SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Salah satu masalah dalam budidaya kedelai jenuh air di lahan pasang surut
adalah gangguan gulma. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan herbisida
yang paling efektif untuk mengendalikan gulma pada budidaya kedelai jenuh air
di lahan pasang surut. Penelitian dilaksanakan di lahan pasang surut pada tanah
mineral di Desa Banyu Urip dan tanah mineral bergambut di Desa Muliasari,
Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Palembang, Sumatera Selatan
pada bulan Juli sampai Desember 2013.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok satu
faktor yaitu jenis herbisida. Percobaan terdiri atas delapan perlakuan dengan tiga
ulangan. Perlakuan yang diuji yaitu kontrol (P0), penyiangan manual 4 minggu
setelah tanam (MST) (P1), paraquat 2 l/ha 4 MST (P2), glifosat 3 l/ha 4 MST
(P3), oksifluorfen 2 l/ha 3 hari sebelum tanam (HSbT) (P4), oksifluorfen 2 l/ha
3 HSbT di ikuti aplikasi paraquat 2 l/ha 4 MST (P5), oksifluorfen 2 l/ha 3 HSbT di
ikuti aplikasi glifosat 3 l/ha 4 MST (P6), aplikasi herbisida penoksulam 1 l/ha
2 MST (P7).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gulma golongan teki Cyperus iria
adalah gulma paling dominan pada lahan percobaan dengan NJD 37.77% di tanah
mineral sedangkan di tanah mineral bergambut sebesar 26.43%. Herbisida yang
paling efektif menekan gulma di tanah mineral adalah paraquat yang ditunjukkan
dengan hasil bobot kering gulma total paling rendah pada 4, 6, dan 8 MST.
Herbisida yang paling efektif menekan gulma di tanah mineral bergambut adalah
oksifluorfen yang ditunjukkan dengan hasil bobot kering gulma total paling
rendah pada 4 dan 8 MST. Herbisida yang paling baik untuk produksi kedelai di
tanah mineral adalah glifosat ditunjukkan dengan produktivitas sebesar
3.76 ton/ha. Herbisida yang paling baik untuk produksi kedelai di tanah mineral
bergambut yaitu paraquat yang ditunjukkan dengan produktivitas sebesar
1.5 ton/ha. Aplikasi herbisida pre emergence sebaiknya dilakukan sebelum tanam
kedelai. Aplikasi herbisida post emergence harus dilakukan secara hati-hati
dengan menggunakan sungkup nozzle untuk mencegah keracunan pada tanaman.
Kata kunci: budidaya jenuh air, kedelai, lahan pasang surut, pengendalian gulma.
SUMMARY
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STUDI PENGENDALIAN GULMA DENGAN MENGGUNAKAN
HERBISIDA PADA BUDIDAYA KEDELAI JENUH AIR
DI LAHAN PASANG SURUT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli - Desember 2013 ini adalah Studi
Pengendalian Gulma dengan Menggunakan Herbisida pada Budidaya Kedelai
Jenuh Air di Lahan Pasang Surut.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS dan Dr Dwi Guntoro, SP, MSi selaku
komisi pembimbing penelitian yang telah banyak memberikan saran dan
dukungan materi dan nonmateri bagi kesempurnaan penelitian dan karya
ilmiah ini.
2. Dr Ir Iskandar Lubis dan Dr Dewi Sukma, SP, MSi selaku dosen penguji
yang banyak memberikan masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah
ini.
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas dana penelitian yang telah
diberikan.
4. Keluarga tercinta Ayah, Ibu, Kakak dan saudara-saudara atas doa, bantuan,
dukungan, perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
5. Keluarga Bapak Suaji dan Wakidi serta petani Desa Banyu Urip dan
Muliasari atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian.
