Anda di halaman 1dari 37

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK GINJAL DAN SALURAN KEMIH


“TIDAK BISA BUANG AIR KECIL”

Kelompok : A-13
Ketua : Adelia Amanda Pratama (1102017002)
Sekertaris : Dysa Ayu Shalsabila (1102017077)
Anggota : Annisa Dyasti Nurramadhani (1102014031)
Annisa Nur Aini (1102014032)
Dedeh Kurniasih (1102017061)
Deva Safila Ardiyani (1102016051)
Dhia Nadira Ramadini (1102017068)
Fatimah Nanda Qasih Haerina (11020171087)
Khadijah Hania BSA (1102017112)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2018/2019
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 021-4244574 Fax. 021-4244574
DAFTAR ISI

SKENARIO 3 ......................................................................................................................................... 2
KATA SULIT ......................................................................................................................................... 3
BRAINSTORMING ............................................................................................................................... 4
Pertanyaan ........................................................................................................................................... 4
Jawaban ............................................................................................................................................... 4
HIPOTESIS............................................................................................................................................. 5
SASARAN BELAJAR ........................................................................................................................... 6
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat ............................................................................... 7
1.1 Makroskopik ........................................................................................................................... 7
1.2 Mikroskopik ............................................................................................................................ 8
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Prostat ............................................................................. 11
3. Memahami dan Menjelaskan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) ............................................. 11
3.1 Definisi.................................................................................................................................. 11
3.2 Klasifikasi ............................................................................................................................. 12
3.3 Epidemiologi ......................................................................................................................... 12
3.4 Etiologi.................................................................................................................................. 12
3.5 Patofisiologi .......................................................................................................................... 14
3.6 Manifestasi klinis .................................................................................................................. 15
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding ........................................................................................ 15
3.8 Tatalaksana ........................................................................................................................... 23
3.9 Komplikasi ............................................................................................................................ 33
3.10 Prognosis ............................................................................................................................... 34
3.11 Pencegahan ........................................................................................................................... 34
4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Sholat Pada Saat Terpasang Kateter . 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 36

1
SKENARIO 3

Tidak Bisa Buang Air Kecil

Laki-laki, 56 tahun dating berobat ke Poliklinik Bedah dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil sejak 1 hari yang lalu, meskipun rasa ingin kencing ada. Sebelumnya riwayat LUTS
(Lower Urinary Tract Syndrome) seperti hesistensi, nokturia, urgensi, frekuensi, terminal
dribbling sering dirasakan sebelumnya. IPPS (international Prostate Syndrome) :30 dan skor
qualitas hidup (QoL): 5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada region supra pubik bulging
dan pada pemeriksaan colok dubur setetelah pemasangan kateter urin, didapatkan protat
membesar.oleh dokter yang memeriksanya dianjurkan untuk dilakukanya pemeriksaan
ultrasonografi ginjal, buli-buli, dan prostat. Pasien bertanya kepada dokter, bagaimana hukum
sholat pada saat terpasang kateter.

2
KATA SULIT

1. Hesistensi : awal keluarnya urin menjadi lebih lama dan pasien harus mengejan untuk
memulai miksi.
2. Nokturia: terbangun di malam hari karena ingin berkemih lebih dari 1 x.
3. Terminal dribbling: keluarnya sisa urin beberapa detik terakhir setelah berkemih.
4. Bulging: pembengkakan yang terasa pada bagian supra pubic saat di palpasi.
5. Urgensi : dorongan mendesak untuk berkemih
6. IPSS: gejala prostat yang diukur dalam bentuk quisioner yang berisi 7 gejala
tractusurinarius bagian bawah dan 1 penilaian kualitas hidup.
7. LUTS: kumpulan gejala penyakit pada saluran kemih bawah.

3
BRAINSTORMING

Pertanyaan

1. Mengapa pasien tidak bisa buang air kecil meskipun ingin berkemih?
2. Mengapa terjadi bulging pada region suprapupic?
3. Apa kemungkinan diagnosis ?
4. Mengapa prostat mengalami pembesaran ?
5. Apa maksud dari IPSS 30 dan berapa nilai normalnya?
6. Apa saja faktor resiko pada skenario ini?
7. Apa tata laksana pada skenario ini?
8. Apa saja pemeriksaan lanjutan yang dilakukan pada skenario ini?
9. Bagaimana pandangan islam terhadap sholat dengan mengunakan katheter?
10. Mengapa dokter menyarankan pemeriksaan USG?
11. Apa komplikasinya ?
12. Mengapa bisa terjadi terminal dribbling?

Jawaban

1. Prostat yang mengalami pembesaran menekan uretra pars prostatica sehingga aliran urin
terhambat.
2. Karena urin tidak bias keluar akibat penekanan uretra oleh pembesaran prostat sehingga
vesika urinaria penuh.
3. Benign Prostate Hiperplasia
4. Adanya androgen DHT merupakan rangsangan hormonal utama untuk proliferasi eepitel
prostat dan sel stroma sehingga prostat mengalami pembesaran.
5. Ringan : 1-7 , sedang: 8-19 dan berat :20-35 .pada skenario ini derajatnya adalah yang berat
karena skor IPSS 30
6. Faktor usia, pola hidup
7. Secara operatif :
o Prostatektomi : retropubic infravesica, suprapubic transvesica, transperineal.
o Endourologi :transurethral resection, transurethral incision of prostat dan
pembedahan dengan laser
Terapi farmakologi untuk menghambat pembentukan DHT (finasteride) dan untuk
mengendurkan otot polos dan memblock α-adrenergik.(prazosin)
8. Biopsi prostat, PSA : prostat specific antige, kultur urin serta BNO-IVP
9. Kalau tidak bias dilepas tidak apa-apa dipake, kalau memungkinkan dilepas antara waktu
dzuhur dan ashar dan antara magrib dan isya.
10. Untuk mengetahui seberapa besar pembesaran prostat, mengetahui lobus mana yang
membesar, dan untuk mengetahui apakah adanya kemungkinan Ca prostat
11. ISK, Hydronefrosis, reflux vesiko ureter, dan batu ginjal.
12. Prostat yang mengalami pembesaran menekan uretra pars prostatica sehingga aliran urin
terhambat.

4
HIPOTESIS

Pembesaran prostat dapat terjadi karena adanya androgen DHT merupakan rangsangan
hormonal utama untuk proliferasi epitel prostat dan sel stroma sehingga prostat mengalami
pembesaran, sehingga yang terjadi urin tidak bisa keluar akibat penekanan uretra oleh
pembesaran prostat sehingga vesika urinaria penuh, dan terjadinya terminal dribbling
akibat terhambatnya aliran urin. Salah satu pemeriksaan adalah dengan colok dubur untuk
menilai lobus prostat mana yang terkena dan seberapa besar pembesaran . Untuk
menegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa Biopsi prostat,
pemeriksaan kadar PSA, kultur urin serta BNO-IVP. Tatalaksana yang dapat dilakukan bisa
secara operatif misalnya prostatektomi atau terapi farmakologi yang bertujuan
menghambat pembentukan DHT (finasteride) dan untuk mengendurkan otot polos dan
memblock α-adrenergik.(prazosin) . Jika tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan
komplikasi seperti ISK, Hydronefrosis, reflux vesiko ureter, dan batu ginjal.

