Anda di halaman 1dari 36

TUGAS

MATA KULIAH PSIKOLOGI PERSALINAN


“Psikoanalisis”

Oleh
Firda Kalzum Kiah (186070400111002)
Hening Ryan A. (186070400111006)
Zaida Maulidiyah (186070400111010)
Istifadatul Ilmiya (186070400111014)
Anggie Diniayuningrum (186070400111018)
Dini Ria (186070400111022)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
PSIKOANALISIS

1. Psikoanalisis
1.1 Sigmund Freud (Psikologi Klasik)
Sebagai pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856-1939).
Kegagalan Freud dalam menggunakan metode Breuer (hipnosis untuk menangani
pasien), membuat Freud merumuskan tujuan dari psikoanalisis yaitu membawa ke
tingkat kesadaran mengenai ingatan atau pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan,
yang diasumsikan sebagai sumber perilaku yang tidak normal dari pasiennya.
Penerbitan buku “Studies on Hysteria” oleh Freud dan Breuer pada tahun 1895
dipandang sebagai permulaan dari psikoanalisis. Namun, dalam perkembangannya
ternyata tidak memuaskan dengan metode hipnosis tersebut, dan beralih
menggunakan metode asosiasi bebas (free association), yang merupakan
perkembangan teknik dalam psikoanalisis (Freud, 2002).
Psikoanalisa bagi Freud merupakan sebuah metode yang menjanjikan hasil
lebih sistematis dan lebih seksama dibanding metode penyelidikan dari seorang
otobiografer. 3 atau 4 tahun kemudan setelah Freud menemukan teori psikonalisis,
selama dia bekerja dengan “buku mimpi” nya, berbagai penemuan baru ikut
meramaikan hari-harinya. Namun pertama-tama dia harus membuang “teori
penggodaan” yang sempat membuatnya berjaya untuk beberapa lama (Freud,
Sigmund. 2002).
Teori penggodaan menganggap, bahwa setiap gangguan jiwa adalah akibat
dari aktivitas seksual prematur, sebagian besar berupa penganiayaan anak-anak,
yang terjadi dimasa kanak-kanak. Setelah terbebas dari teori yang cukup luas
cakupannya ini, Freud mulai menghargai arti pentingnya fantasi dalam kehidupan
mental, dan menemukan Oedipus komplek (Berthen, 2005).
Meskipun Freud dianggap sebagai dokter yang radikal, secara berangsur-
angsur Freud mulai mendapat wibawa dan pengikut. Dia sempat berselisih paham

2
dengan Fliess pada 1900. meskipun korespondensi mereka masih berlanjut untuk
beberapa saat setelahnya, kedua lelaki ini tidak pernah lagi bertemu muka. Pada
tahun 1902, setelah melalui beberapa penundaan, yang rupanya telah dibangkitkan
oleh gerakan antisemitisisme digabung dengan kecurigaan bahwa ia menjadi
pelopor gerakan pembaharuan, pada akhirnya Freud diangkat sebagai professor
pembantu di Universitas Wina.
Pada akhir tahun itu, Freud beranggapan bahwa hidup psikis sebagai buah
hasil suatu konflik antara daya-daya yang tertentu. Pengertian ini merupakan suatu
faktor yang tetap dan tidak berubah, dari penelitiannya yang petama tentang histeri
sampai dengan karya-karyanya dalam periode yang terakhir. Tetapi dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan, daya-daya manakah yang terlibat dalam konflik
tersebut, pemikirannya akan mengalami suatu perkembangan sepanjang tiga
periode (Freud, 2002).
- Periode pertama, Freud membedakan tiga struktur atau “instansi” dalam hidup
psikis: taksadar, prasadar dan sadar.
- Pereode kedua, merupakan pendalaman teori psikoanalisa. Jika dalam periode
pertama Freud bekerja dalam kesepian, maka dalam periode kedua psikoanalisa
menjadi suatu gerakan yang menarik banyak murid, baik dari Austria
(khususnya Wina) maupun dari luar negeri.
- Periode ketiga, merupakan sebagai revolusi radikal dalam ajaran Sigmund
Freud, pengembangan dari unsur-unsur yang sebenarnya sudah ada dalam
karangan-karangannya pertama. Berdasarkan obsevasi yang lebih tepat dan
sistematis yang lebih koheren, Freud mengembangkan pemikirannya sampai
mencapai bentuknya yang definitif. Ada tiga tema pokok yang menandai
periode ketiga ini yaitu: ditemukannya naluri kematian dan naluri kehiduapan,
pentingnya ego dan peranan kecemasan.
Sumbangan Freud dalam teori psikologi kepribadian substansial sekaligus
kontroversial. Teori psikoanaliss, menjadi teori yang paling komprehensif di antara
teori kepribadian lainnya. Peran penting dari ketidaksadaran beserta insting-insting

3
seks dan agresi yang ada di dalamnya dalam pengaturan tingkah laku, menjadi
karya/temuan monumental Freud (Berthen, K. 2005).
Perspektif dasar dari teori psikoanalisa adalah bahwa tingkah laku orang
dewasa merupakan refleksi (penjelmaan) pengalaman masa kecilnya. Teori ini
menekankan bahwa orang bergerak melalui suatu tahapan (stage) yang pasti selama
tahun-tahun awal perkembangannya yang berhubungan dengan sumber-sumber
kesenangan seksual (sexual pleasure). Tahapan ini ditandai dengan tahap oral, anal,
phalik dan genital. Pendekatan teori ini adalah tingkah laku abnormal disebabkan
oleh faktor-faktor intra psikis (konflik tak sadar, represi, mekanisme defensif) yang
mengganggu penyesuaian diri. Sistematik yang dipakai Freud dalam
mendeskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok bahasan, yakni: struktur
kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.
1. Struktur Kepribadian
Menurut Freud (periode pertama: 1895-1905), kehidupan jiwa memiliki
tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconsscious), dan
tak sadar (unconscious). Peta kesadaran ini dipakai untuk mendiskripsikan
unsur cermati (awareness) dalam setiap event mental seperti berfikir dan
berfantasi (Freud, Sigmund. 1991).
- Sadar (conscious). Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita
cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari
kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan) yang masuk ke
kesadaran (consciousness).
- Prasadar (Preconscious). Disebut juga ingatan siap (available memory),
yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar.
Isi precounscious berasal dari conscious dan unconscious.
- Tak sadar (Unconscious). Adalah bagian yang paling dalam diukur dari
struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari
jiwa manusia. Menurut Freud, ketidaksadaran merupakan kenyataan
empirik, berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan

4
pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh
kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.
Pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model pengembangan
struktural kepribadian yang lain, yakni Id, Ego, Superego (Koeswara, E. 1991).
- The Id (Latin). Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan
khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan.
Id tidak mampu menilai atau membedakan benar atau salah, tidak tahu
moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh itu secara nyata, yang
memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya
masalah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan
ego.
- The Ego (Das Ich/ Jerman). Ego berkembang dari id agar orang mampu
menangani realita; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita
(reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan
mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai
ditemukan oleh objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.
Prinsip realita itu dikerjakan melalui proses sekunder (secondary process),
yakni berfikir realistik menyususn rencana dan menguji apakah rencana itu
menghasilkan objek yang dimaksud. Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari
kepribadian, yang memiliki 2 tugas utama. Pertama adalah memilih stimuli
mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan
sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan
bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang
yang risiko minimal.
- The Superego (Das Ueber Ich). Superego adalah kekuatan moral dan etik
dari kepribadian yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic
principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari
ego. Superego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-
nilai orang tua atau interpretasi orang tua mengenai standar sosial, yang

5
diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Superego
bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan
keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun masih fikiran.
Tabel 1. Perbandingan Tiga Sistem Kepribadian
ID EGO SUPEREGO

Original sistem, asal Berkembang dari id untuk Berkembang dari ego untuk
muasal dari sistem menangani dunia eksternal. berperan sebagai tangan-tangan
yang lain. Berisi insting Memperoleh energi dari id. moral kepribadian. Merupakan
dan penyedia energi Memiliki pengetahuan baik wujud internalisasi nilai - nilai
psikik untuk dapat mengenai dunia dalam orang tua. Dikelompokan menjadi
beroperasinya sistem maupun realitas objektif. dua; conscience (yang
yang lain. Hanya menghukum tingkah laku yang
mengetahui dunia salah), dan ego ideal (yang
dalam; tidak menghadiahi tingkah laku yang
berhubungan dengan benar). Seperti id, superego tidak
dunia luar, tidak berhubungan dengan dunia luar,
memiliki pengetahuan tidak memiliki pengetahuan
mengenai realitas mengenai realitas objektif.
objektif.

