Anda di halaman 1dari 23

Penggunaan Sistem Manajemen Biaya

Untuk Pengambilan Keputusan Strategik-


Produk.

Oleh
Lina Oktaviani 180020113111007

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
2019
Analisis Profitabilitas Produk

Productive Eficiency

Menurut Hansen, Mowen, Gua (2009 : 534) produktivitas berkaitan dengan


menghasilkan output secara efisien, dan secara khusus menangani hubungan output
dan input yang digunakan untuk menghasilkan output. Biasanya, kombinasi atau
campuran masukan yang berbeda dapat digunakan untuk menghasilkan tingkat
keluaran tertentu. Total efisiensi produktif adalah titik di mana dua kondisi
terpenuhi:

(1) untuk campuran input yang akan menghasilkan output tertentu, tidak ada lagi
input yang digunakan daripada yang diperlukan untuk menghasilkan output.
Kondisi pertama didorong oleh hubungan teknis dan, oleh karena itu, disebut
sebagai efisiensi teknis. Melihat aktivitas sebagai masukan, kondisi pertama
mengharuskan penghapusan semua aktivitas non-nilai tambah dan
mengharuskan kegiatan bernilai tambah dilakukan dengan jumlah minimal
yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang diberikan.
(2) mengingat campuran yang memenuhi kondisi pertama, campuran yang paling
murah dipilih. Kondisi kedua didorong oleh hubungan harga input relatif dan
oleh karena itu, disebut sebagai efisiensi alokatif. Harga input menentukan
proporsi relatif masing-masing input yang harus digunakan. Penyimpangan
dari proporsi tetap ini menciptakan inefisiensi alokasi.

Program peningkatan produktivitas melibatkan bergerak menuju keadaan


efisiensi produktif total. Perbaikan teknis dalam produktivitas dapat dicapai dengan
menggunakan lebih sedikit input untuk menghasilkan output yang sama, dengan
menghasilkan lebih banyak output dengan menggunakan input yang sama, atau
dengan menghasilkan lebih banyak output dengan input yang relatif lebih sedikit.

Partial Productivity Measurement

Pengukuran produktivitas adalah penilaian kuantitatif terhadap perubahan


produktivitas. Tujuannya untuk menilai apakah efisiensi produktif meningkat atau
menurun. Pengukuran produktivitas bisa jadi aktual atau prospektif. Pengukuran
produktivitas aktual memungkinkan manajer untuk menilai, memantau, dan
mengendalikan perubahan. Pengukuran prospektif adalah forwardlooking, dan ini
merupakan masukan untuk pengambilan keputusan strategis. Secara khusus,
pengukuran prospektif memungkinkan para manajer untuk membandingkan
manfaat relatif dari kombinasi masukan yang berbeda, memilih masukan dan
campuran masukan yang memberikan keuntungan terbesar. Langkah-langkah
produktivitas dapat dikembangkan untuk setiap masukan secara terpisah atau untuk
semua masukan secara bersama-sama. Mengukur produktivitas untuk satu input
pada suatu waktu disebut pengukuran produktivitas parsial. (Hansen, Mowen, Gua,
2009: 534)

1. Partial Productivity Measurement Defined.

Produktivitas dari satu input biasanya diukur dengan menghitung rasio output
terhadap input sebagai berikut:

Rasio Produktivitas = Output / Input

Karena produktivitas hanya satu input yang diukur, ukuran tersebut disebut
ukuran produktivitas parsial. Jika output dan input diukur dalam jumlah fisik, maka
kita memiliki ukuran produktivitas operasional. Jika output atau input dinyatakan
dalam dolar, maka kita memiliki ukuran produktivitas finansial.

2. Partial Measures and Measuring Changes in Productivity Efficiency.

Rasio produktivitas tenaga kerja, rasio tersebut memberikan sedikit informasi


tentang efisiensi produktif atau apakah perusahaan tersebut mengalami peningkatan
atau penurunan produktivitas. Namun, mungkin membuat pernyataan tentang
meningkatkan atau menurunkan efisiensi produktivitas dengan mengukur
perubahan produktivitas. Untuk melakukannya, ukuran produktivitas aktual saat ini
dibandingkan dengan ukuran produktivitas periode sebelumnya. Periode
sebelumnya disebut sebagai periode dasar dan berfungsi untuk menetapkan patokan
atau standar untuk mengukur perubahan dalam efisiensi produktif. Periode
sebelumnya bisa menjadi periode yang diinginkan. Bisa jadi, misalnya, menjadi
tahun sebelumnya, minggu sebelumnya, atau bahkan periode dimana batch produk
terakhir diproduksi. Untuk evaluasi strategis, periode dasar biasanya dipilih sebagai
tahun sebelumnya. Untuk pengendalian operasional, periode dasar cenderung
mendekati periode berjalan-seperti batch produk sebelumnya atau minggu
sebelumnya.

3. Advantages of Partial Measures.

Tindakan parsial memungkinkan manajer untuk fokus pada penggunaan


masukan tertentu. Langkah-langkah parsial operasi memiliki keuntungan karena
mudah ditafsirkan oleh semua orang di dalam organisasi. Akibatnya, tindakan
operasional parsial mudah digunakan untuk menilai kinerja produktivitas personil
operasi. Buruh, misalnya, dapat berhubungan dengan unit yang diproduksi per jam
atau unit yang diproduksi per pon bahan. Dengan demikian, tindakan operasional
parsial memberikan umpan balik bahwa personil operasi dapat berhubungan dan
memahami - tindakan yang berhubungan dengan masukan spesifik yang mereka
kendalikan. Selanjutnya, untuk pengendalian operasional, standar kinerja seringkali
sangat singkat dijalankan. Sebagai contoh, standar dapat menjadi rasio
produktivitas dari batch barang sebelumnya. Dengan menggunakan standar ini, tren
produktivitas dalam tahun itu sendiri dapat dilacak. (Hansen, Mowen, Gua, 2009 :
537).

