Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN BAYI BARU LAHIR

DENGAN RESIKO TINGGI: BBLR DAN RDS

Keperawatan Anak
Monalisa Sitompul

Joy Somae (
Pelagia Sedyati (16510
Ralda Pelealu (1651031)

Yosi Julianti (1651019)

Fakultas Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
Bandung
2019
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadiat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat selesai
menyusun makalah ini.
Kami sebagai penyusun tidak lupa megucapkan banyak terimakasih kepada pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penyusun dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam penyusunan karya makalah ini penyusun
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun kepada
pembaca umumnya. Apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami
mohon maaf dan kami harapkan kritikan dari Anda untuk membangun kembali karya ini
menjadi sempurna.

Bandung, April 2019

Pemakalah
Daftar Isi

Halaman Judul (cover)………………………………………….………………i


Kata Pengantar………………………………………………....……………….ii
Daftar Isi……………………………………………………….……………….iii
BAB I
Pendahuluan…………………………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang……….………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………1
1.3 Tujuan Penyusunan……………………….………………………….1
BAB II
Pembahasan…………………………………….………………………………2
2.1 Definisi BBL dengan resiko tinggi………………………………...2
2.2 Klasifikasi BBL dengan resiko tinggi……………………………...2
2.3 Definisi BBL dengan resiko tinggi BBLR…...………………...…..3
2.4 Etiologi BBL dengan resiko tinggi BBLR…………………..……..3
2.5 Manifestasi Klinis BBLR…………………………………………..4
2.6 Klasifikasi BBL dengan resiko tinggi BBLR……. …………...…...5
2.7 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang…………………....5
2.8 Pencegahan BBLR……………………………………………….…5
2.9 Asuhan Keperawatan BBLR…..…..……………………………….6
2.10 Definisi BBL dengan resiko tinggi RDS…..……………………...7
2.11 Etiologi BBL dengan resiko tinggi RDS………………………….7
2.12 Patofisiologi RDS…………………………………………………8
2.13 Manifestasi Klinis RDS…………………………………………...9
2.14 Klasifikasi RDS…………………………………………………...9
2.15 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik RDS…………………...10
2.16 Penatalaksanaan RDS……………………………………………11
2.17 Pencegahan RDS……………………………………………...…12
2.18 Asuhan Keperawatan RDS………………………………………12