6. Teman-teman Pascasarjana AGH atas segala doa dan bantuan yang telah
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dan
manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Karakteristik Lahan Rawa Pasang Surut 3
Budidaya Jenuh Air pada Tanaman Kedelai 3
Pengendalian Gulma pada Tanaman Kedelai 4
Herbisida 4
METODE 8
Tempat dan Waktu 8
Bahan dan Alat 8
Metode 8
Pelaksanaan 9
Persiapan Lahan 9
Penanaman dan Pemupukan 9
Aplikasi Herbisida 9
Pemeliharaan dan Panen 9
Pengamatan 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Hasil 13
Pembahasan 23
KESIMPULAN DAN SARAN 28
Kesimpulan 28
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 33
RIWAYAT HIDUP 51
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia glifosat 5
2 Struktur kimia paraquat 6
3 Struktur kimia oksifluorfen 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi varietas Tanggamus 33
2 Gambar petakan 34
3 Data curah hujan (mm/bulan) daerah penelitian tahun 2013 35
4 Data suhu 0C daerah penelitian tahun 2013 36
5 Kelembaban nisbi (%) daerah penelitian tahun 2013 37
6 Pengaruh perlakuan terhadap jenis gulma dan dominasinya di tanah
mineral 38
7 Pengaruh perlakuan terhadap jenis gulma dan dominasinya di tanah
mineral bergambut 39
8 Koefisien komunitas antar petak perlakuan sebelum percobaan pada
tanah mineral 40
9 Koefisien komunitas antar petak perlakuan sebelum percobaan pada
tanah mineral bergambut 41
10 Jenis - jenis gulma di lahan pasang surut pada tanah mineral 42
11 Jenis - jenis gulma di lahan pasang surut pada tanah mineral
bergambut 43
12 Analisis usahatani untuk perlakuan kontrol
(tanpa pengendalian gulma) di tanah mineral 44
13 Analisis usahatani untuk perlakuan penyiangan manual
di tanah mineral 45
14 Analisis usahatani untuk perlakuan herbisida glifosat
di tanah mineral 46
15 Analisis usahatani untuk perlakuan kontrol
(tanpa pengendalian gulma) di tanah mineral bergambut 47
16 Analisis usahatani untuk perlakuan penyiangan manual
di tanah mineral bergambut 48
17 Analisis usahatani untuk perlakuan herbisida paraquat
di tanah mineral bergambut 49
18 Perbandingan analisis usahatani/ha untuk masing-masing perlakuan
tanah mineral dan tanah mineral bergambut
50
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan herbisida yang paling
efektif untuk mengendalikan gulma pada budidaya kedelai jenuh air di lahan
pasang surut.
Hipotesis
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
pengelolaan air di lahan pasang surut lebih tepat menggunakan budidaya jenuh air
untuk meningkatkan produksi kedelai di lahan pasang surut. Teknik budidaya ini
juga berguna untuk mengatasi kendala di lahan pasang surut seperti adanya pirit.
Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi
terus-menerus dan membuat kedalaman muka air tetap, sehingga lapisan di bawah
permukaan tanah jenuh air. Kedalaman muka air tetap akan menghilangkan
pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman, karena kedelai
akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya
(Troedson et al. 1983). Budidaya jenuh air dilakukan dengan membuat kondisi
bedengan jenuh air secara terus menerus sejak 2 minggu setelah tanam (MST)
sampai masak fisiologis. Cara pemberian air pada budidaya jenuh air adalah
dengan mengalirkan air melalui saluran di antara petak-petak percobaan dengan
tinggi genangan dipertahankan maksimum 20 cm dibawah permukaan tanah
(Sagala, 2010). Pembuatan saluran dengan kedalaman muka air 20 cm akan lebih
mudah dan lebih murah dibandingkankan dengan saluran dengan kedalaman
30 cm dan 40 cm dibawah permukaan tanah. Oleh karena itu kedalaman 20 cm
merupakan kedalaman muka air yang paling cocok untuk penanaman kedelai
dengan teknologi BJA di lahan pasang surut yang mempunyai kandungan liat
tinggi (Sagala, 2010).
Herbisida
Glifosat
Suwarni et al. (2000) menyatakan herbisida glifosat sampai dosis 4.5 l/ha
menunjukkan hasil tertinggi pada kacang tanah.
Paraquat
Penoksulam
Oksifluorfen
METODE
Bahan dan alat yang digunakan adalah benih kedelai varietas Tanggamus
(Lampiran 1), herbisida dengan bahan aktif paraquat, glifosat, oksifluorfen, dan
penoksulam. Pupuk Urea, SP-36, KCl, Marshall, insektisida dengan bahan aktif
klorantraniliprol 50 g/l air dan fipronil 50 g/l air, semi automatic knapsack sprayer
bertekanan 1 kg/cm2 (15 - 20 psi) volume semprot 400 l/ha, nozzel T-jet warna
kuning lebar semprot 0.5 m, sungkup plastik botol air mineral, kuadran berukuran
0.5 m x 0.5 m dan alat penunjang lainnya.