5
SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat


1.1 Makroskopik
1.2 Mikroskopik

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi prostat

3. Memahami dan Menjelaskan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


3.1 Definisi
3.2 Klasifikasi
3.3 Epidemiologi
3.4 Etiologi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi klinis
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
3.11 pencegahan

4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Sholat Pada Saat Terpasang
Kateter

6
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Prostat

1.1 Makroskopik

Kelenjar prostat strukturnya padat, sebagian merupakan kelenjar, dan sebagian


berupa badan muskular, yang terletak tepat dibawah ostium uretra internum dan
disekitar pangkal uretra. Kelenjar ini ditemukan dalam rongga pelvis, dibawah bagian
bawah simfisis pubis , di atas fascia superior diafragma urogenital, dan didepan rectum.
Kelenjar prostat berukuran 4 x 3x 2 cm (20g). kelenjar tersebut terdiri dari lobus dexter
dan lobus sinister, yang dibatasi oleh sulcus yang kecil dan lobus medius. (Nair,
Muralitharan & Peate ian, 2010)

Suplai aliran darah arteri ke prostat berasal dari percabangan arteri iliaca
interna, darah vena terkumpul dalam pleksus vena periprostatik di mana darah kembali
ke vena iliaca interna oleh vena vesicalis inferior.

Limfatik dari prostat secara khusus berjalan ke nodi iliaci interni, termasuk
kelompok nodi obturatori yang lebih anterior.

Prostat menerima persyarafan otonom dari plexus hypogastricus inferior, yang


terletak di di sepanjang arteri ilica interna.

Zona-zona kelenjar prostat


 Zona perifer
Zona perifer adalah area prostat yang paling dekat dengan rectum. Zona ini
merupakan zona yang paling luas pada kelenjar prostat dan merupakan 70% dari
total kelenjar.
 Zona transisi
Adalah area tengah prostat yang terletak di antara zona perifer dan zona sentral.
Zona transisi mengelilingi uretra saat melewati prostat. Sampai usia 40 tahun,
zona ini menyusun sekitar 20% kelenjar prostat. Seiring bertambahnya usia,
zona transisi mulai membesar, sampai menjadi area paling besar di prostat.
Karena membesar, zona transisi kemudian mendorong zona perifer prostat ke
arah rectum.
 Zona sentral

7
Zona sentral berada di depan zona transisi. Zona ini terletak paling jauh dari
rectum dan memiliki sekitar 1/3 duktus yang menyekresi cairan yang membantu
membuat semen. (Nair, Muralitharan & Peate ian, 2010)
Secara makroskopis kelenjar prostat dibagi menjadi lima buah lobus, yaitu
lobus anterior atau istmus yang terletak didepan uretra dan menghubungkan lobus
dexter dan lobus sinister. Bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot
polos. Lobus medius yang terletak diantara uretra dan ductus ejaculatorius. Banyak
mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula
vesicae yang menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus ini membesar. Sebagai
akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu berkemih. Lobus posterior
yang terletak dibelakang uretra dan dibawah ductus ajakulatorius. Lobus lateralis yang
terletak di sisisi kiri dan kanan uretra. (Sutyana, H. 2016)

Permukaan kelenjar prostat


 Dasar
Bagian dasar pada palpasi mengarah ke atas dan di sebelah inferior permukaan
kandung kemih. Uretra menembus bagian tersebut lebih dekat dengan batas
anteriornya dibandingkan dengan batas posteriornya.
 Apeks
Apeks strukturnya kecil dan mengarah ke bawah dan menyambung dengan
diagfragma urogenital. Uretra keluar melalui apeks.
 Permukaan anterior, inferolateral, dan posterior

Permukaan anterior strukturnya sempit dan menyambung dengan ligamentum


puboprostaticum. Pasangan permukaan inferolateral, yang dipisahkan dari musculus
levator ani oleh plexus venous prostaticus, melengkung ke dalam ke anterior dan
inferior. Permukaan posterior strukturnya lebar, menyempit di inferior, dan dapat
dilihat jelas sebagai lekukan longitudinal yang dangkal ke sisi kanan dan kiri. Ductus
ejakulatorius bersatu dengan prostat di dekat bagian rigi yang luas di superior. (Nair,
Muralitharan & Peate ian, 2010)

1.2 Mikroskopik

Kelenjar prostat dan uretra pars prostatica (gambar 20.12)

Kelenjar prostat adalah suatu organ berkapsul yang terletak di inferior leher
kandung kemih. Sebagian besar kelenjar prostat terdiri dari kelenjar prostat
tubuloasinius kecil bercabang. Sebagian kelenjar prostat mengandung agregat
sekretorik solid yang disebut prostatic concretions di asinusnya. Prostatic concetion
tampak sebagai titik-titik merah kecil dalam ilustrasi ini. Stroma fibromuskuler yang
khas dengan berkas otot polos, bercampur dengan serat kolagen dan elastik,
mengelilingi kelenjar prostat dan uretra pars prostatika.

Diuretra pars prostatica terdapat suatu gundukan longitudinal stroma


fibromuskuler padat tanpa kelenjar yang melebar untuk membentuk struktur kubah licin

8
yang dinamai kolikulus seminalis. Kolikulus seminalis menonjol ke dalam dan
menyebabkan urerta pars prostatica berbentuk bulan sabit. Di masing-masing sisi-sisi
kolikulus seminalis terdapat sinus prostat. Sebagian besar duktus eksretorik kelenjar
prostat bermuara ke dalam sinus prostat.

Dibagian tengah kolikulus seminalis, terdapat suatu cul-de-sac yang dinamai


utrikulus. Utrikulus sering memperlihatkan dilatasi ujung distalnya sebelum bermuara
ke dalam uretra pars prostatika. Membran mukosa tipis utrikulus biasanya berlipat, dan
epitel biasanya berupa jenis sekretorik sederhana atau kolumnar berlapis semu. Di
kolikulus, dua ductus ejakulatorius bermuara di kedua sisi utrikilus (Eroschenko, V
P,2010)

Kelenjar prostat: asinus kelenjar dan prostatic concretion (gambar 20.13)

Diperlihatkan sebagian kecil kelenjar prostat dengan perbesaran lebih kuat.

Ukuran asinus kelenjar di kelenjar prostat bervarisi.lumen asinus biasanya lebar


dan ireguler karena menonjolnya lapisan jaringan ikat yang dilapisi oleh epitel.
Sebagian asinus kelenjar mengandung secret prostat yang mengandung protein. Asinus-
asinus kelenjar lainya mengandung prostatic concretion bulat yang terbentuk oleh
lapisan-lapisan konsentris sekret prostat yang memadat. Prostatic concretion adalah
gambaran khas asinus kelenjar prostat. Jumlah prostatic concretion meningkat seiring
usia dan struktur ini dapat mengalami kalsifikasi.

Meskipun epitel kelenjar biasanya adalah kolumnar selapis atau berlapis semu
dan sel-selnya berwarna terang, tetapi sangat bervariasi. Di beberapa bagian, epitel
mungkin skuamosa atau kuboid.

9
Duktus-duktus eksretorik kelenjar prostat mungkin mirip dengan asinus
kelenjar. Dibagian akhir ductus, epitel biasanya kolumar dan berwarna lebih gelap
sebelum masuk ke uretra.

