1. Auksin
a. Sintesis Auksin
2. Sitokinin
Secara sederhana sitokinin diangkut melalui xylem ke bagian pucuk tanaman. Namun
demikian, floem merupakan jalan transport sitokinin yang lebih efektif dibandingkan dengan
xylem yang dipengaruhi oleh proses transpirasi. (Balqis, 2002:12). Hal ini sesuai dengan
pernyataan (Jameson dkk, 1987 dalam Salisbury and Ross, 1992) bahwa, pengangkutan
berbagai jenis sitokinin pasti terjadi di dalam xylem. Namun, tabung tapis juga mengandung
sitokinin. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan daun dikotil yang dipetik. Ketika
sehelai daun dewasa dipetik dari tumbuhan spesies tertentu dan dijaga kelembabannya,
sitokinin bergerak ke pangkal tangkai daun dan tertimbun di situ. Pergerakan ini mungkin
terjadi melalui floem, bukan melalui xylem, karena transpirasi sangat mendukung aliran
xylem dari tangkai ke helai daun. Penimbunan sitokinin di tangkai menunjukkan bahwa helai
daun dewasa dapat memasok sitokinin ke daun muda lainnya melalui floem, asalkan daun
tersebut mampu mensintetis sitokinin atau menerimanya.
Selain itu, menurut Krishnamoorthy (1981), tidak seperti auksin dan giberelin,
sitokinin ditranslokasikan sangat buruk pada jaringan hidup dari tanaman, hal ini dapat
ditunjukkan dengan memberikan benzyl adenine 14C pada daun kacang. Bekas tetesan
pemberian sitokinin pada daun ini tidak terlihat berpindah, namun tetap bertahan di tempat
semula. Namun sitokinin terbawa secara pasif sepanjang jalur transpirasi xylem menuju
bagian aerial dari tubuh tumbuhan. Akibatnya jajaran xylem pada beberapa tumbuhan
menunjukkan konsentrasi tinggi untuk hormon ini. Namun pada segmen akar, petiole dan
hipokotil telah menunjukkan bahwa pemberian kinetin bergerak pada floem dengan arah
basipetal (ke kutub) perpindahan ini tergantung pada keberadaan auksin. Yang kedua jumlah
yang dipindahkan sangat kecil yang tidak tampak mempengaruhi fisilogis secara signifikan.
Peran Hormon Sitokinin
Menurut Davies (1995); Mauseth (1991); Raven (1992); Salisbury and Ross, (1992)
dalam Author (Tanpa tahun), beberapa efek fisiologis dari hormon sitokinin dapat disajikan
sebagai berikut {penjelasan tiap poin diambil dari Balqis, (2002)}, namun pengaruhnya
sangat bervariasi tergantung pada tipe sitokinin dan spesies tanaman:
Sedangkan menurut Salisbury dan Ross (1995), dijelaskan bahwa sitokinin berperan
sebagai berikut:
Hal ini dapat terlihat pada tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin dalam cairan
xilem meningkat selama masa pertumbuhan-cepat, kemudian sangat menurun saat
pertumbuhan berhenti dan tanaman mulai berbunga. Hal tersebut menunjukkan bahwa
berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk mengakibatkan penuaan terjadi lebih
cepat.
Jika sitokinin diberikan pada kuncup samping yang tak tumbuh karena kalah oleh
pertumbuhan apeks tajuk yang terletak di atasnya, sering kuncup samping itu bisa tumbuh.
Pada beberapa penelitian, perbandingan sitokinin dan auksin berperan penting untuk
mengendalikan dominansi apikal; nisbah yang tinggi mendorong perkembangan kuncup dan
nisbah yang rendah mendukung dominansi.
