ABSTRACT
The decreasing productivity of papaya in the last years due to distribution and
out breaks of papaya mealybug throughout 13 provinces of Indonesian. Therefore it
should be controlled. Alternatives pest control of the insecticide has been widely
searched. G. maculata leaves known consist of rich flavonoid that potency as botanical
insecticide. In order to isolate of flavonoid and test its toxicity to papaya mealybug, the
powder leaf of G. maculata were extracted by using water and various organic solvents
from non-polar to polar (n-hexane, dichloromethane, methanol, and water). A set of
experimental design was conducted by using completely randomized design with
factorials (4x5), 4 different water extracts of G. maculata powder leaves, named
AMTB, AMB, AMTBH, and AMBH and 5 different concentrations (0%, 5%, 10%,
15%, dan 20%) with each of 3 replication. ANOVA was conducted to obtain the means
and standard error means of the experimental study and Tukey’s test at α=5% was
performed in order to obtain the different among the experimental groups. Probit
analysis was also conducted to obtain the LC50. The result indicated the fourth extracts
have different effect to kill the means number of the testing insect PF 19 = 7,86 < 0,001.
The fourth extracs have potency as botanical insecticide to control the papaya mealybug
with LC50; 48h < 5% (0,75% - 1,82%), but the isolate named AMB was more effective
compare to the others, due to the lowest LC50; 48h value (0,75%).
PENDAHULUAN
2
Pepaya merupakan komoditas buah yang digemari oleh kebanyakan lapisan
masyarakat. Produksi pepaya selama lima tahun terakhir termasuk kelompok lima besar
produksi buah-buahan dan buah ini tersedia sepanjang tahun. Budidaya tanaman
pepaya tidak memerlukan kondisi yang spesifik, sehingga komoditas ini dapat
berkembang hampir di seluruh wilayah Indonesia. Akhir-akhir ini pada 13 Provinsi di
Indonesia ditemui adanya serangan hama kutu putih pepaya (Paracoccus marginatus)
yang mengakibatkan adanya potensi kerugian ekonomis yang dialami petani (Dirjen
Hortikultura, 2008).
Hama kutu putih (P. marginatus) bersifat polifagus, biasanya hidup
bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Berdasarkan hasil pemantauan, diduga kuat
inang utama kutu putih tersebut adalah tanaman pepaya, mengingat pada tanaman
tersebut populasi kutu ditemukan dalam jumlah paling banyak dan dampak serangan
paling parah. Hama merusak dengan cara mengisap cairan tanaman dari buah sampai
pucuk. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan
jelaga, sehingga permukaan tanaman pepaya yang diserang menjadi berwarna hitam
(Walker et al., 2008).
Hama kutu putih pepaya sangat penting untuk dikendalikan segera, karena
hama yang bersal dari Mesiko ini sudah menyebar ke 13 Propinsi di Indonesia termasuk
propinsi Lampung (Korantempo.com, 2009). Di Bandar Lampung, tanaman pepaya
pada pekarangan rumah di 8 kecamatan terserang berat oleh hama kutu putih ini
sehingga mengakibatkan kematian tanaman pepaya. Hasil pengamatan Susilo, dkk.
(2009) di Lampung hama kutu putih ini selain menyerang tanaman pepaya ditemukan
juga menyerang 53 jenis tanaman lain, termasuk tanaman hias dan palawija, seperti
jagung, kedele dan singkong. Untuk itu perlu ditangani sesegera mungkin agar dampak
penyebarannya tidak semakin meluas.
Untuk mengatasi permasalahan ini banyak usaha pengendalian yang telah
dilakukan, namun belum diketahui insektisida apa yang paling cocok untuk membasmi
hama ini. Salah satu alternatif untuk mengendalikan hama dengan cara yang lebih aman
dan ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan insektisida nabati. Insektisida nabati
berasal dari tanaman yang berupa bahan alami yang memenuhi beberapa kriteria seperti;
aman, murah, mudah diterapkan, dan efektif membunuh hama. Bahan dari tanaman ini
juga murah terurai (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif
3
aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang. Di Indonesia,
penelitian tentang pengendalian hama kutu putih dengan menggunakan insektisida
nabati masih terbatas, meskipun beberapa jenis tanaman sudah banyak diketahui
kandungan dan daya racunnya terhadap serangga (Direktorat Perlindungan Tanaman
Hortikultura, 2009).
Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati adalah
daun gamal (Gliricidia maculata), karena daun dan kulit batang gamal sejak lama sudah
dikenal sebagai rodentisida di central Amerika dan ekstrak gamal juga bersifat antijamur
(Elevitch and Francis, 2006). Ekstrak air tanaman gamal yang dicampurkan dengan
detergen dan minyak tanah dapat menekan hama kutu daun kapas setelah 24 jam
penyemprotan dan mampu membunuh hama kutu daun sebesar 70% setelah 48 jam
pada skala laboratorium (Tukimin dan Rizal , 2002).
Hasil penelitian Nismah dkk (2009) menunjukkan ekstrak etanol dan air daun
gamal segar dapat menyebabkan kematian 100% pada imago hama bisul dadap
(Quadrastichus erythrinae) setelah perlakuan 72 jam pada skala laboratorium.
Sedangkan ekstrak air serbuk daun gamal hasil maserasi bertingkat dengan konsentrasi
terendah 2,19 % dapat mematikan 50 % hama penghisap buah lada (Dasynus piperis)
setelah 72 jam perlakuan uji bioassay pada skala laboratorium (Nukmal dkk, 2010).
Hasil analisis fitokimia ekstrak air serbuk daun gamal memperlihatkan ekstrak
ini mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, terpenoid, steroid dan
flavonoid dengan kandungan flavonoid yang paling banyak. Adanya flavonoid ini
diduga sebagai senyawa toksik yang dapat mematikan hama kutu putih (Nukmal, dkk.
2010). Untuk membuktikan hal tersebut diperlukan penelitian ini guna mengisolasi
senyawa flavonoid dari estrak air serbuk daun gamal dan uji bioaassay isolat yang
didapat terhadap hama kutu putih pepaya (P. marginatus) untuk mengetahui tingkat
toksisitasnya.
4
Pembuatan ekstrak air serbuk daun gamal yang dipakai dalam penelitian ini
dilalakukan melalui 2 cara yaitu; tanpa maserasi bertingkat (AMTB) menggunakan
pelarut air, dan melalui maserasi bertingkat (AMT) menggunakan berturut-turut pelarut
nonpolar – polar (n-heksana, diklorometana/DCM, metanol dan air). Pelarut yang
digunakan dalam penelitian ini berkualitas p.a (Baker). Plat kromatografi lapis tipis
yang digunakan adalah plat aluminium dengan adsorben Silika Gel 60 F 254 (Merck).
Adsorben yang digunakan sebagai fasa diam adalah Silika Gel 60 (Merck, 0.063-0,200
mm) dan Sephadex LH-20 (Merck). Untuk menguapkan pelarut pada ekstrak yang
diperoleh digunakan vacuum rotary evaporator (Buchii/R205).
5
Penentuan senyawa golongan flavonoid dilakukan dengan cara memaparkan
kromatogram hasil analisis KLT pada sinar lampu UV, dan mereaksikan dengan pelarut
visualisasi AlCl3, SbCl3, dan CeSO4. Adanya kandungan senyawa flavonoid pada
ekstrak air serbuk daun gamal telihat dari hasil analisis KLT yang menunjukkan adanya
warna kuning kecoklatan pada plat KLT setelah disemprotkan dengan 3 pelarut
visualisasi (Gambar 1).
a b c
Gambar 1. Kromatogram hasil analisis KLT ekstrak air serbuk daun gamal tanpa
maserasi bertingkat dan dengan maserasi bertingkat dengan pelarut
visualisasi a) AlCl3, b) SbCl3, dan c) CeSO4
Hasil ini diperkuat dengan nilai Rf (Retention factor) yang terdapat pada kedua
ekstrak berkisar antara 0 – 0,60 untuk ekstrak AMTB dan 0 - 0,56 untuk ekstrak AMB,
dapat diketahui bahwa sebagian besar senyawa yang terkandung dalam ekstrak air
serbuk daun gamal adalah senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid mulai dari
semi polar sampai dengan sangat polar. Kemungkinan senyawa-senyawa flavonoid ini
terdiri dari bentuk glukosidanya (sangat polar) dan aglikon flavonoid (semi polar).
Sedangkan untuk kedua ekstrak air setelah hidrolisis AMTBH dan AMBH, nilai Rf = 0
karena sampel tidak terelusi dengan baik (Tabel 1). Hal ini terjadi mungkin karena
proses hidrolisis yang dilakukan tidak seluruhnya memutuskan ikatan glikosida pada
senyawa glukosida flavonoid. Sehingga endapan ekstrak AMTBH dan AMBH masih
mengandung glukosida flavonoid dan sedangkan aglikon flavonoidnya terkadung
dalam metanol yang digunakan saat hidrolisis. Oleh sebab itu, diperlukan adanya
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komponen lain yang terdapat pada ekstrak
AMTBH dan AMBH.