Stroma fibromuskuler adalah gambaran khas lain kelenjar prostat. Berkas otot
polos dan serat jaringan ikat menyatu di stroma dan tersebar di seluruh kelenjar.
(Eroschenko, V P,2010)

Kelenjar prostat: kelenjar prostat dengan prostatic concretion (gambar 20.14)

Parenkim kelenjar prostat terdiri dari kelenjar-kelenjar prostat yang ukuranya


dan bentuknya bervariasi. Epitel kelenjar juga bervariasi dari kuboid atau kolumnar
selapis hingga epitel berlapis semu. Pada individu yang lebih tua, sekret kelenjar prostat
mengendap untuk membentuk prostatic concretion khas berwarna pekat. Kelenjar
prostat juga ditandai stroma fibromuskuler. Pada fotomikrograf ini, serat otot polos di
stroma fibromuskuler berwarna merah dan serat jaringan ikat berwarna biru.
(Eroschenko, V P,2010)

10
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Prostat

1. Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina yang
asam, suatu fungsi penting karena sperma lebih dapat hidup dilingkungan yang
sedikit basa
2. Menghasilkan enzim pembekuan
3. Mengontrol aliran urin. Serat-serat otot kelenjar terbungkus disekitar uretra di
sekitar uretra di bawah control system saraf involunter serat-serat ini berkontraksi
untuk memperlambat dan menghentikan aliran urin.
4. Melepaskan antigen spesfik prostat (PSA). Enzim pembekuan prostat berkerja pada
fibrinogen dari vesikula seminalis untuk mengahasilkan fibrin yang “membekukan”
semen sehingga sperma yang diejakulasikan tetap berada di saluran reproduksi
wanita ketika penis dikeluarkan. Segera sesudahnya bekuan ini diuraikan oleh PSA,
suatu enzim pengurai fibrin dari prostat sehingga sperma dapat bergerak bebas di
dalam saluran reproduksi wanita. Karena PSA dihasilkan hanya di kelenjar prostat,
pengukuran kadar PSA didalam darah digunakakan sebagai salah satu uji penapisan
kemungkinan kangker prostar. Peningkatan kadar PSA di dalam darah berkaitan
dengan kangker prostat, hyperplasia prostat jinak, atau infeksi prostat.
Studi terbaru menunjukan peranan lain prostat : melepaskan prostasom, yaitu
vesikel yang berfusi dengan sperma dan mentrasfer ke dalamnya “alat molekular”
yang mengandung komponen yang diperlukan bagi transduksi sinyal Ca2+. (
Sherwood, Lauralee, 2011)

3. Memahami dan Menjelaskan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

3.1 Definisi

Hipertrofi prostat benigna (BPH) adalah tumor jinak kelenjar prostat, yang
menyebabkannya membesar hingga mencapai 100 g. BPH adalah suatu kondisi yang
biasanya terjadi dengan berbagai tingkat pada semua laki-laki berusia lebih dari 70
tahun. Karena BPH berkembang dari zona sentral kelenjar, kontriksi uretra dan

11
kesulitan mikturisi yang terjadi merupakan gejala awal penyakit tersebut. (F.Paulsen &
J.Waschke,2012)

3.2 Klasifikasi
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan
berat gangguan miksi yang disebut WHO International Prostate Symptom Score(IPSS).
 Derajat ringan: skor 0−7.
 Derajat sedang: skor 8−19.
 Derajat berat: skor 20−35 .

Selain itu, ada juga yang membaginya berdasarkan gambaran klinis penyakit
BPH.
secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 derajat :

 Derajat 1: Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur


ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang
dari 50 ml
 Derajat 2: Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas
atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
 Derajat 3: Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat
tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari100ml.
 Derajat 4: Apabila sudah terjadi retensi urine total (Sjamsuhidajat & de
jong,2010)

3.3 Epidemiologi
BPH menjadi masalah global pada pria usia lanjut. Di dunia, hampir 30 juta pria
menderita BPH. Pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-70 tahun meningkat menjadi
50% dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90%. Diperkirakan sebanyak 60% pria usia
lebih dari 80 tahun memberikan gejala LUTS. Di Amerika Serikat, hampir14 juta pria
menderita BPH. Prevalensi dan kejadian BPH di Amerika Serikat terus meningkat pada
tahun 1994-2000 dan tahun 1998-2007. Peningkatan jumlah insiden ini akan terus
berlangsung sampai beberapa dekade mendatang.

Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi
sebagai gambaran hospital prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
sejak tahun 1995-2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-rata umur penderita 66,61
tahun. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

3.4 Etiologi
Banyak faktor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar
prostat. Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan memiliki
testis yang menghasilkan tetosteron. Di samping itu, pengaruh hormon lain ( estrogen,
prolactin), pola diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan aktivitas fisik diduga
berhubungan dengan proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-

12
faktor tersebut mampu mempengaruhi sel prostat untuk meyintesis growth factor, yang
selanjutnya berperan dalam memicu terjadinya proliferasi sel kelenjar prostat.
(A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya


hyperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat
erat kaitanya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses Aging
menjadi tua. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia
prostat adalah

 teori dihidrotestosteron

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel
kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosterone di dalam sel
prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan babtuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks
DHT –RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas
enzim 5alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal
ini menyebabkan sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

 Adanya ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar
estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relative
meingkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas
sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah
reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).
Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-
sel baru akibat rangsangan tetosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

 Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat,

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel


prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

13
 Berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme


fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis
terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan di fagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan bertambahnya massa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang


menghambat proses apoptosis. Diduga hormone androgen berperan dalam
menghambat proses kematian sel karena dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan
aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang
usia sel-sel prostat, sedangkan factor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses
apoptosis.

 Teori stem sel

Untuk menganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk


sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstinsif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis.
Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya
aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel
epitel. (Basuki B. Purnomo. 2011)

3.5 Patofisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah
inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ
ini dapat menyumbat uretra pars prostatica dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk mengeluarkan urine , buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini meyebabkan perubahan anatomic buli-
buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluxs vesikoureter.
Keadan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

14
Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga
disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat dan otot
polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal
dari nervus pudendus. (Basuki B. Purnomo. 2011)

Pada HPJ terdapat proliferasi unsur stroma dan epitel yang mengakibatkan
pembesaran kelenjar dan kadang obstruksi saluran kemih. Meskipun penyebab HPJ
belum diketahui seluruhnya, ternyata pertumbuhan berlebihan unsur stroma dan
kelenjar yang bergantung kepada androgen memiliki peran sentral. HPJ tidak terjadi
pada laki-laki yang dikebiri sebelum pubertas atau pada laki-laki dengan penyakit
genetic yang menghalangi aktivitas androgen. Dihidrotestosteron (DHT) adalah
mediator pokok pada pertumbuhan prostat yang disintesis oleh prostat dari tetosteron
yang bersirkulasi oleh enzim 5α-reduktase, tipe . DHT mengikat reseptor androgen di
inti, yang mengatur ekspresigen yang menunjang pertumbuhan dan kehidupan epitel
prostat dan sel stroma. Meskipun testosterone dapat mengikat reseptor androgen dan
merangsang pertumbuhan, DHT 10 kali lebih kuat. Gejala klinis obstruksi saluran
kemih bawah oleh pembesaran prostat juga dapat mengalami eksaserbasi oleh kontraksi
otot polos prostat yang diperantarai oleh reseptor α1-adrenergik
(Abbas,A.K.,Aster,J.C., dan Kumar, V,2015)