Metode
Yijk = µ + τi + βj + εij
Keterangan :
Yijk = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Pelaksanaan
Persiapan Lahan
Lahan percobaan yaitu lahan pasang surut. Satuan petak berukuran 2 m x
3 m. Setiap ulangan dikelilingi saluran air yang berukuran lebar 30 cm dan
kedalaman 25 cm, dengan demikian kondisi petakan akan selalu basah pada saat
air irigasi diberikan. Air irigasi diberikan sejak tanam dengan ketinggian muka air
15 cm di bawah permukaan tanah. Sebelum persiapan lahan, terlebih dahulu
dilakukan analisis vegetasi gulma menggunakan kuadran berukuran 0.5 m x 0.5 m
untuk mengetahui komposisi dan dominansi gulma yang terdapat di areal
percobaan.
Penanaman dan Pemupukan
Benih kedelai yang telah diberi insektisida berbahan aktif karbosulfan
25.53% 15 g/kg (untuk menghindari serangan lalat bibit) dan inokulan
Rhizobium sp. sebanyak 5 g/kg benih ditanam dengan cara ditugal dengan jarak
tanam 40 cm x 12.5 cm dan ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam (populasi
400.000 tanaman/ha) kedalaman tugal dangkal 1 - 2 cm lalu ditutup dengan tanah.
Pada saat tanam diberikan pupuk 200 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha. Pupuk
diberikan pada larikan 5 - 7 cm dari lubang tanam. Urea dengan konsentrasi
10 g/l air dalam volume semprot 400 l/ha diberikan pada 3, 4, dan 6 minggu
setelah tanam (MST).
Aplikasi Herbisida
Herbisida diaplikasikan sesuai dengan perlakuan yang dicobakan. Aplikasi
herbisida dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 - 08.00 WIB dan
disesuaikan dengan kondisi angin dan curah hujan. Pada saat aplikasi herbisida
pasca tumbuh, sprayer yang digunakan disungkup dengan botol air mineral
plastik yang sudah di modifikasi untuk menghindarkan tanaman kedelai dari
resiko terkena semprotan paraquat dan glifosat. Penyemprotan dilakukan secara
hati-hati dengan jarak rendah dari permukaan tanah pada jalur antar baris tanaman
kedelai. Aplikasi perlakuan herbisida dilakukan dengan mempertimbangkan
keadaan tanah yang cukup kering dan angin yang tenang.
Pengamatan
Pengamatan penelitian terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu :
1. Pengamatan Gulma
Pengamatan terhadap gulma meliputi: analisis vegetasi (jenis gulma, kerapatan,
frekuensi, bobot kering, nilai jumlah dominansi), serta koefisien komunitas.
Pengamatan dilakukan menggunakan metode kuadran dengan petak contoh
berukuran 0.5 m x 0.5 m. Pengambilan sampel gulma dengan cara gulma yang
masih segar dipotong tepat setinggi permukaan tanah, kemudian dipisahkan
setiap spesies. Bobot kering gulma diperoleh setelah dioven pada suhu 105 0C
selama 24 jam. Pengamatan gulma dilakukan 4 kali yaitu 2, 4, 6, dan 8 MST.
Pengamatan ini bertujuan untuk melihat gulma-gulma yang dominan pada tiap-
tiap pengamatan dan pada setiap perlakuan, dengan rumus sebagai berikut
(Moenandir 1990):
Kerapatan mutlak (KM) = Jumlah individu jenis tertentu dalam petak contoh
KM jenis tertentu
Kerapatan relatif (KR) = Jumlah x 100%
KM semua jenis
Nilai penting
Nilai jumlah dominansi = 3
(NJD)
2w
Koefisien komunitas (C) = a+b x 100%
dimana :
w = jumlah terkecil dari dua komunitas
a = jumlah total kuantitas dari komunitas 1
b = jumlah total kuantitas dari komunitas 2
Nilai C diambil dari data nilai kerapatan mutlak petak (Moenandir 1990).
