Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) adalah salah satu indikator yang dapat

menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Menurut data World

Health Organization (WHO), angka kematian ibu di dunia pada tahun 2015

adalah 216 per 100.000 kelahiran hidup atau diperkirakan jumlah kematian ibu

adalah 303.000 kematian dengan jumlah tertinggi berada di negara berkembang

yaitu sebesar 302.000 kematian. Angka kematian ibu di negara berkembang 20

kali lebih tinggi dibandingkan angka kematian ibu di negara maju yaitu 239 per

100.000 kelahiran hidup sedangkan di negara maju hanya 12 per 100.000

kelahiran hidup pada tahun 2015 (WHO, 2015).

Angka Kematian Ibu di Indonesia termasuk tinggi diantara negara-negara

ASEAN. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2016, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. Data ini merupakan acuan untuk mencapai target AKI sesuai

Sustainable Development Goals yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun

2013 (Kementrian kesehatan 2016).

Penyebab kematian ibu di Indonesia yang angka kejadiaannya terus

meningkat yaitu 1% pada tahun 2010, 1,1 % pada tahun 2011, dan 1,8% pada

tahun 2012. Sehubungan dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi,

khususnya pada proses persalinan, muncul beberapa faktor yang dinyatakan


sebagai penyebab dari kelainan letak yaitu letak sungsang dengan tiga macam

bentuk letak sungsang seperti presentasi bokong murni (Frang Breech, 50-70%),

Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech, 5-10%), dan Presentasi

bokong kaki tidak sempurna (incomplete of footing,10-30%) ( Marmi 2016).

Faktor yang berperan pada komplikasi persalinan yang menyebabkan

kematian ibu salah satunya adalah kelainan letak (sungsang). Letak sungsang

terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada di Indonesia. langsung AKI

(Manuaba 2014).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat

(NTB) tahun 2017 menyebutkan jumlah kematian ibu tahun 2016 sebanyak 92

kasus, sedangkan tahun 2017 terjadi penurunan sebanyak 85 kasus. Kejadian

kematian ibu terbanyak pada tahun 2017 yakni terjadi pada saat ibu bersalin

sebesar 42,35%, nifas sebesar 40% dan saatibuhamilsebesar 17,65%.Berdasarkan

kelompokumurkematianibubanyakterjadipadausia 20-34 tahun yaitu sebanyak

64,71% usia ≥ 35 tahun sebanyak 30,59% dan usia ,<20 tahun sebanyak 4,70%.

(Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat,2017).

Faktor predisposisi untuk terjadinya letak sungsang dapat disebabkan

karena tidak ada tahanan kepala untuk pintu atas pinggul misalnya pada kasus

plasenta previa, kelainan bentuk kepala misalnya pada hydrocephalus dan

anencephalus, janin mudah bergerak seperti pada hidramnion, multipara dan

janin kecil, kelainan bentuk uterus sehingga anak lebih sempurna dengan letak

sungsang dan janin sudah lama mati. Letak sungsang sendiri dapat dibagi
menjadi letak bokong murni (frank breech), letak bokong kaki (Complete

breech), letak lutut dan letak kaki (incomplete breech presentation) (Fitriani

2015).

Sebagai bidan dalam menangani kehamilan letak sungsang harus

memberikan pelayanan ANC (Ante Natal Care) yang berkualitas dan mampu

mendeteksi secara dini adanya kehamilan letak sungsang dengan cara anamnesis,

pemantauan ibu dan janin dengan seksama serta pemeriksaan abdominal untuk

pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak, posisi dan bagian terbawah

janin. Pada penyuluhan bidan dapat menganjurkan pada ibu untuk melakukan

posisi knee chest ( bersujud dengan kaki sejajar pinggul dan dada sejajar lutut)

atau dengan posisi merangkak serta rutin memeriksakan kehamilannya (Fitriani

2015).

Berdasarkan data tersebut, penulis tertarik mengambil judul Laporan

Tugas Akhir “Asuhan Kebidanan pada Ibu Dengan Letak Sungsang”

menggunakan metode SOAPIE

1.2. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam Laporan Tugas Akhir ini adalah memberikan

asuhan kebidanan pada Ibu Dengan Letak Sungsang” menggunakan manajemen

kebidanan dan didokumentasikan dengan metode Subjektif, Objektif, Analisa,

Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi (SOAPIE).