4. Disadvantages of Partial Measures.

Tindakan parsial, yang digunakan dalam isolasi, bisa menyesatkan. Penurunan


produktivitas satu input mungkin diperlukan untuk meningkatkan produktivitas
orang lain. Seperti trade-off diinginkan jika biaya keseluruhan menurun, namun
efeknya akan terlewatkan dengan menggunakan ukuran parsial. Misalnya,
mengubah sebuah proses sehingga buruh langsung membutuhkan sedikit waktu
untuk merakit produk dapat meningkatkan skrap dan limbah sembari meninggalkan
total output tidak berubah. Produktivitas tenaga kerja meningkat, namun
penggunaan bahan yang produktif telah menurun. Jika kenaikan biaya limbah dan
skrap melebihi penghematan penurunan tenaga kerja, maka produktivitas secara
keseluruhan telah menurun.
Dua kesimpulan penting dapat diambil dari contoh ini. Pertama, kemungkinan
adanya trade-off mengamanatkan total ukuran produktivitas untuk menilai manfaat
keputusan produktivitas. Kedua, karena kemungkinan terjadinya trade-off, ukuran
total produktivitas harus menilai konsekuensi keuangan agregat dan, oleh karena
itu, harus merupakan ukuran finansial. (Hansen, Mowen, Guan, 2009 :537).

Total Productivity Measurement.

Mengukur produktivitas untuk semua input sekaligus disebut pengukuran


produktivitas total. Dalam prakteknya, mungkin tidak diperlukan untuk mengukur
pengaruh semua masukan. Banyak perusahaan mengukur produktivitas hanya
faktor-faktor yang dianggap sebagai indikator kinerja dan kesuksesan organisasi
yang relevan. Jadi, secara praktis, pengukuran produktivitas total dapat
didefinisikan sebagai fokus pada sejumlah masukan terbatas, yang, secara total,
menunjukkan keberhasilan organisasi. Dua pendekatan yang umum digunakan
adalah pengukuran profil dan pengukuran produktivitas terkait laba. (Hansen,
Mowen, Gua, 2009 :537).

1. Profile Productivity Measurement.

Memproduksi produk melibatkan banyak masukan penting seperti tenaga kerja,


bahan, modal, dan energi. Pengukuran profil memberikan serangkaian atau vektor
tindakan operasional parsial yang terpisah dan berbeda. Profil dapat dibandingkan
dari waktu ke waktu untuk memberikan informasi tentang perubahan produktivitas.

2. Profit-Linked Productivity Measurement.

Menilai dampak perubahan produktivitas terhadap keuntungan saat ini adalah


salah satu cara untuk menghargai perubahan produktivitas. Keuntungan berubah
dari periode dasar ke periode sekarang. Beberapa dari perubahan laba itu
disebabkan oleh perubahan produktivitas. Mengukur jumlah perubahan keuntungan
yang diakibatkan oleh perubahan produktivitas didefinisikan sebagai pengukuran
produktivitas hasil-laba. Menghubungkan perubahan produktivitas dengan
keuntungan dijelaskan oleh peraturan berikut:

Profit-Lingkage Rule. Untuk periode sekarang, hitunglah biaya input yang akan
digunakan jika tidak ada perubahan produktivitas dan bandingkan biaya ini dengan
biaya input yang sebenarnya digunakan. Perbedaan biaya adalah jumlah
keuntungan yang berubah karena perubahan produktivitas.

Untuk menerapkan aturan keterkaitan, masukan yang akan digunakan untuk


periode berjalan tanpa adanya perubahan produktivitas harus dihitung. Anggaplah
PQ mewakili input input yang netral terhadap produktivitas ini. Untuk menentukan
kuantitas netralitas produktivitas untuk input tertentu, bagilah keluaran periode
sekarang dengan rasio produktivitas periode dasar input:

PQ = Rasio arus periode / rasio produktivitas periode-akhir

3. Price-Recovery Component.

The profit – linked measure menghitung jumlah perubahan keuntungan dari


periode dasar ke periode saat ini yang disebabkan oleh perubahan produktivitas.
Umumnya, ini tidak akan sama dengan total perubahan keuntungan antara kedua
periode tersebut. Perbedaan antara total perubahan laba dan perubahan
produktivitas yang terkait dengan laba disebut komponen pemulihan harga.
Komponen ini adalah perubahan pendapatan dikurangi perubahan biaya input,
dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas. Oleh karena itu, mengukur
kemampuan perubahan pendapatan untuk menutupi perubahan biaya input, dengan
asumsi tidak ada perubahan produktivitas.

Measurement Changes in Activity and Process Eficiency.

Sistem akuntansi tanggung jawab berbasis aktivitas berfokus pada peningkatan


efisiensi proses dan aktivitas. Seperti yang baru saja kita lihat, adalah mungkin
untuk mengukur nilai perubahan dalam efisiensi produktif dengan menganalisis
perubahan dalam hubungan input dan output dari waktu ke waktu. Meskipun
analisis dilakukan untuk produk yang diproduksi dan dijual, konsep yang sama
dapat diterapkan pada semua jenis output. Kegiatan, misalnya, mengkonsumsi input
seperti tenaga kerja, bahan, dan energi, dan menghasilkan keluaran seperti jam
inspeksi atau jumlah setup. Dengan demikian, dimungkinkan untuk mengukur
perubahan dalam aktivitas efisiensi produktif. Mengukur perubahan dalam efisiensi
aktivitas dapat menjadi bagian penting dari sistem manajemen berbasis aktivitas.
Analisis produktivitas kerja merupakan pendekatan yang secara langsung
mengukur perubahan dalam aktivitas produktifitas. Demikian pula, sebuah proses
menghasilkan output, dan juga memungkinkan untuk mengukur produktivitas
proses. Padahal, karena proses adalah kumpulan kegiatan dengan tujuan bersama,
perubahan produktivitas kegiatan harus mempengaruhi produktivitas proses. Proses
analisis produktivitas mengukur perubahan dalam produktivitas proses. (Hansen,
Mowen, Gue 2009 : 534)

