Kopi adalah minuman yang digemari oleh berbagai kalangan.
Menjawab kebutuhan orang-
orang yang terlalu sibuk atau tidak bisa membuat kopi yang enak, maka dibuatlah kedai kopi yang menyajikan berbagai jenis kopi. Mulai dari kopi pahit hingga kopi manis, robusta hingga arabica, kopi yang dibuat manual hingga yang menggunakan mesin. Sejak berdiri pertama kali di kota Batavia pada 1800-an, mulai banyak kota-kota di Indonesia yang turut membuat kedai kopi untuk menjawab kebutuhan para penikmatnya. Kopi kebanyakan dinikmati oleh kalangan orang dewasa karena dipercaya dapat meningkatkan stamina, disebabkan oleh adanya kafein yang terkandung pada kopi. Namun kini, banyak juga kalangan muda yang ikut menjadi penikmat si hitam ini. Hingga kini, kopi menjadi tren sekaligus media yang menyatukan orang-orang dari berbagai kalangan dalam suatu pertemuan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Herlyana berjudul Fenomena Coffee Shop sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda mengatakan bahwa sebagian anak muda menyukai gaya hidup yang cenderung berorientasi pada nilai kebendaan dan prestise. Hal ini dilihat melalui munculnya coffee shop yang berawal dari tren meminum kopi berjenis latte dan cappucino berpengaruh pada gaya hidup anak muda yang bermula dari berubahnya lokasi ngopi. Bagaimana perubahan desain tempat, sajian kopi yang modern, dan tentunya menarik perhatian beberapa kalangan mempengaruhi kehidupan kaum muda. Adapun kesamaan dalam penelitian ini berfokus pada seputar pengalaman anak muda dan indikasi gaya hidup yang dilakukan. Namun, penelitian ini lebih menekankan pada keterkaitan minat anak-anak muda mengunjungi kafe. Budaya nongkrong sendiri merupakan bentuk ragam budaya yang ada di Indonesia. Keberagaman bentuk budaya tersebut dilihat sebagai sikap, cara hidup, dan nilai-nilai dalam suatu kelompok tertentu. Ini dipahami pula sebagai pola aktivitas tertentu yang sudah menjadi kebiasaan,. Meskipun kehadirannya dipandang sebelah mata, budaya nongkrong tetap eksis menjadi bentuk ekspresi keberagaman masyarakat di kala mengisi kekosongan waktu seperti berkumpul, berbincang, dan bahkan sambil menikmati hidangan tertentu. Ada banyak faktor yang menjadi penentu apakah orang-orang, dalam konteks ini terutama anak muda, akan betah berlama-lama untuk nongkrong di suatu kafe. Saat ini keberadaan kafe tidak lagi hanya sebagai pemuas dahaga atau rasa lapar, tapi juga kebutuhan untuk nongkrong atau yang biasa disebut meet up, bergaul ataupun sekedar mengaktualisasikan gaya hidupnya. Terlebih, gaya hidup nongkrong di kafe dapat menaikkan prestise mereka. Mereka betah berlama-lama karena konsep suasana yang cozy, mengandung keakraban, terlebih jenis camilan ringan atau minuman yang disajikan lebih bervariatif. Untuk anak muda saat ini, pergi dan nongkrong di kafe merupakan sebuah budaya populer tersendiri di mana ketika berada di dalam kafe tersebut selain membeli makan dan minuman tetapi juga membeli nilai-nilai prestise yang ditimbulkan dari kepopuleran budaya ngafe tersebut sehingga tak jarang anak muda masa kini nongkrong di kafe hanya untuk memperoleh status sosial yang dianggap tinggi oleh orang lain. Baik secara fungsional kafe tidak hanya sebagai tempat menikmati kopi, tempat bertemu muka atau nongkrong belaka, melainkan kafe saat ini telah mengalami pergeseran nilai guna yang mengarah pada nilai tanda. Study lounge menjadi konsep yang apik dan banyak dicari terutama oleh kalangan mahasiswa karena dapat memenuhi kebutuhan mereka akan ruang untuk mengerjakan tugas atau berdiskusi. Memenuhi kebutuhan akan hal tersebut, tentu saja hal yang disiapkan oleh pemilik kafe akan berbeda, terutama pada hal fasilitas. Fasilitas yang biasanya dicari oleh mahasiswa kebanyakan adalah akses internet (WiFi), area yang cukup besar, stopkontak, dan bahkan ada juga yang mencari kafe yang menyediakan buku-buku sebagai teman ngopi mereka. Co-Working Space menjadi jawaban akan kebutuhan tersebut. Co-Working Space adalah sebuah konsep ruang kerja ala millenial yang memanfaatkan ruangan yang sempit jadi efisien namun tetap santai dalam bekerja, dirancang menjadi tempat atau ruangan layaknya kantor dengan konsep yang digunakan secara bersama-sama dan bersifat terbuka dari berbagai instansi dengan sejumlah akomodasi lengkap yang ada di dalamnya. Memiliki konsep yang sudah jauh berbeda dari kafe-kafe yang sudah terbangun sebelumnya di Yogyakarta, kafe pada masa kini cenderung lebih menarik pengunjung dari kalangan mahasiswa. Tidak hanya pada hari weekend, tapi pada hari kerja pun akan tetap ramai. Bahkan cukup banyak kafe-kafe yang menyediakan akses selama 24 jam yang tetap tidak sepi meskipun saat dinihari. Banyak orang-orang karbitan yang mengaku menyukai kopi namun tidak benar-benar menikmatinya. Demi meningkatkan nilai-nilai prestise mereka, mereka memilih untuk nongkrong di kafe walaupun tidak benar-benar ingin menikmati esens dari kafe itu, yaitu kopi dan teman- temannya. Terkadang kafe juga hanya menjual fasilitas yang bagus, tapi tidak menjual kopi yang bagus. Hal ini menjadi pro dan kontra apakah kafe masih dibangun sesuai konteksnya atau hanya mengikuti perkembangan zaman demi menarik pembeli. Terlepas dari penikmat kopi karbitan, tidak bersikap munafik, pasti setiap pemilik bisnis ingin agar bisnis miliknya dapat ramai oleh pembeli, tidak peduli siapa saja pembelinya. Kebutuhan orang-orang akan fasilitas menjadi poin penting yang harus diperhitungkan, oleh karena itu pemilik bisnis kedai kopi harus tidak hanya memperhatikan jenis biji-biji kopi yang dijual, tapi juga fasilitas yang ditawarkan nantinya.