Mengikuti prinsip Mengikuti prinsip realita Mengikuti prinsip conscience dan


kenikmatan (pleasure (reality principle) dan ego ideal. Tujuannya
principle) dan bekerja bekerja dalam bentuk proses membedakan antara benar dan
dalam bentuk proses sekunder. Tujuannya untuk salah dan meuntut bahwa diri telah
primer. Tujuannya membedakan antara fantasi mematuhi ancaman moral dan
tunggal yakni dengan realita sehingga memuaskan kebutuhan
mengenali kenikmatan dapat memuaskan kebutuhan kesempurnaan.
dan rasa sakit sehingga organisme. Harus dapat
dapat memeproleh menggabungkan

6
kenikmatan dan (coordinate) kebutuhan id,
menghindari rasa sakit. superego, dan dunia
eksternal. Tujuan umumnya
adalah mempertahankan
hidup dan kehidupan
sejenisnya (reproduksi)

Mencari kepuasan Menunda kepuasan insting Menghambat kepuasan insting


insting segera. sampai kepuasan itu dapat
dicapai tanpa mengalami
konflik dengan superego dan
dunia eksternal

Tidak rasional Rasional Tidak rasional

Beroperasi di daerah Beroperasi di daerah Beroperasi di daerah conscious,


unconscious conscious, preconscious, preconscious, dan unconscious
dan unconscious.

1.2 Dinamika Kepribadian


Freud berpendapat manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi
untuk berbagai tujuan hidup. Kegiatan psikologik juga membutuhkan energi yang
disebut dengan energi psikik (psychic energy). Energi psikik adalah energi yang
ditransform dari energi fisik melalui id beserta insting-instingnya. Insting adalah
perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan
(Suryabrata, 2005).
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis didistribusi dan
dipakai oleh id-ego-superego. Jumlah energi psikis terbatas dan ketiga unsur
struktur ini bersaing untuk mendapatkannya. Kalau salah satu unsur menjadi lebih
kuat maka dua yang lain menjadi lemah, kecuali ada energi baru yang ditambahkan
atau dipindahkan ke sistem itu. Mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai

7
individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id serta menentang tekanan super
ego. Freud mendeskripsikan tujuh mekanisme pertahanan: identification.
displacement, repression, fictation, regression, reaction formation, projection.
- Identifikasi/ Identication
Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan:
a. Identifikasi merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (objek)
yang telah hilang.
b. Identifikasi dipakai untuk mengatasi rasa takut.
c. Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan
khayalan mental dengan kenyataan. Berarti orang menghemat waktu dan
energi dengan mengambil tingkah laku, sikap, dan gaya orang lain yang telah
terbukti berguna.
- Pemindahan/reaksi kompromi (displacement/reactins compromise).
Proses mengganti (insting tidak dapat dicapai karena ada rintangan dari luar)
untuk meredakan ketegangan adalah kompromi antara tuntunan insting id
dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi (reaction
compromise). Ada tiga macam reaksi kompromi yakni sublimasi, substitusi,
dan kompensasi (sublimation, substitution, compensation).
a. Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih
tinggi, diterima masyarakat sebagai kultural kreatif.
b. Substitusi adalah pemindahan atau kompromi di mana kepuasan yang
diperoleh masih mirip dengan kepuasan aslinya.
c. Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus
dipuaskan. Gagal memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi
kepuasan insting yang lain.
1) Represi (Repression)
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk
menekan segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan
kecemasan keluar dari kesadaran.

8
2) Fiksasi dan regresi (Fixation and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap
perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutanya sangat sukar sehingga
menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang yang puas
berada di tahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi.
Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi.
3) Pembentukan reaksi (Reaction Formation).
Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang
menimbulkan kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya
dalam kesadaran.
4) Pembalikan (Reversal).
Mengubah status ego dari aktif menjadi pasif, mengubah keinginan
perasaan dan impuls yang menimbulkan kecemasan menjadi ke arah diri sendiri
(seperti turning upon around self), atau seperti reaksi formasi dengan objek
yang spesifik (pada reaksi formasi perasaan yang dibalik digeneralisasikan
kepada objek yang luas).
5) Projection (Projeksi)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotik/moral
menjadi kecemasan realistik, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal
yang mengancam dipindahkan ke objek di luar, sehingga seolah-olah ancaman
itu terproyeksi dari objek eksternal kepada diri orang itu sendiri. Pengubahan
ini mudah dilakukan karena sumber asli kecemasan neurotik/moral itu adalah
ketakutan terhadap hukuman dari luar.
6) Intelektualisasi (Intelectualization)
Ego menggunakan logika rasional untuk menerima kateksis objek
sebagai realitas yang cocok dengan impuls asli. Mengatasi frustasi dan anxiety
dengan memutarbalikkan realitas untuk mempertahankan harga diri. Ada lima
macam intelektualisasi yakni rasionalisasi, isolasi, undoing, menyaring
perhatian, dan penolakan/denial.
7) Penahanan Diri (Ego Restriction)

9
Menolak usaha berprestasi, dengan menganggap situasi yang
melibatkan usaha itu tidak ada, karena cemas kalau-kalau hasilnya
buruk/negatif. Mempertahankan self-esteem (yang terancam dari gambaran diri
berprestasi negatif), dengan menolak aktivitas yang dapat dibandingkan
hasilnya dengan hasil orang lain, memilih kedudukan sebagai pengamat/penilai.
1.3 Perkembangan Kepribadian
Freud adalah teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannnya kepada
perkembangan kepribadian, dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan
awal anak dalam membentuk karakter seseorang. Freud meyakini bahwa
struktur kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun, dan perkembangan
kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakan elaborasi
dari struktur dasar tadi (Sujanto, Agus dkk. 2001).
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni
tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12
tahun). Tahap infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian,
terbagi menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis.
Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan insting
seks, yang terikat dengan perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut
seksual infantil. Pada umumnya kemasakan kepribadian dapat dicapai pada usia
20 tahun (Koeswara, E. 1997).

2. Teori Kecemasan Berdasarkan Psikoanalisis Klasik dan Berbagai


Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan
Teori Freud tentang kecemasan pertama kali didasari oleh suatu
pemikiran berani yang mengungkapkan analogi dari kesamaan respon tubuh
selama serangan kecemasan dengan yang terlihat saat berhubungan seksual
(palpitasi, nafas berat). Teori ini dikemukakan sekitar tahun 1894 sebagai
penyambung dari teori koitus interuptus yang sebelumnya telah dikemukakan.
Sebelumnya pada tahun 1890, Freud melalui observasi klinisnya mengatakan
bahwa kecemasan adalah hasil dari “libido yang mengendap”. Freud ingin