1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam penulisan di atas,

maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah “Bagaimanakah Asuhan

Kebidanan padaIbu Dengan Letak Sungsang” di RSUD Kota Mataram.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melaksanakan dan memberikan asuhan kebidanan pada

“Ibu Dengan Letak Sungsang” di RSUD Kota Mataram

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Menggali data subyektif pada Menggali data obyektif padaIbu Dengan Letak

Sungsang”

2. Menggali analisa pada Ibu Dengan Letak Sungsang”

3. Menggali perencanaan pada Ibu Dengan Letak Sungsang”

4. Menggali implementasi pada Ibu Dengan Letak Sungsang”

5. Menggali evaluasi pada Ibu Dengan Letak Sungsang”

1.5. Manfaat

1.5.1. Manfaat Teoritis

Laporan tugas akhir ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

dalam asuhan kebidanan padaIbu Dengan Letak Sungsang”


1.5.2. Manfaat praktis

1. Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi bahan masukan bagi rumah sakit dalam rangka

mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan

pelaksanaan asuhan kebidanan patologis pada Ibu secara komprehensif bagi

pasien.

2. Bagi Instansi Pendidikan

Hasil laporan ini dapat dijadikan sebagai saran tertulis untuk instansi dan

sebagai bahan evaluasi terhadap kemampuan mahasiswa dalam menerapkan

asuhan kebidanan pada Ibu Dengan Letak Sungsang”

3. Bagi Masyarakat dan keluarga pasien

Agar masyarakat mendapatkan asuhan kebidanan yang tepat, bermutu dan

masyarakat menyadari pentingnya melakukan pemeriksaan pada Ibu sehingga

komplikasi bisa dapat dideteksi secara dini dan dapat diberikan penanganan

yang tepat oleh tenaga kesehatan.

4. Bagi Mahasiswa

Menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai asuhan pada Ibu

Dengan Letak Sungsang” dan cara penanganannya, serta untuk melatih

kemampuan dan keterampilan dasar dalam melakukan pemeriksaan pada Ibu

sehingga mahasiswa mampu menerapkan teori yang telah didapatkan.


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Tinjauan Medis

2.1.1. DefinisinKehamilan

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan

dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Sedangkan menurut

(Manuaba,2010).

Kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri

dari : ovulasi, migrasi, spermatozoa dan ovum. Konsepsi dan pertumbuhan

zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta dan tumbuh

kembang hasil konsepsi sampai aterm. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi

sampai lahirnya janin (Prawihardjo, 2009).

Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

dihitung dari hari pertama haid terakhir.Kehamilan adalah fertilisasi atau

penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau

implantasi. Dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan

normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu (10 bulan atau 9 bulan)

menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalan 3 trimester, di mana

trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, terimester kedua 15 minggu

(minggu ke-13 hingga minggu ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu

ke-28 hingga minggu ke-40) (Prawirohardjo, 2014).


2.1.2. Tanda-tanda Kehamilan

1. Tanda dugaan kehamilan

Tanda-tanda tidak psati atau diduga hamil adalah perubahan anatomik

dan fisiologik selain dari tanda-tanda presumtif yang dapat dideteksi atau

dikenali oleh pemeriksa. (Prawirohardjo, 2014;).

Dugaan kehamilan menurut Manuaba diantaranya adalah :

a. Amenorea

Adalah tidak dapat haid bukan berarti hamil,bisa karena beberapa hal

seperti stress,obat obatan dan penyakit keronik.

b. Mual dan Muntah

Hanya terjadi pada bulan bulan prtama kehamilan hingga akhir

triwulan pertama.Mual dan Muntah pada pagi hari disebut morning

sickness. Dalam batas yang fisiologis keadaan ini dapat diatasi. Akibat

mual dan muntah nafsu makan berkurang (Manuaba, 2010).

c. Ngidam

Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu, keinginan

yang demikian disebut ngidam (Manuaba, 2010).

d. Sinkope atau pingsan kehamilan 16 minggu (Manuaba, 2010).

e. Payudara Tegang (Manuaba, 2010).

f. Sering Miksi (Sering BAK) sudah menghilang (Manuaba, 2010).


g. Konstipasi atau Obstipasi

Pengaruh hormon progesteron dapat menghambat peristaltik usus,

menyebabkan kesulitan untuk buang air besar(Manuaba, 2010).

h. Pigmentasi Kulit makin menonjol (Manuaba, 2010).

i. Epulis kehamilan(Manuaba, 2010).

j. Varises (Manuaba, 2010; h.73).

2. Tanda tidak pasti hamil

a. Perut Membesar

Pada pemeriksaan dalam di temui :

(a) Saling bersentuhan.

