NEFROTIK SINDROM
Disusun Oleh :
NOVI TAMARA
S1 KEPERAWATAN
KAMPUS 2 RS CIREMAI
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Penyakit
I. Definisi
Nefrotik sindrom/Sindrom nefrotik adalah eksresi protein dalam urine 3, g atau
lebih perhari dan merupakan karakteristik dari cedera glomerulus. Kondisi ini terjadi
jika protein yang difiltrasi melebihi reabsorpsi tubulus. Penyebab primer sindrom
nefrotik meliputi nefropati perubahan minimal (nefrosis lipoid), glomerulonefritis
membranosa, dan gomerulosklerosis segmental fokal. Bentuk sekunder sindrom
nefrotik terjadi pada penyakit sistemik, meliputi diabetes mellitus, ada pula penyebab
dari sindrom nefrotik sekunder (obat-obatan, toksin), amiloidosis, lupus eritamatosus
sistemik, dan purapura Henoch-Schonlein. Sindrom nefrotik juga tekait dengan obat-
obatan tertentu (missal obat antiinflamasi nonsteroid), infeksi, malignasis, dan
gangguan vascular. Jika muncul sebagai komplikasi sekunder dengan penyakit gijal,
sindrom nefrotik biasanya menandakan prognosis yang lebih serius. Sindrom nefrotik
lebih sering terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa
Sindrom nefrotik ditandai oleh proteinuria yang berat, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema. Jika tidak ditemukan penyebabnya, kondisi ini disebut
sindrom nefrotik primer (Idiopatik). Jika penyait timbul sebagai akibat dari penyakit
sistemik atau penyebab lain(misalnya ibat-obatan, toksin), istilah yang tepat adalah
sindrom nefrotik sekunder. Sindrom nefrotik primer umumnya ditemukan pada anak-
anak usia prasekolah dengan puncak awitan insidensi antara usia 2 dan 3 tahun.
Jarang pada usia setelah 8 tahun, anak laki-laki terdampak lebih sering dibandingkan
anak perempuan. Tidak ada prevalensi berdasarkan ras dan distribusi geografis.
Tingkat insidensi sekitar 3 per 100.000 anak-anak per tahun.
II. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom nefrotik yang pasti belum
diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi
antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus. Pernah dicoba
pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan
biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh :
a. Malaria quartana atau parasit lainnya
b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun otak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit selsabit, hiperprolinemia, nefritis
membraneproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Adalah Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga disebut
sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy
ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi electron, Churg dkk
membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal, nefropati membranosa,
glomerulonefritis proliferatif, glomerulosklerosis,fokalsegmenta.
III. Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotik
Manifestasi Faktor yang berkontribusi Akibat
Proteinuria bermakna Peningkatan permeabilitas Edema, peningkatan
glomerulus, penurunan kerentanan terhadap
reabsorpsi tubulus proksimal infeksi akibat hilangnya
immunoglobulin
Hipoalbuminemia Peningkatan kehilangan Edema
protein melalui urine
Edema Hipoalbuminemia (penurunan Edema anasarka, lunak
tekanan onkotik plasma : dan pitting
retensi natrium danai,
peningkatan aldosteron dan
sekresi hormone anti diuretic
(ADH), tidak responsive
terhadap atrial natriuretic
peptides
Hiperlipidemia Penurunan kadar albumin Peningkatan
serum, peningkatan sintesis aterogenesis
hepatic dari very-low-density
lipoproteirr, peningkatan
kadar
kolestrol,fosfolipid,trigliserida
Lipiduria Peluruhan sel-sel tubulus Droplet lemak yang
yang mengandung lemak dapat mengapung dalam
(oval fat bodies) : lemak urine
bebas dari hiperlipidemia
Banyak manifestasi klinis sindrom nefrotik berkaitan dengan hilangnyisiensi protein
serum dan retensi natrium. Manifestasi klinis berupa edema, hiperlipidemia, lipiduria,
defisiensi vitamin D dan hipotirodisme, defisiensi vitamin D terkait dengan hilangnya
protein transportasi serum dan penurunan aktivasi vitamin D oleh ginjal. Hipotiroidisme
dapat tejadi akibat hilangnya protein pengikat tiroid dan tiroksin melalui urine.
Perubahan faktor-faktor koagulasi dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas dan dapat
menyebabkan terjadinya tromboemboli.
