Anda di halaman 1dari 18

DISUSUN OLEH :

FARIDA FRANSISCA SIHOTANG


NIM : 20112033
PRODI : D-IV ANALIS KESEHATAN

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa atas berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul RHEUMATOID
FACTOR. Tak lupa saya mengucapkan terima kasih atas informasi, saran, maupun
krirtik dari teman-teman dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk keperluan tugas mata kuliah “ KESEHATAN DAN
KELESAMATAN KERJA ( K3 ) “ dari kampus. Semoga makalah ini dapat berguna
dan bermanfaat untuk dan bagi pembaca. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
karena itu saya sangat membutuhkan saran dan kritik dari pembaca untuk
membangun makalah ini lagi.

Demikian sepatah kata yang dapat saya ucapkan. Terima kasih.

KEDIRI, 17 APRIL 2013

PENULIS

Farida Fransisca Sihotang


NIM : 20112033

1
DAFTAR ISI.

Kata Pengantar ....................................................................................................................... 1


Daftar isi .................................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN.

LATAR BELAKANG .............................................................................................................3

Rumusan masalah ....................................................................................................................3

TUJUAN .................................................................................................................................. 3

BAB II ISI
Pengertian Rheumaoid Factor .................................................................................................. 4

PRA ANALITIK, ANALITIK, PASCA ANALITIK ......................................................... 5-15

BAB III PENUTUP

Kesimpulan .................................................................................................................... 16 - 17

Daftar Pustaka ........................................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Dewasa ini perkembangan dan kemajuan yang pesat dalam segala macam
bidang teknologi, khususnya imunologi serologi dan molekuler, dikembangkan untuk
menerangkan dan menegakkan diagnosa berbagai macam penyakit. Salah satunya
pemeriksaan Rheumatoid Faktor (RF) untuk mendiagnosa penyakit Rheumatoid
arthritis.

RF adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan molekul IgG (Widmann,


1995). Sebagaimana ditunjukkan namanya, RF terutama dipakai untuk mendiagnosa
dan memantau rheumatoid arthritis (Sacher, 2004). Semua penderita dengan
Rheumatoid Arthritis (RA) menunjukkan antibodi terhadap IgG yang disebut faktor
rheumatoid atau antiglobulin (Roitt, 1985). Rheumatoid arthritis sendiri merupakan
suatu penyakit sistemik kronis yang ditandai dengan peradangan ringan jaringan
penyambung. Sekitar 80-85% penderita RA mempunyai autoantibodi yang dikenal
dengan nama Rheumatoid faktor dalam serumnya dan menunjukkan RF positif.
Faktor ini merupakan suatu faktor anti-gammaglobulin. Kadar RF yang sangat tinggi
menandakan prognosis buruk dengan kelainan sendi yang berat dan kemungkinan
komplikasi sistemik. (Price, 1999 dan Widmann, 1995)

RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Rheumatoid Factor?
2. Bagaimana Pra Analitik, Analitik, dan Pasca Analitik permariksaan
Rheumatoid Factor?

TUJUAN
1. Mengetahui apa itu Rheumatodi factor.
2. Mengetahui Pra Analitik, Analitik, dan Pasca Analitik pada permariksaan
Rheumatoid Factor.

3
BAB II
ISI

A. Pengertian Rheumaoid Factor

Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi


dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum, maka
RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui pasti,
walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG memegang
peranan yang penting pada rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-
penyakit lain dengan RF positif. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga
berupa IgG atau IgA.

RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang sangat
tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan
kemungkinan komplikasi sistemik.

RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma,


dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF pada
rematik arthritis. Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada penyakit non-
imunologis dan orang tua (di atas 65 tahun). Uji RF tidak digunakan untuk
pemantauan pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap positif, walaupun
telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk
peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi RA sering
digunakan tes CRP dan ANA.

Uji RF untuk serum penderita diperiksa dengan menggunakan metode latex


aglutinasi.

B. Nilai Rujukan

DEWASA : penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk keadaan


rheumatoid arthritis dan penyakit lain; > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.

