Oleh
Lina Oktaviani 180020113111007
Productive Eficiency
(1) untuk campuran input yang akan menghasilkan output tertentu, tidak ada lagi
input yang digunakan daripada yang diperlukan untuk menghasilkan output.
Kondisi pertama didorong oleh hubungan teknis dan, oleh karena itu, disebut
sebagai efisiensi teknis. Melihat aktivitas sebagai masukan, kondisi pertama
mengharuskan penghapusan semua aktivitas non-nilai tambah dan
mengharuskan kegiatan bernilai tambah dilakukan dengan jumlah minimal
yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang diberikan.
(2) mengingat campuran yang memenuhi kondisi pertama, campuran yang paling
murah dipilih. Kondisi kedua didorong oleh hubungan harga input relatif dan
oleh karena itu, disebut sebagai efisiensi alokatif. Harga input menentukan
proporsi relatif masing-masing input yang harus digunakan. Penyimpangan
dari proporsi tetap ini menciptakan inefisiensi alokasi.
Produktivitas dari satu input biasanya diukur dengan menghitung rasio output
terhadap input sebagai berikut:
Karena produktivitas hanya satu input yang diukur, ukuran tersebut disebut
ukuran produktivitas parsial. Jika output dan input diukur dalam jumlah fisik, maka
kita memiliki ukuran produktivitas operasional. Jika output atau input dinyatakan
dalam dolar, maka kita memiliki ukuran produktivitas finansial.
Profit-Lingkage Rule. Untuk periode sekarang, hitunglah biaya input yang akan
digunakan jika tidak ada perubahan produktivitas dan bandingkan biaya ini dengan
biaya input yang sebenarnya digunakan. Perbedaan biaya adalah jumlah
keuntungan yang berubah karena perubahan produktivitas.
3. Price-Recovery Component.
Suatu aktivitas dapat dipandang sebagai entitas yang mengubah input menjadi
sebuah output. Masukan adalah sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu kegiatan.
Ingat bahwa sumber daya adalah elemen ekonomi yang memungkinkan aktivitas
dilakukan. Dengan demikian, pada dasarnya, sumber daya adalah input atau faktor
produksi yang digunakan oleh suatu kegiatan untuk menciptakan outputnya.
Masukan atau sumber daya ini identik dalam konsep dengan faktor-faktor yang
digunakan untuk menghasilkan produk: bahan, tenaga kerja, modal, energi, dan
sebagainya. Dengan demikian, kunci untuk analisis produktivitas kerja adalah
menentukan keluaran aktivitas dan ukuran keluaran aktivitas yang sesuai. Setelah
ukuran output teridentifikasi, maka analisis produktivitas profil dan profit-linked
dimungkinkan.
Proses didefinisikan oleh aktivitas dengan tujuan yang sama. Tujuan umum
biasanya didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh proses. Keluaran proses
menghabiskan aktivitas proses, yang pada gilirannya memakan sumber daya
(tenaga kerja, bahan, dll.). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produktivitas
proses didefinisikan oleh dua komponen: (1) perubahan dalam efisiensi kegiatan
yang mengkonsumsi sumber daya dan (2) perubahan efisiensi konsumsi keluaran
proses kegiatan.
Pada konsep ini setiap pusat laba dihitung besarnya laba bersih dengan
mempertemukan penghasilan setiap pusat laba dikurangi semua biaya pada pusat
laba yang bersangkutan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Langkah-langkah
yang ditempuh dalam menggunakan konsep ini adalah :
Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik baik yang tetap maupun
variable dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan
melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk
jadi yang belum terjual, dan baru dianggap sebagai biaya apabila produk jadi
tersebut dijual.
Karena biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang
ditetapkan dimuka pada kapasitas normal, maka jika dalam satu periode biaya
overhead pabrik sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan tersebut, akan
terjadi pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang. Metode full costing
menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sampai produk terjual, jadi
masih dianggap aktiva. Jenis-jenis biaya dalam metode full costing diantaranya :
a. Biaya produksi, meliputi biaya dalam rangka pengolahan bahan baku
sampai dengan menjadi produk selesai siap jual. Biaya produksi meliputi
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
b. Biaya non produksi, meliputi semua biaya bukan dalam rangka pengolahan
produk. Biaya ini meliputi biaya pemasaran, biaya administrasi, dan biaya
keuangan. Biaya pemasaran ditambah biaya administrasi dan umum disebut
dengan biaya komersial. Pada pendekatan fungsional, semua biaya non
produksi adalah biaya periode.
a. Biaya overhead pabrik baik yang variable maupun tetap, dibebankan kepada
produk atas dasar tariff yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal atau
atas dasar biaya overhead yang sesungguhnya.
b. Selisih biaya overhead pabrik akan timbul apabila biaya oeverhead pabrik
yang dibebankan berbeda dengan biaya overhead pabrik yang
sesungguhnya terjadi.
c. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual,
maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tersebut
digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok yang masih
dalam persediaan (baik produk dalam proses maupun produk jadi).
d. Merode ini akan menunda pembebanan biaya oeverhead pabrik tetap
sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan dijual.
Tahapan-tahapan life cycle costing (Blocher, Stout dan Cokins, 2010 : 12-13)
mencakup :
1. Penelitian dan pengembangan.
2. Desain produk, mencakup membuat prototype (bentuk dasar), target
pembiayaan, dan pengujian.
3. Memproduksi, pemeriksaan, pengemasan dan pengangkutan ke gudang.
4. Memasarkan, mempromosikan dan distribusi.
5. Penjualan dan pelayanan.
Life cycle costing memberikan perspektif jangka panjang karena
mempertimbangkan semua biaya selama umur produk atau jasa. Apabila
diklasifikasikan dengan lebih signifikan makan total biaya selama siklus hidup
suatu produk dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Biaya hulu (upstream cost), terdiri atas riset dan pengembangan, desin yang
membuat prototype, pengujian teknis dan pengembangan kualitas.