Sebagian besar hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan


pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

3.6 Manifestasi klinis

Manifestastasi klinis hyperplasia prostat hanya terdapat pada 10% laki-laki


dengan HPJ yang terbukti secara patologis . karena HPJ terutama mencangkup bagian
dalam prostat, manifestasi klinis yang paling sering adalah obstruksi saluran kemih
bawah, sering dalam bentuk kesulitan memulai aliran urin (hesistancy) dan sewaktu
kencing aliran urin terhenti intermiten. Gejala-gejala ini sering disertai rasa sangat ingin
kencing (urgency), sering kencing dan nokturia, yang semuanya menunjukan gejala
adanya iritasi kandung kemih. Gejala serupa juga dapat disebabkan oleh striktur uretra
atau akibat kontraktilitas otot detrusor kandung kemih yang terganggu baik pada laki-
laki maupun pada perempuan. Adanya sisa urin dalam kandung kemih akibat obstruksi
kronik meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Pada sebagian laki-laki yang
terkena, HPJ dapat menimbulkan obstruksi urin total, sehingga mengakibatkan
pembesaran kandung kemih yang nyeri dan apabila tidak diobati dengan memadai akan
terjadi hidronefrosis. (Abbas,A.K.,Aster,J.C., dan Kumar, V,2015)

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

 Anamnesis

15
i. Riwayat penyakit

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah dengan melakukan


anamnesis atau wawancara dengan cermat guna mendapatkan data tentang riwayat
penyakit yang dideritanya . anamnesis meliputi :
 Keluhan yang dirasakan dan berapa lama keluhan itu telah menggangu
 Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah
mengalami cedera, infeksi, kencing berdarah (hematuria), kencing batu, atau
pembedahan pada saluran kemih)
 Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual.
 Riwayat konsumsi obat yang dapat menimbulkan keluhan berkemih.
(A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

ii. Skor keluhan

Pemandu untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat


pembesaran prostat adalah system penskoran keluhan. Salah satu system penskoran
yang digunakan secara luas adalah International Prostate Symptom Score (IPSS)
yang telah dikembangkan American Urological Association (AUA) dan
distandarisasi oleh WHO. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan
pasien BPH. IPSS terdiri dari 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0
hingga 5 dengan total maksimum 35. Kuisioner IPSS dibagikan kepada pasien dan
diharapkan pasien mengisi sendiri setiap pertanyaan. Berat ringannya keluhan pasien
BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh yaitu : skor 0-7 ringan, skor
8-19 sedang, dan skor 20-35 berat. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

Selain 7 pertanyaan diatas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu


pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup ( quality of life atau QoL) yang juga
terdiri atas 7 kemungkinan jawaban

16
Penskoran pasien pria harus dilakukan secara rutin untuk menilai derajat keluhan
pada saat melakukan diagnosis dan evaluasi pengobatan

iii. Catatan harian berkemih (voiding diaries)

Pencatatan harian berkemih sangat berguna pada pasien yang mengeluh


nokturia sebagai keluhan yang menonjol. Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah
asupan cairan yang dikonsumsi serta kapan dan berapa jumlah urine yang
dikemihkan, dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas
detrusor akibat obstruksi intravesika, atau karena polyuria akibat asupan air yang
berlebih. Sebaiknya pencatatan dikerjakan 3 hari berturut-turut untuk mendapatkan
hasil yang baik. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

Catatan berkemih harus digunakan untuk menilai LUTS laki-laki dengan gejala iritasi
menonjol atau nokturia
Catatan berkemih harus dilakukan selama minimal 3 hari

 Pemeriksaan fisik

i. Status urologik

17
 Ginjal
Pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk mengevaluasi adanya
obstruksi atau tanda infeksi.
 Kandung kemih
Pemeriksaan kandung kemih dilakukan dengan palpasi dan perkusi untuk
menilai isi kandung kemih, ada tidaknya infeksi.
Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan
teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin (A.Mochtar,
Chaidir, dkk, 2015)

ii. Colok dubur

Pemeriksaan pembesaran dan tumor prostat diperiksa dengan pemeriksaan


colok dubur. Pada pemeriksaan colok dubur , prostat teraba anterior. Bagian prostat
yang dapat diraba adalah lobus posterior dan lobus lateral dari prostat, excavatio
rectovesicalis dan vesicula seminalis , gandula bulbourathralis serta ductus deferens
bila membesar. Dapat dirabanya prostat bergantung pada kepenuhan vesica, vesica
yang penuh memberikan resistensi, menahan kelenjar ditempatnya dan
membuatnya dapat diraba. Prostat yang normal berdiameter sekitar 3,5 cm, agak
mendorong dinding rektum anterior dan memiliki sebuah alur (sulkus) digaris
tengahnya. Kedua lobus prostat (dikedua sisi sulkus medianus) seharusnya berada
dalam keadaan simetris dan seharusnya memiliki konsistensi seperti bola karet yang
keras. Pembesaran prostat jinak biasanya terasa licin dan simetris, sedangkan
pembesaran prostat ganas, biasanya asimetris dan memiliki bagian yang keras
didalamnya dan sering teraba irregular. (Sutyana, H. 2016)
Pada pemeriksaan colok dubur juga perlu menilai tonus sfingter ani dan reflex
bulbokavernosus yang dapat menimbulkan adanya kelainan pada lengkung reflex
di daerah sacral. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

 Pemeriksaan penunjang

i. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat menentukan adanya leukosituria dan
hematuria. Apabila ditemukan hematuria, maka perlu dicari penyebabnya. Bila
dicurigai adanya infeksi saluran kemih perlu diakukan pemeriksaan kultur urine.
(A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

Urinalisis harus dilakukan untuk penegakan diagnosis pada pasien pria dengan keluhan
LUTS

18
ii. Pemeriksaan fungsi ginjal

Obstruksi intravesika akibat BPH dapat menyebabkan gangguan pada saluran


kemih bagian atas. Gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan
rata-rata 13,6%. Pemeriksaan faal ginjal berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya
pencitraan pada saluran kemih bagian atas. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

Penilaian fungsi ginjal harus dilakukan jika dicurigai adanya gangguan fungsi ginjal,
berdasarkan riwayat dan pemeriksaan klinis atau dengan adanya hidronefrosis atau
ketika mempertimbangakn tindakan bedah untuk LUTS pada laki-laki.

iii. Pemeriksaan PSA (prostate specific antigen)

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan
cancer specific. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada
perdangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsy prostat/ TURP), pada retensi
urine akut, kateterisasi, keganasan prostat dan usia yang semakin tua.

Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH;
dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:
a. Pertumbuhan volume prostat lebih cepat
b. Keluhan akibat BPH/laju pancaran urin lebih jelek
c. Lebih mudah terjadi retensi urine akut.
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprekdisikan berdasarkan kadar
PSA. Semakin tinggi kadar PSA, maka semakin cepat laju pertumbuhan prostat.
Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-1,3
ng/dl adalah 0,7 ml/tahun, sedangkan pada kadar 1,4-3,2 ng/dl adalah 2,1 ml/tahun,
dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 ml/tahun. Serum PSA dapat meningkat pada
saat terjadi retensi urine akut dan kadarnya dapat menurun perlahan-lahan setelah
72 jam dilakukan kateterisasi.
Pemeriksaan PSA bersama dengan colok dubur lebih superior daripada
pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh
karena itu, pada usia di atas 50 tahun atau di atas 40 tahun (pada kelompok dengan
resiko tinggi) pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi
kemungkinan adanya carcinoma prostat. Apabila kadar PSA > 4 ng/dl, biopsi
prostat dipertimbangakan setelah didiskusikan dengan pasien. (A.Mochtar, Chaidir,
dkk, 2015)

Pemeriksaan PSA harus dilakukan jika dicurigai adanya kemungkinan kanker


prostat yang dapat mengubah penatlaksanaan atau jika PSA dapat membantu
pengambilan keputusan pada pasien dengan resiko BPH

iv. Uroflowmetry (pancaran urine)


19
Uroflowmetry adalah pemeriksaan pancaran urine selama proses berkemih.
Pemeriksaan non-invasif ini ditujukan untuk mendeteksi gelaja obstruksi saluran
kemih bagian bawah. Dari uroflowmetry dapat diperoleh informasi mengenai
volume berkemih, laju pancaran maksimum (Qmax), laju pancaran rata-rata (Qave),
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju pancaran maksimum, dan lama
pancaran. Pemeriksaan ini dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi intravesika,
baik sebelum maupun setelah terapi.

