Anda di halaman 1dari 16

AKUNTANSI MANAJEMEN

AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN

Disusun Oleh:
Lina Oktaviani 180020113111007

Program Pendidikan Profesi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2019
1. Akuntansi Manajemen Lingkungan Pendahuluan

Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya mempedulikan sumber daya di bumi untuk

kepentingan generasi mendatang, melahirkan kepedulian akan pentingnya menjaga kelestarian dan

ketersediaan sumber daya. Kepedulian pada lingkungan yang meliputi kualitas udara, air dan

bahan beracun yang dapat merusak alam juga berpengaruh terhadap bisnis perusahaan yang

dituntut agar perusahaan berbisnis dengan ramah lingkungan.

Hal ini menyebabkan perusahaan harus berusaha memenuhi tuntutan ini dengan melakukan

bisnis yang ramah lingkungan. Perusahaan harus menyiapkan anggaran yang terkait dengan

aktivitas untuk memastikan bahwa mereka tidak menghasilkan/ harus mengolah limbah yang

berbahaya bagi lingkungan. Hal ini pada akhirnya akan menjadi biaya bagi perusahaan.

Perusahaan harus memikirkan bagaimana agar dapat meminimalkan atau bahkan menghilangkan

biaya yang terkait dampak lingkungan.

Salah satu pendekatan manajemen terkait biaya lingkungan adalah environment cost of quality.

Makalah ini akan membahas mengenai biaya lingkungan, bagaimana meminimalkan biaya

lingkungan dan bahkan menggunakan biaya lingkungan yang dikeluarkan untuk mendapatkan

keuntungan tambahan dari peningkatan-peningkatan yang dilakukan. Selain itu makalah ini akan

membahas mengenai triple bottom line yang merupakan pendekatan yang memperhatikan tidak

hanya profit, tetapi juga aspek sosial dan lingkungan.

2. Environmental Cost Of Quality

Kepedulian akan pentingnya perusahaan memperhatikan dampak lingkungan dalam aktivitas

industri, mendorong munculnya banyak peraturan yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan

pengelolaan atas dampak yang dihasilkan dari kegiatan produksi. Hal ini mendorong perusahaan
perlu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit terkait lingkungan. Untuk meminimalkan biaya yang

harus dikeluarkan terkait lingkungan, maka perusahaan harus menerapkan suatu sistem produksi

yang ramah lingkungan. Oleh karena itu muncul suatu konsep yang dinamakan ecoefficiency.

Ekoefisiensi merupakan suatu konsep yang bertujuan untuk menyatukan antara tujuan bisnis

perusahaan dengan menyelesaikan berbagai permasalahan terkait lingkungan sebagai akibat dari

kegiatan produksi. Secara esensi, ekoefisiensi menjaga agar organisasi dapat memproduksi makin

banyak barang dan jasa yang mana secara simultan mengurangi dampak negatif terhadap

lingkungan, konsumsi sumber daya, dan biaya. Ekoefisiensi paling tidak mengandung tiga hal

penting. Pertama, peningkatan kinerja ekologi dan ekonomi dapat dan sudah seharusnya saling

melengkapi. Kedua, peningkatan kinerja lingkungan seharusnya tidak lagi dipandang hanya

sebagai amal dan untuk nama baik, tetapi juga sebagai suatu persaingan (competitiveness). Ketiga,

ekoefisiensi adalah suatu pelengkap dan pendukung pengembangan yang berkesinambungan

(sustainable development). Pengembangan yang berkesinambungan didefinisikan sebagai

pengembangan yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa

depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Ekoefisiensi mengimplikasikan peningkatan efisiensi yang berasal dari peningkatan kinerja

lingkungan. Ada sejumlah sumber dari insentif dan penyebab peningkatan efisiensi, diantaranya:

1. Pelanggan menginginkan produk yang lebih bersih, yaitu produk yang diproduksi tanpa

merusak lingkungan serta penggunaan dan pembuangannya ramah lingkungan.

2. Para pegawai lebih suka bekerja di perusahaan yang bertanggungjawab terhadap

lingkungan dan akan menghasilkan produktivitas yang lebih besar.


