Anda di halaman 1dari 6

IMPLEMENTING SKIN-TO-SKIN CONTACT FOR CESAREAN BIRTH

1. LATAR BELAKANG
Skin to skin (STS) segera setelah lahir memungkinkan meningkatkan hubungan
antara ibu dan bayinya dan meningkatkan keterikatan ibu-bayi. Keterikatan ini diperlukan
untuk kelangsungan hidup bayi yang baru lahir, dan secara natural telah menyediakan
aktivator biokimia yang berjalan ke otak untuk meningkatkan perilaku pengasuhan ibu.
Kontak kulit-ke-kulit adalah posisi bayi baru lahir yang telanjang (kecuali popok kecil) di
dada ibu tanpa pakaian, kemudian ditutupi dengan selimut hangat berlangsung pada
satu jam pertama setelah kelahiran.
Kontak STS antara ibu dan bayi baru lahir selama setidaknya satu jam setelah
melahirkan sekarang diakui sebagai perawatan postpartum yang optimal untuk kelahiran
vagina dan sesar (jika ibu tidak menerima anestesi umum). Pada awal 1981,
Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS membuat rekomendasi bahwa
para pimpinan di fasilitas perawatan kesehatan harus mengembangkan kebijakan dan
struktur fisik yang mencerminkan filosofi perawatan yang mendukung perkembangan
dan kebutuhan psikososial anak-anak dan keluarga. Sekitar waktu yang sama , sebuah
kelompok yang meneliti perawatan bersalin yang berpusat pada keluarga
merekomendasikan dan mengembangkan model perawatan bersalin di rumah sakit yang
berfokus pada sistem satu kamar yang berpusat pada keluarga baik keluarga yang
memiliki risiko tinggi atau rendah untuk meningkatkan perawatan bersalin yang berpusat
pada keluarga.
Pada tahun 2012 WHO telah merekomenadikan untuk melakukan Skin To Skin
Contact pada satu jam pertama setelah kelahiran untuk mencegah hipotermia dan
menigkatkan peran ibu dalam menyusui. Ibu harus melanjutkan kontak ini tanpa
pemisahan selama satu jam atau lebih lama kecuali ada alasan yang dapat dibenarkan
secara medis untuk menghentikan kontak ini. Setidaknya 50% ibu yang menjalani
kelahiran sesar dengan anestesi umum harus memasukkan bayi mereka ke dalam
kontak STS segera setelah mereka responsif dan sadar.
Namun dalam pelaksanaan kontak STS ibu-bayi di OR selama jam pertama
kehidupan mengalami kendala. Prosedur bedah sesar, efek samping anestesi regional,
dan lokasi kelahiran di OR juga menimbulkan tantangan yang dapat menghalangi kontak
STS.
Berdasarkan alasan itu Asosiasi Perawat Kesehatan Wanita, Kebidanan dan
Neonatal mengembangkan pedoman untuk mengelola wanita yang menjalani kelahiran
sesar. Panduan ini memberikan rekomendasi untuk :
- mengelola efek samping anestesi regional (mis. Mual, muntah, hipotensi,
lengan mati rasa).
- Mengurangi timbulnya efek samping ini dapat difasilitasi dengan kontak STS
baik di tempat tidur OR dan di unit perawatan postanesthesia (PACU).
- preloading IV dalam 20 hingga 30 menit sebelum operasi untuk memastikan
efisiensi optimal,
- cairan co-loading diberikan segera setelah memulai anestesi regional, dan
- mengelola hipotensi dari anestesi regional dengan efedrin atau fenilefrin.
- kepuasan ibu dengan pengalaman kelahirannya dan merekomendasikan
agar orang yang berada di OR, menjaga ibu dan bayi baru lahir bersama, dan
menyediakan kontak STS.