1. Activity Productivity Analysis.

Suatu aktivitas dapat dipandang sebagai entitas yang mengubah input menjadi
sebuah output. Masukan adalah sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu kegiatan.
Ingat bahwa sumber daya adalah elemen ekonomi yang memungkinkan aktivitas
dilakukan. Dengan demikian, pada dasarnya, sumber daya adalah input atau faktor
produksi yang digunakan oleh suatu kegiatan untuk menciptakan outputnya.
Masukan atau sumber daya ini identik dalam konsep dengan faktor-faktor yang
digunakan untuk menghasilkan produk: bahan, tenaga kerja, modal, energi, dan
sebagainya. Dengan demikian, kunci untuk analisis produktivitas kerja adalah
menentukan keluaran aktivitas dan ukuran keluaran aktivitas yang sesuai. Setelah
ukuran output teridentifikasi, maka analisis produktivitas profil dan profit-linked
dimungkinkan.

2. Process Productivity Analysis.

Proses didefinisikan oleh aktivitas dengan tujuan yang sama. Tujuan umum
biasanya didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh proses. Keluaran proses
menghabiskan aktivitas proses, yang pada gilirannya memakan sumber daya
(tenaga kerja, bahan, dll.). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produktivitas
proses didefinisikan oleh dua komponen: (1) perubahan dalam efisiensi kegiatan
yang mengkonsumsi sumber daya dan (2) perubahan efisiensi konsumsi keluaran
proses kegiatan.

3. Process Productivity Model.


Perubahan produktivitas total proses hanyalah jumlah dari dua komponen:
Efisiensi sumber daya + Aktivitas efisiensi keluaran. Pendekatan ini memiliki
keuntungan untuk memungkinkan aktivitas bernilai tambah dan non-nilai tambah
dipertimbangkan secara simultan. Jumlah kedua komponen tersebut harus
mengungkapkan efek perubahan yang benar pada kedua jenis kegiatan. Selain itu,
dimungkinkan untuk mengevaluasi pengaruh pada produktivitas proses akibat
trade-off antara aktivitas yang membentuk proses. Proses perbaikan atau inovasi
berarti menemukan cara baru untuk menghasilkan output proses. Hal ini dilakukan
dengan menggunakan seleksi aktivitas, pengurangan aktivitas, eliminasi aktivitas,
dan aktivitas sharing. Efeknya adalah mengubah campuran dan jumlah aktivitas
yang menentukan prosesnya. Proses analisis produktivitas menawarkan cara untuk
mengukur efek ekonomi aktual dan aktual dari perbaikan proses atau inovasi.

Analisis kemampuan menghasilkan laba dapat diterapkan pada jenis produk.


Analisis ini ditujukan untuk mendeteksi penyebab timbulnya laba atau rugi yang
dihasilkan oleh setiap jenis produk dalam periode akuntansi tertentu (Mulyadi, 2001
: 58).
Dalam menganalisis profitabilitas setiap jenis produk dapat digunakan dua
konsep biaya (Supriyono, 1993 : 215-216), diantaranya adalah sebagai berikut :

Konsep harga pokok penuh (full costing)

Pada konsep ini setiap pusat laba dihitung besarnya laba bersih dengan
mempertemukan penghasilan setiap pusat laba dikurangi semua biaya pada pusat
laba yang bersangkutan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Langkah-langkah
yang ditempuh dalam menggunakan konsep ini adalah :

a. Menggolongkan penghasilan penjualan ke dalam setiap pusat laba yang


akan dianalisa.
b. Menggolongkan harga pokok penjualan untuk setiap pusat laba.
c. Menghitung laba kotor atas penjualan setiap pusat laba.
d. Mengalokasikan biaya pemasaran setiap fungsi pada setiap pusat laba.
e. Menghitung laba bersih sebelum diperhitungkan biaya administrasi dan
umum untuk setiap pusat laba.
f. Memperhitungkan biaya administrasi dan umum.
g. Menghitung laba bersih setiap pusat laba.

Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik baik yang tetap maupun
variable dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan
melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk
jadi yang belum terjual, dan baru dianggap sebagai biaya apabila produk jadi
tersebut dijual.
Karena biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang
ditetapkan dimuka pada kapasitas normal, maka jika dalam satu periode biaya
overhead pabrik sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan tersebut, akan
terjadi pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang. Metode full costing
menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sampai produk terjual, jadi
masih dianggap aktiva. Jenis-jenis biaya dalam metode full costing diantaranya :
a. Biaya produksi, meliputi biaya dalam rangka pengolahan bahan baku
sampai dengan menjadi produk selesai siap jual. Biaya produksi meliputi
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
b. Biaya non produksi, meliputi semua biaya bukan dalam rangka pengolahan
produk. Biaya ini meliputi biaya pemasaran, biaya administrasi, dan biaya
keuangan. Biaya pemasaran ditambah biaya administrasi dan umum disebut
dengan biaya komersial. Pada pendekatan fungsional, semua biaya non
produksi adalah biaya periode.

Keunggulan dan kelemahan harga pokok penuh (full costing)

1. Keunggulan harga pokok penuh (full costing).

a. Biaya overhead pabrik baik yang variable maupun tetap, dibebankan kepada
produk atas dasar tariff yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal atau
atas dasar biaya overhead yang sesungguhnya.
b. Selisih biaya overhead pabrik akan timbul apabila biaya oeverhead pabrik
yang dibebankan berbeda dengan biaya overhead pabrik yang
sesungguhnya terjadi.
c. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual,
maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tersebut
digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok yang masih
dalam persediaan (baik produk dalam proses maupun produk jadi).
d. Merode ini akan menunda pembebanan biaya oeverhead pabrik tetap
sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan dijual.