Hasil uroflowmetry tidak spesik menunjukan penyebab terjadinya kelainan


pancaran urine. Pancaran urine yang lemah dapat disebabkan obstruksi saluran
kemih bagian bawah atau kelemahan otot detrusor. Terdapat hubungan antara nilai
Qmax dengan kemungkinan obstruksi saluran kemih bagian bawah (BOO). Pada
batas nilai Qmax sebesar 10 ml/detik memiliki spesifisitas 70%, positive predictive
value (PPV) sebesar 70% dan sensitifitas sebesar 47% untuk mendiagnosis BOO.
Sementara itu, dengan batas nilai Qmax sebesar 15 ml/detik memiliki spesifisitas
sebesar 38%, PPV sebesar 67%, dan sensitivitas sebesar 82% untuk mendiagnosis
BOO.

Sebaiknya, penilaian ada tidaknya obstruksi saluran kemih bagian bawah tidak
hanya dinilai dari hasil Qmax saja, tetapi juga digabungkan dengan pemeriksaan lain.
Kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan Qmax cukup akurat dalam
menentukan adanya obstruksi saluran kemih bagian bawah. Pemeriksaan
uroflowmetry bermakna jika urine >150 ml. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

v. Residu urine
Residu urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine di
kandung kemih setelah berkemh. Jumlah residu urine pada pria normal rata-rata
12 ml.

20
Pemeriksaan residu urine dapat dilakukan dengan cara USG, bladder scan atau
dengan kateter uretra. Pengukuran dengan kathether ini lebih akurat
dibandingkan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan cedera
uretra, infeksi saluran kemih, hingga bacteremia.

Peningkatan volume residu urine dapat disebabkan oleh obstruksi


saluran kemih bagian bawah atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Volume
residu urine yang banyak pada awal berkaitan dengan peningkatan risiko
perburukan gejala. Peningkatan volume residu urine pada pemantauan berkala
berkaitan dengan risiko terjadinya retensi urine. (A.Mochtar, Chaidir, dkk,
2015)

Pengukuran volume residu urine pada pasien LUTS harus rutin dilakukan

 Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Pemeriksaan IVU
dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidoureter atau hidronefrosis
2. Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukan oleh adanya
indentasi prostat, yaitu pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat sehingga
terlihat dasar buli-buli dari gambaran sistogram tidak terisi kontras atau
ureter disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish
3. Penyulit yang terjadi pada buli-buli, yaitu adanya trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi buli-buli.
Pemeriksaan IVU ini sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal (trans
abdominal ultrasonography/ TAUS) dan trans rektal (trans uretral
ultrasonography / TRUS). Dari TAUS diharapkan mendapat informasi
mengenai :
1. Perkiraan volume (besar) prostat
2. Panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion
(IPP)
3. Mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli (massa,batu, atau
bekuan darah)
4. Menghitung sisa (residu) urine pasca miksi
5. Hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat.
Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya focus keganasan prostat
berupa area hipoekoik dan kemudian sebagai penunjuk (guaidance) dalam
melakukan biopsi prostat.
IPP diukur dari ujung tonjolan (protrusi) prostat di dalam buli-buli
hingga dasar (basis) sirkumferensi buli-buli. Derajat 1 besarnya 1,5 mm, derajat

21
2 besarnya 5-10 mm, dan derajat 3 besarnya 10 mm. besarnya IPP berhubungan
dengan derajat obstruksi pada leher buli-buli (BOO), jumlah urin sisa pasca
miksi, dan jumlah volume prostat. Artinya adalah pasien dengan derajat IPP
rendah tidak menunjukan urin residu yang bermakna (<100 ml), dan tidak
menunjukan keluhan yang nyata, sehingga tidak memerlukan terapi atau
pembedahan. Sebaliknya pada pasien yang menunjukan IPP derajat tinggi
terbukti mempunyai urin sisa >100 ml, dengan keluhan yang bermakna dan
pasien seperti ini membutuhkan terapi yang lebih agresif. (Basuki B. Purnomo.
2011) (Basuki B. Purnomo. 2011)
 Biopsi

HPJ ternyata selalu terdapat pada zona transisi prostat sebelah dalam. Prostat
yang terkena membesar, sampai beratnya antara 60 gr sampai 100 gr dan
mengandungi banyak nodulus yang berbatas tegas yang menonjol pada penampang
( gambar 17-11). Nodulus-nodulus itu tampak solid atau mengandungi rongga-
rongga kistik yang disebabkan oleh unsur kelenjar yang berdilatasi. Uretra biasanya
tertekan oleh nodulus hiperplastik,kadang-kadang sampai menjadi celah yang
sempit. Pada beberapa kasus unsur kelenjar dan stroma yang hiperplastik yang
terletak tepat dibawah epitel pars uretra pars prostatika proksimal dapat menonjol
ke dalam lumen kandung kemih sebagai suatu massa bertangkai dan menyebabkan
obstruksi uretra yang tipenya seperti katup bola. Mikroskopis nodulus hiperplastik
terdiri atas proliferasi unsur kelenjar dan stroma fibromuscular dengan proporsi
yang bervariasi. Kelenjar hiperplatik berlapiskan sel epitel torak tinggi dan lapisan
sel basal yang mendatar di perifer. Lumen kelenjar sering mengandungi bahan
sekresi protein yang disebut korpus amilaseum.

Gambar 12-17 Hiperplasia nodular prostat. A, Mikrofoto pembesaran kecil


menunjukan nodulus berbatas tegas di sebelah kanan lapangan, dengan sebagian
uretra terlihat di sebelah kiri. Pada kasus hyperplasia nodular lain, nodularitas

22
terutama disebabkan proliferasi stroma daripada kelenjar. B, Mikrofoto pembesaran
besar menunjukan morfologi kelenjar hiperplastik yang besar dengan lipatan-
lipatan papiler ke dalam. (Kumar, dkk. 2015)

 Diagnosis banding
Gejala yang sering dikaitkan dengan benign prostatic hyperplasia (BPH) dapat
disebabkan oleh salah satu dari kondisi berikut:
Kanker kandung kemih Prostatitis
Batu kandung kemih ISK pada pria
Trauma kandung kemih Sistisis radiasi
Sistisis interstrsial Striktur uretra pada pria
Kandung kemih neurogenic Kanker prostat
(Deters, A levi, 2019)

3.8 Tatalaksana

Tidak semua pasien hyperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.


Kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan
terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka
akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain
karena keluhanya semakin parah.

Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat adalah:


1. Memperbaiki miksi
2. Meningkatkan kualitas hidup
3. Mengurangi obstruksi infravesika
4. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
5. Mengurangi volume residu urine setelah miksi
6. Mencegah progresifitas penyakit
Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan atau tindakan
endourologi yang kurang invasif.