10
mengatakan bahwa peningkatan fisiologis dari tekanan seksual mengarah
kepada peningkatan libido yang merupakan representasi mental dari peristiwa
fisiologis tersebut. Pelepasan yang normal dari tekanan seksual ini menurut
pandangan Freud adalah melalui hubungan seksual. Sedangkan banyak praktek
seksual yang menurut Freud tidak normal seperti koitus interuptus dan
abstinensi, yang akhirnya menahan pelepasan tekanan itu dan berakhir pada
neurosis sebenarnya (actual neurosis). Beberapa kondisi peningkatan
kecemasan yang berhubungan dengan penahanan pelepasan libido termasuk
neurasthenia, hipokondriasis dan kecemasan neurosis.
a. Asal Mula Kecemasan
Freud melihat kecemasan sebagai bagian penting dari sistem kepribadian,
hal yang merupakan suatu landasan dan pusat dari perkembangan perilaku
neurosis dan psikosis. Freud mengatakan bahwa prototipe dari semua
anxietas adalah trauma masa lahir (suatu pendapat yang pertama kali
dikemukakan oleh kolega Otto Rank).
Janin saat dalam masa kandungan merasa dalam dunia yang nyaman, stabil
dan aman dengan setiap kebutuhan dapat dipuaskan tanpa ada penundaan.
Tiba-tiba saat lahir individu dihadapkan pada lingkungan yang
bermusuhan. Individu kemudian harus beradaptasi dengan realitas, yaitu
kebutuhan instinktual tidak selalu dapat ditemukan. Sistem saraf bayi yang
baru lahir masih mentah dan belum tersiapkan, tiba-tiba dibombardir
dengan stimulus sensorik yang keras dan terus-menerus.
Trauma lahir, dengan peningkatan kecemasan dan ketakutan bahwa Id
(aspek dari kepribadian yang berhubungan dengan dorongan insting yang
merupakan sumber energi psikis yang bekerja berdasarkan prinsip
kepuasan/pleasure principle dan selalu ingin dipuaskan) tidak dapat
terpuaskan merupakan pengalaman pertama individu dengan ketakutan dan
kecemasan. Dari pengalaman ini diciptakan pola teladan dari reaksi dan
tingkat perasaan yang akan terjadi kapan saja pada individu yang
ditunjukkan bila berhadapan dengan bahaya di masa depan. Ketika individu

11
tidak mampu melakukan coping terhadap anxietasnya pada waktu dalam
keadaan bahaya atau berlebihan, maka kecemasan itu disebut sebagai
traumatik. Apa yang dimaksud Freud dengan hal ini adalah individu, tak
dihitung berapa usianya, mundur pada suatu tahapan tak berdaya sama
sekali, seperti keadaan pada janin. Pada kehidupan dewasa,
ketidakberdayaan infantil diberlakukan kembali, untuk beberapa tingkatan,
dimana ego terancam
b. Kecemasan Menurut Freud
Freud membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu
1) Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or Objective Anxiety)
Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap
bahaya yang mengancam di dunia nyata. Kecemasan seperti ini
misalnya ketakutan terhadap
kebakaran, angin tornado, gempa bumi, atau binatang buas. Kecemasan
ini menuntun kita untuk berperilaku bagaimana menghadapi bahaya.
Tidak jarang ketakutan yang bersumber pada realitas ini menjadi
ekstrim. Seseorang dapat menjadi sangat takut untuk keluar rumah
karena takut terjadi kecelakaan pada dirinya atau takut menyalakan
korek api karena takut terjadi kebakaran
2) Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)
Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil, pada konflik antara
pemuasan instingtual dan realitas. Pada masa kecil, terkadang beberapa
kali seorang anak mengalami hukuman dari orang tua akibat pemenuhan
kebutuhan id yang implusif Terutama sekali yang berhubungan dengan
pemenuhan insting seksual atau agresif. Anak biasanya dihukum karena
secara berlebihan mengekspresikan impuls seksual atau agresifnya itu.
Kecemasan atau ketakutan untuk itu berkembang karena adanya
harapan untuk memuaskan impuls Id tertentu.
Kecemasan neurotik yang muncul adalah ketakutan akan terkena
hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsif yang didominasi

12
oleh Id. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketakutan terjadi bukan
karena ketakutan terhadap insting tersebut tapi merupakan ketakutan
atas apa yang akan terjadi bila insting tersebut dipuaskan. Konflik yang
terjadi adalah di antara Id dan Ego yang kita ketahui mempunyai dasar
dalam realitas
3) Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego.
Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri.
Ketika individu termotivasi
untuk mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan
nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu maka ia akan
merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari ia akan
menemukan dirinya sebagai “conscience stricken”. Kecemasan moral
menjelaskan bagaimana berkembangnya superego.
Biasanya individu dengan kata hati yang kuat dan puritan akan
mengalami konfllik yang lebih hebat daripada individu yang
mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih longgar. Seperti
kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai dasar dalam
kehidupan nyata.
Anak-anak akan dihukum bila melanggar aturan yang ditetapkan orang
tua mereka. Orang dewasa juga akan mendapatkan hukuman jika
melanggar norma yang ada di masyarakat. Rasa malu dan perasaan
bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan bahwa yang
menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu sendiri. Freud
mengatakan bahwa superego dapat memberikan balasan yang setimpal
karena pelanggaran terhadap aturan moral.
Apapun tipenya, kecemasan merupakan suatu tanda peringatan kepada
individu. Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan menjadi
dorongan pada individu termotivasi untuk memuaskan. Tekanan ini
harus dikurangi.

13
Kecemasan memberikan peringatan kepada individu bahwa ego sedang
dalam ancaman dan oleh karena itu apabila tidak ada tindakan maka ego
akan terbuang secara keseluruhan. Ada berbagai cara ego melindungi
dan mempertahankan dirinya. Individu akan mencoba lari dari situasi
yang mengancam serta berusaha untuk membatasi kebutuhan impuls
yang merupakan sumber bahaya.
Individu juga dapat mengikuti kata hatinya. Atau jika tidak ada teknik
rasional yang bekerja, individu dapat memakai mekanisme pertahanan
(defence mechanism) yang non-rasional untuk mempertahankan ego.
c. Kecemasan Neurosis
Freud membagi kecemasan neurosis (neorotic anxiety) menjadi tiga bagian
yang berbeda seperti di bawah ini:
1) kecemasan yang didapat karena adanya faktor dalam dan luar yang
menakutkan
2) kecemasan yang terkait dengan objek tertentu yang bermanifestasi
seperti fobia
3) kecemasan neurotik yang tidak berhubungan dengan faktor-faktor
berbahaya dari dalam dan luar.
Kecemasan yang bermanifestasi dalam gangguan panic merupakan bagian
dari kelompok yang ketiga, terutama jika penderita pada serangan pertama
tidak mampu menjelaskan hubungan antara pengalaman itu dengan adanya
bahaya yang mampu dikenali. Gejala fisiologis yang timbul pada saat
serangan panik tersebut seperti palpitasi, dispnea, adanya rasa takut mati,
dan adanya kecemasan akan terulangnya kejadian tersebut. Perasaan takut
gila juga sering terdapat pada serangan panik karena ketidakmampuan
penderita mengkontrol pikirannya saat itu. Saat serangan panik timbul
pertama kali misalnya di tempat umum saat makan di restoran, mengendarai
bus atau berjalan di pasar, maka akan ada rasa ketakutan yang berupa fobia
di mana penderita merasakan ketakutan jika serangan itu terjadi lagi dalam
keadaan demikian sehingga dia berusaha untuk menghindari keadaan