BAB III
Penutup………………………………………………………………….…….16
3.1 Kesimpulan………………………………………………………....16
3.2 Saran……………………………………………………………..…16
Daftar Pustaka…………………………………………………………………17
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonates adalah bayi yang berumur dibawah 28 hari. Selama 28
hari pertama kehidupan, bayi memiliki resiko tinggi mengalami kematian. Hampir 3 juta bayi
menninggal setiap tahun dibulan pertama hidup. Dalam bulan pertama, 50% dari semua
kematian neonatal adalah kematian bayi lahir hidup yang kemudian meninggal sebelum 28
hari kehidupan, dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kematian neonatal dini kematian bayi yang
terjadi pada 7 hari pertama kehidupan dan kematian neonatal kematian bayi yang terjadi pada
masa 8-28 hari kehidupan.
Penyebab utama kematian bayibaru lahir atau neonatal diantara bayi lahir prematur
29%, sepsis dan pneumonia 25% dan 23% merupakan bayi lahir dengan asifiksia dan trauma.
Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother dikemukakan bahwa 27%
kematian neonates disebabkan oleh BBLR.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi BBL dengan resiko tinggi?
2. Apa saja klasifikasi BBL dengan resiko tinggi?
3. Apa definisi BBL dengan resiko tinggi BBLR?
4. Apa etiologi BBL dengan resiko tinggi BBLR?
5. Apa saja manifestasi Klinis BBLR?
6. Apa saja klasifikasi BBL dengan resiko tinggi BBLR?
7. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi BBLR?
8. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang?
9. Bagaimana pencegahan BBLR?
10. Apa asuhan keperawatan BBLR?
11. Apa definisi BBL dengan resiko tinggi RDS?
12. Apa etiologi BBL dengan resiko tinggi RDS?
13. Apa patofisiologi RDS?
14. Apa manifestasi klinis RDS?
15. Apa saja klasifikasi RDS?
16. Apa saja pemeriksaan penunjang dan diagnostik RDS?
17. Bagaimana pencegahan RDS?
18. Apa asuhan keperawatan RDS?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa definisi BBL dengan resiko tinggi.
2. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi BBL dengan resiko tinggi.
3. Untuk mengetahui apa definisi BBL dengan resiko tinggi BBLR.
4. Untuk mengetahui apa etiologi BBL dengan resiko tinggi BBLR.
5. Untuk mengetahui apa saja manifestasi Klinis BBLR.
6. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi BBL dengan resiko tinggi BBLR.
7. Untuk mengetahui apa faktor-faktor yang mempengaruhi BBLR.
8. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
9. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan BBLR.
10. Untuk mengetahui apa asuhan keperawatan BBLR.
11. Untuk mengetahui apa definisi BBL dengan resiko tinggi RDS.
12. Untuk mengetahui apa etiologi BBL dengan resiko tinggi RDS.
13. Untuk mengetahui apa patofisiologi RDS.
14. Untuk mengetahui apa manifestasi klinis RDS.
15. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi RDS.
16. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dan diagnostik RDS.
17. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan RDS.
18. Untuk mengetahui apa asuhan keperawatan RDS.
BAB II
Pembahasan
2.1 Definisi BBL dengan resiko tinggi
Bayi resiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
menderita sakit atau kematian dari pada bayi lain. Resiko tinggi menyatakan bahwa bayi
harus mendapat pengawasan ketat oleh dokter dan perawat yang telah berpengalaman. Lama
masa pengawasan biasanya beberapa hari tetapi dapat berkisar dari beberapa jam sampai
beberapa minggu. Pada umumnya resiko tinggi terjadi pada bayi sejak lahir sampai usia 28
hari (neonatus).

2.2 Klasifikasi BBL dengan resiko tinggi


Klasifikasi bayi resiko tinggi dibedakan berdasarkan 4 macama yaitu :
1. Klasifikasi berdasarkan berat badan
Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram (BBLR) yg
dikelompokkan sbg berikut :
a. Bayi berat badan lahir amat sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat
badan < 1000 gram.
b. Bayi berat badan lahir sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan <
1500 gram.
c. Bayi berat badan lahir cukup rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan
1501-2500 gram.
2. Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan
a. Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan belum mencapai 37
minggu.
b. Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 38-42 minggu.
c. Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan > 37 minggu.
3. Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan dan berat badan
a. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir dengan
keterlambatan pertumbuhan intrauterine dengan berat badan terletak dibawah
persentil ke-10 dalam grafik pertumbuhan intra uterine.
b. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu bayi yang lahir dengan dengan
berat badan sesuai dengan berat badan terletak antara persentil ke-10 dan ke-90
dalam grafik pertumbuhan intra uterine.
c. Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK) yaitu bayi yang lahir dengan berat
badan lebih besar untuk usia kehamilan dg berat badan yang diatas persentil ke-90
dalam grafik pertumbuhan intra uterine.
4. Klasifikasi berdasarkan masalah patofisologis
Pada klasifikasi ini yaitu semua neonatus yang lahir disertai masalah patofisiologis atau
mengalami gangguan fisiologis.
a. Hiperbilirubinemia: Merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar
bilirubin seru total lebih dari 10 mg % pada minggu pertama dengan ditandai ikterus.
b. Asfiksia Neonaturum: Merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas spontan
dan teratur setelah lahir, yang dapat disertai dengan hipoksia.
c. Tetanus neonaturum: Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan
adanya infeksi melalui tali pusat, Yang dipicu oleh kuman clostridium tetani yang
bersifat anarerob dimana kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen.
d. Respiratory Distress Sindrom: Merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispneo,
frekwensi pernapasan yang lebih dari 0 kali permenit, adanya sianosis, adanya rintihan,
pada saat ekspirasi adanya rektraksi suprasternal.

2.3 Definisi BBL dengan resiko tinggin BBLR


BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor tertinggi angka kematian bayi,
terutama dalam satu bulan pertama kehidupan (Kemenkes RI,2015).