Pada semua hasil percobaan dengan menggunakan kotiledon biji tumbuhan dikotil
menunjukkan bahwa, sitokinin meningkatkan baik sitokinesis maupun pembesaran sel, tapi
sitokinesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis hanya
merupakan proses pembelahan saja. Sehingga, keseluruhan pertumbuhan membutuhkan
pemelaran sel dan pertumbuhan yang terpacu oleh sitokinin meliputi pemelaran sel yang
lebih cepat dan produksi sel yang lebih banyak.
Efek pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang teretiolasi selama beberapa
jam sebelum diberi cahaya akan menghasilkan 2 efek utama yaitu:
Mekanisme kerja sitokinin dalam jaringan yang berbeda bergantung pada keadaan
fisiologis. Keberadaan sitokinin sama dengan hormon yang lain yaitu terdapat dalam
konsentrasi rendah (0.01- 1 µM). Pembentukan RNA dan enzim diduga karena adanya efek
pemacuan oleh sitokinin. Sitokinin eksogen dapat meningkatkan pembelahan sel pada sintesis
DNA tapi efek khususnya belum dapat diketahui.
Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respon sitokinin yang terpenting. Fosket
dkk (1977) menyimpulkan sitokinin mendorong pembelahan sel dalam biakan jaringan
dengan cara meningkatkan peralihan dari G2 (fase istirahat) ke mitosis. Hal tersebut terjadi
karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein yang dibutuhkan untuk mitosis. Sintesis
protein dapat ditingkatkan dengan cara memacu pembentukan RNA kurir (RNA yang
mengkode sintesis protein tertentu).
Kajian terhadap pembelahan sel yang diaktifkan oleh sitokinin di meristem apikal
diperoleh bukti bahwa benziladenin dapat mempersingkat laju berlangsungnya fase S dalam
daur sel (dari G2 ke mitosis) dan bahwa hal tersebut terjadi karena sitokinin menaikkan laju
sintesis protein (Krishnamoorthy, 1981). Beberapa protein itu berupa protein pembangun atau
enzim yang dibutuhkan untuk mitosis. Diduga protein tersebut memacu pembelahan sel
secara langsung dengan cara mengendalikan sintesis DNA.
3. Giberelin
Giberelin adalah diterpen disintesis dari asetil CoA melalui jalur asam mevalonat.
Mereka semua memiliki baik 19 atau 20 unit karbon dikelompokkan menjadi empat atau lima
sistem cincin. Cincin kelima adalah cincin lakton seperti yang ditunjukkan dalam struktur di
atas terikat pada cincin A. Giberelin diyakini disintesis dalam jaringan muda dari tunas dan
juga biji berkembang. Tidak pasti apakah jaringan akar muda juga memproduksi giberelin.
Ada juga beberapa bukti bahwa daun dapat menjadi sumber beberapa biosintesis (Sponsel,
1995; Salisbury dan Ross). Jalur dimana giberelin terbentuk diuraikan: 3 molekul asetil KoA
dioksidasi oleh 2 molekul NADPH untuk memproduksi 3 CoA molekul sebagai produk
samping dan asam mevalonat.Asam mevalonat kemudian terfosforilasi oleh ATP dan
dekarboksilasi untuk membentuk pirofosfat isopentil.4 molekul ini membentuk
geranylgeranyl pirofosfat yang berfungsi sebagai donor untuk semua GA atom
karbon.Senyawa ini kemudian dikonversi menjadi copalylpyrophosphate yang memiliki 2
sistem cincin. Copalylpyrophosphate kemudian dikonversi menjadi kaurene yang memiliki 4
sistem cincin. Oksidasi selanjutnya mengungkapkan kaurenol (bentuk alkohol), kaurenal
(bentuk aldehida), dan asam kaurenoic masing-masing.Asam Kaurenoic diubah menjadi
bentuk aldehida GA12 oleh dekarboksilasi. GA12 adalah sistem cincin 1st sejati gibberellane
dengan 20 karbon.Dari bentuk aldehida GA12 muncul baik 20 dan 19 giberelin karbon tetapi
ada banyak mekanisme yang senyawa lain muncul.
Fungsi Giberelin