14
tersebut. Dalam klinik kita kenal sebagai agorafobia. Ada perbedaan yang
mencolok antara ketakutan pada situasi tertentu (fobia khas) dengan
gangguan panik, yaitu bahwa fobia khas biasanya berhubungan dengan
situasi tertentu yang penderita ketahui dan ada kecenderungan untuk
menghindari situasi tertentu itu. Sedang pada serangan panic terkadang
penderita tidak mengetahui keadaan atau situasi tertentu yang memicu
timbulnya serangan panik.
Menurut klasifikasi Freud fobia khas yang disebut sebagai psychoneurosis
dan kecemasan neurosis yang disebut neurosis yang sebenarnya (actual
neurosis) berbeda. Hal ini dikarenakan bahwa ide dasar pada psiko-neurosis
ditandai oleh tanda kecemasan yang mengingatkan kepada situasi bahaya
yang pernah ditemui sebelumnya, sedangkan kecemasan neurosis dan
segala bentuk neurosis yang sesungguhnya merupakan kecemasan yang
berhubungan dengan pengalaman sekarang dari ketidak-puasan libido. Pada
kecemasan jenis ini energi libido atau dorongan seksual tidak terpuaskan
dan terganggu pada saat pelepasannya. Salah satu yang membedakan
dengan fobia atau histeria adalah bahwa gangguan ini berasal dari
perkembangan seksual infantil. Menurut Freud, munculnya kecemasan
pada kecemasan neurosis bukanlah berasal dari sebuah konflik akan tetapi
berasal dari konsepsi asli dengan tidak dilepaskannya libido yang kemudian
berubah menjadi kecemasan dalam bentuknya yang beracun. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa pada kecemasan neurosis akan mencapai sebuah
tahapan panik sedangkan pada fobia tetap merupakan suatu sinyal
kewaspadaan yang membuat penderita menghindari bahaya atau situasi
yang dari pengalamannya dapat menyebabkan suatu kecemasan. Akan
tetapi penjelasan di atas tidak dapat sepenuhnya diambil sebagai suatu
pegangan yang mutlak. Kenyataan bahwa pada penderita fobia yang
mengalami serangan panik jika tidak mampu menghindari atau terjebak
dalam suasana yang menakutkan (fobic situation) membuat kita dapat
mengatakan bahwa pada dasarnya kecemasan pada fobia dan kecemasan

15
neurosis berasal dari sumber yang sama. Pada kecemasan neurosis
manifestasi kecemasan terlihat lebih nyata daripada fobia karena
mekanisme pertahanan pada kecemasan neurosis bermula sejak mula dan
tidak sempurna terbentuk seperti pada pasien fobia. Atau mekanisme
pertahanannya tidak siap dimobilisasi segera untuk digunakan oleh the self
sebagai imbas dari pikiran-pikiran atau fantasi nirsadar atau prasadar.
Tanda kecemasan yang akan mengaktifkan mekanisme pertahanan tidak
terjadi, sehingga kecemasan akan mengambil bentuk primer dari kecemasan
yang berujung pada serangan panik.
Freud mengatakan bahwa ada empat bentuk kecemasan yang berhubungan
dengan fase perkembangan anak. Bentuk yang paling awal muncul adalah
kecemasan terhadap disintegrasi atau penghancuran diri saat bayi baru
pertama kali datang ke dunia ini. Kecemasan berikutnya adalah kecemasan
perpisahan yang dirasakan oleh bayi karena perpisahan dengan ibunya.
Ketiga adalah kecemasan yang berhubungan dengan fase psikoseksual
menurut Freud, ketika anak perempuan mempunyai kecemasan akan
hilangnya figur yang bermakna yaitu ibunya dan anak laki-laki mempunyai
kecemasan mengalami pemotongan penisnya yang dilakukan oleh figur
berkuasa yaitu ayahnya sendiri atau sering disebut castration anxiety.
Kecemasan terakhir yaitu kecemasan superego yaitu ketika figur orangtua
sudah mulai terbentuk sehingga anak mempunyai kecemasan bahwa suatu
saat orang tua dapat menghentikan cintanya kepada dirinya atau memarahi
dirinya. Walau ide tentang adanya perpisahan atau ancaman perpisahan
dengan ibu cocok dengan adanya suatu peringatan terhadap the self akibat
perpisahan tersebut, namun dirasakan tidak cocok untuk mengerti
kebanyakan dari gejala serangan panik yaitu disintegrasi dari the self dan
pemusnahan diri.
Freud sudah berusaha keras untuk mencari bentuk prototipe yang secara
umum cocok untuk semua bentuk dari kecemasan. Dia juga mengatakan

16
bahwa trauma lahir yang diperkenalkan oleh Rank merupakan pengalaman
paling dasar dari kecemasan.
Perkembangan psikoanalisis sekarang ini terutama pada teori narsisistik dan
diri telah banyak memberikan pengetahuan yang lebih terhadap
pemahaman dari asal muasal
kecemasan/panik. Pada teori psikologi diri (self psychology) yang
diperkenalkan oleh Kohut ada penambahan dari bentuk kecemasan yang
diperkenalkan Freud. Dua tambahan itu adalah kecemasan akan disintegrasi
diri dan kecemasan akan pemusnahan diri. Ada kemiripan antara bentuk
kecemasan ini dengan ketakutan menjadi gila dan ketakutan akan kematian
pada penderita serangan panik. Namun hal ini berbeda dengan pengalaman
nyata disintegrasi diri dan pemusnahan diri pada pengalaman prepsikotik
pada pasien dengan gangguan kepribadian narsisistik yang berat.
Perbedaan lain adalah bahwa regresi pada pasien panik lebih terbatas
daripada pasien dengan gangguan kepribadian narsisistik. Struktur ego pada
individu dengan kecemasan panik lebih kuat daripada individu dengan
gangguan kepribadian narsisistik
d. Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan
Kecemasan berfungsi sebagai tanda adanya bahaya yang akan terjadi, suatu
ancaman terhadap ego yang harus dihindari atau dilawan. Dalam hal ini ego
harus mengurangi konflik antara kemauan Id dan Superego. Konflik ini
akan selalu ada dalam kehidupan manusia karena menurut Freud, insting
akan selalu mencari pemuasan sedangkan lingkungan sosial dan moral
membatasi pemuasan tersebut. Sehingga menurut Freud suatu pertahanan
akan selalu beroperasi secara luas dalam segi kehidupan manusia. Layaknya
semua perilaku dimotivasi oleh insting, begitu juga semua perilaku
mempunyai pertahanan secara alami, dalam hal untuk melawan kecemasan.
Freud membuat postulat tentang beberapa mekanisme pertahanan namun
mencatat bahwa jarang sekali individu menggunakan hanya satu pertahanan
saja. Biasanya individu akan menggunakan beberapa mekanisme

17
pertahanan pada satu saat yang bersamaan. Ada dua karakteristik penting
dari mekanisme pertahanan. Pertama adalah bahwa mereka merupakan
bentuk penolakan atau gangguan terhadap realitas. Kedua adalah bahwa
mekanisme pertahanan berlangsung tanpa disadari. Kita sebenarnya
berbohong pada diri kita sendiri namun tidak menyadari telah berlaku
demikian. Tentu saja jika kita mengetahui bahwa kita berbohong maka
mekanisme pertahanan tidak akan efektif. Jika mekanisme pertahanan
bekerja dengan baik, pertahanan akan menjaga segala ancaman tetap berada
di luar kesadaran kita.
Sebagai hasilnya kita tidak mengetahui kebenaran tentang diri kita sendiri.
Kita telah terpecah oleh gambaran keinginan, ketakutan, kepemilikan dan
segala macam lainnya.
Beberapa mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melawan
kecemasan antara lain adalah :
1) Represi
Dalam terminologi Freud, represi adalah pelepasan tanpa sengaja
sesuatu dari kesadaran (conscious). Pada dasarnya merupakan upaya
penolakan secara tidak sadar terhadap sesuatu yang membuat tidak
nyaman atau menyakitkan. Konsep tentang represi merupakan dasar
dari sistem kepribadian Freud dan berhubungan dengan semua perilaku
neurosis.
2) Reaksi Formasi
Reaksi formasi adalah bagaimana mengubah suatu impuls yang
mengancam dan tidak sesuai serta tidak dapat diterima norma sosial
diubah menjadi suatu bentuk yang lebih dapat diterima. Misalnya
seorang yang mempunyai impuls seksual yang tinggi menjadi seorang
yang dengan gigih menentang pornografi. Lain lagi misalnya seseorang
yang mempunyai impuls agresif dalam dirinya berubah menjadi orang
yang ramah dan sangat bersahabat.