2.4 Etiologi BBL dengan resiko tinggi BBLR


Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain
adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.
1. Faktor ibu
1) Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, pre eklampsia, eklampsia, hipoksia ibu, trauma fisis dan psikologis. Penyakit
lainnya ialah nefritis akut, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus, hemoglobinopati, penyakit paru
kronik, infeksi akut atau tindakan operatif.
2) Gizi ibu hamil
Keadaan gizi ibu hamil sebelum hamil sangat berpengaruh pada berat badan bayi yang
dilahirkan. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat
menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi, mati dalam
kandungan dan lahir dengan BBLR. Oleh karena itu, supaya dapat melahirkan bayi yang normal, ibu
perlu mendapatkan asupan gizi yang cukup (Latief et al., 2007).
3) Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari 12
gram %. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar 10 Hb dibawah 11
gram % pada trimester I dan III atau kadar Hb kurang 10,5 gram % pada trimester II. Kejadian anemia
pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan resiko kematian ibu,
BBLR dan angka kematian bayi. Anemia dalam kehamilan disebabkan kekurangan zat besi yang
dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.
Hal ini dapat meningkatkan resiko morbiditas dan mortilitas ibu dan bayi. Kemungkinan melahirkan
BBLR juga lebih besar.
4) Keadaan sosial-ekonomi
Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat
pada golongan sosial-ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik
dan pengawasan antenatal yang kurang.
2. Faktor janin
1) Hidroamnion
Hidroamnion adalah cairan amnion yang lebih dari 2000 ml. Pada sebagian besar kasus, yang
terjadi adalah hidroamnion kronik yaitu peningkatan cairan berlebihan secara bertahap. Pada
hidroamnion akut, uterus mengalami 11 peregangan yang jelas dalam beberapa hari. Hidroamnion
dapat menimbulkan persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan
kelahiran prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR (Chandra, 2011).
2) Kehamilan ganda/kembar
Kehamilan ganda dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih
embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda dibagi menjadi dua yaitu, kehamilan dizigotik dan
monozigotik. Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau
apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama.
Kehamilan ganda dapat memberikan resiko yang tinggi terhadap ibu dan janin. Oleh karena itu, harus
dilakukan perawatan antenatal yang intensif untuk menghadapi kehamilan ganda.
3) Infeksi dalam kandungan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, herpes, sifillis,
TORCH).

2.5 Manifestasi Klinis BBLR


Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang tampak pada bayi berat lahir rendah yaitu:
 Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram
 Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
 Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
 Lingkar badan sama dengan atau kurang dari 30 cm
 Jaringan lemak sub kutan tipis atau kurang 8
 Tulang rawan daun telinga belum tumbuh sempurna
 Tumit mengkilap, telapak kaki halus
 Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rogue pada skrotum kurang.
 Testis belum turun dalam skrotum. Untuk perempuan klitoris menojol labia minora belum
tertutup oleh labia mayora
 Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan gerakan lemah.
 Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatakan reflek isap, menelan dan
batuk masih lemah.atau tidak efektif, dan tangisanya lemah.
 Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih
kurang
 Vernik kaseosa tidak ada atau sedikit.

2.6 Klasifikasi BBL dengan resiko tinggi BBLR


Klasifikasi BBLR dapat dibagi berdasarkan derajatnya dan masa gestasinya.
Berdasarkan derajatnya, BBLR diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, antara lain:
1. Berat bayi lahir rendah (BBLR) atau low birth weight (LBW) dengan berat lahir
1500 – 2499 gram.
2. Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight (VLBW)
dengan berat badan lahir 1000 – 1499 gram.
3. Berat bayi lahir ekstrem rendah (BBLER) atau extremely low birth weight (ELBW)
dengan berat badan lahir < 1000 gram.
2.7 Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain: Berat badan, tanda-
tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan), tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila
bayi kecil untuk masa kehamilan).

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: Pemeriksaan skor ballard. Tes
kocok/shake test (dianjurkan untuk bayi kurang bulan). Darah rutin, glukosa darah, kalau
perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah. Foto dada ataupun
babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai
pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas. USG kepala
terutama pada bayi dengan umur kehamilan.