3. Perusahaan yang bertanggungjawab terhadap lingkungan cenderung memperoleh

keuntungan eksternal, seperti biaya modal yang lebih rendah dan tingkat asuransi yang

lebih rendah.

4. Kinerja lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan keuntungan sosial yang signifikan,

seperti keuntungan bagi kesehatan manusia.

5. Fokus pada peningkatan kinerja lingkungan membangkitkan keinginan para manajer untuk

melakukan inovasi dan mencari peluang baru.

6. Pengurangan biaya lingkungan dapat mempertahankan atau menciptakan keunggulan

bersaing.

Pengurangan biaya dan insentif kompetitif merupakan hal yang penting. Biaya lingkungan

dapat merupakan persentase yang signifikan dari biaya operasional total. Pengetahuan mengenai

biaya lingkungan dan penyebab-penyebabnya dapat mengarah pada desain ulang proses yang

dapat mengurangi bahan baku yang lingkungan saat ini dan di masa depan dikurangi sehingga

perusahaan menjadi lebih kompetitif.

2.1. Definisi Biaya Lingkungan

Sebelum informasi biaya lingkungan dapat diberikan kepada manajemen, biaya lingkungan

harus didefinisikan. Berbagai kemungkinan bisa saja ada terkait definisi biaya lingkungan, namun

pendekatan menarik yaitu mengadopsi definisi yang konsisten yang dikenal dengan total

environmental quality model (TEQM). Dalam model ini, keadaan yang ideal adalah tidak ada

kerusakan lingkungan. Kerusakan didefenisikan sebagai degradasi langsung dari lingkungan,

seperti emisi residu benda padat, cair, atau gas ke dalam lingkungan (misalnya: pencemaran air
dan polusi udara), atau degradasi tidak langsung seperti penggunaan bahan baku dan energi yang

tidak perlu.

Dengan demikian, biaya lingkungan dapat disebut juga sebagai biaya kualitas lingkungan.

Dalam arti yang sama dengan biaya kualitas, biaya lingkungan adalah biaya yang dikeluarkan

karena kualitas lingkungan yang buruk ada atau mungkin ada. Dengan demikian, biaya lingkungan

berkaitan dengan penciptaan, deteksi, perbaikan, dan pencegahan degradasi lingkungan. Dengan

definisi ini, biaya lingkungan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu:

1. Biaya Pencegahan Lingkungan (environmental prevention costs)

Biaya yang terkait ini adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah

diproduksinya limbah dan/atau sampah yang dapat merusak lingkungan. Contoh: Evaluasi

dan pemilihan pemasok, evaluasi dan pemilihan alat untuk mengendalikan polusi, desain

proses dan produk untuk mengurangi dan menghapus limbah, melatih pegawai,

mempelajari dampak lingkungan, audit risiko lingkungan, daur ulang produk, pemerolehan

sertifikasi ISO 14001.

2. Biaya Deteksi Lingkungan (environmental detection costs)

Biaya yang terkait deteksi adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan dalam

menentukan bahwa produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi

standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Contoh: Audit aktivitas lingkungan,

pemeriksaan produk dan proses, pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan

pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan dari pemasok, serta pengukuran

tingkat pencemaran.

3. Biaya Kegagalan Internal Lingkungan (environmental internal failure costs)


Merupakan biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya limbah dan

sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. Contoh: Pengoperasian peralatan untuk

mengurangi atau menghilangkan polusi, pengolahan dan pembuangan limbah beracun,

pemeliharaan peralatan polusi, lisensi fasilitas untuk memproduksi limbah, serta daur ulang

sisa bahan.