11
𝑊2 − 𝑊1 ln 𝐴2 − ln 𝐴1
𝐿𝐴𝐵 = 𝑥
𝐴2 − 𝐴1 𝑡2 − 𝑡1
Keterangan:
LAB = Laju asimilasi bersih (g/cm2/hari)
W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 (g)
W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 (g)
A1 = luas daun total pada waktu t1 (cm2)
A2 = luas daun total pada waktu t2 (cm2)
t1 = waktu pengamatan awal (hari)
t2 = waktu pengamatan akhir (hari)
6. Laju tumbuh relatif (LTR). Rata-rata laju tumbuh relatif (Relative
growth rate/LTR) yang diukur pada pengamatan destruktif yaitu pada
2, 4, 6, dan 8 MST. Perhitungan LTR menggunakan rumus berikut
(Gardner et al. 1991):
ln 𝑊2 − ln 𝑊1
𝐿𝑇𝑅 =
𝑡2 − 𝑡1
Keterangan:
LTR = Laju tumbuh relatif (g/hari)
W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1 (g)
W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2 (g)
t1 = waktu pengamatan awal (hari)
t2 = waktu pengamatan akhir (hari)
7. Jumlah polong isi, merupakan polong bernas yang dihitung per
tanaman.
8. Jumlah polong hampa, merupakan polong yang tidak ber isi dihitung
per tanaman.
9. Umur 50% berbunga, diamati ketika 50% populasi tanaman mulai
berbunga.
12
10. Umur panen, diamati ketika 85% daun telah menguning dan rontok
serta polong berwarna kecoklatan.
11. Bobot biji per ubinan, dihitung dari hasil ubinan yang berukuran 1 m x
1 m di setiap petak perlakuan.
12. Fitotoksisitas tanaman kedelai
Pengamatan fitotoksisitas terhadap tanaman kedelai pada saat 1 sampai
5 minggu setelah aplikasi dengan cara skoring :
0 = tidak ada keracunan, 0-5% bentuk daun atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal;
1 = keracunan ringan, > 5-10% bentuk daun atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal;
2 = keracunan sedang, > 10-20% bentuk daun atau warna daun dan
atau pertumbuhan tanaman tidak normal;
3 = keracunan berat, > 20-50% bentuk daun atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tidak normal;
4 = keracunan sangat berat, > 50% bentuk daun atau warna daun dan
atau pertumbuhan tanaman tidak normal sampai tanaman mati.
13. Analisis tanah sebelum tanam
Analisis tanah dilakukan untuk komposisi tekstur tanah (pasir, debu,
dan liat), pH, C organik, N, P2O5, K2O, nilai tukar kation Ca, Mg, K,
Na, dan KTK, kejenuhan basa, Al3+, H+, unsur hara mikro Fe, S, dan
Mn, serta pirit. Tekstur tanah ditentukan dengan metode pipet.
Keasaman tanah (pH) ditentukan dengan ekstrak 1:5 menggunakan
H2O dan KCl. C organik ditentukan dengan metode kurmis. N
ditentukan dengan metode Kjeldahl. P2O5 ditentukan dengan metode
Bray I, K2O ditentukan dengan metode Morgan. Kation dan unsur hara
mikro dengan metode AAS, KTK dengan metode titrasi
(Hardjowigeno 1989).
13
Hasil
Kondisi Umum Penelitian
Kondisi umum tanaman kedelai selama penelitian menunjukkan
pertumbuhan yang cukup baik. Kondisi cuaca dari awal penanaman sampai panen
sangat bervariasi. Pengukuran suhu, kelembaban dan curah hujan dilakukan
selama penelitian. Data pengukuran didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika (BMKG) Palembang (Lampiran 3, 4, dan 5).
Rata-rata curah hujan selama penelitian yaitu 17 hari hujan/bulan dan
suhu harian rata-rata saat penelitian sekitar 27.42 oC dengan suhu harian rata-rata
maksimum dan minimum masing-masing 32.78 oC dan 24.15 oC. Menurut
Prihatman (2000) selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai
membutuhkan curah hujan antara 100 - 200 mm/bulan atau 3.33 - 6.66 mm/hari.
FAO (2011) melaporkan bahwa suhu rata-rata bulanan pada kedelai berkisar
antara 27.3 oC - 29.35 oC. Suhu minimum pertumbuhan dan produksi tanaman
kedelai sekitar 10 oC - 15 oC, namun pada suhu di bawah 18 oC dapat menurunkan
pertumbuhan kedelai dan apabila suhu lebih dari 37 oC menyebabkan tanaman
kedelai berbunga lebih awal, jumlah polong meningkat namun ukuran biji menjadi
lebih kecil. Penyinaran matahari rata-rata 55.25% dan tekanan udara 1009.27 mb.