2. Kelemahan harga pokok penuh (full costing)

a. Dengan menggunakan metode full costing masalah penentuan harga


nampaknya sederhana saja. Yang harus dikerjakan adalah
memperhitungkan biaya-biaya produksi per unit, memutuskan berapa laba
yang diinginkan dan menentukan harga jual.
b. Pada dasarnya metode full costing mengasumsikan bahwa konsumen
membutuhkan barang sebanyak yang diperkirakan dan bersedia membayar
berapakah harga jual yang ditetapkan. Padahal dalam kenyataan nya
konsumen memiliki pilihan. Jika harga jual ditentukan terlalu tinggi, maka
mereka dapat membeli dari pesaing atau bahkan tidak sama sekali. Beberapa
manager percaya bahwa metode full costing dalam penentuan harga jual
lebih aman. Namun metode full costing hanya aman sepanjang konsumen
bersedia membeli barang seperti yang telah diperkirakan.

Konsep harga pokok variabel (variable costing)

Penggunaan konsep ini didorong oleh pemilihan alternative didalam


pengambilan keputusan dengan jalan menyajikan besarnya batas kontribusi
(contribution margin) setiap pusat laba untuk dapat menutup biaya tetap dan
menghasilkan laba. Langkah-langkah yang ditempuh dalam menggunakan konsep
ini adalah :

a. Menggolongkan penghasilan penjualan ke dalan setiap pusat laba yang akan


dianalisa.
b. Menggolongkan harga pokok penjualan variabel untuk setiap pusat laba.
c. Menghitung batas kontribusi kotor untuk setiap pusat laba.
d. Mengalokasikan biaya pemasaran variabel dari setiap fungsi ke dalam setiap
pusat laba.
e. Menghitung batas kontribusi (bersih) untuk setiap pusat laba.
f. Memperhitungkan biaya tetap langsung yang dapat diidentifikasikan
kepada setiap pusat biaya.
g. Menghitung laba bersih setiap pusat biaya sebelum dipertemukan dengan
biaya tetap tidak langsung dan biaya administrasi dan umum.
h. Memperhitungkan biaya tetap tidak langsung dan biaya administrasi dan
umum
i. Menghitung laba bersih.

Dalam pendekatan ini biaya-biaya yang diperhitungkan sebagai harga pokok


adalah biaya produksi variabel yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Biaya-biaya produksi tetap
dikelompokkan sebagai biaya periodic bersama-sama dengan biaya non produksi.
Pendekatan variable costing dikenal sebagai contribution approach yang
merupakan suatu format laporan laba rugi yang mengelompokkan biaya
berdasarkan perilaku biaya dimana biaya-biaya dipisahkan menurut kategori biaya
variabel dan biaya tetap dan tidak dipisahkan menurut fungsi-fungsi produksi,
adminstrasi dan penjualan.

Keunggulan dan kelemahan konsep harga pokok variable (variabel costing)

1. Keunggulan harga pokok variabel (variable costing)


a. Alat perencana operasi
Rencana operasi atau rencana anggaran meliputi semua aspek operasi
dimasa yang akan dating yang dirancang untuk mencapai sasaran laba yang
telah ditetapkan. Dengan variable costing lebih mudah menghimpun data
untuk perencanaan laba yang telah ditetapkan. Tersedianya data tentang
biaya variable dan margin kontribusi memungkinkan manajemen untuk
mengambil keputusan secara cepat mengenai persoalan-persoalan biaya
yang dihadapi setiap hari.
b. Penetapan harga jual
Harga jual produk yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, tentunya harga
jual yang dapat bersaing dipasaran. Penentuan harga jual bukan lah hal yang
mudah dilakukan. Harga jual yang terlalu tinggi dapat menyebab kan
perusahaan kalah dalam persaingan, sedangkan harga jual yang terlalu
rendah dapat berakibat tidak tercapainya tujuan perusahaan yaitu
tercapainya laba pada tingkat yang dikehendaki. Dengan variable costing
penentapan harga jual dapat lebih mudah dilakukan. Konsep margin
kontriusi memudahkan perusahaan untuk menentukan harga jual yang dapat
menutup biaya-biaya tetap seperti biaya gaji, biaya sewa, pajak dan lain
sebagainya.
c. Penentuan titik impas atau peluang produk.
Bila margin konstribusi dan biaya tetap diketahui ada cara perhitungan yang
sederhana untuk menentukan suatu keadaan perusahaan tidak mengalami
laba juga tidak mengalami rugi. Istilah keadaan yang demikian dikenal
dengan peluang pokok atau impas atau break even.
d. Alat pengendalian manajemen.
Laporan-laporan yang didaftarkan pada variable costing adalah jauh lebih
efektif daripada full costing untuk pengendalian manajemen. Hal ini
disebabkan oleh karena laporan-laporan tersebut dapat dihubungkan secara
lebih langsung dengan sasaran laba atau anggaran dalam periode yang
bersangkutan.

2. Kelemahan harga pokok variabel (variable costing).


a. Kesulitan dalam pemisahan biaya tetap dan biaya variable.
Untuk dapat diterapkan variable costing, biaya semi variable harus
dipisahkan kedalam biaya tetap dan biaya variable. Secara teoritis memang
tidak sulit namun dalam prakteknya tidak sepenuhnya bisa diterapkan.
b. Tidak dapat diterima untuk laporan extern.
Dalam prinsip akuntansi Indonesia 1984 (Ikatan Akuntansi Indonesia)
disebutkan bahwa “harga pokok barang yang diproduksi meliputi semua
biaya bahan baku langsung yang dipakai, upah langsung serta biaya
produksi tidak langsung, dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo
akhir barang dalam pengolahan”. Hal ini berarti bahwa untuk perhitungan
dan pelaporan biaya produksi didasarkan pada konsep full costing.