Tabel 1. Nilai Rf senyawa flavonoid dengan metode KLT dari ekstrak air serbuk
daun gamal dengan larutan pengembang DCM dan metanol 7:2
6
Nilai Rf dengan pelarut visual
Nama ekstrak
AlCl3 SbCl3 CeSO4
Air tanpa maserasi bertingkat (AMTB) 0 – 0,60 0 – 0,60 0 – 0,44
Air dengan maserasi bertingkat (AMB) 0 – 0,40 0 – 0,56 0 – 0,47
Air tanpa maserasi bertingkat setelah hidrolisis
0 0 0
(AMTBH)
Air dengan maserasi bertingkat setelah
0 0 0
dihidrolisis (AMBH)
7
nyata. Hal ini dapat dijelaskan karena nilai fiducial limit LC 50;48 jam ekstrak AMTB
berkisar antara 1,38% - 18,11% (Tabel 4), yang berarti dengan kosentrasi terendah
1,38% dan tertinggi 18,11% ekstrak AMTB sama kemampuannya mematikan serangga
uji 50% setelah 48 jam perlakuan.
Rata-rata kematian imago hama kutu putih yang diperlakukan dengan ekstrak
AMBH pada konsentrasi 10%, - 20% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan
rata-rata kematian hama kutu putih pada konsentrasi 0% dan 5% (Tabel 2). Hal ini
diperkuat dengan nilai LC50 ekstrak AMBH yang diperoleh adalah 1,82% dengan nilai
fiducial limit antara 0,50% - 6,68% (Tabel 4). Penggunaan konsentrasi lebih dari 10%
tidak memberikan effek yang berbeda terhadap kematian hama kutu putih. Hal ini juga
menjadi faktor mengapa ekstrak ini juga mampu mematikan serangga uji dalam waktu 3
jam lebih cepat dibandingkan ekstrak lainnya.
Ekstrak AMB lebih efektif mematikan serangga uji dibandingkan dengan 3
ekstrak lain, karena memiliki nilai LC50 2,01 – 2,43 kali lebih rendah disbanding ke 3
ekstrak lain. Meskipun ekstrak AMB memiliki nilai LC 50 yang paling rendah
dibandingkan dengan ekstrak lainnya, namun nilai fiducial limit teratasnya paling tinggi
yaitu 24,40%, yang berarti untuk mematikan serangga uji 50%, ekstrak AMB
membutuhkan kosentrasi 24,40% (Tabel 4).
Keempat jenis ekstrak air serbuk daun gamal yang diujikan berpotensi dan
efektif sebagai insektisida nabati untuk hama kutu putih papaya, karena memiliki nilai
LC50 < dari 5%. Insektisida nabati dengan pelarut organik dikatakan efektif apabila
memiliki nilai LC50 ≤ 5% (Prijono, 2005).
Tabel 2. Persentase kematian hama kutu putih dengan perlakuan 4 jenis ekstrak air
serbuk daun gamal pada konsentrasi dan waktu pengamatan yang berbeda
8
Waktu Konsentrasi Kematian serangga uji (%) dengan ekstrak
Pengamatan (%) AMTB AMB AMTBH AMBH
0 0,0 0,0 0,0 0,0
5 0,0 0,0 0,0 0,0
1 jam setelah
10 0,0 0,0 0,0 0,0
perlakuan
15 0,0 0,0 0,0 0,0
20 0,0 0,0 0,0 0,0
0 0,0 0,0 0,0 0,0
5 0,0 0,0 0,0 10,0
3 jam setelah
10 0,0 0,0 0,0 3,33
perlakuan
15 0,0 0,0 0,0 16,7
20 0,0 0,0 0,0 13,3
0 0,0 0,0 0,0 0,0
5 23,3 10,0 30,0 23,3
6 jam setelah
10 23,3 20,0 26,7 30,3
perlakuan
15 23,3 23,3 33,3 30.3
20 40,0 33,3 60,0 43,3
0 0,0 0,0 0,0 0,0
5 40,0 36,7 36,7 53,3
12 jam setelah
10 30,0 40,0 40,0 70,0
perlakuan
15 23,3 50,0 50,0 70,0
20 46,7 53,3 73,3 83,3
0 0,0 0,0 0,0 0,0
5 63,3 56,7 53,3 53,3
24 jam setelah
10 56,7 70,0 53,3 76,7
perlakuan
15 56,7 76,7 76,7 80,0
20 73,3 90,0 86,7 83,3
0 0,0 0,0 0,0 0,0
5 66,7 83,3 80,0 76,7
48 jam setelah
10 83,3 83,3 86,7 93,3
perlakuan
15 76,6 90,0 93,3 93,3
20 86,7 96,7 100 96,7
0 0,0 0,0 0,0 0,0
5 96,7 93,3 100,0 90,0
72 jam setelah
10 86,7 93,3 100,0 100,0
perlakuan
15 80,0 100,0 100,0 96,7
20 90,0 100,0 100,0 100,0
Keterangan: Setelah 96 jam perlakuan kematian kutu putih mencapai 100% untuk semua
ekstrak air dengan semua tingkatan konsentrasi.