Kelembaban di daerah penelitian rata-rata berkisar 83.5%. Arah angin terbanyak
menuju tenggara (SE) dengan kecepatan angin rata-rata 3.75 km/jam yang
termasuk kecepatan angin tinggi (Lampiran 3, 4, dan 5). Berdasarkan data
lingkungan dan syarat tumbuh kedelai, maka lokasi tersebut sesuai untuk
budidaya kedelai.
3.44% sedangkan pada tanah mineral bergambut lebih besar yaitu sebesar 33.18%.
Hasil analisa tanah pada Tabel 1, menunjukkan bahwa kapasitas tukar kation
(KTK) pada tanah mineral bergambut dan tanah mineral tergolong tinggi masing-
masing sebesar 30.01 me/100 g dan 24.60 me/100 g.
Analisis tanah menunjukkan bahwa Al pada tanah mineral bergambut
tergolong tinggi sebesar 4.12 me/100 g sedangkan pada tanah mineral tergolong
cukup sebesar 1.06 me/100 g. Analisis tanah memperlihatkan bahwa kandungan
Fe pada tanah mineral bergambut dan tanah mineral tergolong tinggi masing-
masing sebesar 17.02 me/100 g dan 24.25 me/100 g (Tabel 1). Tanaman kedelai
pada konsentrasi Al sebesar 8 ppm telah menghambat pertumbuhan akar
(Koecihan 1995). Berdasarkan data analisis tanah, maka dapat disimpulkan
tanaman kedelai cukup sesuai ditanam di areal tersebut.
compressus
Phylanthus
Melastoma
Axonopus
Cynodon
Borreria
dactylon
Cyperus
urinaria
affine
alata
iria
Waktu
Perlakuan
(MST)
Bobot kering (g/0.25 m2)
Kontrol 0 38.07a 1.33bc 4.34a 3.12a 3.97ab 2.91a
2 32.00a 1.43a 3.69a 3.63ab 3.04a 2.68a
4 39.62a 3.66a 2.16a 3.02a 4.00a 3.12a
6 48.28a 3.65a 1.65a 4.28a 6.72a 4.75a
8 35.19a 2.23a 1.53a 3.43a 4.60a 4.64a
Manual 0 35.00a 3.33a 2.47a 2.41ab 2.67ab 1.97a
2 32.47a 3.14a 1.75ab 2.76ab 2.63a 1.98a
4 14.56ab 0.98bc 0.63b 0.78b 0.71b 1.24ab
6 25.22ab 1.95b 0.62b 1.70b 1.01b 0.74b
8 17.17b 1.22bc 0.53c 1.11b 0.56b 0.47b
Paraquat 0 32.67a 2.66abc 2.29a 2.07ab 2.00ab 2.00a
2 28.56a 2.68a 1.44ab 1.36ab 2.43a 1.75a
4 10.29b 0.52c 0.00b 1.89ab 0.20b 0.81ab
6 5.94b 1.58b 0.07b 1.21bc 0.32b 0.21b
8 3.59b 1.38ab 0.06c 1.20b 0.26b 0.20b
Glifosat 0 41.33a 3.00ab 3.00a 1.23ab 1.97ab 3.96a
2 37.31a 1.67a 2.61ab 1.41ab 1.08ab 3.33a
4 20.28ab 1.05bc 0.78b 1.26ab 1.86b 2.65ab
6 19.80ab 1.03b 0.85ab 0.66cd 0.50b 1.36b
8 14.86b 1.00bcd 0.81b 0.36b 0.40b 1.23b
Oksifluorfen 0 25.33a 1.67abc 1.67a 1.00b 0.74b 3.00a
2 26.74a 1.47a 0.64b 0.41b 0.23b 0.39a
4 22.68ab 0.55bc 0.12b 0.58b 0.53b 0.60ab
6 34.51ab 0.76b 0.00b 0.05d 0.69b 1.38b
8 8.40b 0.40cd 0.00c 0.33b 0.43b 1.20b
Oksifluorfen-paraquat 0 30.33a 0.83c 3.00a 1.33ab 1.41ab 3.80a
2 29.81a 0.82a 1.43ab 2.25ab 1.53ab 2.58a
4 10.08b 0.27c 0.00b 0.43b 0.18b 1.01ab
6 9.98b 0.30b 0.22b 0.70cd 0.80b 1.71b
8 10.52b 0.26d 0.19bc 0.70b 0.97b 0.68b
Oksifluorfen-glifosat 0 51.00a 1.40bc 1.33a 0.87b 1.78ab 2.73a
2 22.21a 1.52a 0.44b 1.45ab 1.10ab 1.67a
4 18.51ab 0.86bc 0.45b 1.05ab 0.38b 0.39b
6 24.87ab 0.28b 0.40b 1.07bc 0.73b 0.37b
8 10.71b 0.23d 0.28bc 0.83b 0.51b 0.27b
Penoksulam 0 34.67a 1.23bc 1.85a 1.97ab 6.00a 2.15a
2 35.14a 0.87a 1.49ab 5.85a 1.89ab 1.47a
4 31.13ab 1.88b 1.24ab 2.44ab 1.90b 1.06ab
6 29.48ab 0.39b 0.63b 1.68b 1.32 2.10b
8 16.66b 0.39cd 0.53bc 1.18b 1.15b 0.78b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata uji lanjut DMRT pada taraf nyata 5%.