ANAK : biasanya tidak dilakukan


LANSIA : sedikit meningkat
*Nilai rujukan mungkin bisa berbeda untuk tiap laboratorium, tergantung metode
yang digunakan.

4
“ PEMERIKSAAN RHEUMATOID FACTOR ”

Tujuan Pemeriksaan :
Tes ini diperuntukkan pengecekan kwalitatif serta penentuan semi-kwantitatif
dari Rheumatoid Factor (RF) di dalam serum dan sebagai bantuan dalam diagnosis dari
radang sendi reumatik.

Metode : REAKSI AGLUTINASI

PRA ANALITIK.

PERSIAPAN PASIEN

Persiapan pasien dimulai saat seorang dokter merencanakan pemeriksaan


laboratorium bagi pasien. Dokter dibantu oleh paramedis diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai tindakan apa yang akan dilakukan, manfaat dari
tindakan itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang
diberikan harus jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru
bagi pasien. Pemilihan jenis tes yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan kondisi
klinis pasien akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Ketaatan pasien akan
instruksi yang diberikan oleh dokter atau paramedis sangat berpengaruh terhadap
hasil laboratorium; tidak diikutinya instruksi yang diberikan akan memberikan
penilaian hasil laboratorium yang tidak tepat. Hal yang sama juga dapat terjadi bila
keluarga pasien yang merawat tidak mengikuti instruksi tersebut dengan baik.

Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-
analitik yang dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang
hampir tidak dapat diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup
variabel fisik pasien, seperti latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi,
kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis
kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi, pasca donasi, pasca operasi, ketinggian.
Karena variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa variabel
biokimia dan hematologi, maka gaya hidup individu dan ritme biologis pasien harus
selalu dipertimbangkan sebelum pengambilan sampel.

PERSIAPAN PENGUMPULAN SPESIMEN

Spesimen yang akan diperiksa laboratorium haruslah memenuhi persyaratan sebagai


berikut :

 Jenisnya sesuai jenis pemeriksaan

5
 Volume mencukupi

 Kondisi baik : tidak lisis, segar/tidak kadaluwarsa, tidak berubah warna, tidak
berubah bentuk, steril (untuk kultur kuman)

 Pemakaian antikoagulan atau pengawet tepat

 Ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat

 Identitas benar sesuai dengan data pasien

Sebelum pengambilan spesimen, periksa form permintaan laboratorium. Identitas


pasien harus ditulis dengan benar (nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis,
dsb) disertai diagnosis atau keterangan klinis. Periksa apakah identitas telah ditulis
dengan benar sesuai dengan pasien yang akan diambil spesimen.

Tanyakan persiapan yang telah dilakukan oleh pasien, misalnya diet, puasa.
Tanyakan juga mengenai obat-obatan yang dikonsumsi, minum alkohol, merokok,
dsb. Catat apabila pasien telah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minum
alkohol, pasca transfusi, dsb. Catatan ini nantinya harus disertakan pada lembar hasil
laboratorium.

1. Peralatan
Peralatan yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

 bersih, kering

 tidak mengandung deterjen atau bahan kimia

 terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-zat dalam spesimen

 sekali pakai buang (disposable)

 steril (terutama untuk kultur kuman)

 tidak retak/pecah, mudah dibuka dan ditutup rapat, ukuran sesuai dengan
volume spesimen

2. Antikoagulan

Antikoagulan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah pembekuan


darah. Jenis antikoagulan yang dipergunakan harus disesuaikan dengan jenis
pemeriksaan yang diminta. Volume darah yang ditambahkan juga harus tepat.

6
3. Pemilihan Lokasi Pengambilan Spesimen

Tentukan lokasi pengambilan spesimen sesuai dengan jenis spesimen yang


diperlukan, seperti :

 Darah vena umumnya diambil dari vena lengan (median cubiti, vena cephalic,
atau vena basilic). Tempat pengambilan tidak boleh pada jalur infus atau
transfusi, bekas luka, hematoma, oedema, canula, fistula

 Darah arteri umumnya diambil dari arteri radialis (pergelangan tangan), arteri
brachialis (lengan), atau arteri femoralis (lipat paha).