2. Biaya produksi, teridri atas pembelian, biaya produksi langsung, biaya
produksi tidak langsung.
3. Biaya hilir (downstream cost), terdiri atas pemasaran dan distribusi
pengemasan, pengangkutan.
produksi
ngan
Pengemba
Riset &
&distribusi
Pemasaran
pelanggan
pada
Pelayanan
Biaya Hulu (Upstream Cost) Biaya Hilir (Downstream Cost)
Adapun pengelompokkan elemen biaya dalam life cycle costing dibagi menjadi
empat bagian utama, yaitu :
1. Non-recuring cost, meliputi biaya planning, designing, dan testing yang
terjadi pada tahap pengembangan suatu produk.
2. Manufacturing cost, meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja langsung ,
serta biaya overhead pabrik yang terjadi selama proses pembuatan produk.
3. Logistic cost, meliputi biaya iklan, biaya distribusi yang terjadi selama
proses pembuatan produk.
4. Customer’s post purchase cost meliputi biaya purna jual, garansi dan
maintenance (perawatan) yang terjadi setelah produk ada di konsumen.
Ada 3 tujuan dari penggunaan life cycle costing system (Kaplan, Anthony, 1998
: 236) adalah :
1. Life cycle costing membantu untuk mengembangkan pemahaman atas
kesadaran biaya yang dihubungkan atas suatu produk dengan maksud untuk
mengidentifikasi laba yang akan diperoleh selama siklus hidup produk.
Tahapan-tahapan ini akan mencover seluruh biaya didalam tahapan
pengembangan dan pengrestorasian. Life cycle costing juga digunakan
untuk mengidentifikasi produk yang tidak lagi menguntungkan, ketika
biaya restorasi di pabrik menjadi proses evaluasi produk.
2. Karena pertimbangan cakupan biaya yang luas, life cycle costing akan
mengidentifikasikan konsekuensi biaya lingkungan produk dan akan
mendorong tindakan untuk mengurangi atau mengeliminasi biaya-biaya
tersebut.
3. Life cycle costing membantu untuk mengidentifikasi biaya perencanaan dan
restorasi selama siklus hidup produk serta tahapan proses desain. Dengan
maksud untuk mengontrol dan mengawasi biaya didalam setiap tahapannya.
Secara umum life cycle costing menyediakan penekanan akuntansi atas
biaya suatu produk untuk memolong management untuk pegambilang
keputusan didalam memahami kosenkuensi biaya yang akan muncul
didalam pembuatan suatu produk.
Adapun batasan-batasan didalam penerapan system life cycle costing (CMA Text
Book, 2014 : 88) adalah :
1. Ketika life cycle costing digunakan untuk memperluas biaya dari aktiva tetap
berdasarkan siklus hidup suatu produk, asumsi yang dapat dibuat bahwa aktiva
tetap akan menjadi produktif di tahun sesudahnya ketika mereka diperbarui. Ini
akan menjadi asumsi yang tidak akurat karena bagian-bagian dari perlengkpan
pada akhirnya dapat berjalan lamban, sehingga menghasilkan output dan profut
yang rendah untuk mencapai akhir siklus hidupnya.
2. Estimasi yang akurat dari biaya operasional dan pemeliharaan untuk suatu
produk selama seluruh siklus hidupnya menjadi sangat sulit.
3. Peningkatan biaya atas siklus hidup produk perlu untuk dipertimbangkan.
4. Life cycle costing memerlukan waktu dan sumber yang luas sehingga
pengeluaran biaya dapat lebih banyak daripada keuntungan.
LATAR BELAKANG
Proyek AAV
AAV mulai bergerak dari konsep ke produsi pada periode yang relatif
pendek. Fase pertama, fase konsep, dikerjakan pada 1992. Fase konsep dihasilkan
dalam studi kelayakan yang ditentukan oleh direksi. Dengan persetujuan direktur
juga fase realisasi dimulai pada 1993, dengan produksi terhitung per 1997. Elemen
kunci dari beberapa fase digambarkan sebagai berikut:
Pilihan yang dibuat selama fase realisasi proyek tidak dapat diubah lagi
pada fase produksi karena hampir 80% material dan sistem disediakan oleh
pemasok eksternal. Proyek AAV menggunakan struktur manajemen yang
ringkas untuk memfasilitasi pengembangan yang cepat dan efisien. Organisasi
yang ringkas ini mampu menghasilkan kendaraan baru dari konsep ke
produksi selama empat tahun. Menggunakan proses target costing sebagai
elemen kunci manajemen, MB membuat AAV pertama pada 1997.
PERTANYAAN
PEMBAHASAN
5. Informasi lainnya:
a. Important index dibuat untuk memahami hubungan antara fingsi
pokok grup untuk mencapai target costing dan juga ini
dikembangkan untuk melihat bagaimana respon pelnggan/ pelaku
pasar terhadap rancangan produk yang dibuat oleh perusahaan
dan juga melihat bagai mana respon pelanggan terhap setiap
kateory yang ada pada bagia bagian mobil seperti kenyamanan,
keamanan, gaya dan harga mana yang paling dominan dipilih oleh
pelanggan.
Untuk setiap fungsi grup akan dihubungkan kesetiap kategory
yang ditawarkan kepada konsumen sehingga akan menghasikan
produk yang memenag sesuai dengan permintaan pelanggan dan
direncanakanlah penguran biaya yang akan digunakan.