BPH adalah penyakit yang progresif, yang artinya semakin bertambah usia 1)
volume prostat semakin bertambah, 2) laju pancaran urine semakin menurun 3) keluhan
yang berhubungan dengan miksi semakin bertambah 4) penyulit yang terjadi semakin
banyak; di antaranya adalah retensi urine sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan.
Salah satu marker untuk meramalkan proresifitas prostat adalah serum PSA. Semakin
tinggi nilai PSA (setelah disingkirkan tidak ada kangker prostat), semakin besar
kemungkinan BPH menimbulkan masalah. (Basuki B. Purnomo. 2011)

23
 Konservatif

Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting. Pilihan tanpa
terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan
ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi
apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhanya tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh
dokter. Penjelasan yang diberikan misalnya :
1. jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam.
2. kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi
atau coklat).
3. batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin.
4. kurangi makanan pedas dan asin dan jangan menaham kencing terlalu lama.
Pasien diminta untuk datang kontrol berkala (3-6 bulan) untuk menilai perubahan
keluhan yang dirasakan, IPSS, unflowmetry, maupun volume residu urine. Jika
keluhan berkemih bertambah buruk, perlu dipikirkan untuk terapi yang lain.
(A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

Rekomendasi terapi konservativ:


a. Terapi watchful waiting sesuai untuk kasus BPH dengan gejala ringan.
b. Perubahan gaya hidup dilakukan sebelum atau bersamaan dengan terapi
medikamentosa atau invasif.

 Medikamentosa

Terapi medikamentosa diberikan dengan skor IPSS > 7. Jenis obat yang digunakan
adalah:

i. α1-blocker

pengobatan dengan α1-blocker bertujuan menghambat kontraksi otot polos


prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan uretra.

24
Beberapa obat α1-blocker yang tersedia yaitu terazosin, doksazosin, alfuzosin, dan
tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari.
Obat golongan ini dapat mengurangi keluhan storage symptom dan voiding
symptom dan mampu memperbaiki skor gejala berkemih hingga 30-40% atau
penurunan skor IPSS 4-5 dan Qmax hingga 15-30%. Tetapi obat α1-blocker tidak
mengurangi volume prostat maupun risiko retensi urine dalam jangka panjang,
Masing-masing α1-blocker mempunyai tolerabilitas dan efek terhadap system
kardiovaskuler yang berbeda (hipotensi postura;, dizziness dan asthenia) yang
seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobatan. Penyulit lain yang
dapat terjadi adalah ejakulasi retrograd. Salah satu komplikasi yang harus
diperhatikan adalah intraoperative floopy iris syndrome (IFIS) pada operasi
katarak dan hal ini harus diinformasikan kepada pasien. (A.Mochtar, Chaidir, dkk,
2015)
Rekomendasi terhadap α1-blocker dapat diberikan pada kasus BPH dengan
gejala sedang-berat.

ii. 5α-reductase inhibitor

5α-reductase inhibitor berkerja dengan menginduksi proses apoptosis sel epitel


prostat yang kemudian mengecilkan volume prostat hingga 20-30%. 5α-reductase
inhibitor juga dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari nilai yang
semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kangker prostat. Saat
ini, terdapat 2 jenis obat 5α-reductase inhibitor yang dipakai untuk mengobati
BPH, yaitu finasteride, dan dutasteride. Efek klinis finestreride atau dutasteride
baru dapat terlihat setelah 6 bulan.

Finasteride digunakan bila volume prostat > 40 ml dan dutasteride digunakan


bila volume prostat > 30 ml. efek samping yang terjadi pada pemberian finasteride
atau dutasteride ini minimal, diantaranya dapat terjadi disfungsi ereksi, penurunan
libido, ginekomastika, atau timbul bercak-bercak merah dikulit. (A.Mochtar,
Chaidir, dkk, 2015)
Rekomendasi terhadap 5α-reductase inhibitor
a. Dapat diberikan pada kasus BPH gejala sedang- berat dan prostat yang
membesar.
b. Dapat mencegah progesivitas yang berhubungan dengan retensi urine
akut atau tindakan pembedahan

iii. Antagonis reseptor muskarinik

Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan antagonis reseptor mukarinik ini


bertujuan mengahambat atau mengurangi stimulasi reseptor muskarinik sehingga

25
mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih. Beberapa obat antagonis
reseptor mukarinik yang tersedia di Indonesia adalah fesoterodine fumarate,
propiverine HCL, solifenacin succinate, dan tolterodine 1-tartrate.

Penggunaan antimuskarinik terutama untuk memperbaiki gejala strorage


LUTS. Analisis pada kelompok pasien dengan nilai PSA < 1,3 ng/ml (volume
prostat kecil) menunjukan pemberian antimuskarinik bermanfaat. Sampai saat ini,
pengunaan antimuskarinik pada pasien dengan BOO masih dapat kontroversi,
khususnya yang berhubungan dengan risiko terjadinya retensi urine akut. Oleh
karena itu, perlu dilakukan evaluasi rutin keluhan dengan IPSS dan sisa urine pasca
berkemih. Sebaiknya, penggunaaan antimuskarinik dipertimbangkan jika
penggunaan α-bloker tidak mengurangi gejala storage.

Penggunaan antimuskarinik dapat menimbulkan efek samping, seperti mulut


kering (sampai dengan 16%), konstipasi ( sampai dengan 4%), kesulitan berkemih
( sampai dengan 2%), nasopharyngitis (sampai dengan 3%) dan pusing (sampai
dengan 5%).(A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)
Rekomendasi terhadap agonis resptor muskarinik:
a. Pada kasus BPH dengan keluhan storage yang menonjol
b. Hati-hati pada kasuks BPH dengan gejala voiding

iv. Phosphodiesterase 5 inhibitor

Phosphodiesterase 5 inhibitor (PDE 5 inhibitor) meningkatkan konsentrasi dan


memperpanjang aktivitas dari cyclic guanosine monophosphate intraseluler,
sehingga dapat mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat dan uretra. Di
Indonesia saat ini ada 3 jenis PDE 5 inhibitor yang tersedia, yaitu sildenafil,
vardenafil, dan tadalafil. Sampai saat ini, hanya tadalafil dengan dosis 5 mg perhari
yang direkomendasikan untuk pengobatan LUTS.

Tadalafil 5 mg per hari dapat menurunkan nilai IPSS sebesar 22-37%.


Penurunan yang bermakna ini dirasakan setelah pemakaian 1 minggu. Pada
penelitian uji klinis acak tanpa meta-analisis, peningkatan Qmax dibandingkan
placebo adalah 2,4 ml/s dan tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada
reside urine. Data meta-analisis menunjukan PDE 5 Inhibitor memberikan efek
lebih baik pada pria usia lebih muda dengan indeks massa tubuh yang rendah
dengan keluhan LUTS berat. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)
PDE-5 inhibitor dapat mengurangi gejala LUTS sedang sampai berat pada pria
dengan atau tanpa adanya disfungsi ereksi

v. Terapi kombinasi

o α 1- blocker + 5α-reductase inhibitor

26
terapi kombinasi α 1- blocker (alfuzosin, doksazosin, tamsulosin) + 5α-
reductase inhibitor (dutasteride atau finasteride) bertujuan untuk
mendapatkan efek sinergis dengan menggabungkan manfaat yang berbeda
dari kedua golongan obat tersebut, sehingga meningkatkan efektivitas
dalam memperbaiki gejala dan mencegah perkembangan penyakit.