4. Waktu Pengambilan
Penentuan waktu pengambilan spesimen penting untuk diperhatikan.

 Umumnya pengambilan dilakukan pada waktu pagi (ideal)

5. PENGAMBILAN SPESIMEN

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :

1. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan


dengan benar sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada.
2. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.
o Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas),
jangan ada yang menempel pada bagian luar tabung untuk
menghindari bahaya infeksi.
o Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri
untuk mencegah spesimen tumpah.
o Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-
hal seperti berikut :
 Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah
sampling.
 Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-
lahan agar tidak terjadi hemolisis.
 Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang
ditambahkan tidak keliru.
 Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan
dengan lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung
keras-keras agar tidak hemolisis.

7
6. Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :

1. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :


o Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat
o pH menurun, hemokonsentrasi
o PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin
jaringan ke dalam sirkulasi darah
2. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat,
sedangkan pH menurun
3. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan
:
o trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang
o kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat
4. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :
o natrium meningkat pada infus saline
o kalium meningkat pada infus KCl
o glukosa meningkat pada infus dextrose
o PPT, APTT memanjang pada infus heparine.
o kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit,
eritrosit menurun pada semua jenis infus
5. Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau
keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
6. Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat,
aminotransferase, LDH, fosfatase asam total

IDENTIFIKASI SPESIMEN

Pemberian identitas pasien dan atau spesimen adalah tahapan yang harus
dilakukan karena merupakan hal yang sangat penting. Pemberian identitas meliputi
pengisian formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dan pemberian label pada
wadah spesimen. Keduanya harus cocok sama. Pemberian identitas ini setidaknya
memuat nama pasien, nomor ID atau nomor rekam medis serta tanggal pengambilan.
Kesalahan pemberian identitas dapat merugikan.
Untuk spesimen berisiko tinggi (HIV, Hepatitis) sebaiknya disertai tanda
khusus pada label dan formulir permintaan laboratorium.

8
PENGIRIMAN SPESIMEN KE LABORATORIUM

Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.

1. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah


memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing
pemeriksaan.
2. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.
3. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang
lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan
sudah sama.
4. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman
spesimen ke laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah
pengambilan spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan
fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan.

PENANGANAN SPESIMEN

 Identifikasi dan registrasi spesimen

 Seluruh spesimen harus diperlakukan sebagai bahan infeksius

 Patuhi cara pengambilan spesimen dan pengisian tabung yang benar

 Gunakan sentrifus yang terkalibrasi

 Segera pisahkan plasma atau serum dari darah dalam tabung lain, tempeli
label

 Segera distribusikan spesimen ke ruang pemeriksaan

PENYIMPANAN SPESIMEN

 Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen


akan dikirim ke laboratorium lain

 Lama penyimpanan harus memperhatikan, jenis pemeriksaan, wadah dan


stabilitasnya

 Hindari penyimpanan whole blood di refrigerator

 Sampel yang dicairkan (setelah dibekukan) harus dibolak-balik beberapa kali


dan terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa.

 Simpan sampel untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan


9
 Menyimpan spesimen dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -
20ºC, -70ºC atau -120ºC jangan sampai terjadi beku ulang.

 Untuk jenis pemeriksaan yang menggunakan spesimen plasma atau serum,


maka plasma atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan.

 Memberi bahan pengawet pada spesimen

 Menyimpan formulir permintaan lab di tempat tersendiri

Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan :


 Imunologi : 1 minggu dalam referigerator.

Prinsip Permeriksaan Rheumatoid Factor.

Berdasarkan reaksi imunologi antara rheumatoid factor didalam serum yang


berhubungan dengan IgG ( imunoglobulin G ) yang telah dilekatkan pada partikel
latex yang pembacaan hasilnya dalam bentuk aglutinasi yang dapat diamati secara
langsung.