4. Biaya Kegagalan Eksternal Lingkungan (environmental external failure)

Adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan serta melepas limbah atau sampah ke

dalam lingkungan. Biaya ini terbagi menjadi dua, yaitu: biaya kegagalan eksternal yang

direalisasi (realized external failure costs) dan biaya kegagalan eksternal yang tidak

direalisasikan (unrealized external failure costs). Biaya kegagalan eksternal yang

direalisasi adalah biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan. Biaya kegagalan

eksternal yang tidak direalisasikan adalah biaya sosial disebabkan oleh perusahaan, tetapi

dialami dan dibayar oleh pihak-pihak di luar perusahaan. Biaya sosial ini dapat

diklasifikasikan sebagai biaya yang dihasilkan dari degradatio lingkungan dan yang

berhubungan dengan dampak negatif terhadap properti atau kesejahteraan individu. Dalam

kedua kasus, biaya ditanggung oleh orang lain dan bukan oleh perusahaan meskipun

penyebab adalah perusahaan.

Contoh biaya kegagalan eksternal yang direalisasi adalah: pembersihan danau yang tercemar,

pembersihan minyak yang tumpah, pembersihan tanah yang tercemar, penggunaan bahan baku

dan energi secara tidak efisien, penyelesaian klaim kecelakaan pribadi dari praktik kerja yang tidak

ramah lingkungan, dll. Contoh biaya sosial adalah: mencakup perawatan medis karena udara yang

terpolusi (kesejahteraan individu), hilangnya kegunaan danau sebagai tempat rekreasi karena
pencemaran (degradasi), hilangnya lapangan pekerjaan karena pencemaran (kesejahteraan

individual), dan rusaknya ekosistem karena pembuangan sampah padat (degradasi).


2.2. Pelaporan Biaya Lingkungan
Pelaporan biaya lingkungan adalah penting jika organisasi serius meningkatkan kinerja

lingkungan dan pengendalian biaya lingkungan. Langkah pertama yang baik adalah laporan yang

merinci biaya lingkungan berdasarkan kategori. Pelaporan biaya lingkungan berdasarkan kategori

mengungkapkan dua hasil penting, yaitu: (1) dampak dari biaya lingkungan terhadap profitabilitas

perusahaan dan (2) jumlah relatif yang dikeluarkan dalam setiap kategori.

Contoh Pelaporan Biaya Lingkungan (Hansen et al., 2009) Dari laporan ini, terlihat upaya

untuk menyoroti pentingnya biaya lingkungan dengan mengekspresikan mereka sebagai

persentase dari total biaya operasional. Dalam laporan ini, biaya lingkungan merupakan 30 persen

dari total biaya operasional, merupakan jumlah yang signifikan. Dari sudut pandang praktis, biaya

lingkungan akan menjadi perhatian manajerial hanya jika mewakili jumlah yang signifikan. Ketika

menjadi biaya yang sangat signifikan, maka manajer cenderung berusaha melakukan upaya

pengurangan terhadap biaya yang terkait lingkungan.

Investasi lebih dalam kegiatan pencegahan dan deteksi dapat menghasilkan penurunan yang

signifikan pada biaya kegagalan lingkungan. Bahkan investasi pada peralatan yang mendukung

pengurangan konsumsi energi, air, dan bahan kimia dapat menghasilkan penghematan. Biaya

lingkungan tampaknya berperilaku dalam banyak cara yang sama seperti biaya kualitas. biaya

lingkungan terendah yang dicapai pada titik kerusakan sama seperti zero-defect dalam model biaya

kualitas. Dengan demikian, solusi ekoefisien lebih berfokus pada pencegahan dengan pandangan

bahwa pencegahan lebih murah daripada mengobati. Analogi ini sama dengan total quality model,

kerusakan nol adalah titik biaya terendah untuk biaya lingkungan.


2.3. Laporan Keuangan Lingkungan

Ekoefisiensi memungkinkan modifikasi pada pelaporan biaya lingkungan. Secara khusus,

selain pelaporan biaya lingkungan, mengapa tidak melaporkan manfaat lingkungan? Dalam suatu

periode tertentu, ada tiga jenis manfaat, yaitu: pendapatan tambahan, tabungan saat ini, dan biaya

yang dihindari (penghematan yang sedang berlangsung). Pendapatan tambahan adalah pendapatan

yang mengalir ke dalam organisasi karena tindakan lingkungan seperti daur ulang kertas,

menemukan aplikasi baru untuk limbah tidak berbahaya (misalnya, menggunakan scrap kayu

untuk membuat potongan-potongan kayu dan papan catur), dan peningkatan penjualan karena