Life Cycle Costing System


Life cycle costing adalah suatu metode untuk mengidentifikasikan dan
memonitor biaya-biaya atas suatu produk berdasarkan siklus hidupnya. Siklus
hidup meliputi semua tahapan mulai dari perencanaan produk dan pembelian bahan
baku hingga pengiriman dan pelayanan atas produk jadi. (Blocher, Stout dan
Cokins, 2010 : 12-13).

Tahapan-tahapan life cycle costing (Blocher, Stout dan Cokins, 2010 : 12-13)
mencakup :
1. Penelitian dan pengembangan.
2. Desain produk, mencakup membuat prototype (bentuk dasar), target
pembiayaan, dan pengujian.
3. Memproduksi, pemeriksaan, pengemasan dan pengangkutan ke gudang.
4. Memasarkan, mempromosikan dan distribusi.
5. Penjualan dan pelayanan.
Life cycle costing memberikan perspektif jangka panjang karena
mempertimbangkan semua biaya selama umur produk atau jasa. Apabila
diklasifikasikan dengan lebih signifikan makan total biaya selama siklus hidup
suatu produk dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Biaya hulu (upstream cost), terdiri atas riset dan pengembangan, desin yang
membuat prototype, pengujian teknis dan pengembangan kualitas.
2. Biaya produksi, teridri atas pembelian, biaya produksi langsung, biaya
produksi tidak langsung.
3. Biaya hilir (downstream cost), terdiri atas pemasaran dan distribusi
pengemasan, pengangkutan.

The Cost Life Cycle Product


desain

produksi
ngan
Pengemba
Riset &

&distribusi
Pemasaran

pelanggan
pada
Pelayanan
Biaya Hulu (Upstream Cost) Biaya Hilir (Downstream Cost)

Life Cycle Costing

Adapun pengelompokkan elemen biaya dalam life cycle costing dibagi menjadi
empat bagian utama, yaitu :
1. Non-recuring cost, meliputi biaya planning, designing, dan testing yang
terjadi pada tahap pengembangan suatu produk.
2. Manufacturing cost, meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja langsung ,
serta biaya overhead pabrik yang terjadi selama proses pembuatan produk.
3. Logistic cost, meliputi biaya iklan, biaya distribusi yang terjadi selama
proses pembuatan produk.
4. Customer’s post purchase cost meliputi biaya purna jual, garansi dan
maintenance (perawatan) yang terjadi setelah produk ada di konsumen.

Ada 3 tujuan dari penggunaan life cycle costing system (Kaplan, Anthony, 1998
: 236) adalah :
1. Life cycle costing membantu untuk mengembangkan pemahaman atas
kesadaran biaya yang dihubungkan atas suatu produk dengan maksud untuk
mengidentifikasi laba yang akan diperoleh selama siklus hidup produk.
Tahapan-tahapan ini akan mencover seluruh biaya didalam tahapan
pengembangan dan pengrestorasian. Life cycle costing juga digunakan
untuk mengidentifikasi produk yang tidak lagi menguntungkan, ketika
biaya restorasi di pabrik menjadi proses evaluasi produk.
2. Karena pertimbangan cakupan biaya yang luas, life cycle costing akan
mengidentifikasikan konsekuensi biaya lingkungan produk dan akan
mendorong tindakan untuk mengurangi atau mengeliminasi biaya-biaya
tersebut.
3. Life cycle costing membantu untuk mengidentifikasi biaya perencanaan dan
restorasi selama siklus hidup produk serta tahapan proses desain. Dengan
maksud untuk mengontrol dan mengawasi biaya didalam setiap tahapannya.
Secara umum life cycle costing menyediakan penekanan akuntansi atas
biaya suatu produk untuk memolong management untuk pegambilang
keputusan didalam memahami kosenkuensi biaya yang akan muncul
didalam pembuatan suatu produk.

Adapun batasan-batasan didalam penerapan system life cycle costing (CMA Text
Book, 2014 : 88) adalah :
1. Ketika life cycle costing digunakan untuk memperluas biaya dari aktiva tetap
berdasarkan siklus hidup suatu produk, asumsi yang dapat dibuat bahwa aktiva
tetap akan menjadi produktif di tahun sesudahnya ketika mereka diperbarui. Ini
akan menjadi asumsi yang tidak akurat karena bagian-bagian dari perlengkpan
pada akhirnya dapat berjalan lamban, sehingga menghasilkan output dan profut
yang rendah untuk mencapai akhir siklus hidupnya.
2. Estimasi yang akurat dari biaya operasional dan pemeliharaan untuk suatu
produk selama seluruh siklus hidupnya menjadi sangat sulit.
3. Peningkatan biaya atas siklus hidup produk perlu untuk dipertimbangkan.
4. Life cycle costing memerlukan waktu dan sumber yang luas sehingga
pengeluaran biaya dapat lebih banyak daripada keuntungan.
LATAR BELAKANG