Material yang Disediakan


RF reagen latex: suspensi dari partikel latex polystyrene yang dibalut IgG
manusia dalam buffer dan 0.1% sodium azide.
RF kontrol positif: serum manusia yang mengandung lebih dari 20 IU/ml RF dan
0.1% sodium.
RF kontrol negatif: serum manusia yang mengandung 0.1% sodium azide sebagai
pengawet.
Glycine-saline buffer (20x) concentrate: yang harus diencerkan 1:20 dengan air
yang disuling. Pipet disposable secukupnya dan kartu tes.
Alat tambahan: tuba tes 12 x 75 mm, alat penentu waktu, dan pipet serologis.

Penyimpanan dan Stabilitas


Simpan reagen pada suhu 2 - 8˚C saat tidak digunakan
JANGAN DIBEKUKAN
Sebelum digunakan reagen dan kontrol harus mencapai suhu ruangan.
Tanggal kadaluarsa tercantum pada label kit dan pada setiap vial
Indikasi biologis dan instabilitas produk dibuktikan oleh reaksi tidak wajar dari
reagen latex yang sesuai dengan kontrol positif dan negatif.

Tindakan Pencegahan

Produk ini hanya untuk penggunaan in-vitro diagnostic.

10
Meskipun serum kontrol yang tersedia dalam tes kit RF telah diuji oleh
metode resmi FDA tentang antigen kemunculan hepatitis B dan antibodi HTLV-III
yang telah non reaktif, semua produk serum manusia dan spesimen pasien, harus
dianggap berpotensi berbahaya dan harus ditangani dengan cara yang sama seperti
menangani agen yang terinfeksi. Sodium azide pengawet bisa bereaksi pada pipa
ledeng dan menyebabkan ledakan metal oxides. Untuk membuangnya, siram dengan
banyak air untuk mencegah penumpukkan metal azide.

Pengumpulan Spesimen

Tes ini harus diujikan pada serum. Jangan menggunakan plasma karena
fibrinogen dapat mengakibatkan aglutinasi non spesifik pada partikel latex.
Kontaminasi bakterial yang parah juga bisa mengakibatkan aglutinasi positif semu.
Serum lipemic secara tegas jangan diujikan karena kemungkinan reaksi
nonspesifiknya.

Spesimen segar yang akan digunakan sebagai RF dalam pelaksanaan


pengujian adalah spesimen labil. Jika pengujiannya ditunda, maka spesimen harus
disimpan dalam tempat dingin (kalau perlu dibekukan).

 ANALITIK

PROSEDUR
Metode I (Pengecekan)
1. Reagen dan contoh serum harus mencapai suhu ruangan terlebih dahulu.

2. Campur perlahan reagen latex RF, kosongkan isi dropper kemudian isi kembali,
kemudian masukkan satu tetes kedalam glass side. Tambahkan satu tetes serum
pasien yang telah diencerkan dengan menggunakan pipet disposable kedalam glass
side. Campur keduanya dengan ujung pipet yang berbentuk sendok.

3. Rotasikan selama 3 menit untuk mengamati pengelompokan makrokospik dengan


menggunakan pencahayaan miring yang tidak langsung.

4. Masing-masing kontrol negatif dan positif harus dikerjakan sesuai dengan seri dari
serum tes. Kontrol-kontrol yang disediakan harus digunakan secara tepat sesuai
langkah 1-3 di atas, kecuali mereka digunakan tanpa pengenceran lebih lanjut, karena
telah disediakan dropper-tip, maka pipet untuk menuang tidak dibutuhkan lagi.

5. Bandingkan reaksi dari serum tes terhadap RF positif dan serum kontrol
negatif.

11
Metode II (semi kwalitatif)

Reagen latex tes RF DALF juga cocok untuk tujuan titrasi


1. Serum yang akan dititrasi harus diencerkan secara berturut-turut (1:2, 1:4, dst), di
dalam buffer glycinesaline yang telah diencerkan, hasilkan 5 tuba atau lebih.
Lanjutkan pengenceran hingga hasil akhir dapat diperoleh (misalnya satu
pengenceran menunjukkan hasil positif dengan pengenceran berikut memberikan
hasil negatif).