2.8 Pencegahan BBLR

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang
penting. Hal-hal yang dapat dilakukan:

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun


kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama
faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan
dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda
tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat
menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik.

3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-
34 tahun).

4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan
pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.

2.9 Asuhan Keperawatan BBLR


1. Pengkajian
 Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu
 Keluhan utama
Menangis lemah,reflek menghisap lemah,bayi kedinginan atau suhu tubuh rendah
 Riwayat penayakit sekarang
Lahir spontan/SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu, berat badan kurang atau
sama dengan 2.500 gram.
 Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion e.
 Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM, TB Paru, Tumor
kandungan, Kista, Hipertensi
2. Diagnosa dan Intervensi
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, ketidakseimbangan
metabolik.
Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
• Kriteria Hasil:
o Pernapasan normal 40-60 kali permenit
o Pernafasan teratur
o Tidak cyanosis
o Wajah dan seluruh tubuh Berwarna kemerahan (pink variable)
Intervensi:
• Letakkan bayi terlentang dengan alas yang datar, kepala lurus, dan leher sedikit
tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga
bahu terangkat 2-3 cm.
• Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
• Berikan oksigen sesuai dengan order dokter
• Observasi irama, kedalama dan frekuensi pernapasan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang kurang.
Tujuan: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria Hasil:
o Tidak ada tanda-tanda infeksi
o Tidak ada gangguan fungsi tubuh
Intervensi:
• Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
• Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
• Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari
• Monitor tanda dan gejala infeksi
• Berikan antibiotic bila perlu

2.10 Definisi BBL dengan resiko tinggi RDS


Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang.

Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut
neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri
dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit;
sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah
epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop
akan terdengar penurunan masukan udara dalam paru.

Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya


kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya
kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom
ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH),
pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity.

2.11 Etiologi BBL dengan resiko tinggi RDS


RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik
dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu.
Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia
kehamilan, semakin rendah kejadian RDS.
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28
minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih
dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan
dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu,
kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin
dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi
preterm laki-laki atau kulit putih.
Faktor-faktornya antara lain :

1) Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi
rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin
seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain.
2) Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3) Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada neonaatus
dan lain-lain. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal,
aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi pulmonal
dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.
4) Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasinya dapat mengakibatkan
terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn).

2.12 Patofisiologi RDS


Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama
disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga
tidak terjadi kola Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang
ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya
tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan
parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi
yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali
pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan
oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi
kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka
alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular
resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di
samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang
menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal
yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat
sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang
menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan
epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan
terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik
membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi
alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari
sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan
vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi
alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang
diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut.

2.13 Manifestasi Klinis RDS


Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya :
a. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
b. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak dalam
keadaan menangis (disebabkan oleh penutupan glotis) merupakan tanda/indikasi
awal penyakit, berkurangnya dengkingan mungkin merupakan tanda pertama
perbaikan.
c. Refraksi sternum dan interkosta
d. Nafas cuping hidung
b. Sianosis pada udara kamar
c. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
d. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
e. Edema ekstremitas
Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat kecil dengan
corakan bronkogram udara.

2.14 Klasifikasi RDS


Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Downes.
Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai
progresivitasnya.
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 x/menit 60 – 80 x/menit > 80 x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis hilang dengan Sianosis menetap
Sianosis Tidak ada sianosis
O₂ walaupun diberi O₂
Air entry Udara masuk Penurunan udara masuk Tidak ada udara masuk
Dapat di dengan dengan Dapat didengar tanpa
Merintih Tidak merintih
stetoskop alat bantu
Evaluasi : <3 = Gawat napas ringan
4–5 = Gawat napas sedang
>6 = Gawat napas berat
2.15 Pemerikssaan Penunjang dan Diagnostik RDS
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah
Menunjukkan keadaan bakteriemia
 Menilai derajat hipoksemia
Analisa gas darah
 Menilai keseimbangan asam basa
Menilai keadaan hipoglikemia, karena
Glukosa darah hipoglikemia dapat menyebabkan atau
memperberat takipnea
Rontgen toraks
Mengetahui etiologi distress nafas
 Leukositosis menunjukkan adanya
infeksi
Darah rutin dan hitung jenis  Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
 Trombositopenia menunjukkan adanya
sepsis
Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan
Pulse oxymetri
oksigen