18
Hal ini bukan berarti bahwa semua orang yang menentang, misalnya
peredaran film porno adalah seorang yang mencoba menutupi impuls
seksualnya yang tinggi. Perbedaan antara perilaku yang diperbuat
merupakan benar-benar dengan yang merupakan reaksi formasi adalah
intensitas dan keekstrimannya.
3) Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme pertahanan dari individu yang menganggap
suatu impuls yang tidak baik, agresif dan tidak dapat diterima sebagai
bukan miliknya melainkan milik orang lain. Misalnya seseorang berkata
“Aku tidak benci dia, dialah yang benci padaku”. Pada proyeksi impuls
itu masih dapat bermanifestasi namun dengan cara yang lebih dapat
diterima oleh individu tersebut.
4) Regresi
Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke
masa periode awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan
bebas dari frustasi dan kecemasan yang saat ini dihadapi. Regresi
biasanya berhubungan dengan kembalinya individu ke suatu tahap
perkembangan psikoseksual. Individu kembali ke masa dia merasa lebih
aman dari hidupnya dan dimanifestasikan oleh perilakunya di saat itu,
seperti kekanak-kanakan dan perilaku dependen.
5) Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan yang melibatkan
pemahaman kembali perilaku kita untuk membuatnya menjadi lebih
rasional dan dapat diterima oleh kita. Kita berusaha memaafkan atau
mempertimbangkan suatu pemikiran atau tindakan yang mengancam
kita dengan meyakinkan diri kita sendiri bahwa ada alasan yang rasional
dibalik pikiran dan tindakan itu. Misalnya seorang yang dipecat dari
pekerjaan mengatakan bahwa pekerjaannya itu memang tidak terlalu
bagus untuknya.

19
Jika anda sedang bermain tenis dan kalah maka anda akan menyalahkan
raket dengan cara membantingnya atau melemparnya daripada anda
menyalahkan diri anda sendiri telah bermain buruk. Itulah yang
dinamakan rasionalisasi. Hal ini dilakukan karena dengan menyalahkan
objek atau orang lain akan sedikit mengurangi ancaman pada individu
itu.
6) Pemindahan
Suatu mekanisme pertahanan dengan cara memindahkan impuls
terhadap objek lain karena objek yang dapat memuaskan Id tidak
tersedia. Misalnya seorang anak
yang kesal dan marah dengan orang tuanya, karena perasaan takut
berhadapan dengan orang tua maka rasa kesal dan marahnya itu
ditimpakan kepada adiknya yang kecil. Pada mekanisme ini objek
pengganti adalah suatu objek yang menurut individu bukanlah
merupakan suatu ancaman.
7) Sublimasi
Berbeda dengan displacement yang mengganti objek untuk memuaskan
Id, sublimasi melibatkan perubahan atau penggantian dari impuls Id itu
sendiri. Energi instingtual dialihkan ke bentuk ekspresi lain, yang secara
sosial bukan hanya diterima namun dipuji. Misalnya energi seksual
diubah menjadi perilaku kreatif yang artistik.
8) Isolasi
Isolasi adalah cara kita untuk menghindari perasaan yang tidak dapat
diterima dengan cara melepaskan mereka dari peristiwa yang
seharusnya mereka terikat, merepresikannya dan bereaksi terhadap
peristiwa tersebut tanpa emosi. Hal ini sering terjadi pada psikoterapi.
Pasien berkeinginan untuk mengatakan kepada terapis tentang
perasaannya namun tidak ingin berkonfrontasi dengan perasaan yang
dilibatkan itu. Pasien kemudian akan menghubungkan perasaan tersebut

20
dengan cara pelepasan yang tenang walau sebenarnya ada keinginan
untuk mengeksplorasi lebih jauh
9) Undoing
Dalam undoing, individu akan melakukan perilaku atau pikiran ritual
dalam upaya untuk mencegah impuls yang tidak dapat diterima.
Misalnya pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif, melakukan
cuci tangan berulang kali demi melepaskan pikiran-pikiran seksual yang
mengganggu.
10) Intelektualisasi
Sering bersamaan dengan isolasi; individu mendapatkan jarak yang
lebih jauh dari emosinya dan menutupi hal tersebut dengan analisis
intelektual yang abstrak dari individu itu sendiri

3. Aplikasi Teori Psikologi Dengan Pendekatan Psikoanalisis Dalam Praktek


Kebidanan
3.1 Perubahan psikologis pada Ibu hamil, bersalin dan Masa Nifas
a. Psikologis ibu hamil
Menurut Jayalangkara (2005) perubahan psikologis pada ibu hamil terbagi 3
(tiga) periode , antara lain :
1) Trimester I
- Pada trimester I atau bulan-bulan pertama ibu akan merasa tidak
berdaya dan merasa minder karena ibu merasakan perubahan pada
dirinya.
- Segera setelah konsepsi kadar hormone estrogen dan progesterone
meningkat, menyebabkan mual dan muntah pada pagi hari, lemah,
lelah dan pembesaran payudara.
- Mencari tanda-tanda untuk menyakinkan bahwa dirinya hamil.
- Hasrat untuk melakukan hubungan seks pada trimester pertama
berbeda-beda, kebanyakan wanita hamil mengalami penurunan pada
periode ini.

21
- Merasa tidak sehat dan benci kehamilannya.
- Selalu memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada tubuhnya.
- Khawatir kehilangan bentuk tubuh.
- Membutuhkan penerimaan kehamilannya oleh keluarga dan
ketidakstabilan emosi dan suasana hati.
2) Trimester II
- Pada trimester II ibu merasakan adanya perubahan pada bentuk tubuh
yang semakin membesar sehingga ibu merasa tidak menarik lagi dan
merasa suami tidak memperhatikan lagi.
- Ibu merasakan lebih tenang dibandingkan dengan trimester I karena
nafsu makan sudah mulai timbul dan tidak mengalami mual muntah
sehingga ibu lebih bersemangat.
- Pada trimester II biasanya ibu lebih bias menyesuaikan diri dengan
kehamilannya selama trimester ini dan ibu mulai merasakan gerakan
janinnya pertama kali.
- Ibu sudah mulai merasa sehat dan mulai sudah menerima
kehamilannya.
- Perut ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasa beban.
- Libido dan gairah seks kemungkinan meningkat.
3) Trimester III
- Trimester III ini biasa disebut periode menunggu dan waspada sebab
pada pada saat itu ibu merasa tidak sabar menunggu kelahiran bayinya.
- Kadang-kadang ibu merasa khawatir bahwa bayinya akan lahir
sewaktu-waktu. Ini menyebabkan ibu meningkatkan kewaspadaannya
akan timbulnya tanda dan gejala akan terjadinya persalinan.
- Rasa tidak nyaman timbul karena ibu merasa dirinya aneh dan jelek.
Disamping itu ibu merasa sedih karena akan berpisah dengan bayinya
dan kehilangan perhatian yang khusus diterima selama selama hamil.
Pada trimester inilah ibu membutuhkan kesenangan dari suami dan
keluarga.

22
- Pada trimester III ibu merasa tidak nyaman dan depresi karena janin
membesar dan perut ibu juga, melahirkan, sebagian besar wanita
mengalami klimaks kegembiraan emosi karena kelahiran bayi.
- Ibu khawatir bayinya akan lahir sewaktu-waktu dan dalam kondisi
yang tidak normal dan semakin ingin menyudahi kehamilannya tidak
sabaran dan resah.
- Bermimpi dan berkhayal tentang bayinya, aktif mempersiapkan
kelahiran banyinya.
b. Psikologis ibu bersalin
Permasalahann psikologis pada ibu bersalin ada beberapa hal menurut Pieter,
et al. (2010) yaitu :
1) Gelisah dan takut menghadapi persalinan
Saat menghadapi persalinan, terutama untuk wanita yang baru akan
memiliki anak pertama merupakan suatu pengalaman baru dan merupakan
masa-masa yang sulit bagi seorang wanita. tidak mengherankan, calon ibu
yang akan melahirkan pertama kali diselimuti perasaan takut, panik, dan
gugup. kecemasan yang terjadi pada wanita yang akan memiliki bayi,
umumnya disebabkan karena mereka harus menyesuaikan diri dengan
kebutuhan fisik dan psikologis bayi yang banyak menyita waktu, emosi dan
energi, sementara itu seorang wanita tetap dibebani untuk mengurus
kebutuhan rumah tangga. pada saat cemas individu akan sangat sulit untuk
menyesuaikan diri baik dengan dirinya sendiri, orang lain, maupun
lingkungan. menjelang persalinan, banyak hal mengkhawatirkan muncul
dalam pikiran ibu. takut bayi cacat, takut harus operasi, takut persalinannya
lama, dan sebagainya.
2) Gangguan bounding attachment
Respon ayah dan keluarga menimbulkan pemikiran ibu menjadi anggota
keluarga yang terlupakan, terutama bila hal ini merupakan anak yang
pertama. sebelum bayi tiba di rumah, ia merupakan bagian terbesar dari
keluarganya yang terdiri dari dua orang. aktivitas siang hari dimana mudah