2. Masukkan masing-masing satu tetes kontrol negatif dan positif kedalam slide.
(Jangan melarutkan serum kontrol positif RF untuk perbandingan atau tujuan lain
sebagaimana tidak ada korelasi yang terjadi antara titer aktual kontrol dengan titer
serum yang tidak diketahui).

3. Ulangi langkah 1-5 dari metode 1 kecuali sampel-sampel baru ini akan digunakan.

Hasil
Aglutinasi dari suspensi partikel latex merupakan hasil positif.
(Pengelompokan yang dapat dilihat muncul dalam waktu 3 menit.) Serum yang
bereaktif lemah menghasilkan butiran-butiran yang sangat halus atau pengelompokan
parsial. Hasil harus dibaca dalam jangka 3 menit, karena reaksi non spesifik dapat
terjadi setelah periode waktu yang ditentukan.

Serum yang positif dalam tes pengecekan harus dites ualng dalam tes titrasi
untuk menghasilkan sebuah verifikasi untuk penginterpretasian garis batas.
Pengenceran terbesar dari sampel tes yang menunjukkan aglutinasi dianggap sebagai
nilai akhir. Pengalian dari faktor pengenceran dengan 20IU/ml akan menghasilkan
level perkiraan dari RF. Tabel berikut ini hanya ditampilkan sebagai contoh dari
penentuan konsentrasi RF dalam serum.

Spesimen yang sebenarnya akan memiliki konsentrasi RF lebih tinggi/ rendah


dari level yang terindikasi dalam tabel ini.

Pengenceran Konsentrasi ( IU/ml )


1:1 20
1:2 40
1:4 80
1:8 160
1:16 320
1:32 640

12
PEMBAHASAN

Ringkasan
Radang sendi reumatik adalah penyakit sistemik kronis, yang mana umumnya
memiliki gejala: pembengkakan dan rasa sakit pada persendian, inflamasi, proses
degeneratif pada tulang rawan, membran synovial, atau pada otot. Umumnya
penyakit ini mulai menyerang orang dewasa di usia 30 – 40an. Sementara ini belum
ditemukan penyembuhan spesifiknya, terapi dini membantu menghentikan atau
meminimalisir kerusakan permanen pada sendi. Untuk alasan ini, diagnosis yang jitu
menjadi hal yang penting.

Salah satu ciri radang sendi reumatik adalah munculnya sekumpulan protein
yang reaktif di dalam darah dan cairan synovial yang secara kolektif dikenal sebagai
Rheumatoid factors. Mereka adalah macroglobulins yang memiliki 1 juta berat
molecular.Menurut pendapat para penyelidik, RF adalah antibodi yang diarahkan
untuk melawan gamma globulin manusia yang dibedakan. RF ditemukan pada 70 –
100% kasus dari radang sendi reumatik yang mana keakuratannya bergantung pada
prosedur tes yang dipakai untuk mendeteksi RF. Karena efek RF yang menyebar luas,
kemunculannya merupakan kriteria laboratoris yang berguna untuk diagnosa dari
kasus yang dicurigai adanya radang sendi reumatis. Sebagai perbandingan adanya RF
dalam penyakit osteoarthritis atau demam reumatik secara berturut-turut kurang dari
2% dan 3%. Harus dicatat bahwa penyebaran RF telah dilaporkan dalam penyakit-
penyakit non-reumatik seperti pulmonary tuberculosis, bakterial endocarditis, syphilis
dan pada penyakit yang lain. Adanya kejadian RF yang signifikan juga dialami oleh
kelompok lansia.

Prosedur Kontrol Kualitas


Biasanya dalam satu menit:
 kontrol positif akan menghasilkan aglutinasi terhadap background yang jernih.
 Kontrol negatif tidak akan menghasilkan aglutinasi. Ini harus digunakan
sebagai dasar perbandingan .