1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran
hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik
yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate
retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat
bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit
membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
2. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%,
prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi
normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan
kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar
PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat
atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya
asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan
yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada
fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang,
functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas.
Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan
dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke
kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya
tekanan arteri paru dan sistemik.
3. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran
hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian
paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari
fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang
nekrotik.

2.16 Penatalaksanaan RDS


Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemiduntuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah
pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari
cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).

Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan


a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam
inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena
berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu
bhhhhhhhanyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan
retina (fibroplasias retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan homeostasis
dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan
jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg
BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan
memberikan NaHCO3 secara intravena.
d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan eksogen
(surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal.

2.17 Pencegahan RDS


Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum
sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah
kelahiran bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan
sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971)
memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung
perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.

Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir tidak
akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari tiga
berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin.
Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin.
Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas.

2.18 Asuhan Keperawatan RDS


1. Pengkajian
a. Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b. Riwayat kesehatan :
Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping
hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
c. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
a) Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi strenum
dan interkosta, nafas cuping hidung, cyanosis pada udara kamar, grunting,
respirasi cepat atau lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
c) Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan berada di
lingkungan yang dingin
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi

3. Perencanaan Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)

Tujuan yang diharapkan : Pola nafas kembali efektif


Kriteria Hasil :
1) Pengembangan dada simetris
2) Irama pernapasan teratur
3) Bernapas mudah
4) Tidak ada suara nafas tambahan

Rencana Tindakan
Intervensi Rasional
Monitor kecepatan, irama, Mengetahui apakah ada
kedalaman dan upaya nafas gangguan dalam bernafas

Monitor pergerakan, Mengetahui kemampuan


kesimetrisan dada, retraksi dada bernafas klien
dan alat bantu pernafasan

Posisikan klien untuk Klien merasa nyaman


memaksimalkan ventilasi dan
mengurangi dispnea

Berikan oksigen sesuai program Mempertahankan oksigen arteri

Alat-alat emergensi disiapkan Kemungkinan terjadi kesulitan


dalam keadaan baik bernapas akut

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-


alveolar

Tujuan yang diharapkan : pertukaran gas kembali normal


Kriteria hasil :
1) Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
2) Bebas dari gejala distres pernafasan.

Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Pantau dispnea, takipnea, bunyi Data dasar untuk menentukan
napas, peningkatan upaya intervensi lebih lanjut
pernapasan, ekspansi, paru, dan
kelemahan

Monitor intake dan output cairan Menjaga keseimbangan cairan


Jaga alat emergensi dan Persiapan emergensi terjadinya
pengobatan tetap tersedia seperti masalah akut pernafasan
ambu bag, ET tube, suction,
oksigen

Batasi pengunjung Mengurangi tingkat kecemasan

c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan dengan berada di


lingkungan yang dingin

Tujuan yang diharapkan : Hipotermia dapat teratasi


Kriteria hasil :
1) Suhu axila 36-37˚C
2) RR : 30-60 X/menit
3) Warna kulit merah muda
4) Tidak ada distress respirasi
5) Tidak menggigil
6) Bayi tidak gelisah
7) Bayi tidak letargi

Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Monitor gejala dari hopotermia : Data dasar dalam menentukan
fatigue, lemah, apatis, perubahan intervensi
warna kulit

Monitor status pernafasan Mengetahui adanya gangguan


pernafasan

Pindahkan bayi dari lingkungan Menaikkan suhu tubuh bayi


yang dingin ke dalam
lingkungan / tempat yang hangat
(didalam inkubator atau lampu
sorot)

Segera ganti pakaian bayi yang Pakaian yang dingin dan basah
dingin dan basah dengan pakaian akan membuat bayi
yang hangat dan kering, berikan memperburuk kondisi bayi
selimut.