Tabel 3. Rata-rata jumlah kematian hama kutu putih pepaya pada empat jenis ekstrak air
serbuk daun gamal pada 5 kosentrasi yang berbeda setelah 48 jam perlakuan
9
Konsentrasi Rata-rata jumlah imago kutu putih yang mati (ekor) ± SD pada ekstrak
(%) AMTB AMB AMTBH AMBH
0 0,00 ± 0,00 aA 0,00 ± 0,00 aA 0,00 ± 0,00 aA 0,00 ± 0,00 aA
5 6,67 ± 1,15 bA 8,33 ± 0,58 bcB 8,00 ± 1,00 bB 7,67 ± 1,53 bB
10 8,33 ± 1,15 cA 8,33 ± 1,15 bA 8,67 ±1,15 bcA 9,33 ± 0,57 cB
15 7,67 ± 1,52 cA 9,00 ± 1,00 bdB 9,33 ± 1,15 cdB 9,33 ± 1,15 cB
20 8,67 ± 0,58 cdA 9,67 ± 0,58 cdB 10,00 ± 0,00 dB 9,97 ± 0,57 cB
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama dan
huruf besar pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf α = 5%
dengan uji Turkey’s
Tabel 4. Hasil analisis probit 4 jenis ekstrak air daun gamal pada 48 jam setelah
perlakuan
Standar
Ekstrak air Nilai LC50 (%) Fiducial limit (%) Slope
error slope
AMTB 1,51 0,13 - 16,60 0,91 0,44
AMB 0,75 0,02 – 24,40 1,03 0,56
AMTBH 1,80 0,41 - 7,91 1,72 0,83
AMBH 1,82 0,50 – 6,68 1,74 0,32
Keterangan : Fiducial limit : batas atas dan batas bawah nilai LC50
Kemampuan daya bunuh ekstrak air serbuk daun gamal disebabkan karena
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik. Salah satunya
adalah senyawa flavonoid, senyawa ini diketahui berpotensi sebagai insektisida.
Golongan isoflavonoid seperti rotenon misalnya telah dimanfaatkan manusia untuk
insektisida (Robinson, 1995). Senyawa flavonoid paling banyak ditemukan dalam
ekstrak air serbuk daun gamal hasil maserasi bertingkat (Nukmal, dkk. 2010). Sehingga
diduga senyawa inilah yang mempunyai sifat tosik terhadap hama kutu putih papaya.
Hal ini didukung oleh pendapat Robinson (1995) yang menyatakan bahwa senyawa
flavonoid dapat mengiritasi kulit setelah serangga melakukan kontak langsung dengan
ekstrak. Senyawa flavonoid memberikan efek yang bermacam-macam terhadap
berbagai macam organisme. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor yang kuat pada
proses pernafasan. Beberapa flavonoid menghambat fosfodiesterase, aldoreduktase,
monoamina oksidase, protein kinase, baik transkriptase, maupun DNA polymerase.
Flavonoid juga merupakan senyawa pereduksi yang baik karena menghambat reaksi
oksidasi baik secara enzim maupun nonenzim.
10
Hama kutu putih papaya yang mati akibat diperlakukan dengan ekstrak air
serbuk daun gamal diduga mengalami keracunan karena mengisap cairan dari media uji
yang telah direndam dengan keempat jenis ekstrak. Menurut Walker et al, (2008), hama
kutu putih pepaya merupakan Hemiptera pengisap cairan tanaman inangnya. Oleh sebab
itu, hama kutu putih pepaya yang mati karena ekstrak air serbuk daun gamal diduga
mengalami keracunan perut yang ikut terhisap saat kutu putih menghisap makannya
berupa putik yang digunakan sebagai media uji. Sinaga (2009) menyatakan bahwa
kandungan metabolit sekunder dalam tanaman seperti glikosida flavonoid bersifat racun
perut (stomach poisoning), yang bekerja apabila senyawa tersebut masuk dalam tubuh
serangga maka akan mengganggu organ pencernaannya.