(b) Dan kebiru-biruan karena pengaruh estrogen.

(c) (Rahim).

(d) Uterus.

(e) Pemeriksaan test kehamilan positif.

b. Tanda pasti kehamilan

Menurut (Manuaba, 2010) tanda pasti kehamilan diantaranya

adalah:

1) Adanya gerakan janin sejak usia kehamilan 16 minggu

2) Terdengar denyut janin pada kehamilan 12 minggu dengan fetal

elektro cardiograph dan pada kehamilan 18-20 minggu dengan

stethoscope leannec.

3) Terabanya bagian-bagian janin


4) Terlihat kerangka janin boila dilakukan pemeriksaan Rongent

5) Terlihat kantong janin pada pemeriksaan USG.

6) Perubahan Fisiologi Pada Kehamilan

Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh sistem genetalia wanita

mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang

perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim (Manuaba, 2010).

Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan hormon

somatomamotropin, estrogen, danprogesteron yang menyebabkan

perubahan pada bagian-bagian

2.1.3. Perubahan fisiologi pada kehamilan tubuh

1. Uterus

Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol atau beratnya 30

gram akan mengalami hipertrofi dan hiperplasia, sehingga menjadi seberat

1000 gram saat akhir kehamilan. Otot rahim mengalami hiperplasia dan

hipertrofi menjadi lebih besar, lunak dan dapat mengikuti pembasaran

rahim karena pertumbahan janin. Perabaan uterus pada perabaan tinggi

fundus uteri ibu hamil :

a) Tidak hamil/normal sebesar telur ayam (± 30 gram)

b) 8 minggu : telur bebek

c) 12 minggu : telur angsa

d) 16 minggu : pertengahan simfisis ke pusat

e) 20 minggu : pinggir bawah pusat


f) 24 minggu : pinggir atas pusat

g) 28 minggu : sepertiga pusat ke xyphoid

h) 32 minggu : pertengahan pusat ke xyphoid

i) 36-42 minggu : 3 jari dibawah xuphoid

(Serri Hutahaean, 2013).

2. Vagina dan Vulva

Vagina dan vulva mengalami peningkatan pembuluh darah karena

pengaruh estrogen sehingga tmapak makin berwarna merah dan kebiru-biruan

yang disebut dengan tanda chandwicks(Manuaba, 2010).

3. Ovarium

Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang mengandung korpus

luteum gravidarum akan meneruskan fungsinya sampai terbentuknya plasenta

yang sempuurna pada usia kehamilan 16 minggu (Manuaba, 2010).

4. Payudara

Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan

memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat

dilepaskan dari pengaruh hormon saat kehamilan, yaitu estrogen, progesteron

dan somatotropin.

Kedua payudara akan bertambah ukurannya dan vena-vena dibawah kuliit

akan lebih terlihat putting payudara membesar, kehitaman, dan tegak. Bulan

pertama cairan berwarna kuning keluar disiebut kolostrum (Manuaba, 2010).


5. Sirkulasi darah ibu

Volume darah semakin meningkat dan jumlah serum darah lebih besar

dari pertumbuhan sel darah sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilius)

dengan puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu (Manuaba, 2010).

6. Sistem pernafasan

Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem pernafasan untuk dapat

memenuhi kebutuhan oksigen (O2), disamping itu desakan diafragma karena

dorongan rahim yang membesar pada umur 32 minggu. Sebagai kompensesi

terjadinya desakan rahim dan kebutuihan oksigen yang meningkat, ibu hamil

akan bernafas lebih dalam sekitar 20% sampai 25% dari pada biasanya

(Prawirohardjo, 2010).

7. Traktus urianrius

Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi pada

hamil tua, terjadi gangguan dalam bentuk sering BAK (Prawirohardjo, 2010).

8. Perubahan pada kulit

Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena

pengaruh MSH lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar suprarenalis.

Hiperpigmrntasi terjadi pada strie gravidarum livi atau alba, areola payudara,

papila payudara, linea nigra, pipi (kloasma gravidarum). Setelah persalinan

hiperpigmentasi akan hilang dengan sendirinya (Prawirohardjo, 2010)


9. Metabolisme

Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami

perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk

pertumbuhan janin dan persiapan memberikan ASI (Prawirohardjo, 2010).