pencitraan atas ramah lingkungan ditingkatkan. Menghindari biaya mengacu pada penghematan

atas biaya yang telah dibayarkan pada tahun sebelumnya. Tabungan saat ini mengacu pada

pengurangan biaya lingkungan yang dicapai pada tahun berjalan. Dengan membandingkan

manfaat yang dihasilkan dengan biaya lingkungan yang terjadi dalam suatu periode tertentu, jenis

laporan keuangan lingkungan dibuat. Manajer dapat menggunakan pernyataan ini untuk menilai

kemajuan (manfaat yang dihasilkan) dan potensi untuk kemajuan (biaya lingkungan). Laporan

keuangan lingkungan juga dapat menjadi bagian dari laporan kemajuan lingkungan yang diberikan

kepada pemegang saham pada laporan tahunan.

3. Strategi Berdasarkan Akuntansi Pertanggungjawaban Lingkungan

Secara keseluruhan peningkatan kinerja lingkungan menyarankan untuk selalu meningkatkan

kerangka kerja terkait pengendalian lingkungan. Terdapat lima tujuan utama yang dapat

diindentifikasi terkait kinerja lingkungan dari perspektif lingkungan, yaitu: meminimalkan

penggunaan bahan mentah atau baru, meminimalkan penggunaan barang berbahaya,


meminimalkan penggunaan energi untuk produksi dan penggunaan produk, meminimalkan

pelepasan residu baik padat, cair atau gas, dan terakhir memaksimalkan peluang daur ulang.

Dalam melakukan hal ini peran penting dari aktivitas manajemen tidak bisa dihindarkan.

Aktivitas manajemen yang dilakukan mulai dari mengidentifikasi aktivitas lingkungan, menilai

biaya yang diperlukan berdasarkan aktivitas lingkungan. Prosedur pengendalian kemudian dapat

dilakukan setelah mengetahui biaya lingkungan dan produk serta proses apa yang menghasilkan

biaya lingkungan.

Pada tahapan ini kemudian, manajemen perlu mengklasifikasikan aktivitas. Aktivitas

diklasifikasikan sebagai aktivitas lingkungan bernilai tambah dan yang tidak bernilai tambah.

Dengan mengetahui aktivitas-aktivitas tersebut maka kemudian dapat ditentukan langkah

selanjutnya. Perusahaan kemudian dapat meredesain produk dan prosesnya untuk meminimalkan

dan mengeliminasi aktivitas yang tidak bernilai tambah.

Desain yang dirancang adalah desain yang ramah lingkungan. Hal ini meliputi produk, proses,

material, energi, dan daur ulang. Jadi desain ini mencakup seluruh siklus hidup produk dan

pengaruhnya bagi lingkungan diperhitungkan. Hal yang tidak bisa dilupakan juga adalah terkait

pengukuran keuangan. Manajemen berperan untuk memastikan bahwa peningkatan perhatian pada

aspek lingkungan seharusnya memberikan konsekuensi bagi perusahaan berupa keuntungan secara

ekonomi. Perusahaan harus menghitung total biaya lingkungan yang dikeluarkan selama beberapa

periode apakah terdapat penurunan biaya terkait dampak lingkungan.

Menurut Boer, Curtin, & Hoyt (1998), terdapat tiga strategi untuk mengelola biaya lingkungan,

yaitu:

1. End of pipe strategy


Dalam pendekatan ini, perusahaan menghasilkan limbah atau polutan, dan kemudian

membersihkannya sebelum dibuang ke lingkungan. Scrubber cerobong asap, pengolahan

air limbah, dan filter karbon udara adalah contoh-contoh strategi akhir pipa. Pendekatan

ini kurang menguntungkan, karena menambah biaya dalam laporan keuangan tanpa ada

dampak pemulihan atas biaya yang dikeluarkan

2. Process improvement strategy

Dengan pendekatan ini, perusahaan mencari jalan untuk mendaur ulang limbah secara

internal untuk mengurangi sisa produksi, atau mengadopsi proses produksi yang tidak

menghasilkan sisa. Cara ini dapat meningkatkan meningkatkan profit dan juga mengurangi

polusi seperti pada end of pipe strategy.