Mercedes-Benz adalah sebuah perusahaan otomotif asal Jerman yang


memproduksi berbagai macam kendaraan seperti mobil, truk, dan bus. Selain
menjadi alah satu perusahaan mobil paling dikenal di dunia, Mercedes-Benz juga
menjadi perusahaan mobil tertua di dunia yang bertahan hingga sekarang. Mobil
berlogo bintang ini terkenal berteknologi dan memiliki tingkat keamanan yang
tinggi.
Mercedes-Benz adalah divisi dari Daimler AG, yang bermula dari
penemuan Karl Benz atas mobil berbahan bakar bensin pertama di dunia yang
dipatenkan bulan Januari 1886, yaitu Benz Patent Motorwagen. Mercedes-Benz
juga mendapat pengaruh besar dari Gottlieb Daimler serta teknisi Wilhelm
Maybach.
Selama resesi mulai pada awal 1990an, Mercedez-Benz (MB) berjuang
dengan pengembangan produk, efesiensi biaya, pembelian material, dan masalah
dalam menghadapi perubahan pasar. Pada 1993, masalah ini menyebabkan
penjualan kemerosotan terburuk dalam dekade, dan pembuat mobil mewah itu
kehilangan uang untuk pertama kalinya dalam sejarah. Sejak itu, MB harus
mengurut bisnis intinya, mengurangi partisi dan kekomplekan sistem, dan
membangun program rekayasa serentak dengan pemasok.
Dalam pencarian pangsa pasar tambahan, segmen pasar baru, dan celah
baru, MB memulai pengembangan jarak dari produk baru. Pengenalan produk baru
termasuk C-class pada 1993, E-class pada 1995, sportater SLK baru pada 1996, dan
A-class dan M-class All Activity Vehicle (AAV) pada 1997. Mungkin projek
terbaru paling radikal dan paling besar dari MB adalah AAV. Pada April 1993, MB
mengumumkan bahwa mereka akan membuat kendaraan berpenumpang pertama-
diproduksi di Amerika. Keputusan penekanan strategi globalisasi perusahaan dan
hasrat untuk lebih dekat dengan pelanggan dan pasar.

Mercedes-Benz United States International menggunakan fungsi kelompok


dengan perwakilan dari masing-masing area perusahaan (pemasaran,
pengembangan, rekayasa, pembelian, produksi dan pengendalian) untuk mendesign
kendaraan dan sistem produksi.Modulproses kontruksi digunakan untuk
memproduksi AAV. Pemasok tingkat pertama lebih menyediakan sistem
dibandingkan partisi atau komponen dari produksi dari approximately 65000
kendaraaan setiap tahun.

Proyek AAV
AAV mulai bergerak dari konsep ke produsi pada periode yang relatif
pendek. Fase pertama, fase konsep, dikerjakan pada 1992. Fase konsep dihasilkan
dalam studi kelayakan yang ditentukan oleh direksi. Dengan persetujuan direktur
juga fase realisasi dimulai pada 1993, dengan produksi terhitung per 1997. Elemen
kunci dari beberapa fase digambarkan sebagai berikut:

a. Fase Konsep, 1992-1993


Anggota tim membandingkan lini produksi yang ada dengan beberapa
segmen pasar untuk menemukan kesempatan untuk mengenalkan kendaraan baru.
Analisis mengungkapkan kesempatan dalam perluasan pasar kendaraan olahraga
yang cepat yang didominasi oleh Jeep, Ford dan GM. Penelitian pasar dilakukan
untuk memperkirakan potensi peluang penjualan dunia untuk high-end AAV
dengan karakteristik Mercedes-Bendz. Perkiraan biaya kasar yang dikembangkan
termasuk biaya bahan baku, tenaga kerja, overhead, dan one-time development and
project. Perkiraan aliran kas (cash flow) dianalisa lebih dari 10 tahun menggunakan
analisis net present value (NPV) untuk memperoleh izin proyek dari direktur.
Sensitifitas NPV dianalisis dengan menghitung scenario “apa-jika” termasuk resiko
dan kesempatan. Contohnya, faktor resiko yang terdiri atas fluktuasi tingkat
pertukaran mata uang, perbedaan tingkat penjualan karena subsitusi pelanggan
dengan AAV dari produk MB yang lain, dan biaya produk dan biaya produksi yang
berbeda dari perkiraan.
Atas dasar studi kelayakan ekonomi dari fase konsep, direktur menyetujui
proyek dan menginisiasi pencarian lokasi produksi yang potensial. Lokasi di
Jerman, negara eropa lain, dan Amerika dievaluasi. Konsisten dengan strategi
globalisasi perusahaan, faktor yang menentukanbahwa membawa pabrik ke
Amerika karena dekat dengan pasar utama dari pengguna kendaraan olahraga.
b. Fase Realisasi, 1993-1996
Pelanggan regular klinik hadir untuk melihat prototype dan menjelaskan
konsep kendaraan yang baru. Klinik ini memproduksi informasi penting tentang
bagaimana kendaraan yang ditawarkan dapat sampai ke pelanggan potensial dan
pers. Pelanggan diminta untuk meranking beberapa prioritas penting, termasuk
keamanan, kenyamanan, ekonomi, dan model. Teknisi dimasukkan ke dalam grup
sistem design untuk menghadirkan karakteristik penting ni. Bagaimanapun, MP
tidak akan menurunkan standar. Sebagai contoh, banyak ahli otomotig percaya
bahwa penanganan superior dari produk MB dihasilkan dari pembuatan kerangka
automobile terbaik didunia. Kemudian, masing-masing kelas dalam lini MB sesuai
dengan standar yang ketat untuk penanganan, bahkan standar penanganan ini
melebihi ekspektasi pelanggan dari beberapa kelas. MB tidak menggunakan target
costing untuk memproduksi kendaraan berharga rendah dalam sebuah kelas
automobile. Tujuan strategis perusahaan untuk menyampaikan produk yang lebih
mahal dari model bersaing. Bagaimanapun biaya tambahan harus bisa diubah
keperolehan nilai yang lebih besar dari sisi pelanggan.
Melalui fase realisasi proyek, kendaraan (dan target cost kendaraan) tetap
hidup karena dinamisnya perubahan. Sebagai contoh, pasar berpindah menuju
spektrum kemewahan ketika AAV sedang dikembangkan. Atas alasan ini, MB
mengetahui bahwa akan menguntungkan ketika menempatkan anggota tim design
dan pengujian lebih dekat secara fisik dengan fungsi lainnya dalam proyek untuk
mendukung komunikasi dan pengambilan keputusan yang lebih cepat. Kadang,
sifat teknik yang baru, seperti side air bag, dikembangkan oleh MB. Keputusan
untuk memasukkan sifat terknik yang baru ada semua lini MB dibuat pada semua
level perusahaan larema pengalaman menunjukkan reaksi pelanggan terhadap kelas
kendaraan akan mempengaruhi keseluruhan merk.