2.1.4. Ketidak Nyamanan Pada Kehamilan

Tabel 2.1 Ketidak Nyamanan Pada Kehamilan

2.1.5. Tanda Bahaya Kehamilan

1. Perdarahan Pervaginam

Perdarahan pada keehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum nayi

dilahirkan dinamakan perdarahan intrapartum sebelum kelahiran. Perdarahan

pada akhir kehamilan, perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak

dan kadang-kadang, tetapi tidak selalu disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan

seperti ini bisa berarti plasenta previa atau absurpsi plasenta (Hani, Ummi.

2011).

2. Sakit Kepala yang Hebat dan Menetap

Sakit kepala selama kehamilan adalah umum, dan sering kali merupakan

ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan. Sakit kepala yang

menunjukan suatu masalah yang serius adalah sakit kepala hebat yang

menentap dan tidak hilang dengan beristirahat. Kadang-kadang sakit kepala

yang hebat tersebut, ibu mungkin mengalami pernglihatan yang kabur atau

berbayang. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala dari pre-

eklamsia (Hani, Ummi, dkk. 2011)


3. Nyeri Abdomen yang Hebat

Nyeri abdomen tidak berhubungan dengan persalinan normal adalah

tidak normal. Nyeri abdomen yang mungkin menunjukan masalah yang

mengancam keselamatan jiwa adalah yang hebat, menetap, dan tidak hilang

setelah beristirahat. Hal ini bisa berarti apendisitis, kehamilan ektopik,

penyakit radang pelvis, persalinan preterm, gastritis, penyakit kantong

empedu,iritasi uterus, abrupsi plasenta, ISK, dab lain-lain (Hani, Ummi,2011).

4. Bayi Kurang Bergerak Seperti Biasa

Ibu mulai merasakan gerakan janin sejak bulan kelima atau bulan

keenam, bahkan beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayiya lebih awal.

Jika bayi tidur, gerakannya akan melemah. Bayi harus bergerak paling sedikir

tiga kali dakam periode jam. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika

berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan minum dengan baik (Hani,

Ummi,2011).

2.1.6. Masalah Dalam Kehamilan

Masalah dalam kehamilan yang sering terjadi antara lain :

1. Hiperemisis Gravidaram

Hiperemisis Gravidaru7m adala mual dan muntah berlebihan hingga

menimbulkan gangguan aktivitas sehari hari dan bahkan dapat

membahayakan hidup ibu hamil

2. Abortus adalah kegagalan kehamilan 28 minggu atau berat janin kurang

dari 1000 gram.


3. Pre-eklamsia

Pre-eklamsia adalah kenaikan darah sistolik dan diastolic 10 mmHg

atau 15 mmHg di sertai dengan adanya protein urine dan apabila konflikasi

berlanjut bisa terjadi eklamsi.

4. Kehamilan lewat waktu

Kehamilan lewat waktu adala kehamilan yang melampaui usia 292

hari (42 minggu) dengan konflikasinya.

5. Kehamilan Kembar

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.

6. Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar HB dan atau jumlah

eritrosit lebih rendah dari harga normal.Wanita hamil atrau dalam

masanifas dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin dibwah 10 gr%

7. Kelainan Letak pada kehamilan

a. Letak Sungsang

Letak sungsang adalah letak membuju7r dengan kepala janin di fundus

uteri.

b. Letak Lintang

Letak lintang adalah dimana keadaan suatu janin melintang

(Sumbu panjang janin kira kira tegak lurus dengan sumbu panjang ibu

di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong

berada pada sisi lain).


2.2.1. Pengertian

Letak sungsang adalah letak dimana bokong bayi merupakan bagian

terendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak memanjang

dengan kepala dengan kepala di pundus uteri dan bokong berada di bagian

bawah kavum uteri. (Marmi 2016)

Letak sungsang adalah janin yang terletak memanjang dengan kepala di

pundus uteri dan bokong di bagian bawah kavum uteri (Sudarti 2014).

2.2.2. Etiologi

Penyebab dari letak sungsang antara lain disebabkan oleh prematuritas

karena bentuk rahim relative kurang lonjong, air ketuban masih banyak dan

kepala relatif besar. Hidramnion karena anak mudah bergerak, plasenta previa

lkarena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas panggul. Bentuk

rahim yang abnormal, kelainan bentuk kepala seperti anencepalus dan

hidrocepalus (Rukiyah dan Yulianti, 2010).