Waktu yang diperlukan oleh α 1- blocker untuk memberikan efek klinis


adalah beberapa hari, sedangkan 5α-reductase inhibitor membutuhkan
waktu beberapa bulan untuk menunjukan perubahan klinis yang
signifikan. Data saat ini menunjukan terapi kombinasi memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan monoterapi dalam risiko terjadinya retensi
urine akut dan kemungkinan diperlukan terapi bedah. Akan tetapi, terapi
kombinasi juga dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping.

Terapi kombinasi ini diberikan kepada orang dengan keluhan


LUTS sedang berat dan mempunyai resiko progresi ( volume prostat
besar, PSA yang tinggi (>1,3 ng/dl), dan usia lanjut). Kombinasi ini
hanya direkomendasikan apabila direncanakan pengobatan jangka
panjang (>1 tahun). (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

o α 1- blocker + antagonis reseptor muskuranik

terapi kombinasi ini bertujuan untuk memblok α 1-adrenoreceptor dan


cholinoreceptor muskarinik (M2 dan M3) pada saluran kemih bawah,
terapi kombinasi ini dapat mengurangi frekuensi berkemih, nokturia,
urgensi, episode inkontinensia, skor IPSS dan memperbaiki kualitas hidup
dibandingkan α 1- blocker saja atau placebo saja. Pada pasien yang tetap
mengalami LUTS setelah pemberian monoterapi α 1- blocker akan
mengalami penurunan keluhan LUTS secara bermakna dengan pemberian
antimuskarinik , terutama bila ditemui overaktivitas detrusor.

Efek samping dari kedua golongan obat kombinasi ini telah dilaporkan
lebih tinggi dibandingkan monoterapi. Pemeriksaan residu urine harus
dilakukan selama pemberian terapi ini. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)
Rekomendasi terhadap terapi α 1- blocker + antagonis reseptor
muskuranik
a. diberikan pada LUTS terutama dengan keluhan storage yang
tidak membaik dengan pemberian monoterapi.
b. Terapi kombinasi ini perlu dipantau lebih ketat apabila
diberikan kepada kasus BPH dengan gangguan voiding.

vi. Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki


gejala, tetapi data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung

27
mekanisme kerja obat fisioterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Di
antara fitoterapi yang banyak dipasaran adalah : pygeum africanum, serenoa
repens, hypoxis rooperi, radix urtica dan masih banyak yang lainya. (A.Mochtar,
Chaidir, dkk, 2015)
Seperti panduan penatalaksanaan klinis dari berbagai asosiasi urologi
international, tim ini tidak merekomendasikan fitomarka pada penatalaksanaan
pembesaran prostat jinak.

 Pembedahan

Indikasi tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan


komplikasi seperti:
1. Retensi urine
2. Gagal trial without cathether
3. Infeksi saluran kemih berulang
4. Hematuria makroskopik berulang
5. Batu kandung kemih
6. Penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akbibat BPH.
7. Perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih bagian atas.
Indikasi relatif lain untuk terapi pembedahan adalah keluhan sedang hingga
berat, tidak menunjukan perbaikan setelah pemberian terapi non-bedah, dan pasien
yang menolak pemberian terapi medikamentosa. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)
i. Invasif minimal
1. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)

TURP merupakan tindakan baku emas pembedahan pada pasien BPH dengan
volume prostat 30-80 ml. akan tetapi, tidak ada batas maksimal volume prostat
dalam tindakan ini. Secara umum, TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga
90% dan meningkatkan laju pancaran urin hingga 100%.

Penyulit dini yang dapat terjadi pada saat TURP bias berupa pendarahan yang
memerlukan transfuse (0-9%), sindrom TUR (0-5%), AUR (0-13%), retensi
bekuan darah (0-39%), dan ISK (0-22%). Sementara itu, angka mortalitas
perioperative 30 hari pertama adalah 0,1. Selain itu, komplikasi jangka panjang
yang dapat terjadi meliputi inkontinensia urin (2,2%), stenosis leher kandung
kemih (4,7%), striktur urethra (3,8%), ejakulasi retrograde (65%), disfungsi
ereksi (6,5-14%) dan retensi urin dan UTI.

2. Laser prostetektomi

Terdapat 5 jenis energy yang dipakai untuk terapi invasif BPH, yaitu :
Nd:YAG,Holmium:YAG, KTP:YAG, green light laser, Thulium:YAG dan
diode. Kelenjar prostat akan mengalami koagulasi pada suhu 60-65 derajat
celcius dan mengalami vaporasi pada suhu yang lebih dari 100 derajat celcius.

28
Penggunaan laser pada terapi pembesaran prostat jinak dianjurkan khususnya
pada pasien yang terapi antikoagulanya tidak dapat dihentikan.

3. Lain-lain

Transurethral incision of the prostate (TUIP) atau insisi leher kandung


kemih (bladder neck incision) direkomendasikan pada prostat yang ukuranya
kecil ( kurang dari 30 ml) dan tidak terdapat pembesaran lobus medius prostat.
TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax
meskipun tidak sebaik TURP.

Thermoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan > 45 derajat celcius


sehingga menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang panas
dihasilkan dari berbagai cara, antara lain adalah Transurethral Microwave
Thermotheraphy (TUMT), Transurethral Needle Ablation (TUNA), dan High
Intensity Focused Ultrasound (HIFU) semakin tinggi suhu di dalam jaringan
prostat, semakin baik hasil yang didapatkan, tetapi semakin banyak juga efek
samping yang ditimbulkan. Teknik thermotherapi ini seringkali tidak
memerlukan perawatan dirumah sakit, tetapi masih harus memakai kathether
dalam jangka waktu yang lama. Angka terapi ulang TUMT (84% dalam 5
tahun) dan TUNA (20-50% dalam 20 bulan).

Stent dipasang intraluminal diantara leher kandung kemih dan


diproksimal verumontanum, sehingga urine dapat melewati lumen urethra
prostatika. Stent dapat diapasang secara temporer atau pemanen. Stent yang
telah terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi, menyebabkan nyeri
perineal, dan disuria. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

ii. Operasi terbuka

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal (Hryntschack atau


Freyer) dan retropubik (Milin). Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat yang
volumenya lebih dari 80 ml.

Prostatektomi terbuka adalah cara operasi paling invasive dengan mobiditas


yang lebih besar. Penyulit dini yang terjadi pada saat oprasi dilaporkan sebanyak 7-
14% berupa pendarahan yang memerlukan transfuse. Sementara itu, angka
mortalitas perioperative (30 hari pertama) adalah dibawah 0,25%. Komplikasi
jangka panjang dapat berupa kontraktur leher kandung kemih dan striktur uretra
(6%) dan inkontinensia urine (10%).(A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

Prostetektomi terbuka adalah pilihan teknik pembedahan prostat dengan volume


>80 ml dan gejala sedang sampai berat.

iii. Lain –lain

29
1. Trial without cathetherization (TwoC)

TwoC adalah cara mengevaluasi apakah pasien dapat berkemih secara


spontan setelah terjadi retensi. Setelah kateter dilepaskan, pasien kemudian
diminta dilakukan pemeriksaan pancaran urin dan sisa urin. TwoC baru dapat
dilakukan bersamaan dengan pemberian α1-blocker selama minimal 3-7 hari.
TwoC umumnya dilakukan pada pasien yang mengalami retensi urine akut
pertamakali dan belum ditegakan diagnosis pasti.

2. Clean intermittent catheterization (CIC)

CIC adalah cara untuk mengkosongkan kandung kemih secara


intermiten baik mandiri maupun dengan bantuan. CIC dipilih sebelum kateter
menetap dipasang pada pasien-pasien yang mengalami retensi urin kronik dan
mengalami gangguan fungsi ginjal ataupun hidronefrosis. CIC dikerjakan
dalam lingkungan bersih ketika kandung kemih pasien sudah terasa penuh
atau secara periodik.

