0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa atas berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul RHEUMATOID
FACTOR. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih atas informasi, saran, maupun
krirtik dari teman-teman dalam menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk keperluan tugas mata kuliah “ KESEHATAN DAN
KELESAMATAN KERJA ( K3 ) “ dari kampus. Semoga makalah ini dapat berguna
dan bermanfaat untuk dan bagi pembaca. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
karena itu saya sangat membutuhkan saran dan kritik dari pembaca untuk
membangun makalah ini lagi.
PENULIS
1
DAFTAR ISI.
BAB I PENDAHULUAN.
TUJUAN .................................................................................................................................. 3
BAB II ISI
Pengertian Rheumaoid Factor .................................................................................................. 4
Kesimpulan .................................................................................................................... 16 - 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dewasa ini perkembangan dan kemajuan yang pesat dalam segala macam
bidang teknologi, khususnya imunologi serologi dan molekuler, dikembangkan untuk
menerangkan dan menegakkan diagnosa berbagai macam penyakit. Salah satunya
pemeriksaan Rheumatoid Faktor (RF) untuk mendiagnosa penyakit Rheumatoid
arthritis.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Rheumatoid Factor?
2. Bagaimana Pra Analitik, Analitik, dan Pasca Analitik permariksaan
Rheumatoid Factor?
TUJUAN
1. Mengetahui apa itu Rheumatodi factor.
2. Mengetahui Pra Analitik, Analitik, dan Pasca Analitik pada permariksaan
Rheumatoid Factor.
3
BAB II
ISI
RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang sangat
tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan
kemungkinan komplikasi sistemik.
B. Nilai Rujukan
4
“ PEMERIKSAAN RHEUMATOID FACTOR ”
Tujuan Pemeriksaan :
Tes ini diperuntukkan pengecekan kwalitatif serta penentuan semi-kwantitatif
dari Rheumatoid Factor (RF) di dalam serum dan sebagai bantuan dalam diagnosis dari
radang sendi reumatik.
PRA ANALITIK.
PERSIAPAN PASIEN
Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-
analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang
hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup
variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi,
kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis
kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian.
Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel
biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme biologis pasien harus
selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.
5
Volume mencukupi
Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak
berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)
Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa.
Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok,
dsb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum
alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil
laboratorium.
1. Peralatan
Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
bersih, kering
tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan
volume spesimen
2. Antikoagulan
6
3. Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen
Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic,
atau vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau
transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula
Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri
brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha).
4. Waktu Pengambilan
Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan.
5. PENGAMBILAN SPESIMEN
7
6. Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :
IDENTIFIKASI SPESIMEN
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus
dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi
pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada
wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya
memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan.
Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.
Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda
khusus pada label dan formulir permintaan laboratorium.
8
PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM
PENANGANAN SPESIMEN
Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli
label
PENYIMPANAN SPESIMEN
Tindakan Pencegahan
10
Meskipun serum kontrol yang tersedia dalam tes kit RF telah diuji oleh
metode resmi FDA tentang antigen kemunculan hepatitis B dan antibodi HTLV-III
yang telah non reaktif, semua produk serum manusia dan spesimen pasien, harus
dianggap berpotensi berbahaya dan harus ditangani dengan cara yang sama seperti
menangani agen yang terinfeksi. Sodium azide pengawet bisa bereaksi pada pipa
ledeng dan menyebabkan ledakan metal oxides. Untuk membuangnya, siram dengan
banyak air untuk mencegah penumpukkan metal azide.
Pengumpulan Spesimen
Tes ini harus diujikan pada serum. Jangan menggunakan plasma karena
fibrinogen dapat mengakibatkan aglutinasi non spesifik pada partikel latex.
Kontaminasi bakterial yang parah juga bisa mengakibatkan aglutinasi positif semu.
Serum lipemic secara tegas jangan diujikan karena kemungkinan reaksi
nonspesifiknya.
ANALITIK
PROSEDUR
Metode I (Pengecekan)
1. Reagen dan contoh serum harus mencapai suhu ruangan terlebih dahulu.
2. Campur perlahan reagen latex RF, kosongkan isi dropper kemudian isi kembali,
kemudian masukkan satu tetes kedalam glass side. Tambahkan satu tetes serum
pasien yang telah diencerkan dengan menggunakan pipet disposable kedalam glass
side. Campur keduanya dengan ujung pipet yang berbentuk sendok.