c. Fase Produksi 1997


Proyek dimonitor dengan update tahunan dari analisis NPV. Sebagai
tambahan, rencana 3 tahun (termasuk laporan keuangan), disiapkan setiap tahun
dan dilaporkan kepada kantor pusat di Jerman. Meeting bulanan departemen
diadakan untuk mendiskusikan biaya kinerja sebenarnya, dibandingkan dengan
standar perkembangan selama proses perkiraan biaya. Kemudian, sistem akuntansi
melayani sebagai mekanisme pengendalian untuk memastikan biaya produksi
sebenarnya akan sesuai dengan biaya target (standar).

Target Costing dan AVV


Proses mencapai target cost bagi AAV dimulai dari perkiraan biaya saat ini
pada masing-masing fungsi grup. Kemudian komponen dari masing-masing fungsi
diidentifikasi dengan biaya yang terasosiasi padanya. Pengurangan biaya ditetapkan
dengan menbandingkan perkiraan biaya saat ini dengan target cost bagi masing-
masing fungsi grup. Fungsi grup terdiri atas: pintu, sisi jendela dan atap, sistem
listrik, bumper, power train, kursi, sistem pemanas, cockpit, dan front-end.
Kemudian target pengurangan biaya dibangun untuk masing-masing komponen.
Sebagai bagian dari proses benchmark yang kompetitif, MB membeli dan
membongkar kendaraan pesaing untuk bisa memahami biaya mereka dan proses
produksinya.
Proses pembuatan AAV mempercayakan kepada sistem pemasok bernilai
tambah tinggi. Contohnya, keseluruhan cockpit dibeli sebagai kesatuan unit dari
sistem pemasok. Dengan demikian, sistem pemasok merupakan bagian dari proses
pengembangan dari awal proyek. MB memperkirakan pemasokakan sesuai dengan
target cost yang dibangun. Untuk meningkatkan efektifitas fungsi grup, pemasok
diajak untuk berdiskusi dari tahap awal proses. Keputusan akan dibuat lebih cepat
pada tahap awal pengembangan.
Proses target costing dipimpin oleh perencana biaya yang merupakan
seorang insinyur, bukan akuntan. Karena perencanaan biaya dibuat sesuai dengan
pengalaman design dan produksi insinyur, mereka bisa membuat biaya yang masuk
akal yang akan disediakan pemasok untuk pengadaan berbagai macam sistem. Juga,
MB memiliki banyak peralatan seperti alat pembentuk logam, yang digunakan
pemasok untuk membentuk komponen. Biaya peralatan merupakan bagian penting
dari one-time cost dalam fase proyek.
Pengembangan Index untuk Mendukung Aktivitas Target Costing
Selama fase pengembangan konsep, anggota tim MB menggunakan
berbagai indeks untuk membantu mereka menentukan kinerja yang penting,
design dan hubungan biaya untuk AAV. Untuk membuat indeks tersebut,
beberapa informasi digabungkan dari pelanggan, pemasok dan tim design
internal. Walaupun jumlah kategori yang sebenarnya digunakan oleh MB jauh
lebih besar, tabel 1 menggambarkan perhitungan yang digunakan untuk
menghitung respon pelanggan terhadap konsep AAV.

Sebagai contoh, nilai yang ditunjukkan dalam kolom “importance”


dihasilkan dari pertanyaan terhadap pelanggan potensial apakah mereka
menganggap masing-masing kategori penting ketika mempertimbangkan
membeli produk baru dari MB. Responden dapat merespon setuju atas semua
kategori.

Untuk memperoleh pemahaman yang baik dari beberapa sumber


biaya, fungsi grup diidentifikasi bersamaan dengan target cost yang
diperkirakan. (MB juga menyusun tim yang disebut fungsi grup yang
tujuannya untuk mengembangkan spesifikasi dan proyeksi biaya). Seperti
terlihat pada tabel 2, persentase target cost relative dari masing-masing fungsi
telah dihitung.
Tabel 3 merupakan ringkasan bagaimana masing-masing fungsi
terlibat dalam identifikasi persyaratan pelanggan pada tabel 1. Contohnya,
keamanan diidentifikasikan oleh pelanggan potensial sebagai karakteristik
penting dari AAV; beberapa fungsi grup terlibat lebih pada kategori ini
disbanding yang lain. Insinyur MB menentukan bahwa kualitas kerangka
monil merupakan elemen penting dari keamanan (50% dari keterlibatan
fungsi total grup).

Tabel 4 mengkombinasikan persentase bobot kategori dari tabel satu


dengan kontribusi fungsi grup dari tabel 3. Hasilnya adalah indeks penting
yang mengukur kepentingan relatif dari masing-masing fungsi kelompok
semua kategori. Sebagai contoh, pelanggan potensial menimbang kategori
keamanan, kenyamanan, ekonomi dan stile sebesar 0,41; 0,32; 0,18 dan 0,09.
Baris pada tabel 4 menunjukkan kontribusi dari masing-masing fungsi
grupdalam semua kategori. Indeks penting untuk kerangka dihitung dengan
mengalikan masing-masing nilai baris nilai kategori yang sesuai dan
menjumlahkannya (0,50x0,41)+(0,3x0,32)+(0,10x0,18)+(0,10x0,09) =
0,33.
Seperti terlihat pada tabel 5, indeks target cost dihitung dengan
membagi indeks penting dengan persentase target cost. Manajer MB
menggunakan indeks sepertinini selama fase design konsep untuk memahami
hubungan dari pentingnya sebuah fungsi grup terhadap target cost dari fungsi
grup. Indeks yang kurang dari 1 mengindikasikan biaya lebih besar dari nilai
yang dirasakan fungsi grup. Kemudian, kesempatan untuk pengurangan biaya
yang konsisten dengan permintaan pelanggan, bisa diidentifikasi dan diatur
selama tahap awal pengembangan produk.