3. Sistosomi

Pada keadaan retensi urin dan kateterisasi trasuretra tidak dapat


dilakukan, sistosomi menjadi pilihan. Sistosomi dilakukan dengan cara
pemasangan kateter khusus melalui dinding abdomen (supravesika) untuk
mengalirkan urin.

4. Kateter menetap
Keterisasasi menetap merupakan cara paling mudah dan sering digunakan
untuk menangani retensi urine kronik dengan keadaan medis yang tidak dapat
menjalani tindakan operasi. (A.Mochtar, Chaidir, dkk, 2015)

 Algoritma tatalaksana

30
31
32
3.9 Komplikasi

komplikasi BPH adalah :

1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi


2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin
terusberlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampungurin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapatterbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambahkeluhan iritasi.
Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bilaterjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan
padawaktu miksi pasien harus mengedan. (Sjamsuhidajat & de jong,2010)

33
3.10 Prognosis

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada setiap
individu. BPH yang tidak segera diobati memiliki prognosis yang buruk karena dapat
berkembang menjadi kanker prostat.

Dahulu, BOO stadium akhir kronis sering menyebabkan gagal ginjal dan
uremia. Meskipun komplikasi ini menjadi kurang umum, BOO kronis sekunder akibat
BPH dapat menyebabkan retensi urin, insufisiensi ginjal, infeksi saluran kemih
berulang, gross hematuria , dan kalkuli kandung kemih. (Deters, A levi, 2019)

3.11 Pencegahan

Dokter harus memotivasi modifikasi gaya hidup pasien untuk mengurangi


risiko mengembangkan BPH atau untuk membantu mengendalikan gejala yang sudah
ada. Modifikasi gaya hidup tersebut termasuk diet dan olah raga agar menjaga berat
badan yang sehat, membatasi asupan air yang berlebihan, membatasi atau menghindari
kopi dan minuman beralkohol, dan pelatihan kandung kemih yaitu dengan berkemih
setiap 3 jam sekali (Skinder, 2016)

4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Terhadap Sholat Pada Saat Terpasang
Kateter

Shalat selamanya akan menjadi kewajiban manusia selama di jasadnya masih ada ruh
dan akal. Hanya saja, syariat memberikan keringanan, dimana manusia boleh
melaksanakan shalat sesuai kemampuannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam :

‫ فإن لم تستطع فعلى جنب‬،ً‫ فإن لم تستطع فقاعدا‬،ً‫صل قائما‬

“Kerjakanlah shalat dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak
mampu juga maka dengan berbaringa.” (HR. Bukhari).

Jika penggunaan alat ini termasuk kondisi terpaksa, di mana kateter harus tetap
terpasang dan tidak bisa dilepas waktu shalat, atau jika sering dilepas akan membahayakan
orang yang sakit, maka tidak masalah shalat dalam keadaan kateter tetap terpasang.
Sebagaimana firman Allah:

َ َ ‫َّللاَ َما ا ْست‬


‫ط ْعت ُ ْم‬ َّ ‫فَاتَّقُوا‬

“Bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16).

Allah juga berfirman:

34
‫سا إِالَّ ُو ْسعَ َها‬
ً ‫َّللاُ نَ ْف‬
ِّ ‫ف‬ُ ِّ‫الَ يُ َك ِل‬

“Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sesuai kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286).

Akan tetapi jika memungkinkan untuk dilepas, meskipun diupayakan hanya dua kali
sehari, maka dia bisa atur agar kateter dilepas ketika mendekati waktu asar dan waktu isya.
Ketika kateter dilepas mendekati waktu asar, kemudian dia bisa shalat dzuhur di akhir
waktu, disambung dengan shalat asar setelah masuk waktunya. Atau dilepas ketika
mendekati isya, kemudian si sakit bisa shalat maghrib, disambung dengan shalat isya
setelah masuk waktu.

Setelah membahas bolehnya jamak karena sakit, Ibnu Qudamah mengatakan:

‫وكذلك يجوز الجمع للمستحاضة ولمن به سلس البول ومن في معناهما لما روينا من الحديث‬

“Demikian pula dibolehkan bagi wanita mustahadhah, atau orang yang punya penyakit
beser dan yang sejenis dengannya untuk melakukan jamak, berdasarkan hadis yang kami
bawakan.”

Hadis yang dibawakan Ibnu Qudamah adalah hadis dari Hamnah binti Jahsy
radhiyallahu ‘anha, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang hukum shalat dan puasa, sementara dia terus keluar darah. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:

‫ ثم تؤخرين‬،ً‫فإن قويت على أن تؤخري الظهر وتعجلي العصر ثم تغتسلين حين تطهرين وتصلين الظهر والعصر جمعا‬
‫…المغرب وتعجلين العشاء ثم تغتسلين وتجمعين بين الصالتين فافعلي‬

“Jika kamu sanggup, lakukan hal berikut: akhirkan shalat dzuhur dan segerakan shalat asar
di awal waktu. Kamu mandi kemudian shalat dzuhur dan asar dijamak. Kemudian kamu
akhirkan shalat maghrib dan segerakan shalat isya di awal waktu, kemudian kamu jamak
dua shalat itu…dst.” (HR. Turmudzi dan yang lainya)

Kesimpulannya, kaum muslimin boleh shalat sesuai dengan keadaan yang dia mampu,
namun jangan sampai dia meninggalkan cara shalat yang lebih sempurna padahal masih
mampu diusahakan. Seperti orang yang masih bisa duduk, maka dia tidak boleh shalat
sambil berbaring. Atau orang yang masih bisa wudhu, namun memilih untuk melakukan
tayamum.

Allahu a’lam (Baits, Nur Ammi. 2013)

35
DAFTAR PUSTAKA

Sholat dengan kateter (2013) https://konsultasisyariah.com/14199-shalat-dengan-kateter-


ketika-sakit.html Diakses, hari Sabtu 31 Maret 2019.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Differential Diagnoses (2019)
https://emedicine.medscape.com/article/437359-overview#showall Diakses, hari Sabtu 31
Maret 2019.
F.Paulsen & J.Waschke. 2012. Atlas Anatomi Manusia “Sobotta”, Edisi 23 Jilid
2.Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, Lauralee. 2011 Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem edisi 7. Jakarta : EGC

Eroschenko, V P.2010 Atlas Histologi di Fiore edisi 11. Jakarta : EGC

Abbas,A.K.,Aster,J.C., dan Kumar, V.2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi9.


Singapura: Elsevier Saunders.

A.Mochtar, Chaidir, dkk. 2015 Panduan Penatalaksanaan klinis Pembesaran Prostat Jinak
edisi ke 2. Jakarta : Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

Sjamsuhidajat & de jong.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC

Nair, Muralitharan & Peate ian. 2010 At A Glance Anatomi dan fisiologi. Jakarta :
Erlangga.

Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi.Jakarta: CV. Sagung Seto


Benign prostatic hyperplasia: A clinical (2016)
reviewhttps://journals.lww.com/jaapa/pages/articleviewer.aspx?year=2016&issue=08000
&article=00002&type=Fulltext. Diakses hari Selasa 2 April 2019.
Tinjauan Anatomi Klinik Pada Pembesaran Kelenjar Prostat (2016)
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/buletin_farmatera/article/download/825/761 Diakses
hari Selasa, 4 April 2019

36

Anda mungkin juga menyukai