Analisis vegetasi pada 2, 4, 6, dan 8 MST menunjukkan jenis herbisida
mempengaruhi nilai jumlah dominansinya pada setiap perlakuan tetapi tidak
17
terjadi pergeseran jenis gulma dominan. Dominasi gulma golongan teki Cyperus
iria lebih tinggi di setiap petak percobaan (Lampiran 6).
Selanjutnya pada umur 6 dan 8 MST bobot kering gulma total paling rendah
diperlihatkan pada perlakuan herbisida oksifluorfen yang diikuti aplikasi herbisida
glifosat (Tabel 10).
Tabel 11 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering gulma per spesies di tanah
mineral bergambut
Chromolaena
Cyperus iria
sarmentosa
Cynodon
Borreria
dactylon
prostata
odorata
Eclipta
Diodia
alata
Waktu
Perlakuan
(MST)
bobot kering gulma masing-masing spesies. Bobot kering gulma teki yaitu spesies
C. iria terlihat paling tinggi dibandingkan gulma spesies lainnya (Tabel 11).
kedelai yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis herbisida lainnya. Hal ini
ditunjukkan oleh variabel bobot produksi ubinan 182.67 g/m2 dan bobot produksi
per hektar 1.5 ton/ha.
Pembahasan
baik secara manual atau menggunakan herbisida (Blum et al. 2000; Webster
2004). Kurangnya pengaruh penghambatan perlakuan jenis herbisida terhadap
gulma Cyperus iria juga karena faktor pertahanan dari Cyperus iria secara
morfologi maupun fisiologi terhadap tekanan lingkungan. Adaptasi morfologi
didasarkan pada penghambatan atau pencegahan masuknya senyawa berbahaya ke
dalam tubuh tumbuhan misalnya adanya lignin (Schulz dan Friebe 1999). Adanya
lignin pada dinding sel Cyperus iria mencegah masuknya senyawa kimia pada
membran, sehingga sistem membran tidak mengalami kerusakan.
Perlakuan jenis herbisida pada bobot kering gulma 4 MST (Tabel 4)
menunjukkan aplikasi herbisida glifosat, oksifluorfen, dan oksifluorfen yang
diikuti dengan herbisida glifosat sama-sama efektif dalam menekan gulma dengan
perlakuan penyiangan manual. Penelitian Damalas (2004) menyebutkan bahwa
dengan adanya perbedaan bahan kimia, mode of action, dan pengaruh terhadap
jalur metabolisme, herbisida dapat menghambat kerja enzim atau proses fisiologis
gulma. Pengendalian menggunakan herbisida paraquat mampu menurunkan bobot
kering spesies Cyperus iria pada akhir pengamatan.