Faktor penyebab letak sungsang menurut Manuaba (2010), dapat berasal dari :

1. Sudut ibu

a. Keadaan rahim

1) Rahim arkuatus

2) Septum pada rahim

3) Uterus dupleks

4) Mioma pada kehamilan

b. Keadaan plasenta
1) Plasenta letak rendah

2) Kesempitan panggul

3) Defomitas tulang panggul

4) Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala

tak rendah

5) Plasenta previa

c. Keadaan jalan lahir

2. Sudut janin

Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang yaitu

a. Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat

b. Hidrocepalus atau anensefalus

c. Kehamilan kembar

d. Hidramnion atau oligohidramnion

e. Prematuritas

2.2.3. Faktor Terjadinya Letak Sungsang

Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah:

1. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong.

2. Air ketuban masih banyak dan kepala anak relatif besar.

3. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas

panggul.

4. Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala

kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.


5. Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya

pada panggul sempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor-tumor pelvis dan

lain-lain.

6. Janin mudah bergerak, seperti pada hidramnion, multipara.

7. Gemeli (kehamilan ganda).

8. Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.

9. Janin sudah lama mati.

10. Sebab yang tidak diketahui.

2.2.4. Patofisiologis

Bahaya persalinan sungsang dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Anoksia intra dan ekstra uterin

2. Perdarahan intrakranial

3. Fraktur dan dislokasi

4. Kerusakan otot dan syaraf terutama pada otot sterno mastoid dan fleksus

brachialis.

5. Ruptur organ abdomen

6. Oedem genital dan memar atau lecet akibat capformation

7. Kejadian anomali kongenital tinggi pada bayi dengan presentasi atau letak

sungsang dan terutama pada BBLR.


Prinsip Dasar Persalinan Sungsang

1. Persalinan Pervaginam

a. Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu

sendiri. Cara ini disebut Bracht.

b. Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian dengan

tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.

c. Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan seluruhnya

dengan memakai tenaga penolong.

2. Persalinan Perabdominan (Sectio Caesaria)

Prosedur Persalinan Sungsang Secara Spontan (Spontan Bracht).

a. Tahap lambat: mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang

tidak berbahaya.

b. Tahap cepat: dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin

masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.

c. Tahap lambat: lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar

dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya

lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk

menghindari pendarahan intra-kranial (adanya tentorium cerebellum).


Teknik Persalinan

1. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.

2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat

bokong mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin

intramuskulus. Dilakukan episiotomi.

3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkeram dengan cara Bracht,

yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-

jari lain memegang panggul.

4. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih

dahulu.

5. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menuutpi gerakan

rotasi anterior yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini

disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan

hiperlordosis, seorang asisten melakukan ekspresikriste ller. Maksudnya

agar tenaga mengejan lebih kuat sehingga fase cepat dapat diselesaikan.

Menjaga kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan menghindari ruang

kosong antara fundus uterus dan kepala janin, sehingga tidak terjadi lengan

menjungkit.

6. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu,

lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.

7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.


Keuntungan :

a. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi

infeksi.

b. Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.

Kerugian:

a. Terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin besar, jalan

lahir kaki, misalnya primigravida lengan menjuangkit atau menunjuk

(Marmi 2016).

Prosedur manual Aid (Partial Breech Extraction):

Indikasi: jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan mislanya

terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala (Erniyati 2013).

Tahapan:

1. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu

sendiri.

2. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara

klasik (Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.

3. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid

and Martin Minctel, Prague Terbalik, Cunan Piper (Marmi 2016).

Cara Klasik:

1. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan

belakang berada diruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian

melahirkan lengan depan dibawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit
dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu

dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan kemudian lengan

belakang dilahirkan.

2. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada

pergelangan kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga

perut janin mendekati perut ibu.

3. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan

lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai

fossa cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-

olah lengan bawah mengusap muka janin.

4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pad apergelangan kaki janin

diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah

sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.

5. Dengan cara yang sama lengan belakang dilahirkan.

6. Jika lengan depan sukar dilahirkan maka harus diputer menjadi lengan

belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan

kedua tangan penolong sedeikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan

penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin

sedang jari-jari lain mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan

dada janin sehingga lengan depan terletak di belakang kemudian lengan

dilahirkan dengan cara yang sama(Marmi 2016).


Cara Mueller

1. Prinsipnya: melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan

ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.

2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yitu kedua ibu jari

penolong diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada

crista illiaca dan jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan

janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan

tampak di bawah simpisis, dan lengan depan dilahirkan dengan mengait

lengan di bawahnya.

3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan jain yang

masih dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke

belakang lahir. Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka

lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan

kedua jari penolong.

Keuntungan: Tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir

sehingga bahaya infeksi minimal.

Cara Louvset

1. Prinsipnya: memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik

sambil dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang

sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir di bawah simpisis.