Kadar relatif atas kehalusan reagen RF itu sendiri harus diperhitungkan dan
dimasukkan dalam pembacaaan hasil. Jika hasil yang diindikasikan, dengan
menggunakan positif dan negatif tidak didapat, maka tes kit RF DALF jangan
digunakan.

13
Keterbatasan Prosedur
Kekuatan aglutinasi dalam tes pengecekan tidak bersifat indikatif dari titer aktual RF.
Waktu reaksi yang lebih dari 3 menit dapat menghasilkan reaksi positif yang nampak
semu, ini karena efek pengeringannya.

Serum lipemic atau yang telah terkontaminasi dapat dengan menghasilkan reaksi
positif semu.

Karakteristik Pelaksanaan Spesifik

Kepentingan klinis dari penentuan RF terdiri dari pembedaan antara radang


sendi reumatik, yang mana telah muncul dalam serum hingga kurang lebih 80% dari
kasus yang diperiksa, dengan demam reumatik yang mana RF hampir tidak ada. Tes
RF lebih sering positif dalam proses aktif dari durasi yang lebih tinggi, daripada
dalam penyakit yang kurang aktif atau masih dalam tahap dini.

RF terkadang ditemukan di dalam serum pasien dengan polyarteritis nodosa


systemic lupus erythematosus, dan di berbagai penyakit inflamasi kronis seperti TBC,
lepra, syphilis, dan bacterial endocarditis. Serum ini telah diuji dari penyakit-penyakit
tersebut dan menunjukkan reaksi positif sekita 6% dari kasus yang diujikan. Sekitar
3.5% dari pasien yang diketahui reumatik tidak bereaksi pada tes pengujian,
sebaliknya 2% dari serum pra individu yang kelihatannya sehat justru memberikan
reaksi RF positif.

Performa dari uji RF DALF telah dibandingkan dengan tes dari perusahaan lain
dalam uji klinis. Uji RF Dalf dinyatakan memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas
95%.

Masalah Klinis
PENINGKATAN KADAR : rematik arthritis, LE, dermatomiositis, scleroderma,
mononucleosis infeksiosa, leukemia, tuberculosis, sarkoidosis, sirosis hati, hepatitis,
sifilis, infeksi kronis, lansia.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah telah
terjadi pemulihan klinis.
 Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti penyakit
kolagen, kanker, sirosis hati.
 Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita penyakit
apapun.

14
 Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji skrining ini,
temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan bukti yang terdapat dalam
status klinis pasien.

PASCA ANALITIK

Interpretasi Hasil

 Positif : terjadi aglutinasi


 Negatif : tidak terjadi aglutinasi

 Prosedur secara semi kuantitatif


Menyiapkan pengenceran sample dengan pengencer 2 bagian sesuai dengan tabel
berikut ini:

Pengenceran Konsentrasi ( IU/ml )


1:1 20
1:2 40
1:4 80
1:8 160
1:16 320
1:32 640

Melakukan test pada setiap pengenceran sesuai dengan prosedur kualitatif sampai
tidak ada aglutinasi yang terlihat. Konsentrasi RF kemudian dapat dihitung dari
pengenceran terakhir yang ada aglutinasi.
RF (IU/ml) = pengenceran tertinggi reaksi positif x sensitivitas reagen (8,0 IU/ml)

Pembacaan Hasil
Cara pembacaan dari pemeriksaan Rheumatoid faktor secara aglutinasi latex:

A B

Gambar 1. Reaksi positif dan negatif pada slide test


A: Reaksi positif bila terjadi aglutinasi
B. Reaksi negatif bila campuran keruh seperti susu
Jika terjadi hasil yang meragukan pada pemeriksaan, diulangi dan dibandingkan
dengan kontrol positif dan negatif.

