata Munir. Dia mengatakan, kalau Nasution mengklaim
diri sebagai orang yang terlibat langsung sehingga mengetahui sejarah Undang-Undang
(UU) Nomor 26 Tahun 2000, dia juga dapat mengatakan hal sama. Munir juga terlibat
langsung dalam pembuatan undang-undang itu.

Sebaliknya Munir mengatakan, tidak benar semangat Pasal 43 itu memberi wewenang
kepada DPR untuk membentuk Pengadilan HAM Ad hoc terlebih dahulu sebelum
penyelidikan. DPR baru akan dilibatkan setelah Komnas HAM dan Kejaksaan Agung
menyatakan ada dugaan pelanggaran berat HAM. "Kalau dia (Nasution) mengklaim
begitu, lalu mengapa Prof Muladi, Prof Yusril, dan Prof Romli menyatakan berbeda.
Kalau sudah menjadi pengacara TNI janganlah menganggap diri sebagai tim drafting
undang-undang," ucap Munir.
</TEXT>
</DOCUMENT>
</ROOT>

Anda mungkin juga menyukai