Pilihan yang dibuat selama fase realisasi proyek tidak dapat diubah lagi
pada fase produksi karena hampir 80% material dan sistem disediakan oleh
pemasok eksternal. Proyek AAV menggunakan struktur manajemen yang
ringkas untuk memfasilitasi pengembangan yang cepat dan efisien. Organisasi
yang ringkas ini mampu menghasilkan kendaraan baru dari konsep ke
produksi selama empat tahun. Menggunakan proses target costing sebagai
elemen kunci manajemen, MB membuat AAV pertama pada 1997.

PERTANYAAN

1. Lingkungan persaingan yang bagaimana yang dihadapi oleh MB?


2. Bagaimana MB bereaksi terhadap perubahan pasar yang mendunia di
industri kendaraan mewah?
3. Diskusikan factor-faktor apa yang digunakan oleh MB untuk menyaingi
Jeep, Ford dan GM?
4. Bagaimana proyek AAV berhubungan dengan nama besar MB dalam
menguasai pasar?
5. Dll informasi yang layak disampaikan, tidak terbatas pada 4 pertanyaan
diatas.
a. Jelaskan proses pengembangan ‘important index’ untuk fungsi
grup atau komponen. Bagaimana index tersebut dapat menuntun
manajer membuat keputusan pengurangan biaya.
b. Bagaimana pendekatan pengurangan biaya MB dapat mencapai
target cost?
c. Bagaimana faktor pemasok mempengaruhi proses target costing?
Mengapa hal ini sangat penting bagi kesuksesan MB AAV?
d. Apa peran departemen akuntansi dalam proses target costing?

PEMBAHASAN

1. Pada saat mempertimbangkan pembuatan AVV/ All Activity Vehicle


perusahan menghadapi lingungan persaingan yaitu pada utilitas pasar
kendaraan sport yang saat itu didominasi oleh Jeep, Ford & GM. Analisis
mengungkapkan peluang di utilitas pasar kendaraaan sport
berkembang pesat sehingga Mercedes menemukan peluang untuk
mengenalkan kendaraan baru. Berdasarkan studi kelayakan ekonomi
dari tahap konsep, papan persetujuan proyek. Margin yang dibutuhkan,
Prakiraan biaya langsung dan tidak langsung Atas margin yang
dibutuhkan harus cukup untuk menutupi jumlah biaya yang akan
dikeluarkan.

2. Reaksi Mercedez-Benz (MB) terhadap perubahan dunia atas


kendaraan mewah yaitu berusaha membuat kendaraan baru yang lebih
dikembangkan salah satunya yaitu AVV,MB juga membuat pabrik baru
di Amerika serikat agar lebih dekat dengan pasar utama dan juga
dengan konsumen. Dengan melibatkan suplayer dalam pemesanan
produk, MB juga berusaha mengurangi biaya.
3. Fakor yang membuat BM lebih unggul dari pesaingnya yaitu untuk
beraing BM menggunakan target costing dengan melibatkn supalayer
dan pelnggan dalam pembuatan produk mobil yang akan dikeluarkan,
sehingga BM akan mampu mengurangi biaya yang dikeluarkan dengan
menentukan target harga jual dengan analisis important Index

4. Proyek AVV dihungkan dengan strategi pasar Bm.


Strategi yang dikeluarkan Bm ayaitu dengan menganalisis tren pasar
dan menghitung target costing dari produk pesaing maka Bm
mengeluarkan AVV sebagai wujud dari setiap kelebihan-kelebihan
yang ada pada produk pesaing dengan menggunakan margin biaya.

5. Informasi lainnya:
a. Important index dibuat untuk memahami hubungan antara fingsi
pokok grup untuk mencapai target costing dan juga ini
dikembangkan untuk melihat bagaimana respon pelnggan/ pelaku
pasar terhadap rancangan produk yang dibuat oleh perusahaan
dan juga melihat bagai mana respon pelanggan terhap setiap
kateory yang ada pada bagia bagian mobil seperti kenyamanan,
keamanan, gaya dan harga mana yang paling dominan dipilih oleh
pelanggan.
Untuk setiap fungsi grup akan dihubungkan kesetiap kategory
yang ditawarkan kepada konsumen sehingga akan menghasikan
produk yang memenag sesuai dengan permintaan pelanggan dan
direncanakanlah penguran biaya yang akan digunakan.

b. Pendekatan pengurangan biaya yangdigunakan MB untuk


mencapai target costing yaitu menggunakan target harga jual dan
menghitung batas biaya yang dibutuhkan dengan cara
 Menghitung estimasi biaya pada setiap fungsi grup yang ada
 Menentukan target biaya yang akan dikurangi
 Melaksanakan pengukuran untuk mencapai target cost
 Meramalkan biaya langsung dan tidak langsung

c. Faktor pemasok mempengaruhi proses target dan hal ini sangat


penting bagi kesuksesan MB AAV karna suplayer membantu
perusahaan untuk dapat melakukan perkembangan awal pada
produk, dan dapat berfungsi sebagai Tim karna menjadi bagian
yang menyediakan komponen untuk perusahaan dalam membuat
produk, membantu perusahaan dalam menetapkan target biaya,
dengan bantuan Indeks.

d. Peran departemen akuntansi dalam proses target costing khusnya


pada kasus ini yaitu untuk menganalisis apakah target biaya yang
ditetapkan oleh Insinyur memang benar terlaksana dengan
mempertimbangan faktor-fakror baik didalam maupun diluar
perusaaan sendiri.

Anda mungkin juga menyukai