3. Prevention strategy

Merupakan strategi utama untuk memaksimalkan nilai dari kegiatan yang berhubungan

dengan pencemaran dimana melibatkan penghindaran yang menyeluruh terhadap polusi

dengan cara tidak memproduksi sama sekali polutan. Dalam strategi ini, perusahaan sangat

menghindari semua masalah dengan otoritas yang berwenang, dan bahkan dalam banyak

kasus perusahaan yang melakukan strategi ini dapat meningkatkan profit secara signifikan.

4. Triple Bottom Line

Dewasa ini konsep CSR semakin berkembang, dan dengan berkembangnya konsep CSR

tersebut maka banyak teori yang muncul yang diungkapkan mengenai CSR ini. Salah satu yang

terkenal adalah teori triple bottom line dimana teori ini memberi pandangan bahwa jika sebuah

perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus

memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan
dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif

dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam setiap kegiatan usaha.

Tidak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit dan

mendongkrak harga saham setinggi-tingginya. karena inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang

paling esensial terhadap pemegang saham. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak

profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. Peningkatan

produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki manajemen kerja mulai penyederhanaan proses,

mengurangi aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan. Sedangkan

efisiensi biaya dapat tercapai jika perusahaan menggunakan material sehemat mungkin dan

memangkas biaya serendah mungkin.

People atau masyarakat merupakan stakeholders yang sangat penting bagi perusahaan,

karena dukungan masyarakat sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan

perkembangan perusahaan. Maka dari itu perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya

memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Dan perlu juga disadari bahwa operasi

perusahaan berpotensi memberi dampak kepada masyarakat. Karena itu perusahaan perlu untuk

melakukan berbagai kegiatan yang dapat menyentuh kebutuhan masyarakat

Planet atau Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang dalam

kehidupan manusia. Karena semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk hidup

selalu berkaitan dengan lingkungan misalnya air yang diminum, udara yang dihirup dan seluruh

peralatan yang digunakan, semuanya berasal dari lingkungan. Namun sebagian besar dari manusia

masih kurang peduli terhadap lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena tidak ada keuntungan

langsung yang bisa diambil didalamnya.


Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal yang wajar.

Maka, manusia sebagai pelaku industri hanya mementingkan bagaimana menghasilkan uang

sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya apapun untuk melestarikan lingkungan. Padahal

dengan melestarikan lingkungan, manusia justru akan memperoleh keuntungan yang lebih,

terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, di samping ketersediaan sumber daya yang lebih

terjamin kelangsungannya.

4.1.Pengungkapan Triple Bottom Line

Dalam era globalisasi peursahaan tidak hanya mementingkan aspek ekonomi saja, tetapi

harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, setiap perusahaan berusaha untuk

memenuhi kegiatan yang berkaitan dengan memperhatikan kepentingan sosial dan lingkungan.

Seperti penelitian Sandra (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang berkelanjutan bukan hanya

mengejar keuntungan financial, bukan hanya peningkatan nilai pemegang saham. Namun yang

paling baik adalah dicapai melalui kerangka kerja yang luas di bidang ekonomi, sosial, lingkungan

dan nilai-nilai etika serta tujuan bersama yang melibatkan interaksi antara perusahaan dan berbagai

pemangku kepentingan.

Selanjutnya, konsep ini dikembangkan seperti penelitian Zu (2009) dalam Sandra (2011)

mengungkapkan tentang teori triple bottom line dengan tiga aspek utama yaitu, ekonomis, sosial

dan lingkungan. Triple bottom line menangkap spektrum yang lebih luas dari nilai-nilai dan

kriteria untuk mengukur kesuksesan organisasi yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Hal ini

berarti memperluas kerangka kerja pelaporan sederhana untuk memperhitungkan kinerja sosial

dan lingkungan disamping kinerja keuangan. Ini juga menangkap esensi pembangunan
berkelanjutan (sustainability development) dengan mengukur dampak ketiga aspek tersebut dari

kegiatan operasi perusahaan.