Herbisida paraquat efektif menekan pertumbuhan gulma menghasilkan
bobot kering paling rendah karena merupakan herbisida kontak dan cepat
mengendalikan gulma. Menurut Vencill et al. (2002) lipid hidroperoksida yang
merupakan cara kerja herbisida paraquat akan menghancurkan membran sel yang
menyebabkan pecahnya sitoplasma menjadi bagian-bagian interseluler sehingga
daun pada gulma akan menjadi layu dan menguning dengan cepat. Penelitian
Adnan et al. (2012) menyatakan aplikasi dosis herbisida paraquat meningkatkan
persentase pengendalian gulma dan menurunkan bobot kering gulma serta
meningkatkan komponen hasil dan hasil tanaman kedelai.
glifosat baru bekerja pada umur 35 HST atau 21 HSA akan tetapi setelahnya
gejala toksik perlahan mulai berkurang. Penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Sprague & Hager (2003) yang menyatakan tanaman kedelai yang masih
muda sangat tinggi tingkat penyerapannya baik dalam menyerap air, unsur hara
maupun herbisida sehingga tingkat toksisitas terhadap tanaman kedelai muda
sangat tinggi.
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
TANGGAMUS
Lahan mineral
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
U
P0 P1 P6
P3 P7 P5
P6 P2 P1
P4 P0 P7 S
Keterangan:
P2 P5 P4 P0= Tanpa pengendalian
P1= Penyiangan manual
P5 P3 P0 P2= Herbisida Paraquat
P3= Herbisida Glifosat
P1 P6 P3 P4= Herbisida Oksifluorfen
P5= Herbisida Paraquat-oksifluorfen
P6= Herbisida Glifosat-oksifluorfen
P7 P4 P2 P7= Herbisida Penoksulam
U
P2 P0 P2
P7 P3 P3
P5 P2 P4
P0 P1 P6 S
Keterangan:
P6 P6 P0 P0= Tanpa pengendalian
P1= Penyiangan manual
P1 P7 P7 P2= Herbisida Paraquat
P3= Herbisida Glifosat
P4= Herbisida Oksifluorfen
P3 P5 P5 P5= Herbisida Paraquat-oksifluorfen
P6= Herbisida Glifosat-oksifluorfen
P4 P4 P1 P7= Herbisida Penoksulam
35
compressus
brasiliensis
Phylanthus
Melastoma
Richardia
Axonopus
Cynodon
Borreria
dactylon
urinaria
Cyperus
affine
alata
iria
Perlakuan Waktu
jenis herbisida
MST .....................Nisbah jumlah dominansi %.................
2 37.36 15.45 10.05 11.82 10.95 14.37 0
Kontrol 4 39.85 14.77 12.71 10.94 10.39 11.34 0
6 41.46 13.09 13.21 10.90 10.68 10.66 0
8 34.68 14.58 15.07 12.15 11.95 11.56 0
Manual 2 41.13 18.06 10.57 11.47 9.07 9.70 0
4 46.65 11.03 11.36 6.83 12.93 11.20 0
6 50.85 12.78 11.78 9.30 6.72 8.57 0
8 31.24 18.17 23.51 10.85 7.26 8.98 0
Paraquat 2 42.07 16.56 9.88 12.98 10.37 8.14 0
4 44.42 11.93 4.67 26.34 12.64 0 0
6 54.61 16.19 7.23 14.39 4.28 3.30 0
8 34.44 21.47 15.96 18.64 5.59 3.91 0
Glifosat 2 46.20 13.99 10.90 8.88 7.83 12.20 0
4 45.52 15.32 11.78 11.50 8.52 7.36 0
6 56.42 9.17 10.51 8.95 6.93 8.02 0
8 30.96 19.29 12.45 10.18 17.33 9.77 0
Oksifluorfen 2 58.19 21.13 3.84 7.61 4.83 4.40 0
4 58.37 20.02 4.29 7.93 4.93 4.28 0
6 54.00 7.28 7.91 11.82 14.29 4.70 0
8 41.37 31.50 11.52 8.34 7.27 0 0
Oksifluorfen-paraquat 2 45.82 15.37 9.45 8.30 10.77 10.29 0
4 58.49 10.64 5.98 10.02 14.87 0 0
6 65.63 18.54 5.67 4.20 5.96 0 0
8 36.50 7.43 7.53 11.91 31.72 4.92 0
Oksifluorfen-glifosat 2 48.33 19.18 7.29 7.17 11.75 3.26 3.02
4 53.24 15.69 6.32 12.14 6.33 6.28 0
6 54.00 7.28 7.91 11.82 14.29 4.70 0
8 40.50 25.22 8.10 13.64 3.76 8.79 0
Penoksulam 2 44.87 14.79 8.62 13.44 8.03 8.05 2.22
4 45.57 15.60 10.54 12.26 6.60 6.43 3.00
6 50.42 12.26 9.41 11.25 6.81 9.85 0