2. TREND/ISSUE/APLIKASI KEPERAWATAN MATERNITAS


Melaksanakan kontak STS di OR dapat bermanfaat bagi ibu beralin, bayi
baru lahir, staf kesehatan ibu-anak, dan lembaga perawatan karena dapat
memfasilitasi ibu untuk menyusui, mengurangi kecemasan ibu, dan berpotensi
meningkatkan kepuasan kerja perawaat dan peningkatan ibu yang melahirkan di
sebuah fasilitas. Dalam penelitian ini, 74% ibu mengalami kontak STS secara
perioperatif, jauh dari sasaran WHO dan UNICEF sebesar 80%. Strategi masa
depan untuk memenuhi tujuan ini dan meningkatkan kontak STS di tempat tidur OR
dan di PACU termasuk memulai diskusi dengan tim anestesi mengenai intervensi
untuk mengurangi mual dan nyeri ibu, mengembangkan peran perawat yang adekuat
dalam asesmen neonatal, dan mendidik dokter anak dan anggota keluarga tentang
praktik medis mengenai kontak STS untuk kelahiran sesar.
Sejumlah penelitian telah menyelidiki efek kontak STS pada ibu dan bayi baru
lahir, dan para peneliti telah mengidentifikasi banyak manfaat. Kontak STS dini telah
dikorelasikan dengan peningkatan angka dan durasi menyusui. Penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan menyusu yang efektif dalam satu jam pertama
kelahiran dapat difasilitasi dengan memposisikan bayi baru lahir sehingga mereka
dapat secara naluriah mendorong dagunya ke bagian bawah payudara ibu mereka
ketika mereka mendekati puting susu dan menempel saat menyusu. Kontak STS
meningkatkan perilaku menjadi ibu dalam tiga bulan pertama kehidupan, mengurangi
kecemasan ibu, dan dapat mengurangi risiko depresi pascapersalinan.
Dalam ulasan Cochrane 2012, Moore et al menemukan bahwa ibu lebih
mungkin untuk menyusui dalam satu sampai empat bulan pertama, dan cenderung
menyusui lebih lama, jika mereka memiliki kontak STS awal dengan bayi mereka.
Mereka menemukan bahwa bayi yang baru lahir mungkin memiliki hubungan awal
yang lebih positif dengan ibu mereka; lebih lanjut, tidak ada hasil negatif yang jelas
dikaitkan dengan kontak STS.
Dumas et al mempelajari efek dari membedung bayi yang baru lahir dan
kontak STS pada perilaku menjadi ibu. Hasil menggambarkan bahwa ibu-ibu yang
dipisahkan dari bayi mereka yang dibungkus untuk dua jam pertama menunjukkan
berkurangnya responsif afektif terhadap bayi mereka. Bayi baru lahir yang berada di
kamar bayi selama periode pascapersalinan lebih sulit bangun untuk disusui
daripada bayi baru lahir yang dirawat di rumah dengan ibu mereka, dan ibu yang
terpisah menunjukkan gerakan yang lebih kasar ketika mencoba untuk membuat
bayi baru lahir menempel pada puting selama menyusui dan Stimulasi kasar pada
bayi baru lahir. Pemisahan ibu dan bayi baru lahir untuk dua jam pertama setelah
kelahiran dapat menghilangkan perilaku dasar ibu-bayi yang penting untuk
kelangsungan hidup.
Frederick et al mengeksplorasi pengalaman ibu dengan kontak STS selama
dan segera setelah kelahiran sesar. Ibu melaporkan merasa sangat fokus pada bayi
baru lahir mereka selama kontak STS, ditenangkan selama kontak STS, dan percaya
bahwa bayi mereka sama-sama tenang. Velandia dkk membandingkan interaksi
vokal orang tua dan bayi baru lahir ketika bayi baru lahir ditempatkan dalam kontak
STS baik dengan ibu atau ayah segera setelah kelahiran sesar yang direncanakan.
Interaksi vokal meningkat seiring waktu; baik ayah maupun ibu dalam kontak STS
berkomunikasi lebih vokal dengan bayi yang baru lahir. Ayah dalam kontak STS
berkomunikasi lebih banyak dengan ibu dan bertindak sebagai penyangga pada
lingkungan bedah untuk pasangan ibu-bayi. Mendorong orang tua untuk menjaga
bayi yang baru lahir dalam kontak STS setelah kelahiran sesar mendukung
timbulnya awal komunikasi vokal pertama dan pengembangan perilaku pengasuhan.

3. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


Perawat Melakukan Pengkajian
 Evaluasi pra operasi semua ibu yang menjalani kelahiran sesar sebagai calon
untuk STS kontak di OR
 Mendidik ibu dan orang penting lainnya sebelum kelahiran (jika kondisi ibu
dan janin memungkinkan) mengenai kontak STS di OR.
 Menginformasikan sebelum operasi kepada tim anestesi, dokter, dan tim OR
tentang rencana intervensi keperawatan untuk kontak STS di OR.
 Mengidentifikasi bayi yang akan dilakukan kontak STS sepanjang kelahiran
sesar. Perawat ini akan tinggal bersama bayi yang baru lahir sampai
dipindahkan ke postanesthesia unit perawatan (PACU).
Perawat Anak Melakukan Hal Sebagai Berikut :
 Sebelum Kelahiran Sesar evaluasi bayi yang baru lahir untuk indikasi bahwa
bayi tidak memenuhi syarat untuk kontak STS. Misalnya :
o prematurity,
o fetal intolerance to labor, or
o maternal general anesthesia.
 Mengevaluasi ibu untuk kontra indikasi kontak STS di OR. misalnya:
o mual atau muntah,
o sakit,
o kecemasan,
o kondisi ibu yang tidak stabil, atau
o permintaan ibu.
 Evaluasi bayi baru lahir untuk kontra indikasi STS di OR. Misalnya :
o Skor Apgar <7 pada menit pertama serta <9 pada 5 menit selanjutnya dan
o tanda-tanda vital yang abnormal (misalnya, hipotermia, takikardia, takipnea,
saturasi oksigen rendah).
Apabila ibu-bayi yang memenuhi syarat kontak STS di tempat tidur OR,
perawat bayi akan melakukan intervensi berikut:
Letakkan selimut hangat pada ibu di awal kelahiran sesar.
 Longgarkan gaun ibu setelah dia diletakkan di atas ranjang OR untuk
mengantisipasi kontak STS.
 Lepaskan lengan ibu dari armboard
 Letakkan bayi yang baru lahir dengan hanya mengenakan popok di kulit ibu
di atas tempat tidur OR.
 Tutupi ibu dan bayi dengan selimut hangat.
 Dorong orang penting untuk menyentuh dan mendukung bayi yang baru lahir.
 Suruh orang yang memegang bayi yang baru lahir selama pemindahan ibu
dari tempat tidur OR ke tandu.
 Pindahkan bayi baru lahir dan ibu ke PACU dengan menggunakan tandu,
pertahankan kontak STS.
 Jika ibu tidak dapat menggendong bayi yang baru lahir, bawalah bayi dan
lanjutkan kontak STS di PACU
 Tunda peberian salep mata bayi baru lahir dan suntikan vitamin K sampai tiba
di PACU.
Perawat bayi akan memulai atau melanjutkan kontak STS di PACU dengan
melakukan yang berikut:
 Lanjutkan kontak STS seperti pada OR.
 Jika ibu tidak dapat menggendong bayi yang baru lahir, tawarkan kontak STS
yang signifikan sampai ibu stabil.
 Lakukan perawatan standar untuk bayi baru lahir setelah melahirkan sesuai
dengan SOP.
 Memulai perawatan standar untuk ibu setelah kelahiran sesar, sesuai dengan
SOP.
 Mulailah menyusui untuk ibu dan bayi baru lahir.
Perawat bayi akan terus menilai status ibu dan bayi baru lahir dan
menghentikan kontak STS apabila :
 ketidakstabilan ibu (mis. perdarahan, nyeri, mual dan muntah, tanda vital
yang tidak stabil),
 ketidakstabilan bayi baru lahir (misalnya, tanda-tanda vital yang tidak stabil,
kejadian yang mengancam jiwa, hipoglikemia, hipotermia, takikardia,
takipnea, hipoksia), atau
 permintaan ibu.
Perawat harus mendokumentasikan kontak STS dalam catatan kesehatan
elektronik sesuai dengan SOP untuk OR dan dokumentasi PACU.

4. KEMUNGKINAN APLIKASI DI INDONESIA


Pelaksanaan Skin to Skin di Indonesia dirangkaikan dengan Inisiasi Menyusui
Dini (IMD). Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menunjukkan bahwa Angka Kematian Neonatal di Indonesia masih relatif tinggi yaitu
19 per 1000 kelahiran hidup. Tingginya Angka Kematian Neonatal disebabkan oleh
infeksi 36%, prematuritas 28%, dan asfiksia 23%. Hasil kajian teoritis, fenomena
tersebut dapat diturunkan dengan peningkatan kekebalan tubuh bayi dengan
pemberian kolostrum yang ada dalam Air Susu Ibu melalui Program Inisiasi Menyusu
Dini.
Pelaksanaan di IMD di Indonesia sendiri sudah sejak lama di canangkan,
namun dari target yang di tetapkan oleh pemerintah yakni 90% ibu melakukan IMD
masih sangat Jauh dari sasaran. Data 2018 menunjukan bahwa angka IMD di
Indonesia hanya berkisar di 50%. Sehingganya, perlu dilakukan lagi kajian terhadap
pelaksanaan IMD itu sendiri. Selain terhadap kebijakan oleh institusi kesehatan
tentunya perlu juga kolaborasi dan komunikasi antar tenaga profesional kesehatan
serta perbaikan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk skin to skin contact di
ruang operasi.
Seperti yang dilakukan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, misalnya di
rumah sakit wilayah gamping yogyakarta yang telah melaksanakan IMD pada ibu
dan anak didalam ruang operasi atas kesepakatan dari petugas medis yang
menangani, sehingga sudah terbentuk suatu standart operasional prosedur bahwa
bayi yang sehat dan tidak ada gangguan bersama dengan ibu yang tidak mengalami
gangguan kesadaran wajib dilakukan IMD yang dibantu oleh perawat ruang
perinatologi. IMD dilakukan ketika bayi sudah diberikan penghangat berupa baju dan
topi, setelah itu bayi dibawa masuk kembali di kamar operasi ibu, setelah itu
dilakukan IMD dengan penempelan bayi pada area batas dada dan diagfragma ibu
sehingga bayi dapat mencari puting susu ibunya. Proses IMD juga dilakukan ketika
ibu sedang dalam penutupan luka insisi sampai proses pembalutan luka, setelah itu
bayi akan dibawa ke ruang perinatologi untuk perawatan lebih lanjut dan ibu dibawa
ke ruang RR untuk pemulihan post anastesi operasi.

Anda mungkin juga menyukai