4. Masing-masing kontrol negatif dan positif harus dikerjakan sesuai dengan seri dari
serum tes. Kontrol-kontrol yang disediakan harus digunakan secara tepat sesuai
langkah 1-3 di atas, kecuali mereka digunakan tanpa pengenceran lebih lanjut, karena
telah disediakan dropper-tip, maka pipet untuk menuang tidak dibutuhkan lagi.
5. Bandingkan reaksi dari serum tes terhadap RF positif dan serum kontrol
negatif.
11
Metode II (semi kwalitatif)
2. Masukkan masing-masing satu tetes kontrol negatif dan positif kedalam slide.
(Jangan melarutkan serum kontrol positif RF untuk perbandingan atau tujuan lain
sebagaimana tidak ada korelasi yang terjadi antara titer aktual kontrol dengan titer
serum yang tidak diketahui).
3. Ulangi langkah 1-5 dari metode 1 kecuali sampel-sampel baru ini akan digunakan.
Hasil
Aglutinasi dari suspensi partikel latex merupakan hasil positif.
(Pengelompokan yang dapat dilihat muncul dalam waktu 3 menit.) Serum yang
bereaktif lemah menghasilkan butiran-butiran yang sangat halus atau pengelompokan
parsial. Hasil harus dibaca dalam jangka 3 menit, karena reaksi non spesifik dapat
terjadi setelah periode waktu yang ditentukan.
Serum yang positif dalam tes pengecekan harus dites ualng dalam tes titrasi
untuk menghasilkan sebuah verifikasi untuk penginterpretasian garis batas.
Pengenceran terbesar dari sampel tes yang menunjukkan aglutinasi dianggap sebagai
nilai akhir. Pengalian dari faktor pengenceran dengan 20IU/ml akan menghasilkan
level perkiraan dari RF. Tabel berikut ini hanya ditampilkan sebagai contoh dari
penentuan konsentrasi RF dalam serum.
12
PEMBAHASAN
Ringkasan
Radang sendi reumatik adalah penyakit sistemik kronis, yang mana umumnya
memiliki gejala: pembengkakan dan rasa sakit pada persendian, inflamasi, proses
degeneratif pada tulang rawan, membran synovial, atau pada otot. Umumnya
penyakit ini mulai menyerang orang dewasa di usia 30 – 40an. Sementara ini belum
ditemukan penyembuhan spesifiknya, terapi dini membantu menghentikan atau
meminimalisir kerusakan permanen pada sendi. Untuk alasan ini, diagnosis yang jitu
menjadi hal yang penting.
Salah satu ciri radang sendi reumatik adalah munculnya sekumpulan protein
yang reaktif di dalam darah dan cairan synovial yang secara kolektif dikenal sebagai
Rheumatoid factors. Mereka adalah macroglobulins yang memiliki 1 juta berat
molecular.Menurut pendapat para penyelidik, RF adalah antibodi yang diarahkan
untuk melawan gamma globulin manusia yang dibedakan. RF ditemukan pada 70 –
100% kasus dari radang sendi reumatik yang mana keakuratannya bergantung pada
prosedur tes yang dipakai untuk mendeteksi RF. Karena efek RF yang menyebar luas,
kemunculannya merupakan kriteria laboratoris yang berguna untuk diagnosa dari
kasus yang dicurigai adanya radang sendi reumatis. Sebagai perbandingan adanya RF
dalam penyakit osteoarthritis atau demam reumatik secara berturut-turut kurang dari
2% dan 3%. Harus dicatat bahwa penyebaran RF telah dilaporkan dalam penyakit-
penyakit non-reumatik seperti pulmonary tuberculosis, bakterial endocarditis, syphilis
dan pada penyakit yang lain. Adanya kejadian RF yang signifikan juga dialami oleh
kelompok lansia.
Kadar relatif atas kehalusan reagen RF itu sendiri harus diperhitungkan dan
dimasukkan dalam pembacaaan hasil. Jika hasil yang diindikasikan, dengan
menggunakan positif dan negatif tidak didapat, maka tes kit RF DALF jangan
digunakan.
13
Keterbatasan Prosedur
Kekuatan aglutinasi dalam tes pengecekan tidak bersifat indikatif dari titer aktual RF.
Waktu reaksi yang lebih dari 3 menit dapat menghasilkan reaksi positif yang nampak
semu, ini karena efek pengeringannya.
Serum lipemic atau yang telah terkontaminasi dapat dengan menghasilkan reaksi
positif semu.
Performa dari uji RF DALF telah dibandingkan dengan tes dari perusahaan lain
dalam uji klinis. Uji RF Dalf dinyatakan memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas
95%.