8 33.14 22.81 11.04 13.58 8.13 11.3 0
39
Chromolaena
sarmentosa
rhomboidea
dactylon
Cynodon
prostata
Borreria
Cyperus
odorata
Eclipta
Diodia
Hyptis
alata
Perlakuan
iria
Waktu
jenis herbisida
Ulangan 1
KK P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
P0 100.00 94.93 85.47 90.91 90.09 92.66 88.18 91.50
P1 100.00 91.06 95.96 95.06 95.89 93.21 97.65
P2 100.00 97.50 96.66 99.15 95.79 90.43
P3 100.00 97.36 96.42 96.46 93.57
P4 100.00 94.64 95.57 94.49
P5 100.00 95.49 95.32
P6 100.00 94.44
P7 100.00
Ulangan 2
KK P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
P0 100.00 89.47 87.38 79.42 91.81 84.93 91.78 92.10
P1 100.00 91.26 89.93 85.29 82.75 89.00 82.07
P2 100.00 92.44 88.98 91.91 90.58 89.34
P3 100.00 94.17 82.88 80.95 90.04
P4 100.00 85.83 86.87 91.73
P5 100.00 86.36 85.47
P6 100.00 87.33
P7 100.00
Ulangan 3
KK P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
P0 100.00 87.77 76.23 77.22 82.58 81.56 94.56 80.87
P1 100.00 92.00 78.00 85.42 87.00 89.01 78.45
P2 100.00 90.09 86.87 82.41 80.39 88.67
P3 100.00 78.73 83.41 81.37 82.75
P4 100.00 84.84 82.75 82.17
P5 100.00 85.08 77.77
P6 100.00 76.75
P7 100.00
41
Ulangan 1
KK P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
P0 100.00 83.25 81.17 86.63 82.17 95.57 93.16 85.16
P1 100.00 84.54 87.87 83.06 84.05 87.44 86.31
P2 100.00 85.96 78.87 78.48 84.89 80.00
P3 100.00 87.95 86.51 84.30 84.84
P4 100.00 84.00 81.73 90.71
P5 100.00 93.96 86.95
P6 100.00 88.37
P7 100.00
Ulangan 2
KK P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
P0 100.00 83.33 86.46 85.05 81.38 83.89 92.24 88.80
P1 100.00 86.20 85.46 87.31 83.16 90.17 86.11
P2 100.00 89.32 82.51 83.33 90.40 91.73
P3 100.00 78.89 76.23 89.79 86.92
P4 100.00 87.04 83.72 86.95
P5 100.00 85.45 85.84
P6 100.00 92.30
P7 100.00
Ulangan 3
KK P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
P0 100.00 88.96 79.38 81.20 83.72 91.42 82.85 84.24
P1 100.00 79.83 80.97 82.84 86.59 88.12 92.12
P2 100.00 84.21 88.18 84.29 82.64 80.00
P3 100.00 96.42 90.24 86.99 91.21
P4 100.00 88.23 82.35 83.11
P5 100.00 90.00 90.11
P6 100.00 91.70
P7 100.00
42
g. Richardia brasiliensis
43
g. Cynodon dactylon
44
Tanah mineral
Perlakuan Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) Keuntungan (Rp) B/C
P0 7 678 500 13 770 000 6 091 500 1.79
P1 8 278 500 18 487 500 10 209 000 2.23
P2 7 798 500 20 591 250 12 792 750 2.64
P3 7 828 500 23 970 000 16 141 500 3.06
P4 7 841 000 13 770 000 5 929 000 1.75
P5 7 881 000 18 678 750 10 797 750 2.37
P6 7 991 000 20 782 500 12 791 500 2.60
P7 7 972 000 16 766 250 8 794 250 2.10
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Banjar, Jawa Barat pada tanggal 05 November
1989. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. E.
Suhendi dan Ibu Iis Rosdianti. Pendidikan sarjana sejak tahun 2007 ditempuh di
Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
lulus pada tahun 2012. Pada pertengahan tahun 2012, penulis diterima di Program
Studi Agronomi dan Hortikultura pada Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor dan menamatkannya pada tahun 2015. Beasiswa Unggulan Calon Dosen
diperoleh dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Selama mengikuti program S2, penulis aktif mengikuti kepanitiaan dalam
kegiatan Forum Pascasarjana IPB.