IV. Patofisiologi
Pada sindrom nefrotik, gangguan yang terjadi pada membrane basal glomerulus
dan cedera podosit menyebabkan peningkatan permenbilitas protein dan hilangnya
muatan listrik negative. Hilangnya protein plasma menurunkan tekanan onkotik
plasma, menyebabkan edema. Penyabab utama sindrom nefrotik adalah nefropati
dengan perubahan minimal dikombinasikan dengan berkurangnya sistesis sebagai
pengganti albumin oleh hati. Albumin hilang dalam jumlah besar karena konsentrasi
plasma yang tinggi dan berat molekul yang rendah. Selain itu terdapat kontribusi dari
penurunan asupan protein akibat anoreksia atau malnutrisi atau penyakit hati.
Hlangnya albumin mensimulasi sintesis lipoprotein oleh hati dan hiperlipidemia dan
dapat mempromosikan progresivitas penyait glomerulus. Hilang immunoglobulin dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Selain itu sering ditemukan retensi
natrium.
Penyebab tersering sindrom nefrotik pada anak-ana adalah minimal change
nephropathy dan glomerulosklerosis fokal segmental. Minimal change nephropathy
(MCN) (nefrosis lipoid) ditandai khas oleh adanya fusi prosesus kaki podosit
glomerulus yang tampak dengan mikroskop electron. Dengan mikroskop cahaya,
glomerulus tampa normal. Penyebab pasti penyakit ini tida diketahui, tetapi diduga
melalui mekanisme imunologis sistemik. Hipotesis yang ada adalah adanya suatu
faktor permeabilitas sirkulasi yang dilepaskan oleh limfosit T. Hilangnya muatan listrik
negative dan peningkatan permeabilitas dingding kapiler glomerulus menyebabkan
proteinuria. Hiperlipidemia menyebabkan hiperlipiduria dan terutama akibat dari
peningkatan sintesis lemak hepatic dan penurunan katabolisme lemak plasma.
V. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai
1. Uji urine
a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk
hialin dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
2. Uji darah
a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000
mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum : meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 sampai
1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan
3. Uji diagnostic
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
VI. Pemeriksaan Medis
Suportif
1. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
2. Memonitor dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal.
a. Memonitor urin output
b. Pemeriksaan tekanan darah secara berkala
c. Pembatasan cairan, sampai 1 liter
3. Memonitor fungsi ginjal
a. Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.
b. Hitung GFR/LFG setiap hari.
c. Mencegah komplikasi
d. Pemberian transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan Karena
efek kehilangan hanya bersifat sementara
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang
dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m2) = pada perempuan dikali 0,85
Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-58
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
(Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 2006)
Tindakan khusus
1. Pemberian diuretik (Furosemid IV).
2. Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids,
cyclosporin)
3. Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus
4. Pemberian albumin-rendah garam bila diperlukan
5. Pemberian ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah.
6. Diet tinggi protein; cegah makanan tinggi garam
7. Antibiotik profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi
sampai anak mendapat pengurangan dosis steroid secara bertahap
8. Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema yang
berat
VII.Komplikasi
- Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
- Tromboembolisme (terutama vena renal)
- Emboli pulmo
- Peningkatan terjadinya aterosklerosis
- Hypovolemia
- Hilangnya protein dalam urin
- Dehidrasi
VIII. Pencegahan
Untuk mencegah terserang sindrom nefrotik, cara terbaik yang dapat dilakukan adalah
mengonsumsi nutrisi sehat dan seimbang. Contohnya adalah mengonsumsi makanan
berprotein tinggi dan mengurangi konsumsi makan yang mengandung garam, lemak,
serta kolestrol.
Konsep Askep :
a. Pengkajian
1. Keadaan umum
2. Riwayat :
Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit
seperti ini?
Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering
dialami, imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
Pola kebiasaan sehari–hari : pola makan dan minum, pola
kebersihan, pola istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola
eliminasi.
3. Riwayat penyakit saat ini:
Keluhan utama
Alasan masuk rumah sakit
Faktor pencetus
Lamanya sakit
e. Pengkajian sistem
Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (terkait
dgn edema ).
Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada
tidaknya cyanosis, diaphoresis.
Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki,
retraksi dada, cuping hidung.
Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood,
kemampuan intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji
pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya
hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan
buang air besar.
Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan
jumlahnya.
f. Pengkajian keluarga
Anggota
Pola interaksi
Pendidikan dan pekerjaan
Kebudayaan dan keyakinan
Fungsi keluarga dan hubungan
Diagnosa keperawatan
1. Resiko Infeksi b.d edema, kulit tipis dan penururnan resistensi sekunder
2. Ketidakseimbangnya nutrisi kurang dari kebutuhan b.d malnutrisi sekunder
dan penurunan absorspsi usus
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan bentuk tubuh
.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15.Jakarta: EGC
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC,
Edisi 9. EGC. Jakarta