Masalah Klinis
PENINGKATAN KADAR : rematik arthritis, LE, dermatomiositis, scleroderma,
mononucleosis infeksiosa, leukemia, tuberculosis, sarkoidosis, sirosis hati, hepatitis,
sifilis, infeksi kronis, lansia.
Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah telah
terjadi pemulihan klinis.
Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit
kolagen, kanker, sirosis hati.
Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita penyakit
apapun.
14
Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji skrining ini,
temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang terdapat dalam
status klinis pasien.
PASCA ANALITIK
Interpretasi Hasil
Melakukan test pada setiap pengenceran sesuai dengan prosedur kualitatif sampai
tidak ada aglutinasi yang terlihat. Konsentrasi RF kemudian dapat dihitung dari
pengenceran terakhir yang ada aglutinasi.
RF (IU/ml) = pengenceran tertinggi reaksi positif x sensitivitas reagen (8,0 IU/ml)
Pembacaan Hasil
Cara pembacaan dari pemeriksaan Rheumatoid faktor secara aglutinasi latex:
A B
15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Antigen X yang masuk kedalam sendi akan diproses oleh beberapa sel
immunokompeten dari sinovia sendi sehingga merangsang pembentukan antibody
terhadap antigen tersebut. Antibodi yang dibentuk dalam beberepa sendi ini terutama
adalah dari kelas IgG walaupun kelas antibody yang lain juga terbentuk. Pada
beberapa penderita dengan arthritis rheumatoid, secara genetic didapatkan adanya
kelainan dari sel limposit T-supresornya sehingga tidak dapat menekan sel limposit
T-helper dengan akibat timbulnya rangsangan berlebihan pada sel plasma sehingga
terjadi pembentukan antibody yang berlebihan pula.
Dalam jangka waktu yang lama hal ini dapat menyebabkan gangguan glikosilasi
IgG sehingga terbentuk IgG yang abnormal, dan menimbulkan pembentukan auto
antibody yang dikenal sebagai factor rematoid (IgG,IgA,IgE, dan IgM anti-IgG). IgG
yang abnormal tersebut akan difagositosis oleh magrofag atau APC yang lain. Di
dalam APC, IgG tersebut akan dproses namun pada orang normal tidak menimbulkan
respons imun sebab bahan yang berasal dari tubuh sendiri tidak dapat membangkitkan
molekul konstimulatoris B7 pada permukaan APC sehingga tak dapat terikat pada
molekul konstimulatoris CD28.
Pada penderita RA, oleh karena HLA-nya, terjadi peningkatan kadar molekul B7-
1 dan B7-2, sehingga dapat mengikat molekul CD28, dan menimbulkan respons imun
CD4 Th2 yang menghasilkan otoantibodi, yaitu IgG atau factor rheumatoid. Umunya
FR baru terbentuk setelah panderita menderita penyakit lebih dari 6 bulan, tetapi
dapat pula terjadi lebih awal atau sesudah waktu yang lama. Dalam tahap selanjutnya
antibody tersebut (terutama IgG) akan mengadakan ikatan dengan antigen X dalam
bentuk kompleks IgG-antigen X atau dengan IgG sendiri dalam bentuk kompleks
IgG-IgG. Kompleks imun yang terjadi akan mengaktifkan komplemen , dan
menimbulkan kemotaksin yang menarik lekosit PMN ketempat proses. PMN ini akan
mengadakan fagositosis kompleks imun tersebut, dan mengalami kerusakan atau mati
dengan akibat pengeluaran enzim lysosin yang dapat merusak tulang rawan sendi.
Pengendapan kompleks imun yang disertai komplemen pada dinding sendi juga
dapat menyebabkan kerusakan sendi. Beberapa peneliti melaporkan bahwa jaringan
sinovia sendi (sel dendritik abnormal) yang mengalami arthritis rematoid
16
mengeluarkan enzim collagenase dalam jumalah yang cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan tulang rawan sendi yang tak dapat pulih lagi (irreversible).
Metode : Tes RF berdasarkan atas reaksi aglutinasi antara FR pada pasien atau serum
kontrol dengan IgG manusia yang dilekatkan pada partikel lateks polistyrene.
Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya aglutinasi partikel lateks pada petak-petak
slide yang dapat dilihat dengan jelas.
DAFTAR PUSTAKA :
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/10/pemeriksaan-faktor-rematoid-reumatoid.html
http://ahmadihwan.blogspot.com/
www.jafarelmediatics.com/download.php?id=80
17