2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi

curam ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu


belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan

janin diputar lagi ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian

seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di bawah simpisis

dan lengan dapat dilahirkan.

Keuntungan persalinan bahu dengan cara Lovset:

a. Tehnik sederhana

b. Hampir selalu dapat dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin

c. Kemungkinan infeksi intrauterin minimal

Cara Mauriceau (Veit-Smellie):

1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke

dalam jalan lahir. Jari tangan dimasukkan ke dalam mulut dan jari

telunjuk dan jari ke 4 mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain

mencengkeram leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah

penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari

ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari arah

punggung.

2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil

seorang asisten melakukan ekspresikristeller. Tenaga tarikan terutama

dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah

punggung. Jika suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin

diekspasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga


berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan

akhirnya lahir seluruh kepala janin (Marmi 2016).

Cara Prague Terbalik

Dilakukan bila occiput dibelakang (dekat dengan sacrum) dan muka

janin menghadap simfisis. Satu tangan mencekap leher dari sebelah

belakang dan punggung anak diletakkan di atas telapak tangan tersebut.

Tangan penolong lain memegang pergelangan kaki dan kemudian di elevasi

ke atas sambil melakukan traksi pada bahu janin sedemikian rupa sehingga

perut anak mendekati perut ibu. Dengan larynx sebagai hypomochlion

kepala anak dilahirkan (Marmi 2016).

Cara Cunam Piper:

Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan

pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini,

cunam dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang.

Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, dibawah

simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai

hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi, dan akhirnya

seluruh kepala lahir.

Prosedur Persalinan Sunggang Perabdominan Secio Saecaria

Beberapa kriteria yang dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus

perabdominan (SC) adalah:

1. Primigravida tua
2. Nilai sosial tinggi

3. Riwayat persalinan yang buruk

4. Janin besar, lebih dari 3,5-4 kg

5. Dicurigai kesempitan panggul

6. Prematurita.

Syarat Partus Pervaginam Pada Letak Sungsang

1. Janin tidak terlalu besar

2. Tidak ada suspek CPD

3. Tidak ada kelainan jalan lahir

4. Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau

multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g sectio cesarea

lebih dianjurkan.

2.2.5. Bentuk Bentuk Letak Sungsang (Marmi 2016).

Ada 3 tipe letak sungsang yaitu,


Gambar kehamilan letak Sungsang (Frank Breach,Complete Brech,and

incomplete of footling) (Marmi 2016)

1. Presentasi bokong murni ( frank brech,50-0%).Pada presentasi bokong

akibat ekstensi kedua sendi lutut,kedua kaki terangkat ke atas serta

ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin.Dengan demikian pada

pemeriksaann dalam hanya dapat diraba bokong.

2. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech,5-10%).Pada presentasi

bokong kaki sempurna di samping bokong dapat diraba kaki

3. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete of

footling 10-30%).Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya

terdapat satu kaki di samping bokong,sedangkan kaki yang lain terangkat

ke atas. Pada presentasi kaki bagian palingrendah adalah satu atau dua kaki

Frekuensi letak sungsang murni lebih tinggi pada kehamilan muda

dibanding kehamilan tua dan multigravida lebih banyak dibandingkan

dengan primigravida (Marmi 2016).

Penyebab

Faktor predisposisi dari letak sungsang (Marmi 2016).

1. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong.

2. Air ketuban masih banyak dan kepala anak relatif besar.

3. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas

panggul.
4. Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala

kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.

5. Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya

pada panggul sempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor-tumor pelvis dan

lain-lain.

6. Janin mudah bergerak, seperti pada hidramnion, multipara.

7. Gemeli (kehamilan ganda).

8. Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.

9. Janin sudah lama mati.

10. Sebab yang tidak diketahui.

2.2.6. Diagnosis

1. Palpasi: pemeriksaan Leopold di bagian bawah teraba bagian yang kurang

keras dan kurang bundar (bokong), sementara di fundus teraba bagian yang

keras, bundar dan melenting (kepala), dan punggung teraba di kiri atau

kanan.

2. Auskultasi: DJJ (Denyut Jantung Janin) paling jelas terdengar pada tempat

yang lebih tinggi dari pusat.

3. Pemeriksaan foto rontgen, USG, dan Foto Sinar X: bayangan kepala di

fundus.