Selain meracuni perut, senyawa golongan flavonoid juga dapat mengiritasi kulit
dan menghambat transportasi asam amino leusin. Diduga senyawa flavonoid
menghambat leusin yang berperan dalam proses pembentukan asetil koA pada Siklus
Kreb. Menurut Nugroho (2008) leusin merupakan asam amino ketogenik yang hanya
dapat masuk ke intermediet asetil koA atau asetoasetil koA. Pada saat proses ini
terhambat, asetil koA tidak dapat menambahkan fragmen nya pada oksaloasetat dan
akibatnya siklus kreb terganggu dan tidak dapat menghasilkan ATP.
11
insektisida nabati untuk hama kutu putih pepaya (P. marginatus). Pemurnian dan
penentuan struktur senyawa yang potensial, serta uji bioassaynya terhadap organisme
target dan non target baik skala laboratorium atau semilapangan/lapangan diperlukan
sebelum senyawa ini dapat digunakan sebagai insektisida nabati.
UCAPAN TERIMAKASIH
Makalah ini merupakan hasil penelitian yang dibiayai oleh DP2M Dikti
melalui Hibah Kompetisi Strategis Nasional tahun 2010.
KEPUSTAKAAN
Direktoral Jendral Hortikultura. 2008. Waspada serangan Kutu Putih pada Tanaman
Pepaya. Departemen Kehutanan.
Dalam:http://www.hortikultura.deptan.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=200&Itemid=1. Diakses tanggal 21 Januari
2010 pukul 09.55 WIB.
Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2009. Kutu Putih Meksiko Sulit
Dibasmi. Diakses 08 Maret 2010, 14:35 WIB. http://www.regional kompas.
Com.
Elevitch, C. R. dan J.K. Francis, 2006. Gliricidia sepium (Gliricidia) Fabaceae
(legume family). Species Profiles For Pacific Island Agroforestry
www.traditionaltree. Org. Diakses 16 Februari 2008, 11.36 WIB.
http://www.agroforestry.net/tti/Gliricidia-gliricidia.pdf gamal .
Korantempo.com. 2009. Wuih… Kutu Putih Meksiko Sulit Dibasmi.
http://www.korantempo.com. Selasa 10 November 2009. 19:04 WIB. Diakses 5
Maret 2010: 15:15 WIB.
Lu, F. C. 1994. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Edisi
ke-2. Penerbit U.I.P. Hal 412.
Nismah. E.L.Widiastuti dan E. Sumiyani. 2009. Uji Efikasi Ekstrak Daun Gamal
(Gliricidia maculata) Terhadap Imago Hama Bisul Dadap (Quadrastichus
erythrinae). Prosiding Seminar Nasional XX dan Kongres Biologi Indonesia XIV.
Malang 24 -25 Juli 2009.
Nugroho HSW. 2008. Metabolisme Asam Amino. Diakses 31 Juli 2008, 10.15 WIB.
http://209.85.175.104/search?q=cache:X3S_DWx-c
cJ:static.Schoolrack.Com/files/14204/34774/6-metabolisme-asam-
amino.doc+leusin+toksik&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id
12
Nukmal, N, N.Utami, dan Suprapto. 2010. Skrining Potensi Daun Gamal (Gliricidia
maculata Hbr.) Sebagai Insektisida Nabati. Laporan Penelitian Hibah Strategi
Unila. Universitas Lampung. 2010
Prijono, D. 2005. Pemanfaatan dan Pengembangan Pestisida Nabati. Makalah Semina
Ilmiah. Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 3
Agustus 2005.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh K.
Padmawinata. ITB. Bandung.
Sinaga, R. 2009. Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Hama Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae )pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.).
Skripsi. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universita Sumatera Utara. Medan.
Susilo, F.X., Purnomo dan Swibawa, I. 2009. Infestation of The Papaya Mealybug in
Home Plants in Bandar Lampug. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Lampung.
Tukimin dan Rizal. 2002. Pengaruh Ekstrak Daun Gamal Terhadap (Gliricidia sepium)
Terhadap Mortalitas Kutu Daun Kapas (Aphis gossypii) Glover. Balittas. Litbang.
Deptan.
Walker, A., Hoy, M and Meyerdirk. 2008. Papaya Mealybug, Paracoccus
marginatus (Insecta : Hemiptera : Pseudococcidae). Diakses 10 Maret
2010, 13:45 WIB. http://entnemdept.ifas.ufl
13