d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan : Nutrisi dapat tercukupi


Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi penurunan BB > 15 %.
2) Bayi tidak muntah
3) Bayi dapat minum dengan baik
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi reflek menghisap dan Mengetahui apakah ada
menelan bayi. gangguan dalam menghisap dan
menelan bayi

Observasi intake dan output. Mengetahui status nutrisi bayi

Berikan cairan IV dengan Memenuhi kebutuhan kalori bayi


kandungan glukosa sesuai
kebutuhan neonates
Menentukan diet yang tepat bagi
Rujuk kepada ahli diet untuk me bayi
mbantu memilih cairan yang dap
at memenuhi kebutuhan gizi

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme


regulasi

Tujuan yang diharapkan : Resiko kekurangan volume cairan tidak terjadi


Kriteria hasil :
1) Turgor pada perut bagian depan kenyal, tidak ada edema, membranmukosa
lembab, intake cairan sesuai dengan usia dan BB.
2) Output urin 1-2 ml/kg BB/jam, ubun-ubun datar, elektrolit darah dalam batas
normal.

Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Observasi suhu dan nadi. Mengetahui adanya indikasi
kekurangan volume cairan

Observasi adanya tanda-tanda d Menentukan intervensi lebih


ehidrasi atau overhidrasi. lanjut

Berikan terapi intravena sesuai d Mempertahankan keseimbangan


engan anjuran dan berikan dosis cairan
pemeliharaan, selain itu berikan
pula tindakan-tindakan pencega
han

Cairan membantu distribusi obat-


Berikan susu dan cairan intraven obatan dalam tubuh serta
a sesuai kebutuhan membantu menurunkan demam.
Cairan bening membantu
menambahkan kalori serta
menanggulangi kehilangan BB
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Terjadinya kematian bayi baru lahir masih tinggi di indonesia oleh karena itu
kita sebagai petugas kesehatan harus mampu mendeteksi dini adanya komplikasi pada bayi
baru lahir sehingga kita dapat membuat perencanaan dan penatalaksanaan dari komplikasi
tersebutsehingga dapat memberikan pertolongan segera serta dapat mencegah terjadinya
kematian.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari makalah ini adalah laksanakanlah penatalaksanaan
yang sebaik- baiknya pada Bayi baru lahir, sehingga pada akhirnya akan dapatmenurunkan
angka kematian Bayi baru lahir.
Bagi Mahasiswa
Dalam penetapan manajemen kebidanan diharapkan mahasiswa dapat melakukan
pengkajianyang lebih lengkap untuk mendapatkan hasil yang optimal dan mampu memberikan
asuhan yang kompeten bagi pasien. Mahasiswa juga diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu
yangdiperolehnya selama proses pembelajaran di lapangan.
Bagi Institusi

Pendidikan Diharapkan bimbingan yang seoptimal mungkin dalam membimbingmahasiswa


dalam memberikan asuhan kebidanan bagi pasien, sehingga mahasiswa dapat mengevaluasikan
teori dan praktek yang telah diperolehnya.
Bagi pasien dan keluarga

Diharapkan kepada klien agar menerapkan asuhan kebidanan yang telah diberikan baik
berupatindakan pencegahan maupun dalam pelaksanaannya.
Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/15508238/NEONATUS_BERESIKO_TINGGI
http://eprints.ums.ac.id/62622/3/BAB%20I.pdf
https://www.scribd.com/doc/253192385/Resiko-Tinggi-BBL
http://eprints.undip.ac.id/56128/3/Pradipta_Naufal_F_22010112130039_Lap.KTI_Bab_2.pdf
http://digilib.unila.ac.id/20646/15/BAB%20II.pdf
http://digilib.unila.ac.id/6610/113/BAB%20II.pdf

https://www.academia.edu/35139272/ASUHAN_KEPERAWATAN_SINDROM_GANGGU
AN_PERNAFASAN_RESPIRATORY_DISTRESS_SYNDROME_RDS

https://www.academia.edu/35381409/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_BAYI_DENG
AN_RDS

Anda mungkin juga menyukai