4. Pemeriksaan dalam: Dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus,

kadang-kadang kaki (pada letak kaki). Bedakan antara:

a. Lubang kecil – Mengisap.


b. Tulang (-) – Rahang Mulut

c. Isap (-) Anus – Lidah

d. Mekoneum (+)

e. Tumit – Jaring panjang

f. Sudut 90 derajat Kaki – Tidak rata Tangan siku

g. Rata jari-jari – Patella (-)

h. Patella Lutut

i. Poplitea

2.2.7. Tahap-tahap manajemen SOAPIE

Adapun tahap-tahapan dokumentasi kebidanan SOAPIE (Mufdillah, 2009):

1. (S) Subjektif merupakan informasi atau data yang diperoleh dari apa yang

dikatakan oleh klien. Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan

menurut SOAPIE (Mufdillah, 2009) Langkah pertama (pengkajian data),

terutama data yang diperoleh melalui anamnesa. Data subyektif ini

berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Data subyektif ini

nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun.

2. (O) Objektif ada5lah data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan

dirasakan oleh bidan saat melakukan pemeriksaan dari hasil laboratorium.

Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut SOAPIE

(Mufdillah, 2009) Pertama (pengkajian data), terutama yang diperoleh

melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien,

pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.


3. (A) Assesment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan

menurut SOAPIE (Mufdillah, 2009). Langkah kedua, ketiga dan keempat

sehingga mencakup hal-hal berikut ini: diagnosis/masalah kebidanan,

diagnosis/masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan

tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan

tindakan segera harus diidentifikasi manurut kewenangan bidan meliputi

tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien.

4. (P) Planning atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan

yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan

intepretasi data. Menurut SOAPIE (Mufdillah, 2009). Langkah kelima,

keenam, dan ketujuh. Pendokumentasien P dalam SOAPIE ini adalah

pelaksanaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan

keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien. Dalam planning juga

harus mencantumkan evaluation/ evaluasi yaitu tafsiran dari efek tindakan

yang telah diambil untuk menilai efektivitas asuhan/hasil pelaksanaan

tindakan. Untuk mendokumentasikan proses evaluasi ini, diperlukan sebuah

catatan perkembangan, dengan tetap mengacu pada metode SOAPIE.

5. (I) Implementasi pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah,

keluhan, atau mencapai tujuan pasien. Tindakan ini harus disetujui oleh

pasikecuali bila tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan

pasien. Oleh karena itu, pilihlah pasien harus sebanyak mungkin menjadi
bagian dari proses. Apabila kondisi pasien berubah, intervensi mungkin

juga harus berubah atau disesuaikan.

6. (E) Evaluasi tafsiran dari efek tentnag tindakan yang telah diambil adalah

penting untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan. Analisa dari hasil

yang dicapai menjadi fokus dari penilaian ketetapan tindakan. Kalau tujuan

tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan

tindakan alternatif sehingga dapat mencapai tujuan.


BAB 3

METODEPENELITIAN

3.1 Pendekatan

Desain metode yang digunakan pada penelitian adalah studi kasus.Penelitian studi

kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan kebidanan pada Ibu

dengan Letak Sungsang pada

Batas anter perinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan

berbagai sumber informasi. Penelitian studi kasus dibatasi oleh waktu,tempat,serta

kasus yang dipelajari berupa peristiwa,aktivitas atau individu.

3.2 LokasidanWaktuPenelitian

Studi kasus ini dilaksanakan di

a. SubyekPenelitian

Subyek penelitian yang digunakan adalah2 pasien (2kasus sebagai pembanding)

dengan masalah kebidanan yang sama yaitu pada Ibu dengan Letak Sungsang

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan :

1. Anamnesa untuk mendapatkan data identitas pasien,riwayat sakit pasien

(keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga)

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

3. Studi dokumentasi. Hasil dari pemeriksaan diagnostik dan rekam medik

pasien.
3.3 Analisa Data

Analis adat adil akukan sejak peneliti dilapangan, sewaktu pengumpulan data sampai

dengansemuadataterkumpul.Analisadatadilakukandengancaramengemukakanfakta,sel

anjutnyamembandingkandenganteoriyangadadanselanjutnyadituangkandalamopinipe

mbahasan.Teknikanalisayangdigunakandengancaramenarasikanjawaban-

jawabandaripenelitianyangdiperolehdarihasilinterpretasiwawancaramendalamyangdil

akukanuntukmenjawabrumusanmasalahpenelitian.Teknikanalisadigunakandengancar

aobservasiolehpenelitidanstudidokumentasiyangmenghasilkandatauntukselanjutnyadi

interpretasikanolehpenelitidibandingkanteoriyangadasebagaibahanuntukmemberikanr

ekomendasidalamintervensitersebut.Urutandalamanalisisadalah:

1. Pengumpulandata.

Data dikumpulkan dari hasil anamnesa

mendalam.Hasilditulisdalambentukcatatanlapangan,kemudiandisalindalambentuk

format pengkajian.