23
disesuaikan dengan pasangannya malam hari tanpa gangguan. kini rumah
menjadi tidak terkendali, makan menjadi tidak terjadwal, tidur mengalami
gangguan dan hubungan seksual untuk sementara ditangguhkan.
3) Trauma kelahiran
Trauma ini dapat dialami oleh ibu dan bayi yaitu:
- Pada bayi, akan muncul perasaan takut karena harus terpisah dari
rahim ibunya.
- Pada ibu, akan muncul ketakutan terhadap trauma genital, takut tidak
mampu menjaga keselamatan bayinya, atau tidak mampu untuk
merawat bayinya.
c. Psikologis ibu nifas
Masa nifas adalah masa 2 jam setelah placenta lahir sampai dengan 6
minggu. Jadi perubahan psikologi masa nifas adalah proses perubahan secara
psikologi atau jiwa seorang ibu setelah melahirkan. Pada periode tersebut,
kecemasan seorang wanita dapat bertambah. Masa nifas merupakan masa yang
rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran
seorang ibu memerlukan adaptasi karena tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Menurut Mansur (2009), fase pada masa nifas terdiri dari fase:
1) Fase honey moon
Fase ini merupakan fase setelah anak lahir dimana terjadi intiminisasi
dan kontak yang lama antara ibu-ayah-anak. Hal tersebut dapat dikatakan
sebagai psikis honey moon, dimana tidak memerlukan hal-hal romantic secara
biologis. Masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan hal
yang baru. Ikatan kasih (bonding attachment) diadakan antara ibu-ayah-anak dan
tetap dalam ikatan kasih.
2) Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya
sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap
lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa

24
mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu
diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup,komunikasi yang baik dan
asupan nutrisi.
3) Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab
dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif
sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan
adalah komunikasi yang baik, dukungandan pemberian
penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya.
Tugasbidan antara lain: mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui yang
benar, cara perawatanluka jahitan, senam nifas, pendidikan
kesehatan gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.
4) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya.
Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Terjadi peningkatan
akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran barunya,
lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan
bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi.
Kebutuhan akan istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.
3.2 Penerapan Psikologis dalam praktek kebidanan
Menurut Pieter, et al. (2010) berikut ini adalah beberapa macam penerapan
psikologi yang ada pada praktek kebidanan yaitu:
a. Menggambarkan Teori Psikologi Kebidanan
Ada banyak teori psikologi yang muncul karena adanya penelitian atau pun
pengamatan terhadap kondisi wanita dari sebelum hamil hingga setelah
melahirkan. Teori-teori ini muncul dan bisa digunakan sebagai rujukan supaya
bisa menguatkan psikologi seorang wanita. Psikologi kebidanan biasanya akan
membahas dan mengaitkan ilmu psikologi dari teori-teori tersebut.

25
b. Mengendalikan Peristiwa
Masalah yang terjadi pada seorang ibu hamil atau pun pasca melahirkan
sering kali menjadi sesuatu yang kompleks. Psikologi akan mengendalikan hal-
hal tersebut sehingga diharapkan kesehatan jiwa seorang ibu bisa tetap
terpelihara. Pendekatan ini memang sangat cocok digunakan dan diterapkan
oleh seorang bidan dalam menghadapi pasiennya. Terdapat cara mengatasi
gangguan psikologi pada ibu hamil yang bisa digunakan dalam pengendalian
ini.
c. Memberikan Penjelasan atas Peristiwa
Suatu peristiwa yang membutuhkan rincian penjelasan tentang sebab
akibatnya mungkin bisa diselesaikan melalui pendekatan psikologi. Ilmu
psikologi akan menjabarkan bagaimana tingkah laku seseorang bisa terjadi dan
mempengaruhi kehidupannya. Tidak heran bila kemudian dalam kebidanan
psikologi juga diterapkan untuk memberikan gambaran atau penjelasan
terhadap berbagai macam peristiwa tersebut.
d. Melakukan Pengkajian Psikis Ibu Hamil
Seorang bidan tidak bisa melakukan pengkajian secara komprehensif bila
tidak melibatkan unsur psikologi. Pendekatan kepada ibu hamil melalui teknik
psikologi yang tepat bisa meningkatkan rasa percaya pada klien. Bila sudah
demikian, maka bidan bisa dengan mudah mengkaji data-data yang diperlukan
untuk kemudian dicatat ke dalam asuhan kebidanannya. (Baca juga: Gangguan
psikologi pada masa kehamilan trisemester 1)
e. Melakukan Pengkajian Psikis Ibu Menyusui
Hampir sama dengan pengkajian psikis pada ibu hamil, proses pengkajian
psikis pada ibu menyusui juga tentu saja bisa dilakukan dengan melakukan
pendekatan psikologi yang tepat. Pada dasarnya, membangun rasa percaya
dengan klien adalah hal yang paling penting yang bisa dilakukan oleh seorang
bidan sehingga klien juga akan terbuka dengan beragam permasalahan yang
sedang dihadapi. Ini akan memudahkan bidan dalam melakukan intervensi
nantinya.

26
f. Menyiapkan Kondisi Psikis untuk Proses Persalinan
Proses persalinan bagi seorang ibu hamil bisa saja menjadi sesuatu yang
menakutkan. Apalagi jika itu merupakan pengalaman yang pertama. Inilah
penerapan psikologi dalam praktek kebidanan yang bisa digunakan dimana
psikologi bisa menyiapkan kondisi psikis untuk proses persalinan dengan lebih
baik. (Baca juga: Perubahan sifat saat hamil muda)
g. Mencegah Terjadinya Masalah Psikis Pasca Persalinan
Masalah psikis pasca persalinan juga ada banyak. Oleh karenanya, ada
peranan dari pendekatan psikologi ini untuk mencegah terjadinya masalah-
masalah tersebut. Kita mungkin tidak akan asing lagi dengan istilah
seperti sindrom baby blues, post natal depression dan puerperal psychosis.
Penguatan dari psikis ibu akan sangat berdampak pada fase setelah ia
melahirkan.
h. Menjabarkan Perkembangan Bayi
Kebidanan juga akan menjabarkan mengenai perkembangan bayi. Di sini
psikologi juga akan diterapkan terutama untuk memberikan edukasi pada ibu
mengenai fase-fase perkembangan dari bayi tersebut. Harapannya adalah setiap
tugas perkembangan bayi bisa tercapai dan memberikan pola asuh yang baik.
i. Menjabarkan Perkembangan Anak
Sama halnya dengan penjabaran perkembangan bayi, perkembangan anak
juga bisa dilihat dari bagaimana pola psikologi yang ada. Seorang ibu bisa
menjadi lebih peka supaya tahu sudah sejauh apa perkembangan anak
berdasarkan usianya.
j. Pencegahan Terjadinya Stress
Psikologi juga bisa digunakan untuk mencegah terjadinya stress baik bagi
wanita, ibu hamil atau ibu pasca melahirkan. Dampak stress bagi wanita
hamil bisa saja terjadi bila timbul permasalahan selama kehamilan. Kecemasan
dan hal lain yang bisa memicu terjadinya stress akan dikelola dengan baik bila
kita melakukan fungsi psikologi dengan tepat.
k. Pencegahan Terjadinya Depresi