15
BAB III
PENUTUP

 KESIMPULAN

Pemeriksaan Faktor Rematoid - Reumatoid Factor (RF)

Antigen X yang masuk kedalam sendi akan diproses oleh beberapa sel
immunokompeten dari sinovia sendi sehingga merangsang pembentukan antibody
terhadap antigen tersebut. Antibodi yang dibentuk dalam beberepa sendi ini terutama
adalah dari kelas IgG walaupun kelas antibody yang lain juga terbentuk. Pada
beberapa penderita dengan arthritis rheumatoid, secara genetic didapatkan adanya
kelainan dari sel limposit T-supresornya sehingga tidak dapat menekan sel limposit
T-helper dengan akibat timbulnya rangsangan berlebihan pada sel plasma sehingga
terjadi pembentukan antibody yang berlebihan pula.

Dalam jangka waktu yang lama hal ini dapat menyebabkan gangguan glikosilasi
IgG sehingga terbentuk IgG yang abnormal, dan menimbulkan pembentukan auto
antibody yang dikenal sebagai factor rematoid (IgG,IgA,IgE, dan IgM anti-IgG). IgG
yang abnormal tersebut akan difagositosis oleh magrofag atau APC yang lain. Di
dalam APC, IgG tersebut akan dproses namun pada orang normal tidak menimbulkan
respons imun sebab bahan yang berasal dari tubuh sendiri tidak dapat membangkitkan
molekul konstimulatoris B7 pada permukaan APC sehingga tak dapat terikat pada
molekul konstimulatoris CD28.

Pada penderita RA, oleh karena HLA-nya, terjadi peningkatan kadar molekul B7-
1 dan B7-2, sehingga dapat mengikat molekul CD28, dan menimbulkan respons imun
CD4 Th2 yang menghasilkan otoantibodi, yaitu IgG atau factor rheumatoid. Umunya
FR baru terbentuk setelah panderita menderita penyakit lebih dari 6 bulan, tetapi
dapat pula terjadi lebih awal atau sesudah waktu yang lama. Dalam tahap selanjutnya
antibody tersebut (terutama IgG) akan mengadakan ikatan dengan antigen X dalam
bentuk kompleks IgG-antigen X atau dengan IgG sendiri dalam bentuk kompleks
IgG-IgG. Kompleks imun yang terjadi akan mengaktifkan komplemen , dan
menimbulkan kemotaksin yang menarik lekosit PMN ketempat proses. PMN ini akan
mengadakan fagositosis kompleks imun tersebut, dan mengalami kerusakan atau mati
dengan akibat pengeluaran enzim lysosin yang dapat merusak tulang rawan sendi.

Pengendapan kompleks imun yang disertai komplemen pada dinding sendi juga
dapat menyebabkan kerusakan sendi. Beberapa peneliti melaporkan bahwa jaringan
sinovia sendi (sel dendritik abnormal) yang mengalami arthritis rematoid

16
mengeluarkan enzim collagenase dalam jumalah yang cukup banyak sehingga dapat
menyebabkan tulang rawan sendi yang tak dapat pulih lagi (irreversible).

Metode : Tes RF berdasarkan atas reaksi aglutinasi antara FR pada pasien atau serum
kontrol dengan IgG manusia yang dilekatkan pada partikel lateks polistyrene.
Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya aglutinasi partikel lateks pada petak-petak
slide yang dapat dilihat dengan jelas.

DAFTAR PUSTAKA :

Anonim, 2006, Rheumatoid (http://www.medicastore.com/


Gordon, N. F. 2002. Radang Sendi. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Harti, A. S. 2006. Imunologi Serologi II. Surakarta: Fakultas Biologi D III Analis
Kesehatan USB.
Mansjoer, A. dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta:
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Price, S. A. 1999. Patofisiologi 2, Jakarta: EGC.
Roit, I. M. 1985. Pokok-pokok Ilmu Kekebalan. Jakarta: EGC.
Sacher, R. A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Laboratorium. Jakarta: EGC.
Watts, H. D.1984. Terapi Medik. Jakarta: EGC.
Widmann, F. K.1995. Tinjauan Klinis Atas Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta:
EGC.

http://www.sodiycxacun.web.id/2010/10/pemeriksaan-faktor-rematoid-reumatoid.html

http://ahmadihwan.blogspot.com/

www.jafarelmediatics.com/download.php?id=80

17

Anda mungkin juga menyukai