Data hasil anamnesa

yangterkumpuldalambentukcatatanlapangandijadikansatudalambentuk transkrip.

Dataobyektifdianalisisberdasarkanhasilpemeriksaandiagnostikkemudiandibandingkan

nilainormalnya.

2. Penyajiandata.

Penyajiandatadapatdilakukandengantabel,gambar,baganmaupunteksnaratif.Kerahasia

ndarirespondendijamindenganjalanmengaburkanidentitasdarirespondenataudenganme

nggunakaninisialnama.
3. Kesimpulan.

Daridatayangdisajikan,kemudiandatadibahasdandibandingkandenganhasil-

hasilpenelitianterdahuludansecarateoritisdenganprilakukesehatan.Penarikankesimpula

ndilakukandenganmetodeinduksi.

3.4 EtikaPenelitian

Etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :

1. Informedconsent(persetujuanmenjadiresponden)

Bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

denganmemberikanlembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden (Hidayat, 2010).

2. Anonimity(tanpanama)

Memberikan

jaminandalampenggunaansubjekpenelitiandengancaratidakmemberikanataumencantu

mkannamarespondenpadalembaralatukurdanhanyamenuliskankodepadalembarpengu

mpulandataatauhasilpenelitianyangakandisajikan(Hidayat,2010).

3. Confidentiality(kerahasiaan)

Memberikanjaminankerahasiaanhasilpenelitian,baikinformasimaupunmasalah-

masalahlainnya.Semuainformasiyangtelahdikumpulkandijaminkerahasiaannyaolehpe

neliti,hanyakelompokdatatertentuyangakandilaporkanpadahasilriset(Hidayat,2010).
2.1.2 Tahap-tahap manajemen SOAPIE

Adapun tahap-tahapan dokumentasi kebidanan SOAPIE (Mufdillah, 2009):

6. (S) Subjektif merupakan informasi atau data yang diperoleh dari apa yang

dikatakan oleh klien. Merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut

SOAPIE (Mufdillah, 2009) Langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang

diperoleh melalui anamnesa. Data subyektif iniberhubungan dengan masalah dari

sudut pandang pasien. Data subyektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang

akan disusun.

7. (O) Objektif ada5lah data yang diperoleh dari apa yang dilihat dan dirasakan

oleh bidan saat melakukan pemeriksaan dari hasil laboratorium. Merupakan

pendokumentasian manajemen kebidanan menurut SOAPIE (Mufdillah, 2009)

Pertama (pengkajian data), terutama yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur

dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain.

8. (A) Assesment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut

SOAPIE (Mufdillah, 2009). Langkah kedua, ketiga dan keempat sehingga mencakup

hal-hal berikut ini: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta

perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi

diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi

manurut kewenangan bidan meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan

tindakan merujuk klien.

P) Planning atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan

datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan intepretasi data.
Menurut SOAPIE (Mufdillah, 2009). Langkah kelima, keenam, dan ketujuh.

Pendokumentasien P dalam SOAPIE ini adalah pelaksanaan asuhan sesuai rencana

yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah

pasien. Dalam planning juga harus mencantumkan evaluation/ evaluasi yaitu tafsiran

dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektivitas asuhan/hasil

pelaksanaan tindakan. Untuk mendokumentasikan proses evaluasi ini, diperlukan

sebuah catatan perkembangan, dengan tetap mengacu pada metode SOAPIE.

9. (I) Implementasi pelaksanaan rencana tindakan untuk mengatasi masalah,

keluhan, atau mencapai tujuan pasien. Tindakan ini harus disetujui oleh pasikecuali

bila tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan pasien. Oleh karena itu,

pilihlah pasien harus sebanyak mungkin menjadi bagian dari proses. Apabila kondisi

pasien berubah, intervensi mungkin juga harus berubah atau disesuaikan.

10. (E) Evaluasi tafsiran dari efek tentnag tindakan yang telah diambil adalah

penting untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan. Analisa dari hasil yang

dicapai menjadi fokus dari penilaian ketetapan tindakan. Kalau tujuan tidak tercapai,

proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif

sehingga dapat mencapai tujuan.

Anda mungkin juga menyukai