27
Depresi bisa terjadi bila kurang siapnya mental seorang ibu dalam
menghadapi permasalahan yang mungkin timbul selama proses hamil atau
persalinan. Dengan penguatan dari aspek psikologi seseorang, maka depresi
bisa dicegah.
l. Memberikan Pengertian Adaptasi
Stress dan depresi merupakan masalah utama yang akan dihadapi oleh ibu
hamil. Oleh karenanya, adaptasi menjadi solusi yang baik supaya kesehatan
mental seorang ibu bisa terjaga dengan baik. Psikologi bisa memberikan
pengertian adaptasi ini.
m. Wadah Edukasi dan Konseling
Psikologi juga bisa menjadi wadah edukasi dan konseling. Seorang bidan
bisa memberikan masukan, mendengarkan masalah dan membantu pemecahan
masalah kliennya dengan melakukan pendekatan psikologi ini.
3.3 Yang di butuhkan dalam terapi psikoanalisis
Menurut Semium, et al (2006) dalam melakukan terapi dengan
menggunakan metode psikoanalisis harus memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Psikoanalisis harus mampu mengadakan prosedur-prosedur teknis tertentu
terhadap pasien dan terhadap diri psikoanalis sendiri
b. Tingkat kecerdasan dan budaya yang tinggi dari seorang psikoanalisis
c. Psikoanalisis memiliki ketrampilan yang tinggi dalam menerjemahkan pikiran,
perasaan, impuls, fantasi, dan ketidaksadaran dari klien
d. Psikoanalisis harus memiliki empati, intuisi, dan pengetahuan teoritis
e. Dedikasi analisis sebagai petugas kesehatan kepada pasien harus jelas
f. Analis/konselor harus berfungsi sebagai pemandu dalam mengantar pasien ke
dalam dunia perawatan psikoanalitik yang baru dan aneh
g. Analis/ konselor harus mampu melindungi harga diri dan perasaan akan
martabat klien

28
3.4 Peran Konselor/Bidan dalam pendekatan psikoanalisa
Menurut Corey, et al (2010) peran konselor dalam psikoanalisa adalah:
a. Membantu konseli dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati,
danhubungan pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasanmelalui
cara-cara yang realistis, serta dalam rangka memperoleh kembali kendali atas
tingkah lakunya yang impulsif dan irasional.
b. Konselor membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan kemudian
melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
c. Konselor juga memberikan perhatian kepada resistensi/penyangkalan konseli
untuk mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpandalam
ketidaksadaran. Sementara konseli berbicara, konselor berperan
mendengarkan dengan penuh perhatian, menganalisis dan
menginterpretasikan ungkapan-ungkapan konseli, kemudian memberikan
tafsiran-tafsiran terhadap informasi konseli, selain itu konselor juga harus
peka terhadap isyarat-isyarat non verbal dari konseli.
d. Konselor memberikan penjelasan tentang makna proses kepada konseli
sehingga konseli mencapai pemahaman terhadap masalahnya sendiri,
mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah,sehingga konseli
mampu mendaptakan kendali yang lebih rasional atas hidupnya sendiri.
3.5 Peran Konseli/Klien
Konseli/klien harus bersedia terlibat dalam proses konseling secara intensif
dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Menurut Corey, et al (2010) saat proses
konseling, klien bersedia mengemukakan perasaannya, pengalamannya,
hubungan-hubungannya, ingatannya dan fantasinya. Produksi verbal konseli
merupakan esensi dari kegiatan konseling psikoanalisa. Pada kasus-kasus tertentu
konseli diminta secara khusus untuk tidak mengubah gaya hidupnya selama proses
konseling. Dalam pelaksanaan konseling psikoanalisis, konseli menelusuri apa
yang tepat dan tidak tepat pada tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk
membangun tingkah laku baru.

29
3.6 Hubungan Konselor/Bidan dengan Klien
Menurut Darminto (2007) dalam konseling psikoanalisis terdapat dua
bagian hubungan konselor dengan klien, yaitu transferensi dan kontra transferensi.
a. Transferensi
Transferensi yaitu suatu keadaan yang menggambarkan konseli
memproyeksikan karakteristik orang lain (orang tua atau orang lain yang
menjadi tokoh identifikasi konseli atau dengan siapa konseli yang punya
masalah) ke dalam diri konselor. Tranferensi merupakan bagian dari hubungan
yang sangat penting untuk dianalisis membantu konseli untuk mencapai
pemahaman tentang bagaimana dirinya telah salah dalam
menerima, menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini
dalam kaitannya dengan masa lalunya.
b. Kontratransferensi
Yaitu kondisi dimana konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang
tidak selaras dan berasal dari konflik-konfliknya sendiri. Kontratransferensi
bisa terdiri dari perasaan tidak suka, atau justru keterikatan atau keterlibatan
yang berlebihan, kondisi ini dapat menghambat kemajuan proses konseling
karena konselor akan lebihterfokus pada masalahnya sendiri. Konselor
harus menyadari perasaaannya terhadap klien dan mencegah pengaruhnya yang
bisa merusak. Konselor diharapkan untuk bersikap relatif obyektif
dalammenerima kemarahan, cinta, bujukan, kritik, dan emosi-emosi kuat
lainnya dari konseli.

4. KASUS DAN PEMBAHASAN


4.1 Contoh Kasus
Ny. “R” usia 20 tahun telah melahirkan anak pertamanya yang berjenis
kelamin laki – laki di BPM bidan “D” (persalinan normal, dengan luka episiotomi).
Hari ke – 4 setelah melahirkan, Ny.R ditemani ibunya pergi ke rumah Bidan D
untuk periksa kesehatannya. Suami tidak bisa menemani karena sedang keluar kota
untuk urusan pekerjaan. Ny. R mengatakan bahwa sering kesulitan tidur karena

30
bayinya sering menangis, dan juga merasa sering kewalahan dan kurang percaya
diri dalam merawat bayinya. Akhir – akhir ini sering merasa sedih karena merasa
kurang diperhatikan oleh suami. Ibu dari Ny. R juga mengatakan anaknya tidak
nafsu makan, makan hanya sedikit, serta gampak sekali tersinggung/ sensitif. Hasil
pemeriksaan ( head to toe ) yang dilakukan bidan, keadaan umumnya baik, involusi
uterus baik, luka jahitan episiotomy juga baik, tidak ada tanda – tanda infeksi.
Dalam kasus ini, bidan “D” menyimpulkan bahwa Ny ”R” mengalami gangguan
psikologi setelah melahirkan yang dikenal dengan istilah “post partum blues”.
4.2 Pembahasan
Melahirkan adalah sebuah karunia terbesar bagi wanita dan momen yang
sangat membahagiakan, tapi ada beberapa kasus dapat menjadi momen yang
menakutkan hal ini disebabkan pada wanita yang melahirkan sering mengalami
perasaan sedih dan takut sehingga mempengaruhi emosional dan sensitifitas ibu
yang dikenal dengan istilah postpartum blues. Menurut Gonidakis, et al. (2007),
postpartum blues merupakan fenomena yang terjadi pada hari-hari pertama
postpartum yang telah dilaporkan sejak akhir abad ke-19. Puncak gejala postpartum
blues terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 postpartum dengan durasi mulai dari
beberapa jam sampai beberapa hari. Adapun Penyebab postpartum blues tidak
diketahui secara pasti, tapi diduga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Pada kasus ini , pada hari ke-4 postpartum, Ny. R mengalami postpartum
blues. Hal tersebut ditandai dengan :
1. sering kesulitan tidur karena bayinya sering menangis
2. merasa sering kewalahan dan kurang percaya diri dalam merawat bayinya.
3. sering merasa sedih karena merasa kurang diperhatikan oleh suami
4. tidak nafsu makan, makan hanya sedikit
5. gampang tersinggung/sensitive
Saat pengkajian pada kasus dilakukan pada 4 hari pasca persalinan. Dari hal
tersebut dapat diketahui bahwa Ny. R berada pada fase taking hold. Fase ini
berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan

31
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu
lebih sensitif sehingga mudah tersinggung.
Berdasarkan jenis kecemasan yang dikemukanan oleh Frued, kasus yang
terjadi pada Ny. R merupakan kecemasan Moral (moral anxiety). Kecemasan ini
merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego. Secara dasar merupakan
ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk
mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang
termaksud dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah.
Pada kehidupan sehari-hari ia akan menemukan dirinya sebagai “conscience
stricken”. Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya superego.
Biasanya individu dengan kata hati yang kuat dan puritan akan mengalami konfllik
yang lebih hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi moral yang
lebih longgar. Seperti kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai
dasar dalam kehidupan nyata. Semua ibu mempunyai kemampuan untuk merawat
dan melindungi anak – anaknya, kemampuan itu didapat secara alami dan akan
mahir/ peka ketika sering dilakukan. Pada Ny.R, hal ini merupakan pengalaman
pertamanya mempunyai anak. Dalam pikiran ibu yang baru memiliki anak (anak
pertama) banyak sekali kekhawatiran dalam merawat anaknya yaitu merasa sering
kewalahan dan kurang percaya diri dalam merawat bayinya. Oleh karena itu,
pendampingan dan perhatian dari orang – orang yang dicintai sangat dibutuhkan.
Bantuan dapat berbentuk membantu pekerjaan rumahnya, dan meningkatkan
pemikiran yang positif pada Ny. R. Contoh pemikiran positif terkait pada kasus
yaitu suaminya pergi keluar kota hanya untuk bekerja, bukan berarti suami tidak
perhatian, maka komunikasi Ny.R dan suami dapat lebih diintenskan (salah satunya
dengan video call). Hal – hal tersebut dapat mengurangi rasa kecemasan, hasil dapat
dilihat dengan penerimaan terhadap perannya dan tidak lagi gampang tersinggung
dan sedih.
Ibu postpartum blues harus ditangani secara adekuat, karena peran ibu
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak juga dalam hubungannya dengan
peran ibu di keluarga. Untuk itu seorang ibu yang berada dalam kondisi pasca

32
melahirkan perlu mendapat dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya.
Salah satu manfaat dukungan sosial adalah pengelolaan terhadap stres dengan
menyediakan pelayanan, perawatan, sumber-sumber informasi dan umpan balik
yang dibutuhkan untuk menghadapi stres dan tekanan. Penguatan dari psikis ibu
akan sangat berdampak pada fase setelah ia melahirkan. Dalam hal ini juga
dibutuhkan peranan bidan sebagai penguatan dari support keluarga. Hal yang perlu
diperhatikan oleh bidan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian
penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya. Tugas
bidan antara lain mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui yang benar, cara
perawatan luka jahitan, senam nifas, pendidikan kesehatan gizi, istirahat,
kebersihan diri dan lain-lain.

5. KESIMPULAN
Teori psikoanaliss, menjadi teori yang paling komprehensif di antara teori
kepribadian lainnya. Peran penting dari ketidaksadaran beserta insting-insting seks
dan agresi yang ada di dalamnya dalam pengaturan tingkah laku, menjadi
karya/temuan monumental Freud (Berthen, K. 2005).
Perspektif dasar dari teori psikoanalisa adalah bahwa tingkah laku orang
dewasa merupakan refleksi (penjelmaan) pengalaman masa kecilnya. Teori ini
menekankan bahwa orang bergerak melalui suatu tahapan (stage) yang pasti selama
tahun-tahun awal perkembangannya yang berhubungan dengan sumber-sumber
kesenangan seksual (sexual pleasure). Tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model
pengembangan struktural kepribadian yang lain, yakni Id, Ego, Superego.
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis didistribusi dan
dipakai oleh id-ego-superego. Jumlah energi psikis terbatas dan ketiga unsur
struktur ini bersaing untuk mendapatkannya. Mekanisme pertahanan adalah strategi
yang dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id serta menentang
tekanan super ego. Freud mendeskripsikan tujuh mekanisme pertahanan:
identification. displacement, repression, fictation, regression, reaction formation,
projection.

33
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni
tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun).
Freud membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu kecemasan realitas atau objektif
(Reality or Objective Anxiety), kecemasan neurosis (Neurotic Anxiety), kecemasan
moral (Moral Anxiety) dan kecemasan neurosis. Kecemasan berfungsi sebagai tanda
adanya bahaya yang akan terjadi, suatu ancaman terhadap ego yang harus dihindari
atau dilawan. Dalam hal ini ego harus mengurangi konflik antara kemauan Id dan
Superego.
Beberapa mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melawan kecemasan
antara lain adalah represi, reaksi formasi, proyeksi, regresi, rasionalisasi, pemindahan,
sublimasi, isolasi, undoing, dan intelektualisasi. Menurut Pieter, et al. (2010) berikut
ini adalah beberapa macam penerapan psikologi yang ada pada praktek kebidanan yaitu
menggambarkan teori psikologi kebidanan, mengendalikan peristiwa, memberikan
penjelasan atas peristiwa, melakukan pengkajian psikis ibu hamil, melakukan
pengkajian psikis ibu menyusui, menyiapkan kondisi psikis untuk proses persalinan,
mencegah terjadinya masalah psikis pasca persalinan, menjabarkan perkembangan
bayi, menjabarkan perkembangan anak, pencegahan terjadinya stress, pencegahan
terjadinya depresi, memberikan pengertian adaptasi, dan wadah edukasi dan konseling.
Menurut Corey, et al (2010) peran konselor dalam psikoanalisa adalah
membantu konseli dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan
pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasanmelalui cara-cara yang
realistis, serta dalam rangka memperoleh kembali kendali atas tingkah lakunya yang
impulsif dan irasional, konselor membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan
kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan, konselor
juga memberikan perhatian kepada resistensi/penyangkalan konseli untuk
mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpandalam ketidaksadaran,
konselor memberikan penjelasan tentang makna proses kepada konseli sehingga
konseli mencapai pemahaman terhadap masalahnya sendiri, mengalami peningkatan
kesadaran atas cara-cara berubah,sehingga konseli mampu mendaptakan kendali yang
lebih rasional atas hidupnya sendiri. Menurut Darminto (2007) dalam konseling

34
psikoanalisis terdapat dua bagian hubungan konselor dengan klien, yaitu transferensi
dan kontra transferensi.

35
DAFTAR PUSTAKA

Andri & Dewi P, Yenny. (2007). Anxiety Theory Based On Classic Psychoanalitic
and Types of
Berthen, K. 1983. Sigmund Freud, Sekelumit Sejarah Psikoanalisa. Jakarta: PT.
Gramedia.
Berthen, K. 2005. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: Gramedia
Corey, Gerald. 2010, Teori Konseling & Psikoterapi , Bandung : PT Refika Aditama
Darminto, Eko.2007,Teori-Teori Konseling, UNESA
Defense Mechanism To Anxiety. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume :57 No: 7,
233-238
Freud, Sigmund. 1991. Memperkenalkan Psikoanalisa: Lima Ceramah. Jakarta:
Gramedia.
Freud, Sigmund. 2002. Civilization and Its Discontents: Peradaban dan Kekecewaan-
Kekecewaan. Jakarta: Jendela Sastra Indonesia.
Gonidakis, F., Rabavilas, A.D., Varsou, E., Kreatsas, G., & Christodoulou,G.N. (2007).
Maternity blues in athens, greece: A study during the first 3 days after
delivery. Journal of Affective Disorders, 99, 107–115. Diperoleh tanggal 02
Maret 2019 dari http://www.jad journal.com.
Jayalangkara. 2005. Gangguan Jiwa Pada Kehamilan. J Med Nus Vol. 26. No. 4
Oktober-Desember. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.
Koeswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
Koeswara, E. 1997. Gerald Carey; Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Mansur, herawati. 2009. Psikologi Ibu & Anak untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika
Pieter HZ, Namora LL. 2010. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Jakarta: Kencana
Semium. Yustinus, OFM. 2010. Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik freud.
Yogyakarta: Kanisius.
Sujanto, Agus dkk. 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Perkasa.
Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Pendidikan. Jawa Barat: Rajagrafindo.

36

Anda mungkin juga menyukai