Konsep disampaikan oleh Solihin (2008) menyatakan bahwa pengenalan konsep

sustainability development memberi dampak besar kepada perkembangan konsep triple bottom

line selanjutnya. Sebagai contoh the organization for economic cooperation and development

(OECD merumuskan “kontribusi bisnis bagi pembangunan berkelanjutan serta adanya perilaku

korporasi yang tidak semata-mata menjamin adanya pengembalian kepada para pemegang saham,

upah bagi karyawan dan pembuatan produk serta jasa bagi para pelanggan melainkan perusahaan

bisnis juga harus memberi perhatian terhadap berbagai hal yang dianggap penting serta nilai-nilai

masyarakat”.

4.2. Triple Bottom Line: Lebih dari Sekadar Profit

Pada tahun 2010an, Burger King, Unilever, Nestle dan Kraft Foods memutuskan

menghentikan pembelian minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh Grup Sinar Mas. Alasan

mereka adalah dugaan adanya perusakan hutan tropis yang membahayakan kehidupan satwa,

mengurangi kemampuan penyerapan karbon dioksida yang merupakan salah satu penyebab utama

perubahan iklim global yang lebih dikenal dengan global warming.

Di luar negeri, Timberland, salah satu produsen pakaian dan sepatu outdoor juga didera hal

yang sama (Harvard Business Review, September 2010). Pagi hari 1 Juni 2009, Jeff Swartz,

menerima e-mail dari 65 ribu aktivis dan pelanggan yang marah. Mereka menuduh Timberland

membeli materialnya dari hutan yang ditebang secara ilegal di Amazon. Parahnya, awalnya

Timberland tidak mengetahui apakah material yang mereka beli benar berasal dari Amazon atau

tidak, yang mengimplikasikan mungkin saja tuduhan tersebut benar. Bukan itu saja, di bulan Mei
2010, seluruh dunia gempar dengan kasus bunuh diri di pabrik FoxConn, Cina. Delapan

pegawainya mati karena bunuh diri dalam waktu lima bulan.

Fenomena nasional dan internasional ini mengimplikasikan dengan jelas bahwa

perusahaan masa kini tidak bisa sekadar memperhatikan profit lagi. John Elkington tahun 1988

memperkenalkan konsep Triple Bottom Line (TBL atau 3BL). Atau juga 3P – People, Planet and

Profit. Singkat kata, ketiganya merupakan pilar yang mengukur nilai kesuksesan suatu perusahaan

dengan tiga kriteria: ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Sebenarnya, pendekatan ini telah banyak digunakan sejak awal tahun 2007 seiring

perkembangan pendekatan akuntansi biaya penuh (full cost accounting) yang banyak digunakan

oleh perusahaan sektor publik. Pada perusahaan sektor swasta, penerapan tanggung jawab sosial

(Corporate Social Responsibility/CSR) pun merupakan salah satu bentuk implementasi TBL.

Konsep TBL mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan

kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang

dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham). Tidak dapat

diingkari, masih banyak perusahaan yang melihat program ini sebagai suatu program yang

menghabiskan banyak biaya dan merugikan. Bahkan, beberapa perusahaan menerapkan program

ini karena “terpaksa” untuk mengantisipasi penolakan dari masyarakat dan lingkungan sekitar

perusahaan. Selain sisi internal perusahaan, hambatan lainnya dari sisi eksternal karena belum

adanya dukungan regulator dan profesi akuntansi tentang penyajian pelaporan non finansial.

Ahli manajemen dari Harvard Business School, Michael Porter, dalam tulisannya yang

berjudul Strategy and Society: The Link Between Competitive Advantage and Corporate Social

Responsibility (Harvard Business Review, Desember 2006), telah melakukan riset dan
mengemukakan bahwa konsep sosial harus menjadi bagian dari strategi perusahaan. Strategi

perusahaan terkait erat dengan program tanggung jawab sosial. Perusahaan tidak akan

menghilangkan program tanggung jawab sosial itu meski dilanda krisis, kecuali ingin mengubah

strateginya secara mendasar. Sementara pada kasus program tanggung jawab dipotong lebih dulu.

Anda mungkin juga menyukai